• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ROTI AFKIR DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ITIK PEKING UMUR 1-8 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :

ADLI AKIKI 090306022

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN ROTI AFKIR DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ITIK PEKING UMUR 1-8 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :

ADLI AKIKI

090306022 / PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Proposal : Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu

Nama : Adli Akiki

NIM : 090306022

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

(Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin M.Si) (Usman Budi, SPt. Msi)

Ketua Anggota

Diketahui oleh

(Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin M.Si) Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

ADLI AKIKI: Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu, dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan USMAN BUDI. Penelitian ini dilaksankan di Jl. bunga raya 3 no 87 asam kumbang, yang berlangsung pada bulan Desember sampai dengan Januari 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan roti afkir terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Peking. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor Day Old Duck (DOD). Perlakuan terdiri dari P0 ( ransum tanpa roti afkir); P1 ( ransum dengan 10% roti afkir); P2 ( ransum dengan 20% roti afkir); P3 ( ransum dengan 30% roti afkir); P4 ( ransum dengan 40% roti afkir).

Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi ransum ( g/ekor/minggu) secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 sebesar (446,91; 412,94; 402,73; 440,43 dan 415,81). Pertambahan bobot badan secara berturut turut yaitu g/ekor/minggu (97,53; 103,69; 99,56; 120,51 dan 106,97). Konversi ransum secara berturut turut (4,60; 4,01; 4,06; 3,66 dan 3,89). Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan serta berpengaruh sangat nyata terhadap konversi ransum. Kesimpulannya adalah bahwa roti afkir dapat digunakan dalam ransum hingga level 30%.

(5)

ABSTRACT

Adli akiki: Utilization of Waste Bread in Feed to Peking Ducks Performance for age 1-8 week, under the Supervision of MA’RUF TAFSIN and USMAN BUDI.

This research has been conducted at Bunga Raya street Medan asam kumbang, which took place from December 2013 until January 2014. This research aims to determine the effect of the use of waste bread on feed intake, body weight gain and feed conversion Peking duck. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replicates, each replicate consisting of 5 need Day Old Duck (DOD). Treatment consists of P0 (without waste bread); P1 (feed with 10% waste bread); P2 (feed with 20% waste bread); P3 (feed with 30% waste bread); P4 (feed with 40% waste bread).

The results showed the average feed consumption (g/ head/week) in a row for the treatment of P0, P1, P2, P3 and P4 were (446.91; 412.94; 402.73; 440.43 respectively 415.81), body weight gain in g/head/week were (97.53; 103.69; 99.56; 120.51 and 106.97)and feed conversion were 4.60; 4.01; 4.06; 3.66 and 3.89. The results showed that the treatment was not significant effect on feed intake but significant effect on body weight gain are highly significant effect on feed conversion ratio. The conclusion is that the waste bread can be used in the feed for Peking duck up to the level of 30%.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Oktober 1990 dari ayah Alm. Jumari, SPt dan ibu Ngatyem. Penulis merupakan putra kedua dari 2 bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMU PANCA BUDI Medan dan pada tahun 2009 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB (Ujian Masuk Bersama). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Usman Budi, SPt. M.Si. selaku anggota komisi pembimbing serta semua pihak yang ikut membantu dan memberikan arahan dalam penulisan laporan penelitian ini.

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Roti afkir ... 3

Itik peking ... 5

KebutuhanNutrisi dan Ransum Itik ... 6

Konsumsi Ransum ... 11

Pertambahan Bobot Badan ... 11

Konversi Ransum ... 12

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat danWaktu Penelitian ... 14

Bahan ... 14

Alat ... 14

Metode Penelitian ... 15

Peubah yang diamati ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum ... 20

Pertambahan Bobot Badan ... 22

Konversi Pakan ... 24

Rekapitulasi Data ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(9)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi nutrisi roti afkir ... 4

2. Kebutuhan makanan dan air minum untuk 100 ekor anak itik/hari ... 7

3. Kebutuhan gizi itik pedaging ... 7

4. Komposisi nutrisi dedak padi ... 8

5. Komposisi nutrisi jagung ... 8

6. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit ... 9

7. Komposisi nutrisi bungkil kelapa ... 9

8. Komposisi nutrisi bungkil kacang kedelai ... 10

9. Komposisi nutrisi tepung ikan ... 10

10. Formulasi ransum starter ... 15

11. Formulasi ransum finisher ... 16

12. Rancangan acak lengkap ... 16

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Konsumsi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 31

2. Rataan Konsumsi Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 32

3. Analisis Keragaman Konsumsi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 32

4. Uji Lanjut Konsumsi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 33

5. Data Penimbangan Bobot Badan (g/ekor/minggu) ... 34

6. Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 35

7. Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 36

8. Analisis Keragaman Data Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 36

9. Uji Lanjut Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 37

10. Rataan Konversi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 38

11. Analisis Keragaman Konversi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 38

12. Uji Lanjut Konversi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu) ... 39

(12)

ABSTRAK

ADLI AKIKI: Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1-8 Minggu, dibimbing oleh MA’RUF TAFSIN dan USMAN BUDI. Penelitian ini dilaksankan di Jl. bunga raya 3 no 87 asam kumbang, yang berlangsung pada bulan Desember sampai dengan Januari 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan roti afkir terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik Peking. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor Day Old Duck (DOD). Perlakuan terdiri dari P0 ( ransum tanpa roti afkir); P1 ( ransum dengan 10% roti afkir); P2 ( ransum dengan 20% roti afkir); P3 ( ransum dengan 30% roti afkir); P4 ( ransum dengan 40% roti afkir).

Hasil penelitian menunjukan rataan konsumsi ransum ( g/ekor/minggu) secara berturut turut untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 sebesar (446,91; 412,94; 402,73; 440,43 dan 415,81). Pertambahan bobot badan secara berturut turut yaitu g/ekor/minggu (97,53; 103,69; 99,56; 120,51 dan 106,97). Konversi ransum secara berturut turut (4,60; 4,01; 4,06; 3,66 dan 3,89). Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan serta berpengaruh sangat nyata terhadap konversi ransum. Kesimpulannya adalah bahwa roti afkir dapat digunakan dalam ransum hingga level 30%.

(13)

ABSTRACT

Adli akiki: Utilization of Waste Bread in Feed to Peking Ducks Performance for age 1-8 week, under the Supervision of MA’RUF TAFSIN and USMAN BUDI.

This research has been conducted at Bunga Raya street Medan asam kumbang, which took place from December 2013 until January 2014. This research aims to determine the effect of the use of waste bread on feed intake, body weight gain and feed conversion Peking duck. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replicates, each replicate consisting of 5 need Day Old Duck (DOD). Treatment consists of P0 (without waste bread); P1 (feed with 10% waste bread); P2 (feed with 20% waste bread); P3 (feed with 30% waste bread); P4 (feed with 40% waste bread).

The results showed the average feed consumption (g/ head/week) in a row for the treatment of P0, P1, P2, P3 and P4 were (446.91; 412.94; 402.73; 440.43 respectively 415.81), body weight gain in g/head/week were (97.53; 103.69; 99.56; 120.51 and 106.97)and feed conversion were 4.60; 4.01; 4.06; 3.66 and 3.89. The results showed that the treatment was not significant effect on feed intake but significant effect on body weight gain are highly significant effect on feed conversion ratio. The conclusion is that the waste bread can be used in the feed for Peking duck up to the level of 30%.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyediaan protein hewani didapat dari sektor usaha ternak unggas, diantaranya adalah itik. Itik merupakan unggas air yang tujuan pemeliharaan utamanya untuk penghasil telur dan pedaging. Itik yang digolongkan sebagai pedaging salah satunya itik peking.

Masalah penyediaan protein asal ternak adalah kompleks karena peternakan tidak berdiri sendiri. Terbatasnya bahan pakan ternak menyebabkan tingginya biaya ransum yang pada akhirnya akan menaikkan biaya produksi. Melalui bahan pakan alternatif yang mengandung nilai gizi tinggi dan mampu memenuhi gizi itik diharapkan dapat menaikan efisiensi produksi.

Salah satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber energi dalam ransum dan memberikan peluang cukup baik adalah tepung limbah roti yang berasal dari roti yang telah afkir kurang dari 1 minggu, kemudian roti-roti tersebut ditarik dari pasaran. Apabila tidak termanfaatkan maka roti-roti tersebut menjadi produk yang terbuang oleh pabrik dan akan mencemari lingkungan.

Bahan dasar roti adalah 90% tepung terigu dan bahan lain seperti telur, susu sehingga kandungan proteinnya cukup tinggi, selain itu roti juga mengandung beta karotin, thiamin (vit B1), riboflavin (vit B2), niasin, mineral, zat

besi dan kalsium ( Astawan, 2007 ).

(15)

Labu, dimana terdapat pengumpul roti afkir yang mampu mengumpulkan roti afkir sebanyak 300 – 400 kg / minggu. Roti yang di kumpulkan adalah roti Dunkin Donuts yang telah afkir. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Pemanfaatan roti afkir dalam ransum terhadap performans itik peking umur 1-8 minggu”.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemanfaatan roti afkir dalam ransum terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik peking umur 8 minggu.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan roti afkir dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik peking umur 8 minggu.

Kegunaan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Roti Afkir

Roti merupakan makanan manusia yang praktis, yang memberikan kebutuhan untuk pertumbuhan badan yang sehat. Bahan pokok dalam pembuatan roti terdiri dari tepung terigu, ragi dan air. Tepung terigu dibuat dari gandum, karena itu kandungan karbohidratnya cukup tinggi berkisar 70-73%, yang terdiri dari amilosa dan amilopektin dalam jumlah yang sama (1 : 1). Sedangkan kadar proteinnya secara umum terdiri dari glutenin dan gliadin (Astawan, 2007).

Roti afkir adalah roti yang sudah tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia dikarenakan sudah melewati batas ketahanan roti tersebut. Roti afkir sudah tidak memiliki nutrisi yang sama seperti roti yang belum afkir, dikarenakan roti afkir sudah mengalami perubahan tekstur, aroma dan rasa. Oleh karena itu, roti afkir dijual dengan harga yang murah berkisar Rp 1700 sampai Rp 2000 / kg nya. Roti afkir tidak langsung dibuang karena dapat menjadi pakan alternatif bagi hewan unggas ataupun hewan lainnya (Daghir, 1995).

(17)

Tabel 1. Komposisi nutrisi roti afkir

Jenis Nutrisi Kandungan

Energi metabolis (Kkal/kg) 2952u

Protein kasar (%) 6,47a

Lemak kasar (%) 24,34a

Serat kasar (%) 0,85a

Abu (%) 1,90a

Sumber : uLaboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD ( 2007 ).

a

Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Prodi Peternakan Fakultas Pertanian USU ( 2013).

Industri roti yang banyak berproduksi di Indonesia diperkirakan 25% produksinya terbuang (tidak terjual) yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Selain untuk mengurangi sampah industri, hal ini juga dapat menekan biaya pakan karena harganya murah dan roti sisa ini selalu tersedia tanpa dipengaruhi oleh musim. Kandungan protein dalam roti cukup baik, amonia selanjutnya digunakan untuk menyusun protein mikroba. Untuk keperluan tersebut maka mikroba membutuhkan sumber energi, terutama yang berupa karbohidrat yang mudah dicerna yaitu pati atau gula. Apabila perombakan amonia menjadi urea kalah cepat, maka kadar amonia di dalam darah menjadi naik dan mengakibatkan keracunan pada ternak yang akhirnya dapat mendatangkan kematian. Roti sisa pasar mengandung energi yang tinggi sehingga diduga efisiensi pembentukan protein mikroba lebih baik.

(18)

Itik Peking

Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara di lingkungan sub tropis maupun tropis. Itik peking mudah beradaptasi dan keinginan untuk terbang kecil sekali. Umumnya di pelihara secara intensif dengan dilengkapi kolam yang dangkal (Murtidjo, 1996).

Menurut Ismail (1996), terdapat beberapa bangsa itik yang termasuk dalam kategori itik pedaging sedangkan beberapa bangsa lainnya termasuk dalam golongan itik dwiguna. Bangsa itik pedaging yang paling terkenal dan paling umum dipelihara adalah itik peking, itik Aylesbury, itik Muskovi dikenal dengan nama itik Manila.

Itik peking merupakan tipe pedaging yang popular disebut green duck. Itik ini mempunyai kepala besar juga bundar, paruhnya lebar dan pendek, paruhnya berwarna kuning akan tetapi ada yang berwarna putih. Leher gemuk pendek dan tegak. Dada besar, bundar membusung. Kaki pendek berwarna kekuning- kuningan. Sayap pendek dan kuat, warna bulunya putih (Samosir, 1994).

Dari golongan itik pedaging, itik peking mulai popular di Indonesia. Produksi dagingnya dapat mencapai 3 sampai 3,5 kg pada umur 7-8 minggu. Namun meskipun itik peking adalah itik pedaging, pemeliharaannya belum luas, kemungkinan karena masalah harga saat itik dipasarkan (Anggorodi, 1995).

(19)

• Pertumbuhannya cepat

• Mudah dalam pemeliharaannya

• Hemat biaya

• Tahan terhadap penyakit

Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik

Bahan makanan pada dasarnya mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi. Berdasarkan unsur – unsur yang dikandung oleh bahan makanan perlu disediakan zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh ternak (Murtidjo, 1990).

Rasyaf (1992) menyatakan bahan – bahan makanan yang biasa dipakai sebagai campuran ransum itik adalah jagung kuning, dedak, bungkil-bungkilan, tepung ikan, daun petai cina, garam dapur, minyak, tepung darah dan lainnya.

Itik pada fase pertumbuhan membutuhkan banyak unsur gizi bagi pertumbuhannya, sehingga susunan ransum yang digunakan harus dengan kadar protein yang tinggi, energi metabolis, vitamin dan mineral yang tinggi. Setelah masuk kedalam tubuh, unsur gizi digunakan terlebih dahulu untuk kebutuhan hidup pokok. Jika unsur gizi yang ada ternyata melebihi kebutuhan hidup pokok maka akan digunakan untuk pertumbuhan, produksi dan disimpan. Kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh (Rasyaf, 1988).

(20)

pertumbuhannya dibandingkan itik yang telah dewasa. Protein tersebut dapat diperoleh dari beberapa jenis pakan ternak utama ataupun pakan ternak alternatif lainnya.

Adapun kebutuhan ransum yaitu makanan dan air minum untuk anak itik atau itik yang masih muda dan dalam pertumbuhan sel- sel baru dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 2. Kebutuhan makanan dan air minum untuk 100 ekor anak itik/hari Umur

(hari)

Jumlah Makanan (Kg)

Jumlah Air Minum (Liter)

01 – 07 1,50 3,20

08 – 14 3,10 7,20

15 – 21 4,00 10,40

22 – 28 6,10 13,60

29 – 35 6,50 16,00

36 – 42 6,80 17,60

43 – 49 7,10 21,60

Sumber : Murtidjo, 1996

Kebutuhan gizi untuk itik jenis itik peking ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Kebutuhan gizi itik pedaging

Zat Unit 0-4 Minggu 4-6 Minggu

Protein % 20-21 19-20

Energi Kkal/Kg 2800-2900 2900-3000

Sumber: Supriyadi ( 2009 ).

[image:20.595.115.511.255.392.2]
(21)

Dedak Padi

[image:21.595.111.513.236.326.2]

Dedak padi adalah bahan ransum yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1990).

Tabel 4. Komposisi nutrisi dedak padi

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1630a

Protein kasar (%) 13a

Lemak kasar (%) 13a

Serat kasar (%) 13a

Abu (%) 11,7b

Sumber :aSiregar (2009) dan b Hartadi ( 2005 )

Jagung

Jagung sampai saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan dalam ransum unggas di Indonesia. Jagung merupakan salah satu bahan makanan terbaik bagi unggas yang digemukkan karena jagung memiliki energi netto yang tinggi (Anggorodi, 1995). Berikut komposisi nutrisi jagung di bawah ini :

Tabel 5. Komposisi nutrisi jagung

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 3370a

Protein kasar (%) 8,6a

Lemak kasar (%) 3,9a

Serat kasar (%) 2a

Abu (%) 11,7b

Sumber :a Siregar (2009) dan b Hartadi (2005)

Bungkil Inti Sawit

[image:21.595.114.511.499.589.2]
(22)
[image:22.595.111.513.99.188.2]

Tabel 6. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2810a

Protein kasar (%) 15,40a

Lemak kasar (%) 6,49a

Serat kasar (%) 9a

Abu (%) 5,18a

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak program studi Peternakan Fakultas Pertanian USU ( 2000 ).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin sehingga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas (Anggorodi,1979). Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi nutrisi bungkil kelapa

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1540a

Protein kasar (%) 18,56a

Lemak kasar (%) 1,8a

Serat kasar (%) 15a

Abu (%) 11,7b

Sumber :aSiregar (2009) dan b Hartadi (2005)

Bungkil Kacang Kedelai

[image:22.595.110.513.388.472.2]
(23)
[image:23.595.111.513.98.189.2]

Tabel 8. Komposisi nutrisi bungkil kacang kedelai

Nutrisi Kandungan

Energi metabolis (Kkal/kg) 2290a

Protein kasar (%) 40,10a

Lemak kasar (%) 5,43a

Serat kasar (%) 4,32b

Abu (%)

Sumber :aSiregar (2009) dan b Hartadi (2005)

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Penggunaan harus dibatasi mencegah bau ikan (Anggorodi, 1985). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat di lihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi nutrisi tepung ikan

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2565a

Protein kasar (%) 55a

Lemak kasar (%) 8a

Serat kasar (%) 1a

Abu (%) 11,7b

Sumber :aSiregar (2009) dan b Hartadi (2005)

Minyak

[image:23.595.114.511.393.482.2]
(24)

Konsumsi Ransum

Pertumbuhan ternak sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang dikonsumsinya, dimana dikemukakan oleh Wahyu (1992), bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, kesehatan, bentuk makanan, stress, besar badan dan produksi.

Ransum disebut seimbang bila mengandung zat – zat nutrisi yang berkualitas dan kuantitas yang cukup untuk kesehatan ternak, pertumbuhan dan untuk produksi. Tingkat energi dalam ransum akan menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsinya (Anggorodi, 1985). Tinggi rendahnya konsumsi ransum tergantung oleh beberapa faktor yaitu besar tubuh ternak, aktifitas ternak, suhu didalam dan di sekitar kandang, kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan serta pengolahannya (Siregar, 2009). Gellespie (1987) disitasi Sinaga (1998) menambahkan temperatur lingkungan merupakan pengaruh yang besar terhadap konsumsi harian. Konsumsi rendah bila temperature tinggi dan meningkat bila temperatur rendah.

Tingkat konsumsi ransum banyak dipengaruhi oleh palatabilitas ransum, sistem tempat pakan dan pengisian tempat pakan, kepadatan ternak perkandang. Tingkat konsumsi dilain pihak juga dipengaruhi oleh nafsu makan dari ternak dan juga kesehatan ternak (Wahyu,1992).

Pertambahan Bobot Badan

(25)

Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat kompleks, meliputi pertumbuhan bobot badan dan semua bagian tubuh secara serentak dan merata (Maynard et al, 1979), sedangkan menurut Ketaren (2002) pertumbuhan merupakan pertambahan bentuk dan bobot jaringan tubuh.

Laju pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan bobot badan per satu satuan waktu, dimana laju pertumbuhan ini akan meningkat sejak menetas hingga mencapai umur dewasa kelamin dan kemudian laju pertumbuhan itu akan menurun. Pada awal kehidupan, ternak mengalami pertambahan bobot badan yang lambat diikuti suatu periode pertumbuhan yang cepat dan akhirnya menurun kembali, sehingga pola umum laju pertumbuhan dengan menghubungkan parameter satuan bobot badan dan umur mengikuti kurva sigmoid (Ketaren, 2001).

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum dalam satu minggu dengan pertambahan berat badan yang dicapai pada minggu itu. Bila ratio kecil berarti pertambahan berat badan memuasakan atau ternak makan dengan efesien (Rasyaf, 1996).

(26)

Angka konversi ransum akan baik bila hubungan antara energi dan protein dalam ransum telah disesuaikan. Perbandingan tersebut bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti: umur, bangsa, kadar energi protein ransum,temperatur dan kesehatan unggas (Leeson, 1991).

(27)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Jl. Bunga raya 3 no 87 asam kumbang. Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang 56 hari.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah itik peking umur 1 hari (DOD, Day Old Duck) sebanyak 100 ekor dengan kisaran bobot badan 33,87 gr s/d 52,00 gr. Bahan penyusun ransum terdiri atas jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, bungkil inti sawit, roti afkir, Top Mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi. Rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum. Formalin 40% dan KMnO4 (kalium permanganate) untuk fumigasi kandang.Vitamin dan

suplemen tambahan seperti Vitachick.

Alat

(28)

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Rancangan acak lengkap adalah suatu desain percobaan dengan menempatkan perlakuan secara random terhadap unit percobaan. Rancangan ini biasa dilakukan pada percobaan dengan kondisi yang relatif homogen. Perlakuan adalah sebagai berikut:

P0 =Ransum tanpa Roti Afkir 0 %

P1 =Ransum dengan 10% Roti Afkir

P2 =Ransum dengan 20% Roti Afkir

P3 = Ransum dengan 30% Roti Afkir

P4 = Ransum dengan 40% Roti Afkir

[image:28.595.122.494.444.755.2]

Susunan ransum percobaan itik peking :

Tabel 10. Susunan formula ransum starter ( 0 - 2 minggu )

Bahan T0 T1 T2 T3 T4

Komposisi

Roti afkir 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0

T. jagung 40.0 30.0 23.0 14.0 8.0

BIS 13.0 13.0 13.0 11.90 8.0

B. kedelai 17.0 17.0 16.40 16.50 18.50

B. kelapa 5.90 5.90 4.50 3.50 3.20

T. ikan 8.0 8.0 9.0 10.0 10.0

Dedak 14.0 14.0 12.0 12.0 10.20

Top mix 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10

M. nabati 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Kandungan Nutrisi

PK (%) 21.54 21.29 21.06 21.10 21.19

EM (kkal/g) 2736.89 2700.09 2725.39 2717.20 2748.88 SK (%) 6.08 5.96 5.48 5.18 4.48 LK (%) 5.26 7.30 9.24 11.30 13.04

Ca 0.63 0.63 0.69 0.74 0.73

(29)
[image:29.595.108.486.141.451.2]

Tabel 11. Susunan formula ransum finisher ( 2 - 8 minggu )

Bahan T0 T1 T2 T3 T4

Komposisi

Roti afkir 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0

T. jagung 48.0 40.0 36.90 30.0 20.0

BIS 22.50 22.0 8.0 8.0 5.90

B. kedelai 3.0 4.0 6.0 7.0 9.0

B. kelapa 3.50 3.0 4.0 4.0 5.0

T. ikan 8.0 8.0 8.0 8.0 8.0

Dedak 12.90 10.90 15.0 10.90 10.0

Top mix 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10

M. nabati 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Kandungan Nutrisi

PK (%) 16.60 16.59 16.00 16.02 16.43

EM (kkal/g) 2801.07 2805.37 2840.78 2864.67 2833.45

SK (%) 6.37 5.93 5.11 4.52 4.24

LK (%) 5.81 7.63 9.62 11.26 13.08

Ca 0.63 0.63 0.57 0.58 0.58

P 0.69 0.66 0.61 0.56 0.54

Tabel 12. Rancangan Acak Lengkap

P22 P44 P34 P11 P41

P42 P12 P24 P43 P02

P23 P21 P03 P33 P14

[image:29.595.112.427.504.622.2]

P01 P13 P04 P32 P31

Tabel 10. Pengacakan perlakuan dan ulangan

(30)

Keterangan :

I = 1 , 2 , 3, ….. i = perlakuan j = 1 , 2 , 3 …... j = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

σi = pengaruh perlakuan ke-i

�ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah : 1. Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)

Dihitung berdasarkan selisih antara ransum yang diberikan dengan ransum yang tersisa.

2. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu)

Diukur dengan menimbang bobot badan setiap 1 minggu dikurangi dengan bobot badan 1 minggu sebelumnya.

3. Konversi Ransum

Penghitungan konversi ransum didasarkan pada perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan.

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : FCR = Konsumsi Ransum

PBB Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

(31)

dengan air dan detergen kemudian didesinfektan menggunakan rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4. Kandang dilengkapi dengan

tempat pakan dan minum serta alat penerangan.Istirahat kandang dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan pada saat DOD baru tiba untuk mengurangi cengkaman stress selama perjalanan.

2. Random anak itik

Sebelum anak itik dimasukkan kedalam kandang, terlebih dahulu dilakukan penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan di gunakan, kemudian ditempatkan di dalam percobaan.

3. Penyusun Ransum

Sebelum penyusunan ransum dilakukan roti afkir terlebih dahulu dicacah dilanjutkan dengan pengeringan dengan matahari dan dilanjutkan dengan menggerinder roti afkir untuk jadikan menjadi tepung. Bahan penyusun yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, roti afkir, top mix dan kapur. Bahan penyusun ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi tiap perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.

4. Pemeliharaan Itik

(32)

5. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan setiap minggu selama penelitian ( 8 minggu ). Data yang diambil terdiri dari data konsumsi ransum dan data bobot badan dalam satuan gram/ekor.

6. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis Sidik Ragam dan besaran F-tabel diperoleh dari Tabel F dengan derajat bebas yang sesuai dengan taraf nyata yang diinginkan. Bila nilai F-hitung > F-tabel pada taraf α = 0,05 dikatakan perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata. Apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf α = 0,01 dikatakan perlakuan-perlakuan tersebut berbeda sangat nyata. Apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, H0 diterima.

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk dapat hidup, meningkatkan pertumbuhan bobot badan dan berproduksi. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan ransum yang terbuang.

Rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (ransum tanpa roti afkir) sebesar 446,91 g/ekor/minggu, sedangkan konsumsi pakan terendah terdapat pada perlakuan P2 (ransum dengan 20% roti afkir) sebesar 402,73 g/ekor/minggu. Konsumsi ransum selama penelitian dari lampiran diperoleh rataan konsumsi ransum itik peking sebesar 423,76 g/ekor/minggu.

[image:33.595.165.414.543.662.2]

Berdasarkan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa penambahan roti afkir memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum itik peking. Pada konsumsi ransum dilakukan uji polonomial orthogonal dengan menggunakan kurva kubik. Kurva kubik dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Konsumsi Ransum Itik Peking y = -7173,4x3+ 4779,9x2

- 841,96x + 448,83 R² = 0,8205

400,00 410,00 420,00 430,00 440,00 450,00 460,00

0% 10% 20% 30% 40%

K o ns um si R a ns um (g/ e k or /m in ggu )

Level Roti Afkir (%)

(34)

Dari gambar kurva diatas pada perlakuan P2 ( ransum dengan roti afkir 20%) mulai mengalami kenaikan konsumsi sampai pada titik P3 ( ransum dengan roti afkir 30%), tetapi pada perlakuan P4 ( ransum dengan roti afkir 40 % ) mengalami penurunan kembali.

Hal ini dapat disebabkan karena tingkat protein dan energi metabolisme hampir sama dengan setiap level perlakuan. Hal ini didukung oleh pernyataan Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan ternak. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan ransum. Dalam mengkonsumsi ransum, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Tillman et al, (1991) yang menyatakan bahwa sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh energi sehingga jumlah makanan yang dimakan setiap harinya berkecenderungan berhubungan erat dengan kadar energinya. Menurut Atik (2005) faktor lain yang mempengaruhi adalah bentuk ransum yang diberikan. Ransum yang diberikan pada masing-masing perlakuan adalah dalam bentuk tepung (all mash) sehingga selera makannya relatif sama. Bila persentase protein

(35)

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan itik peking dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal penimbangan. Pengukuran bobot badan dilakukan dengan selang waktu 7 hari sekali.

Rataan pertambahan bobot badan itik peking selama penelitian adalah 105,65 g/ekor/minggu. Pertambahan bobot badan terendah terdapat pada perlakuan P0 (ransum tanpa roti afkir 0%) yaitu sebesar 97,53 g/ekor/minggu, sedangkan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (ransum dengan 30% roti afkir) yaitu sebesar 120,51 g/ekor/minggu.

[image:35.595.148.438.543.704.2]

Berdasarkan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa penambahan roti afkir memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan itik peking. Untuk itu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji polonomial orthogonal. Kurva yang digunakan adalah kurva kuadratik, karena nilai dari kurva kuadratik signifikan dibandingkan dengan nilai kurva yang lain. Kurva kuadratik dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pertambahan Bobot Badan Itik Peking y = -102,32x2+ 76,641x + 96,461

R² = 0,4314

0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00

0% 10% 20% 30% 40%

P e r tam b ah an B ob ot B ad an (g/ e k or /m in ggu )

Level Roti Afkir (%)

(36)

Pada gambar grafik pertambahan bobot badan itik peking, perlakuan P3 (ransum dengan 30% roti afkir) mengalami peningkatan bobot badan tetapi pada perlakuan P4 (ransum dengan 40% roti afkir) mengalami sedikit penurunan. Pada grafik pertumbuhan bobot badan itik peking kurva kuadratik diperoleh titik optimum 0,37 yang berarti penggunaan optimal roti afkir pada level 37%.

Perbedaan pertambahan bobot badan dari setiap perlakuan dimana P3 lebih tinggi dari P0, P1, P2 dan P4 dikarenakan roti afkir memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Pada perlakuan (P0) memiliki serat kasar 6,37% dibandingkan dengan perlakuan (P1) memiliki serat kasar 5,93%, (P2) memiki serat kasar 5,11, (P3) memiliki serat kasar 4,52 dan (P4) memiliki serat kasar 4,24. Semakin tinggi level roti afkir diberikan membuat serat kasar semakin turun.

Hal ini sesuai dengan Rasyaf (1993), itik termasuk ternak monogastrik yang mempunyai daya cerna yang rendah terhadap serat kasar, bahan makanan yang serat kasarnya tinggi tidak dapat dicerna secara sempurna sehingga zat-zat gizi yang penting dalam makanan sedikit diserap sehingga pertambahan bobot badannya menjadi rendah. Serat kasar yang dapat diterima oleh ternak unggas dibawah 5%. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprapto (1996), bahwa dalam ransum itik pedaging serat kasar lebih dari 5% dari kebutuhan makanan itik akan menyulitkan pencernaan dan efesiensi penggunaan zat-zat makanan lain berkurang. Menurut pendapat Wahyu (1992) bahwa serat kasar yang tinggi dapat membawa nutrisi yang dapat dicerna dari bahan pakan keluar bersama feses sebelum sempat diserap usus.

(37)

Damayanti (2005) menyatakan bahwa palatabilitas sangat menentukan dalam konsumsi ransum. Imbangan energi dan protein pada tiap perlakuan adalah sama sehingga laju pertumbuhan yang dihasilkan relatife sama, hal ini sesuai dengan pernyataan srigandono (1997) menjelaskan bahwa imbangan energi dan protein mempengaruhi pertumbuhan itik. Rasyaf (1993) menerangkan bahwa konsumsi ransum pada akhirnya mempengaruhi kandungan protein yang masuk ke dalam tubuh. Protein dalam tubuh digunakan untuk pertumbuhan (Anggorodi, 1984) dan berperan dalam kenaikan bobot badan (Tillman et al., 1991).

Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan selama 1 minggu. Rataan konversi pakan sebesar 4,04. Dimana rataan konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (ransum tanpa roti afkir) sebesar 4,60, sedangkan rataan konversi ransum terendah atau paling efesien dari seluruh perlakuan terdapat pada perlakuan P3 (ransum dengan 30% roti afkir) sebesar 3,66.

(38)
[image:38.595.156.434.87.280.2]

Gambar 3. Grafik Konversi Ransum itik Peking

Pada kurva kuadratik perlakuan P0 (ransum tanpa roti afkir) memiliki titik konversi tertinggi, pada perlakuan P3 (ransum dengan 30% roti afkir) mengalami penurunan titik konversi dan perlakuan P4 (ransum dengan 40% roti afkir) kembali meningkat. Pada kurva kuadratik diperoleh titik optimum 0,30 yang berarti penggunaan roti afkir optimal pada level 30%.

Rasyaf (1995) menyatakan bahwa konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan pada waktu tertentu semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya. Konversi pakan yang baik selama penelitian terdapat pada perlakuan P3 (ransum dengan 30% roti afkir) sebesar 3,66, yang berarti untuk menaikan 1 kg bobot badan maka itik membutuhkan 3,66 g ransum dalam bentuk bahan kering.

Konversi ransum tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ternak, tetapi banyak lagi faktor lain yang dapat mempengaruhi laju konversi ransum, seperti pernyataan Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa konversi ransum dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : umur

y = 8,4389x2- 5,1472x + 4,5674

R² = 0,8569

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00

0% 10% 20% 30% 40%

K o nv e r si R a ns um

Level Roti Afkir (%)

(39)

ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperature, dan kesehatan ternak tersebut.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

[image:39.595.111.501.261.407.2]

Rekapitulasi hasil penelitian dari pemanfaatan roti afkir dalam ransum terhadap performans itik peking umur 1-8 minggu dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi

ransum itik Peking selama penelitian

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Konsumsi tn 446,91 412,94 402,73 440,43 415,81 PBB * 97,53b 103,69 b 99,56 b 120,51 a 106,97 b Konversi ** 4,60A 4,01B 4,06 B 3,66 C 3,89 BC Keterangan : tn = berbeda tidak nyata

Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda ke arah baris menunjukan pengaruh nyata ( P< 0,05 )

Superskrip dengan huruf besar yang berbeda ke arah baris menunjukan pengaruh sangat nyata ( P< 0,01 )

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemanfaatan roti afkir dalam ransum terhadap performans itik peking umur 1-8 minggu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, tetapi berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan serta berpengaruh sangat nyata terhadap konversi ransum. Pemberian roti afkir dalam ransum itik peking umur 1-8 minggu dapat digunakan hingga level 30%.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, 1979. Ilmu MakananTernakUmum, PT. Gramedia, Jakarta Anggorodi, R. 1990. Ilmu MakananTernakUmum. Gramedia, Jakarta Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Antoni, 1996. Budidaya Bebek Darat. Gitamedia Press. Surabaya

Astawan, M. 2007. Kandungan serat dan Gizi pada Roti Unggul Mie dan Nasi. Kompas Cyber Media, Bogor

Atik,T., 2005. Pengaruh Penambahan Enzym Dalam Ransum Terhadap Performan Itik Lokal Jantan. Fakultas Pertanian, Universitas 11 Maret

Bharoto, K. D. 2001. Cara BeternakItik. Edisi ke-2. Aneka Ilmu, Semarang Daghir, N. J., 1995. Poultry Production in Hot Climates. Singapore

Damayanti, A.P., 2005. Pengukuran Aktivitas Metabolisme Basal Pada Itik, Entog dan Mandalung. Jurnal Ilmiah Agrisains, Volume 6 No2: Agustus 2005. hal: 114-120

Davendra, C., 1997. Utilization of Feedings Tuff From The Oil Palm. Feedings Tuff for Livestock In South Asia, Serdang, Malaysia

Djanah, D., 1981. Beternak Itik Petelur dan Pedaging.Yasaguna. Jakarta

Esmail, S. H. M. 1996. Water: The vital nutrient. Poultry International. Watt Publishing Co., Illinois

Ketaren, P.P. dan L.H. Prasetyo. 2000. Produktivitasitiksilang MA di Ciawidan Cirebon. Prosiding Seminar Nasional Peternakan danVeteriner. Pusat Pen elitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian

Ketaren, P.P. 2001 . Pakan alternatife itik. Trobos no. 20/Th. II/Mei 2001

(42)

Dan Pakan Ternak, 2013. Hasil Analisa Roti Afkir. Program Studi Peternakan FP USU, Medan

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2000. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, USU. Medan.

Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2007. Fakultas Peternakan, UNPAD

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, 2013. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, USU. Medan.

Leeson, S. and J.D. Summers. 1991. Commercial Poultry Nutrition.University Books, Guelph, Ontario

Maynard. 1979. Animal Nutrition. Philippine: Hill Book Company Murtidjo, B.A., 1990. Mengelola Itik. Kanisius.Yogyakarta

Murtidjo, B.A., 1996. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta Murtidjo, B. A. 2002. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta

National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry.National Academy Press, Washington, D.C.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Unggas. Angkasa, Bandung Prawirokusumo, Y .B., 1994.IlmuUsahaTani. BPFE, Yogyakarta

Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya

Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya Rasyaf, M., 1988. Beternak Itik Komersial. Kanisius, Yogyakarta Rasyaf, M. 1996. Beternak itik Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya Samosir DJ, 1994. Ilmu Ternak Itik. PT Gramedia PustakaUtama. Jakarta Srigandono, B. 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

(43)

Tillman. A. D., Hartadi. H., Reksohadiprodjo. S dan Lebdosoekojo.S., 1991. Ilmu MakananTernak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

(44)

Lampiran 1. Konsumsi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu)

Perlakuan MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 MG 8 Total Rataan

P0U1 90,40 143,40 285,60 402,20 497,80 356,40 577,40 921,00 3.274,20 409,28

P0U2 89,40 142,80 312,80 482,00 474,40 583,20 611,40 951,80 3.647,80 455,98

P0U3 73,80 130,00 296,20 527,60 529,00 557,40 603,60 936,40 3.654,00 456,75

P0U4 71,60 142,00 354,80 522,40 531,60 549,00 609,60 944,20 3.725,20 465,65

P1U1 85,20 132,20 266,80 424,00 516,40 439,60 619,60 947,20 3.431,00 428,88

P1U2 70,00 147,40 350,40 495,00 475,40 425,20 530,20 826,20 3.319,80 414,98

P1U3 71,60 134,40 261,60 335,60 410,40 384,60 577,00 886,60 3.061,80 382,73

P1U4 87,40 130,40 251,40 444,80 538,00 507,60 586,00 855,80 3.401,40 425,18

P2U1 99,80 151,80 258,40 353,20 419,20 392,20 520,60 856,00 3.051,20 381,40

P2U2 94,20 158,20 280,00 387,40 404,00 387,00 568,40 899,60 3.178,80 397,35

P2U3 87,80 136,80 276,20 411,60 435,20 470,60 508,60 877,20 3.204,00 400,50

P2U4 102,20 157,80 320,80 441,80 528,20 466,60 547,80 888,20 3.453,40 431,68

P3U1 73,40 159,80 309,40 414,80 523,20 574,40 541,40 913,00 3.509,40 438,68

P3U2 64,80 151,40 328,80 486,80 510,00 580,20 553,80 941,00 3.616,80 452,10

P3U3 107,60 167,60 341,20 476,60 517,40 609,00 567,80 911,20 3.698,40 462,30

P3U4 100,80 162,20 229,40 413,20 416,40 398,00 623,00 926,00 3.269,00 408,63

P4U1 86,60 121,60 237,40 448,40 435,60 577,80 524,00 867,00 3.298,40 412,30

P4U2 98,00 153,00 267,20 387,00 383,20 375,60 525,40 822,00 3.011,40 376,43

P4U3 104,40 173,20 367,00 403,80 461,00 562,20 543,00 854,20 3.468,80 433,60

(45)

Lampiran 2. Rataan Konsumsi Itik Peking (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 409,28 455,98 456,75 465,65 1787,65 446,91 P1 428,88 414,98 382,73 425,18 1651,75 412,94 P2 381,40 397,35 400,50 431,68 1610,93 402,73 P3 438,68 452,10 462,30 408,63 1761,70 440,43 P4 412,30 376,43 433,60 440,90 1663,23 415,81 Total 2070,53 2096,83 2135,88 2172,03 8475,25

Rataan 414,11 419,37 427,18 434,41 423,76

FK 3591493

Lampiran 3. Analisis Keragaman Konsumsi Itik Peking (g/ekor/minggu)

SK DB Jk Kt F Hitung F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 5745,43 1436,36 2,47 tn 3,13 5,01 Galat 15 8732,60 582,17

Total 19 14478,03

(46)

Lampiran 4. Data Penimbangan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu)

PERLAKUAN MG0 MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 MG8

(47)

Lampiran 5. Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 84,05 105,75 98,55 101,75 390,10 97,53

P1 113,25 102,73 85,75 113,03 414,75 103,69

P2 99,70 89,95 95,33 113,25 398,23 99,56

P3 118,30 119,78 121,93 122,05 482,05 120,51

P4 106,48 95,95 108,10 117,35 427,88 106,97

Total 521,78 514,15 509,65 567,43 2113,00

Rataan 104,36 102,83 101,93 113,49 105,65

Lampiran 6. Analisis Keragaman Pertambahan Bobot Badan Itik Peking (g/ekor/minggu)

SK DB Jk Kt F Hitung F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 4 1318,54 329,63 3,78 * 3,13 5,01

Galat 15 1307,67 87,18

Total 19 2626,20

Kesimpulan berbeda nyata

Lampiran 7. Rataan Konversi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4

P0 4,87 4,31 4,63 4,58 18,39 4,60

P1 3,79 4,04 4,46 3,76 16,05 4,01

P2 3,83 4,42 4,20 3,81 16,26 4,06

P3 3,71 3,77 3,79 3,35 14,62 3,66

P4 3,87 3,92 4,01 3,76 15,56 3,89

Total 20,06 20,47 21,10 19,26 80,89

Rataan 4,01 4,09 4,22 3,85 4,04

FK 327,1286

Lampiran 8. Analisis Keragaman Konversi Ransum Itik Peking (g/ekor/minggu)

SK DB Jk Kt F Hitung F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 1,93 0,48 8,02 ** 3,13 5,01

Galat 15 0,90 0,06

Total 19 2,83

Gambar

Tabel 2. Kebutuhan makanan dan air minum untuk 100 ekor anak itik/hari
Tabel 4. Komposisi nutrisi dedak padi
Tabel 6. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit
Tabel 8. Komposisi nutrisi bungkil kacang kedelai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan yaitu itik Peking umur 1 hari Day Old Duck (DOD) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai,

Untuk mengetahui pengaruh penggantian jagung dengan roti afkir dalam ransum penggemukan sapi potong terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi

Keragaan itik petelur dengan tiga kepadatan gizi ransum dalam konsumsi ransum, bobot badan akhir (BBA), pertambahan bobot badan (PBB), dan konversi ransum pada fase umur 0-8

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tepung apu-apu dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal pada itik

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tepung apu-apu dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal pada itik

subtitusi tepung limbah udang dalam ransum terhadap itik peking umur 1 hari -

Untuk mengetahui pengaruh penggantian jagung dengan roti afkir dalam ransum penggemukan sapi potong terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi

Unsur-unsur gizi untuk itik terdiri dari protein yang merupakan unsur gizi.. yang paling banyak dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi, energi