PEMANFAATAN ROTI AFKIR DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS ITIK PEKING UMUR 1-8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
PEMANFAATAN ROTI AFKIR DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS ITIK PEKING UMUR 1-8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
YOGIE BELLABUR/PETERNAKAN 090306017
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Karkas Itik Peking Umur 1-8 Minggu
Nama : Yogie Bellabur
NIM : 090306017
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
Ir.Tri Hesti Wahyuni, M.Sc. Usman Budi, SPt. Msi Ketua Anggota
Diketahui oleh
ABSTRAK
YOGIE BELLABUR: Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum terhadap Karakas itik Peking Umur 1-8 Minggu, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan roti afkir terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Penelitian ini dilaksanakan di jl. Bunga raya 3 no 87 Asam Kumbang, yang berlangsung pada bulan Desember sampai dengan Januari 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor day old duck (DOD). Perlakuan terdiri dari P0 (ransum tanpa roti afkir); P1 (Ransum dengan 10% roti afkir); P2 (ransum dengan 20% roti afkir); P3 (ransum dengan 30% roti afkir); P4 (Ransum dengan 40% roti afkir).
Hasil penelitian menunjukan rataan bobot potong ( g/ekor) secara berturut- turut untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 sebesar ( 794.33; 818.42;819.25; 966.58; dan 889.33 ). Bobot karkas secara keseluruhan (436.08; 439.67; 440.50; 536.25 dan 495.00). Persentase karkas secara berturut-turut (54.86; 53.44; 53.92; 55.09 dan 55.41). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot potong dan berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, serta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase karkas. Kesimpulannya adalah bahwa roti afkir dapat digunakan dalam ransum 30%.
ABSTRACT
YOGI BELLABUR, 2014: The Utilization of Salvage Bread in Peking Duck Rations on Carcass of 8th Weeks of Age. Under Supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.
The research aimed to determine the utilization of the use of salvage bread to slaughter weight, carcass weight and carcass percentage. The research has been conducted in the jl. Bunga raya 3 no 87 Asam Kumbang from August 2013 until January 2014. The design used in completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications each replications consist of 5 DOD. Treatments were consisted of P0 ( without salvage bread); P1 (10 % salvaga bread ration); P2 (20 % salvage bread ration); P3 (30 % salvage bread ration); P4 (40 % salvage bread ration). The parameters studied were slaughter weigth, carcass weight and carcass percentage.
The result showed the average slaughter weight (g/head) for the treatments of P0, P1, P2, P3 and P4 were (794.33; 818.42; 819.25; 966.58 and 889.33 respectively). Average carcass weight (436.08; 439.67; 440.50; 536.25 and 495.00 respectively). Average carcass percentage (54.86; 53.44; 53.92; 55.09 and 55.41 respectively). The results of this study showed that treatment significantly different on slaughter weight, carcass weight and nonsignificant differently on carcass percentage . The conclusion is that the salvage bread can be used in the ration of 30% .
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1991 dari Ayah Syam
Budiono dan Ibu Astamaniah Ulfa. Penulis Merupakan putera pertama dari 3
bersaudara.
Penulis lulus dari SMAN 21 Medan pada tahun 2009 yang sama masuk ke
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara melalui jalur
ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di desa Pardugul
Kecamatan Pangunguran, Kabupaten Samosir dimulai dari bulan Juli sampai dengan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “ Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum Terhadap Karkas Itik Peking
Umur 1-8 Minggu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah
mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Ir.
Tri Hesti Wahyuni, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Usman Budi,
SPt. M.Si. selaku anggota komisi pembimbing serta semua pihak yang ikut
membantu dan memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan perkembangan ilmu
DAFTAR ISI
Hipotesis Penelitian ……….. 2
Kegunaan Penelitian ………. 2
TINJAUAN PUSTAKA Itik peking ………. 3
Kebutuhan Nutrisi dan Ransum Itik ………. 4
Roti Afkir ………. 7
Karkas……… 9
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 12
Bahan ……… 12
Alat ……….. 12
Metode Penelitian ……… 13
Parameter Penelitian ……… 15
Pelaksanaan Penelitian ………. 16
DAFTAR TABEL
1. Laju pertumbuhan dan konsumsi makanan itik pedaging (Kg)… 5
2. Kebutuhan Nutrisi Itik Peking (%) ……….. 6
3. Kebutuhan Nutrisi Roti Afkir (%)……… 8
4. Ciri-ciri Kualitas Karkas ……… 10
5. Susunan formula ransum starter ( 0-2 minggu )………. 12
6. Susunan formula ransum finisher ( 2-8 minggu )……….. 13
7. Rataan bobot potong itik peking umur 8 minggu (g/ekor)……. 17
8. Analisis keragaman bobot potong umur 8 minggu………. 17
9. Rataan bobot karkas itik peking umur 8 minggu(g/ekor)……… 18
10.Analisis keragaman bobot karkas umur 8 minggu………. 19
11.Rataan persentase karkas itik peking umur 8 minggu(%)…….. 20
ABSTRAK
YOGIE BELLABUR: Pemanfaatan Roti Afkir Dalam Ransum terhadap Karakas itik Peking Umur 1-8 Minggu, dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan USMAN BUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan roti afkir terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Penelitian ini dilaksanakan di jl. Bunga raya 3 no 87 Asam Kumbang, yang berlangsung pada bulan Desember sampai dengan Januari 2014. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 ekor day old duck (DOD). Perlakuan terdiri dari P0 (ransum tanpa roti afkir); P1 (Ransum dengan 10% roti afkir); P2 (ransum dengan 20% roti afkir); P3 (ransum dengan 30% roti afkir); P4 (Ransum dengan 40% roti afkir).
Hasil penelitian menunjukan rataan bobot potong ( g/ekor) secara berturut- turut untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 sebesar ( 794.33; 818.42;819.25; 966.58; dan 889.33 ). Bobot karkas secara keseluruhan (436.08; 439.67; 440.50; 536.25 dan 495.00). Persentase karkas secara berturut-turut (54.86; 53.44; 53.92; 55.09 dan 55.41). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot potong dan berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, serta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase karkas. Kesimpulannya adalah bahwa roti afkir dapat digunakan dalam ransum 30%.
ABSTRACT
YOGI BELLABUR, 2014: The Utilization of Salvage Bread in Peking Duck Rations on Carcass of 8th Weeks of Age. Under Supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and USMAN BUDI.
The research aimed to determine the utilization of the use of salvage bread to slaughter weight, carcass weight and carcass percentage. The research has been conducted in the jl. Bunga raya 3 no 87 Asam Kumbang from August 2013 until January 2014. The design used in completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications each replications consist of 5 DOD. Treatments were consisted of P0 ( without salvage bread); P1 (10 % salvaga bread ration); P2 (20 % salvage bread ration); P3 (30 % salvage bread ration); P4 (40 % salvage bread ration). The parameters studied were slaughter weigth, carcass weight and carcass percentage.
The result showed the average slaughter weight (g/head) for the treatments of P0, P1, P2, P3 and P4 were (794.33; 818.42; 819.25; 966.58 and 889.33 respectively). Average carcass weight (436.08; 439.67; 440.50; 536.25 and 495.00 respectively). Average carcass percentage (54.86; 53.44; 53.92; 55.09 and 55.41 respectively). The results of this study showed that treatment significantly different on slaughter weight, carcass weight and nonsignificant differently on carcass percentage . The conclusion is that the salvage bread can be used in the ration of 30% .
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk yang begitu besar menuntut adanya peningkatan
kebutuhan akan protein hewani dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pemenuhan zat gizi semakin meningkat. Kebutuhan protein hewani ini didapat dari
sektor peternakan yang berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan.
Penyediaan protein hewani didapat dari sektor usaha ternak unggas,
diantaranya adalah itik. Itik merupakan unggas air yang tujuan pemeliharaan
utamanya untuk penghasil telur, dan pedaging. Itik yang digolongkan sebagai
pedaging salah satunya itik peking.
Terjaminnya kebutuhan protein hewani masyarakat banyak mengalami
kendala, dimana pengembangannya dihadapkan pada masalah ransum yang mahal.
Salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan tersebut dengan mencari sumber bahan
baku alternatif. Dengan memperhatikan mutu dan nilai ekonomisnya perlu
diperhatikan produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau bagi konsumen
dengan pendapatan rendah.
Salah satu bahan pakan alternatif yang berpotensi adalah limbah roti afkir.
Roti afkir adalah roti yang sudah tidak layak dikonsumsi lagi oleh manusia. Limbah
roti afkir ini mempunyai kandungan zat pakan yang cukup baik, yang sesuai dengan
kebutuhan zat pakan itik pedaging, selain itu harganya juga cukup murah dan
dibandingkan dengan jagung harga roti afkir berkisar (Rp.1000-Rp.2000/Kg)
sedangkan jagung (Rp.3000-Rp.4000/Kg). Ketersediannya limbah roti cukup
melimpah di daerah Pantai Labu, dimana terdapat pengumpul roti afkir dan dapat
mengumpulkan 300-400/Kg/Minggu. Roti yang dikumpulkan adalah roti Dunkin
Donuts. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “pemanfaatan roti afkir dalam ransum terhadap karkas itik peking umur
1-8 minggu”.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pemanfaatan roti
afkir dalam ransum terhadap karkas itik peking umur 8 minggu.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan roti afkir dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, dan
persentase karkas.
Kegunaan Penelititan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti dan
peternak serta masyarakat pada umumnya, bahwa roti afkir dapat digunakan sebagai
pakan alternatif bagi itik peking. Kegunaan penelitian lainnya sebagai sumber
informasi dimasa mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan para
pembuat kebijakan sebagai acuan dalam rangka pembangunan usaha ternak itik agar
TINJAUAN PUSTAKA
Itik Peking
Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami
perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
dapat dipelihara dilingkungan subtropis maupun tropis. Itik peking mudah
beradaptasi dan keinginan untuk terbang kecil sekali. Umumnya dipelihara secara
intensif dengan dilengkapi kolam yang dangkal (Murtidjo, 1996).
Itik peking termasuk golongan itik pedaging yang mulai popular di Indonesia.
Produksi dagingnya dapat mencapai 3 sampai 3,5 kg pada umur 7-8 minggu. Namun
meskipun itik peking adalah itik pedaging, pemeliharaannya belum meluas,
kemungkinan karena masalah harga saat itik dipasarkan (Anggorodi, 1995).
Tujuan pokok pemeliharaan itik pedaging adalah untuk menghasilkan daging
bagi konsumsi manusia. Itik pedaging adalah itik yang mampu tumbuh cepat dan
dapat mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernial gizi tinggi.
Disamping itu itik pedaging harus memiliki konfirmasi dan struktur perdagingan
yang baik (Srigandono, 1996).
Berbeda dengan itik petelur, itik pedaging mempunyai badan yang besar dan
tubuhnya tidak tegak berdiri, tetapi mendatar atau horizontal, dagingnya juga banyak.
Bangsa-bangsa itik termasuk dalam itik pedaging putih, itik Aylesbury, itik Manila,
itik Rouaan. Banyak kemungkinaan untuk masa mendatang, itik peking akan menjadi
popular, terutama untuk membantu pemenuhaan gizi masyarakat pedesaan (Rasyaf,
Kebutuhan Nutrisi Itik Pedaging
Bahan pakan itik pedaging adalah bahan pakan yang memiliki unsur-unsur
gizi seperti energi, mineral, protein, vitamin, karbohidrat dan air. Bahan pakan untuk
itik biasanya jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan dan pakan lainnya yang
menjadi sumber energi. (Wahyu, 1992).
Ransum untuk itik pada dasarnya sama seperti untuk anak ayam,
kesamaannya terutama dalam penggunaan bahan pakan. Ransum itik umumnya
diberikan agak basah, Air perlu ditambahkan kedalam ransum untuk membuat bahan
ransum saling melekat, akan tetapi ransum tidak boleh begitu basah sehingga becek
(Anggorodi, 1995).
Unsur-unsur gizi untuk itik terdiri dari protein yang merupakan unsur gizi
yang paling banyak dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi, energi dan air.
Kebutuhan protein untuk itik dipengaruhi oleh: umur itik, pertumbuhan, reproduksi
dan iklim, dimana temperatur mempengaruhi konsumsi ransum. Pada temperatur
yang panas itik mengurangi konsumsinya dan sebaliknya pada musim dingin. Bila
protein dan asam aminonya kekurangan atau tidak terpenuhi akan menyebabkan
pertumbuhannya terganggu dan proses pembentukan dan keindahan bulunya
terganggu (Rasyaf, 1982).
Secara garis besar dianjurkan bahwa pada periode starter hendaknya ransum
Laju pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging menurut NRC (1994) Disitasi
Srigandono (1997) dicantumkan pada Tabel 1 berikut:
Tabel1. Laju pertumbuhan konsumsi makanan itik pedaging
Umur
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina 0 0.06 0.06
Sumber: NRC (1994) disitasi Srigandono (1997)
Penggolongan zat-zat nutrisi adalah karbohidrat, lemak, protein, zat-zat
mineral, zat-zat vitamin dan air. Fungsi karbohidrat pada ternak unggas adalah
sebagai energi dan panas serta disimpan sebagai lemak jika berlebihan, sementara
karena lemak mudah tengik, maka sebagian besar ransum mengandung tidak lebih
dari sekitar 4-5% lemak. Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak
tubuh ternak unggas, zat tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan
produksi telur serta merupakan bagian semua enzim dalam tubuh. Zat-zat mineral dan
vitamin merupakan nutrisi mikro penting untuk mencegah penyakit-penyakit
defisiensi. Sementara air mempunyai peranan penting sebagai stabilitator suhu
Kebutuhan gizi itik peking menurut NRC (1994) disitasi Anggorodi (1997)
dicantumkan pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi itik peking
Nutrisi Pemula
Methionin+sistin(%) 0,80 0,60 0,55
Kalsium (%) 0,68 0,60 2,75
Asam Pantothenat(mg) 11,00 11,00 11,00
Niasin (mg) 55,00 55,00 55,00
Sumber : National Rescarch Council (199 ) disitasi Anggorodi (1997)
Roti Afkir
Roti merupakan makanan manusia yang praktis, yang memberikan kebutuhan
untuk pertumbuhan badan yang sehat. Bahan pokok dalam pembuatan roti terdiri dari
Roti afkir adalah roti yang sudah tidak layak lagi dikonsumsi oleh manusia
dikarenakan sudah melewati batas ketahanan roti tersebut. Roti afkir sudah tidak
memiliki nutrisi yang sama seperti roti yang belum afkir, dikarenakan roti afkir
sudah mengalami perubahan tekstur, aroma dan rasa. Oleh karena itu, roti afkir dijual
dengan harga yang murah berkisar Rp 1700 sampai Rp 2000 per kg nya. Roti afkir
tidak langsung dibuang karena dapat menjadi pakan alternatif bagi hewan unggas
ataupun hewan lainnya (Daghir,1995).
Roti yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia mengandung energi
sebesar 215 kkal, protein 5,29 g, karbohidrat 44,95 g, lemak 1,9 g, kalsium 15 mg,
fosfor 94 mg dan zat besi 1,24 mg. Selain itu di dalam roti coklat juga terkandung
vitamin A sebanyak 2 IU dan vitamin B1 0,06 mg. Hasil tersebut didapat dari
melakukan penelitian terhadap 100 g roti. Kandungan nutrisi yang terkandung pada
roti afkir tidak jauh berbeda dengan roti yang belum afkir. Pada Tabel 3 disajikan
kandungan nilai gizi dari roti afkir :
Tabel 3. Komposisi nutrisi roti afkir
Jenis Nutrisi Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg) 2952u
Protein kasar (%) 6,47a
Lemak kasar (%) 24,34a
Serat kasar (%) 0,85a
Abu (%) 1,90a
Sumber : u Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD ( 2007 ).
a
Karkas
Karkas unggas adalah daging bersama tulang hasil pemotongan setelah
dipisahkan dari kepala sampai pangkal leher dan dari kaki sampai batas lutut, isi
rongga perut serta darah dan bulu (Murtidjo, 1992).
Karkas itik peking bewarna kuning dan kelihatan sangat menarik, tekstur
dagingnya juga sangat bagus. Persilangan dengan bangsa itik Aylesbury
menghasilkan keturunan dengan tekstur daging yang lebih bagus lagi. Daging itik
sebenarnya mirip dengan bahan yang lezat dan bergizi tinggi. Kandungan protein
daging ini sepadan dengan jenis ternak lain, sedangkan kandungan lemaknya terlalu
tinggi (Srigandono, 1997).
Sifat karkas yang baik adalah berbentuk padat, tidak kurus, tidak terdapat
kerusakan kulit ataupun dagingnya, sedangkan untuk karkas yang kurang baik
mempunyai daging yang kurang pada bagian dada sehingga kelihatan panjang dan
kurus (Siregar et al., 1980).
Kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan dapat mempengaruhi kualitas daging
antara lain adalah genetik, species, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan
ransum. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi antara lain metode
pemanasan, ph karkas dan daging. Faktor yang menentukan nilai dari karkas meliputi
Disamping itu bahwa produksi karkas sangat erat kaitannya dengan bobot
badan, sedangkan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh bahan pakan penyusun
ransum (Nataamidjaya dkk, 1995).
Menurut Ensminger (1992), kualitas karkas terbagi atas 3 bagian, yaitu
kualitas A, kualitas B dan kualitas C. Ciri-ciri dari masing-masing kualitas tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Ciri-ciri kualitas karkas
Faktor Kualitas Kualitas A Kualitas B Kualitas C Konformasi Sempurna Boleh ada cacat
sedikit tapi tidak boleh pada bagian paha
Ada cacat sedikit
Pedagingan Tebal Sedang Tipis
Perlemakan Cukup Cukup Tipis
Keutuhan Sempurna Tulang sempurna
kulit boleh sobek
Perubahan warna Bebas dari memar Ada memar sedikit tapi tidak pada bagian dada
Ada memar
Bobot Potong
Ternak itik yang layak dipotong biasanya berumur 7-8 minggu. Sebelum
dipotong itik dipuasakan terlebih dahulu 8-10 jam. Pemuasaan bertujuan agar saluran
pencernaan relative kosong sehingga pada saat diproses karkas tidak terkontaminasi
Persentase karkas
Persentase karkas merupakan faktor penting untuk menilai produksi ternak,
karena produksi erat kaitannya dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah
bobot hidupnya maka produksi karkasnya semakin meningkat (Murtidjo, 1996).
Menurut Kartadisastra (1998), persentase karkas adalah perbandingan antara
bobot karkas dengan bobot tubuh kosong (BTK) atau bobot ternak setelah dipuasakan
dikali 100%. Secara umum persentase karkas unggas berkisar antara 65-75% dari
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Jl. Bunga raya 3 no 87 asam kumbang.
Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu lebih kurang 1-8 minggu.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah itik peking
umur 1 hari (DOD) sebanyak 100 ekor. Bahan penyusun ransum terdiri atas jagung,
dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, bungkil inti
sawit, roti afkir, Top Mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh.
Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi. Rodalon sebagai
desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum. Formalin 40% untuk
fumigasi kandang. Vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick.
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100 cm x 100
cm x 50 cm, sebanyak 20 unit dan tiap unit diisi 5 ekor anak itik (DOD). Peralatan
kandang terdiri dari 20 unit tempat pakan dan 20 unit tempat minum. Timbangan
Salter digital kapasitas 3000 g untuk menimbang bobot badan itik dan menimbang
ransum. Alat penerang dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 20 buah.
alat tulis dan kalkulator. Alat pembersih kandang berupa sapu, sekop dan hand
sprayer. Alat lalu berupa plastik, ember dan pisau.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan 4 ulangan setiap ulangan terdiri atas 5 (DOD).
Rancangan acak lengkap adalah suatu desain percobaan dengan menempatkan perl
akuan secara random terhadap unit percobaan. Rancangan ini biasa dilakukan pada p
ercobaan dengan kondisi yang relatif homogen. Perlakuan adalah sebagai berikut:
T0 = Ransum tanpa Roti Afkir
T1 = Ransum dengan 10% Roti Afkir
T2 = Ransum dengan 20% Roti Afkir
T3 = Ransum dengan 30% Roti Afkir
T4 = Ransum dengan 40% Roti Afkir
Pada Tabel 5 dapat dilihat susunan formula ransum starter (0-2 minggu) :
Tabel 5. Susunan formula ransum starter (0-2 minggu)
SK (%) 6,08 5,96 5,48 5,18 4,48
LK (%) 5,26 7,30 9,24 11,30 13,04
Ca 0,63 0,63 0,69 0,74 0,73
P 0,67 0,67 0,67 0,70 0,64
Pada Tabel 6 dapat dillihat formulasi ransum (2-8 minggu) sebagai berikut : Tabel 6. Susunan formula ransum finisher (2-8 minggu)
Bahan T0 T1 T2 T3 T4
Kombinasi perlakuan dan ulangan sebagai berikut:
P22 P44 P34 P11 P41
P42 P12 P24 P43 P02
P23 P21 P03 P33 P14
P01 P13 P04 P32 P31
Model matematika percobaan yang digunakan adalah :
Keterangan :
I = 1 , 2 , 3, …,, i = perlakuan
j = 1 , 2 , 3 …,,, j = ulangan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
σi = pengaruh perlakuan ke-i
�ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Parameter penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian adalah:
1. Bobot potong (g/ekor)
Bobot potong adalah bobot ternak setelah dipuasakan 12 jam.
2. Bobot Karkas (g/ekor)
Bobot karkas merupakan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah
dipisahkan bulu dan darah, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai
batas lutut dan isi rongga bagian dalam.
3. Persentase Karkas (%)
Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot
potong dikalikan 100 (%).
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
menggunakan formalin 40%. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum
serta alat penerangan. Istirahat kandang dilakukan selama 1 minggu, Air gula
diberikan pada saat DOD baru tiba untuk mengurangi cengkaman stress selama
perjalanan.
2. Random anak itik
Sebelum anak itik dimasukkan kedalam kandang, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan di gunakan,
kemudian ditempatkan di dalam percobaan.
3. Penyusun Ransum
Sebelum penyusunan ransum dilakukan roti afkir terlebih dahulu dicacah
dilanjutkan dengan pengeringan dengan matahari dan dilanjutkan dengan
menggrinder roti afkir untuk jadikan menjadi tepung. Bahan penyusun yang
digunakan terdiri dari jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti
sawit, minyak nabati, roti afkir,top mix dan kapur, bahan penyusun ransum yang
digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi susunan ransum yang telah
ditentukan dalam formulasi tiap perlakuan. Metode yang digunakan dalam
mencampur ransum adalah secara manual dan ransum disusun dua kali seminggu
untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.
4. Pemeliharaan Itik
Itik dipelihara dalam kandang perlakuan diberi penerangan (lampu pijar 45
5. Pengambilan Sampel
Sampel dimbil secara acak, setiap plot 3 ekor, Mewakili masing-masing
perlakuan dan ulangan, Itik diambil lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot potong,
Dengan demikian jumlah sampel seluruhnya sebanyak 60 ekor.
6. Pemrosesan itik
Itik disembelih pada bagian leher tepatnya dibagian vena jugularis sesuai
dengan syariat islam, Itik dibiarkan hingga mati. Setelah mati itik dicelupkan kedalam
air panas dengan suhu 60oC (1420F) selama ± menit (Ensmeninger, 1992).
Kemudian itik dibului sampai bulunya bersih, selanjutnya dipotong kepala sampai
pangkal leher, kaki sampai batas lutut, dikeluarkan jeroannya dan karkas pun
ditimbang.
7. Analisis Data
Analisi data dilakukan setelah penelitian selesai dan semua data yang
dibutuhkan telah diperoleh. Jika semua data telah diperoleh maka dilanjutkan uji
lanjut berdasarkan koefisien keragaman yang telah dihitung. Bila nilai F hitung yang
diperoleh lebih besar dari nilai F Tabel maka perlakuan berpelakuan nyata atau sangat
nyata terhadap objek. Bila nilai F hitung lebih kecil atau sama dengan nilai F tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot yang diperoleh setelah ternak dipuasakan
selama 12 jam. Data rataan bobot potong dapat dilihat pada Tabel 7:
Tabel 7. Rataan bobot potong itik peking umur 8 minggu (g/ekor).
Perlakuan Ulangan
Dari Tabel di atas rataan bobot potong tertinggi diperoleh dari hasil penelitian
ada pada perlakuan P3 (Ransum dengan 30% Roti Afkir) sebesar 966,58g dan
terendah pada perlakuan P0 (Ransum tanpa Roti Afkir) sebesar 794,33g.
Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan roti afkir dalam ransum terhadap
bobot potong, maka dilakukan analisis keragamaan yang tertera pada Tabel 8:
Tabel 8. Analisis keragaman bobot potong umur 8 minggu.
SK dB JK KT F hitung F Tabel
Penelitian ini memberikan hasil bahwa itik peking yang memiliki bobot
potong paling besar terdapat pada perlakuan P3. Bobot itik peking pada P0 memiliki
kecil diantara P1, P2, P3 dan P4. Pendapat tersebut didukukung oleh Anggorodi
(1985) yang menyatakan bahwa energi dalam menentukan banyaknya jumlah ransum
yang dikonsumsi.
Bobot Karkas
Bobot karkas merupakan bobot yang diperoleh dari selisih bobot tubuh setelah
dipuasakan (bobot potong) dengan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah
dipisahkan bulu dan darah, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut
dan isi rongga bagian dalam. Data rataan bobot karkas dapat dilihat dari Tabel 9:
Tabel 9. Rataan bobot karkas itik peking umur 8 minggu(g/ekor).
Perlakuan Ulangan Total Rataan±Sd
Tabel di atas rataan bobot karkas tertinggi yang diperoleh dari hasil
penelitian ada perlakuan P3 (Ransum dengan 30% Roti Afkir) yaitu sebesar 604,33g
dan terendah pada perlakuan P0 (Ransum tanpa Roti Afkir ) sebesar 458,00g.
Untuk mengetahui pengaruh pemberiaan roti afkir dalam ransum terhadap
bobot karkas, maka dilakukan analisis keragamaan yang tertera pada Tabel 10:
Tabel 10. Analisis keragaman bobot karkas umur 8 minggu.
Penelitian ini memberikan hasil bahwa itik peking yang memiliki bobot
potong besar akan memiliki bobot karkas yang besar juga. Bobot itik peking pada P3
memiliki bobot paling besar dikarenakan bobot potong yang dimiliki oleh itik peking
besar juga. Bobot itik peking pada P0 memiliki bobot potong paling kecil
dikarenakan bobot hidupnya juga merupakan bobot paling kecil diantara P1, P2, P3
dan P4. Penelitian ini memberikan hasil bahwa semakin besar bobot potong akan
menghasilkan bobot karkas yang besar juga.
Faktor lain yang berpengaruh pada bobot karkas adalah tingkat konsumsi
unggas itu sendiri, semakin tinggi konsumsi maka akan semakin baik pula bobot
karkas yang dihasilkan. Akan tetapi hal tersebut juga akan dipengaruhi oleh daya
cerna ternak terhadap bahan pakan yang dikonsumsinya. Jenis kelamin ternak juga
sangat berpengaruh pada bobot karkas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar
(1994) yang menyatakan bahwa bobot, mutu dan kualitas karkas juga dipengaruhi
oleh genetik, jenis kelamin dan umur.
Pemberian ransum yang berenergi tinggi dengan imbangan yang baik antara
protein, vitamin dan mineral akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Nataamidjaya et al., 1995) yang
menyatakan bahwa produksi karkas sangat erat kaitannya dengan bobot badan,
dimana pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh bahan pakan penyusun ransum.
Adapun bahan-bahan pakan penyusun ransum dilakukan dua kali seminggu, sehingga
Persentase Karkas
Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot
potong dikalikan 100 (%). Data rataan persentase karkas itik peking dapat dilihat
pada Tabel 11:
Tabel 11. Rataan persentase karkas itik peking umur 8 minggu.
Perlakuan Ulangan Total Rataan±Sd
Tabel di atas diperoleh bahwa rataan persentase karkas tertinggi terdapat pada
perlakuan P4 sebesar 55,41%, sedangkan persentase terkecil pada P2 53,92%.
Persentase terbesar tidak dihasilkan dari bobot hewan yang terbesar.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian roti afkir terhadap persentase karkas
dapat dilihat pada Tabel 12:
Tabel 12. Analisis keragaman persentase karkas itik peking umur 8 minggu. ,
SK Db JK KT Fhitung F Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 4 11,04 2,75948 0,30tn 3,06 4,89 Galat 15 136,465 9,09766
Total 19 147,50
yang disitasi oleh Srigandono (1997) yang menyatakan bahwa itik peking pada umur
50-56 hari mencapai persentase karkas sampai 65%, namun tingkat pertumbuhan
tersebut terjadi pada keadaan suhu lingkungan pemeliharaan 13-27 C. Didaerah yang
suhunya lebih tinggi, misalnya didaerah tropis yang suhu udaranya berada diantara
28-29 C, tingkat pertumbuhan yang dapat kira-kira 10% lebih rendah.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi penelitian terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase
karkas dapat dilihat pada tabel 13:
Tabel 13. Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan roti afkir dalam ransum
Karkas itik peking umur 1-8 minggu.
Berdasarkan hasil penelitian di atas diperoleh bahwa pemanfaatan roti afkir
memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot potong, bobot karkas pada
perlakuan P3 memberikan pengaruh nyata dibandingkan dengan perlakuan P0, P1,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian roti afkir dalam ransum itik peking umur 8 minggu dengan
pemberian level 30 % roti afkir berpengaruh nyata meningkatkan bobot potong, bobot
karkas dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas umur 8 minggu.
Saran
Pemanfaataan roti afkir dalam ransum untuk peternak itik peking disarankan
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R, 1995 Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir Fakultas Peternkan IPB, Bogor.
Anggorodi, R,. 1997. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka,Jakarta.
Astawan, M. 2007. Kandungan serat dan Gizi pada Roti Ungguli Mie dan Nasi. Kompas Cyber Media, Bogor.
Daghir, N.J.,1992. Poultry Production in Hot Climates. Singapore.
Direktorat Jendral peternakan, 1991. Pemanfaatan Limbah Industri Rumah Tangga Sebagai Pakan.
Ensminger, M.E.,1992.Poultry Science. Interstate Publisher. Danville, Illionis.
Hasibuan, J., 1996. Pengaruh Isi Rumen Sapi Sebagai Subtitusi Dedak Halus Dalam Ransum Terhadap Bobot Badan, Karkas, dan Lemak Abdominal Ayam Broiler. Skripsi jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Usu, Medan.
Hanafiah, A.H,. 2000. Rancangan Percobaan Raja Grafindo Persada,Jakarta.
Kartadisastra, H.R., 1998. Beternak Kelinci Unggul. Kansius, Yogyakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak, 2013. Hasil Analisa Roti Afkir. Program studi Peternakan FP USU,Medan.
Murtidjo, B,A., 1992. Bahan Makanan Unggas. Kansius,Yogyakarta.
Murtidjo, B,A., 1996. Mengelola Itik. Kansius, Yogyakarta.
NRC, 1994. Nutrient Requirements for Poultry. National Research Council, Washington D. C. USA.
Prawirokusumo, Y . B., 1994. Ilmu Usaha Tani. BPFE, Yogyakarta.
Priyatno, M.A., 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar swadaya, Jakarta.
Rasyaf, 1982. Beternak itik. Kansius, Yogyakarta.
Srigandono, B., 1996. Beternak Itik Pedaging. PT. Trubus Agrywudya, Ungaran.
Srigandono, 1997. Ilmu Unggas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Yogyakarta.