LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembuatan Tepung Apu-apu
Pengumpulan tanaman apu-apu
Pencucian tanaman apu-apu untuk memisahkan dari lumpur dan kotoran
Penyortiran, daun dipisahkan dari akarnya agar lebih mudah proses pengeringan
Penjemuran daun menggunakan terik matahari untuk Pengeringan selama 3 hari agar daun kering sempurna
Penggilingan daun dengan mesin penggiling Hingga menjadi tepung
Lampiran 2.Kandungan Nutrisi Pada Tepung Daun Apu-apu (Pistiastratiotes)
Nutrisi Kandungan
Energi Bruto (Kkal/kg) 3,5841b
Protein Kasar (%) 17,35a
Lemak Kasar (%) 1,31a
Serat Kasar (%) 14,62b
Abu (%) 20,38b
BahanKering (%) 88,66a
Sumber : aLaboratorium Nutrisi dan PakanTernak (2016) b
Lampiran 5. Data bobot potong itik peking umur 8 minggu (g/ekor)
Lampiran 6. Rataan Bobot Potong (g)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
T0 1350,00 1389,00 1365,50 1312,50 1335,00 6743,00 1348,60 T1 1420,00 1466,00 1480,00 1420,00 1480,50 7267,00 1453,40 T2 1587,00 1542,00 1536,00 1600,00 1547,50 7813,50 1562,70 T3 1383,00 1348,00 1401,00 1323,50 1355,00 6811,00 1362,20 Total 5740,00 5746,00 5774,00 5656,00 5718,50 28634,50 5726,90
Lampiran 7. Analisis Keragaman Bobot Potong
SK db JK KT F hitung F. Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 3 146838,70 48946,25 55,86** 3,24 5,29 Galat 16 14019,00 876,18
Lampiran 8. Data bobot karkas itik peking umur 8 minggu (g/ekor)
Lampiran 9. Rataan Bobot Karkas (g)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
T0 822,50 842,00 796,00 818,50 852,50 4131,50 826,30 T1 827,00 847,50 835,50 849,00 807,50 4166,50 833,30 T2 839,50 842,50 888,50 839,00 892,50 4302,00 860,40 T3 803,50 828,50 849,00 796,50 828,00 4105,50 821,10 Total 3292,50 3360,50 3369,00 3303,00 3380,50 16705,50 3341,10
Lampiran 10. Analisis keragaman Bobot Karkas
SK db JK KT F hitung F. Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 3 4583,23 1527,74 3,08tn 3,24 5,29 Galat 16 7915,50 494,71
Lampiran 11. Data persentase karkas itik peking umur 8 minggu (%)
Lampiran 12. Rataan Persentase Karkas
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Lampiran 13. Analisis keragaman Persentase Karkas
SK db JK KT F hitung F. Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 3 120,26 40,08 9,2* 3,24 5,29
Galat 16 69,70 4,35
Lampiran 14. Data Lemak Abdominal itik peking umur 8 minggu (%)
Lampiran 15. Rataan Lemak Abdominal
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Lampiran 16. Analisis keragaman Lemak Abdominal
SK db JK KT F hitung F. Tabel
0,05 0,01 Perlakuan 3 11,85 3,95 3,14tn 3,24 5,29 Galat 16 20,1 1,25
DAFTAR PUSTAKA
Ahmat, H. 1992. Karkas yang Diberikan Pakan Nabati. Jurnal. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
Anggorodi, R., 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Banerjee, A., S. Matai. 1990. Composition og Indian Aquatic Plants in Relation to Utilization as Animal Forage. Journal Aquat Plant Manage.
Blackely, J. and D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. UGM Press, Yogyakarta.
Buzgo, N. T 2006. Ransum Ayam Kampung. Trubus Agrisarana, Surabaya.
Cahyono, B. 2001. Ayam Buras Pedaging. Penerbit Swadaya. Cetakan IV, Jakarta.
Diler, Z. A., Tekinay, Güroy dan Soyutürk. 2007. Effect of Ulva rigida on the Growth Feed Intake and Body Composition of Common Carp Cyprinus carpio L. Jounal of Biological Sciences.
Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Peretanian, Universitas Sriwijaya. Palembang.
Haris, R. 1997. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Komot, H. 1984. Tinjuan Mengenai Perlemakan Bebrapa Faktor yang Dapat Mempengaruhi Penimbunan Pada Ayam Broiler. Thesis Fakultas Peternakan UNPAD, Bandung.
Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak. 2016. Hasil Analisa Tepung Apu apu. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Loka Penelitian kambing Potong. 2016. Analisa Laboratorium “Tepung Apu apu”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Sei Putih. Galang.
Langeland,H. M. Chery. 2008. Identification and Biology of Pistia stratiotes Nonnative Plants in Florida’s Natural Areas – Second Edition. Dalam Victor Ramey (Ed.), Center for Aquatic and Invasive Plants, Juni 2001, University og Florida-IFAS Pub Sp 257 http:/plants.ifas.ufl.edu/node/328 (Diakses pada 10 Febuari 2016).
Morran, E.T, dan H.L. Orr., 1970. Influence of Strain on The Carcass. Poult. Sci.49: 7250729
Murtidjo, B.A., 1996. Mengelola Itik. Kanisius. Yogyakarta.
Nataadmidjaya, A. G. 1995. Pendugaan Kebutuhan Pokok Nutrisi Ayam Buras Koleksi Plasma Nuftah Sistem Free Choice Fedding. Peoceding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balai Pendidikan Ternak Ciawi, Bogor.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C.
Parakkasi. A., 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.
Rasyaf, 1982. Beternak Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Reddy, K.R. and W. F. Debusk. 1985. Growth Characteristic of Aquatic Macrophytes Cultured in Nutrient Enriched Water II: Azola, Duckweed and Salvinia. Economie Botany, 38: 200 – 208.
Samosir, D.J., 1994. Ilmu Beternak Itik. Gramedia, Jakarta.
Siregar, A.P., dan M. Sabrani., 1990. Teknik Modern Beterbak Ayam. Jakarta: CV. Yasaguna
Siregar, A.P., 1994. Teknik Betrnak Ayam Pedaging. Merdie Group. Jakarta.
Siregar, A, P,N. Sabarani, dan P. Sumoprawiro,. 1980. Teknik Beternak Ayan Pedaging Indonesia Cetakan Ke-1. Mergei Group, Jakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
Snyder, E.S and H.L. Orr. 1964. Poultry Meat (Publication 9). Ontario department of Agriculture, Parliament Bulidings, Toronto.
Srigandono, B., 1998. Produksi Unggas Air. UGM Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D., H.Hertadi, S.Reksohadiprojo, S.Prawirokusumo, S.Lepdosoekojo. 1986. Ilmu Ternak Dasar. Fakultas Peternakan, UGM Press, Yogyakarta.
Triyantini, I.A.K, Abubakar Bintang, dan T, Antawijaya. 1997. Studi Komparatif Prefrensi, Mutu dan Gizi Beberapa Jenis Unggas. Balai Penelitian Ternak Bogor.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Jln. Prof. Dr.
A. Sofyan No. 3, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan berada pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut.
Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Juli.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan Day Old Duck (DOD) itik peking sebanyak
100 ekor, bahan pakan penyusun ransum yang terdiri dari: dedak halus, jagung
halus, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daun apu-apu (Pistia stratiotes),
tepung ikan, minyak nabati, dan top mix, air minum, air gula, rodalon sebagai
desinfektan kandang dan peralatan, detergen sebagai pembersih kandang, vaksin
ND dari Poultry Shop, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium permanganat) untuk
fumigasi kandang.
Alat
Alat yang digunakan kandang sebanyak 20 plot dengan ukuran 0.5x1x 0.5
m, sebanyak 20 unit dan tiap unit diisi 5 ekor anak itik (DOD). Alat penerangan
listrik memakai bola lampu pijar 40 watt, tempat pakan dan minum, timbangan
shalter dengan skala 5 kg kepekaan 10 g, mesin giling, buku, alat tulis, dan
kalkulator, lampu teplok berfungsi untuk penerangan cadangan apabila lampu
mati, alat pembersih kandang (sapu, sekop, hand sprayer, dan lain-lain), pisau,
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang
terdiri atas 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 5 ekor DOD.
Perlakuan yang diteliti adalah :
T0 = Ransum tanpa tepung apu-apu
T1 = Ransum yang mengandung tepung apu-apu 5 %.
T2 = Ransum yang mengandung tepung apu-apu 10%,
T3 = Ransum yang mengandung tepung apu-apu 15 %.
Model analisis yang digunakan (Hanafiah, 2003):
Yij = μ + σі + ∑ij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan
ke-i dan ulangan ke-j
μ = Nilai tengah umum
σі = Efek dari perlakuan ke-i
∑ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Susunan Ransum
Tabel 3. Komposisi ransum itik peking
Nama Bahan Periode starter 0-2 minggu Periode finisher 2-8 minggu
Peubah yang diamati
1. Bobot potong (g)
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot itik
setelah dipuasakan selama 12 jam.
2. Bobot karkas (g)
Diperoleh dari hasil penimbangan karkas yaitu daging bersama tulang setelah
dipisahkan bulu dan darah, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai
batas lutut dan isi rongga bagian dalam.
3. Persentase karkas (%)
Bobot Karkas
Bobot Potongx 100%
4. Lemak abdominal (%)
Diperoleh dari hasil perbandingan antara berat lemak dan bobot potong di kali
100%
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang
Kandang yang digunakan adalah sistem baterai terdiri dari 20 plot, setiap plot
terdapat 5 ekor DOD. Sebelum DOD dimasukkan, kandang dibersihkan dengan
air + deterjen yang kemudian didesinfektan dengan menggunakan rodalon dan
dilakukan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4. Kandang
dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat
kandang dilakukan selama 2 minggu. Air gula diberikan kepada DOD yang baru
2. Random DOD
Sebelum DOD dimasukkan dalam kandang, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan untuk mengetahui kisaran bobot badan awal yang akan digunakan.
Setelah itu dilakukan pemilihan secara acak (random) untuk menghindari bias
(galat percobaan) lalu ditempatkan ke masing-masing plot sebanyak 5 ekor
3. Penyusunan ransum
Bahan pakan penyusun ransum yang terdiri dari: dedak halus, jagung halus,
bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daun apu-apu, tepung ikan, minyak
nabati, dan top mix. Kemudian bahan penyusun ransum tersebut ditimbang
dengan formula yang telah ditentukan dan disusun sekali seminggu untuk
mencegah ketengikan dan untuk menjaga ransum tetap segar.
4. Pemeliharaan
Itik peking yang dipelihara dalam kandang diberi pemanas dan penerangan
(lampu pijar 40 watt) sesuai dengan kebutuhan dan lampu teplok dipasang apabila
listrik mati dan ini terutama pada itik umur 1-2 minggu agar itik tidak kedinginan.
Vaksinasi (pemberian vaksin ND) dilakukan pada umur 4 hari. Pemberian pakan
diberikan secara terbatas yaitu 4 kali dalam 24 jam(pukul 07.00 WIB; 12.00 WIB;
19.00 WIB dan 22.00 WIB) sedangkan air minum diberikan secara adlibitum.
5. Pengambilan Sampel
Sampel diambil secara acak, setiap plot 2 ekor. Mewakili masing-masing
perlakuan dan ulangan. Itik lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot potong.
Analisa data dilaksanakan setelah penelitian selesai dan semua data yang
dibutuhkan telah diperoleh. Jika semua data diperoleh maka dilakukan analisis
keragaman hal ini dilakukan apabila terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan. Dari data tersebut diketahui apakah perlakuan berpengaruh positif atau
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong
Bobot potong di peroleh dengan cara penimbangan bobot akhir itik setelah
dipuasakan selama 12 jam dan perlu diperhatikan karena bobot potong
berpengaruh terhadap kualitas karkas. Hasil penelitian yang telah dilakukan
didapat data bobot potong seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan bobot potong itik umur 8 minggu (g/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
T0 1350,00 1389,00 1365,50 1312,50 1335,00 6743,00 1348,60 T1 1420,00 1466,00 1480,00 1420,00 1480,50 7267,00 1453,40 T2 1587,00 1542,00 1536,00 1600,00 1547,50 7813,50 1562,70 T3 1383,00 1348,00 1401,00 1323,50 1355,00 6811,00 1362,20 Total 5740,00 5746,00 5774,00 5656,00 5718,50 28634,50 5726,90
Tabel 4 menunjukan bahwa rataan bobot potong tertinggi diperoleh dari
hasil penelitian pada perlakuan T2 yaitu sebesar 1562,70 g dan terendah pada
perlakuan T0 sebesar 1348,60 g.
Untuk mengetahui pemanfaatan tepung apu-apu (Pistia stratiotes) dalam
ransum terhadap bobot potong, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis keragaman bobot potong itik peking umur 8 minggu
SK db JK KT F hitung F. Tabel
Dari analisis keragaman diperoleh bahwa penggunanaan tepung apu-apu
itik peking disebabkan oleh kandungan protein yang cukup baik sebagai bahan
penyusun ransum bagi ternak. Walaupun rataan bobot potong pada itik peking
yang diperoleh antar perlakuan terdapat perbedaan. Pengaruh perbedaan terhadap
rataan bobot potong itik peking antar perlakuan disebabkan oleh kandungan
nutrisi ransum yang berbeda pada tiap perlakuan. Oleh karena itu bobot potong
sangat erat kaitanya dengan pertambahan bobot badan hal ini sesuai dengan
pernyataan Nataadmidjaya (1995), yang menyatakan bahwa pertambahan bobot
badan sangat mempengaruhi bobot potong. Pertambahan bobot badan juga dapat
di pengaruhi oleh bahan pakan penyusun ransum.
Perbedaan bobot potong dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang semakin
menurun akibat kurang palatabilitas, faktor palatabilitas ini antara lain
dipengaruhi oleh warna, bau dan tekstur. Jika palatabilitas tinggi maka konsumsi
ransum juga akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tilman et all.,
(1986), yang menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
konsumsi ransum adalah palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa, warna dan
tekstur. Semakin palatabilitas suatu pakan maka semakin banyak jumlah ransum
yang dapat dikonsumsi ternak.
Untuk melihat pemanfaatan tepung apu-apu dalam ransum terhadap bobot
potong, maka dilakukan uji lanjut Duncan seperti pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Uji lanjut Duncan bobot potong itik peking umur 8 minggu
Perlakuan Rataan (g/ekor) Notasi (0,01)
T0 1348,60 c
T1 1453,40 b
T2 1562,70 a
T3 1362,20 c
Pada Tabel 6 terlihat bahwa T0 tidak berbeda nyata dengan T3 tetapi sangat berbeda nyata dengan T1 dan T2, sedangkan T1 berbeda sangat nyata dengan T2.
Bobot Karkas dan Persentase Karkas
Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan karkas
yaitu hasil penimbangan dari daging bersama tulang itik dari hasil pemotongan
yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai
batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu yang dihitung dalam gram. Pada
bobot karkas normal didapatkan 60-75% dari bobot potong. Bobot karkas
meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non karkas
seperti kulit, darah, usus halus dan hati menurun. Dari hasil penelitian diperoleh
rataan bobot karkas pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan bobot karkas itik peking umur 8 minggu (g/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
T0 822,50 842,00 796,00 818,50 852,50 4131,50 826,30 T1 827,00 847,50 835,50 849,00 807,50 4166,50 833,30 T2 839,50 842,50 888,50 839,00 892,50 4302,00 860,40 T3 803,50 828,50 849,00 796,50 828,00 4105,50 821,10 Total 3292,50 3360,50 3369,00 3303,00 3380,50 16705,50 3341,10
Tabel 7 menunjukan bahwa rataan bobot karkas tertinggi yang diperoleh
dari hasil penelitian pada perlakuan T2 sebesar 860,40 g dan terendah diperoleh
dari perlakua T3 sebesar 821,10 g dengan rataan bobot karkas seluruh perlakuan yaitu sebesar 835,27 g.
Untuk mengetahui pemanfaatan penggunaan tepung apu-apu dalam
ransum terhadap bobot karkas, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat
Tabel 8. Analisis keragaman bobot karkas itik peking umur 8 minggu
Hasil analisis keragaman bobot karkas pada Tabel 7 menunjukkan hasil
yang tidak nyata terhadap bobot karkas. Hal ini disebabkan makin tingginya
penggunaan tepung apu-apu dalam ransum yang dikonsumsi maka semakin
rendah juga bobot karkasnya. Rendahnya konsumsi ransum tergantung pada
kandungan serat kasar yang terdapat pada apu-apu sehingga akan menurunkan
bobot karkas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar et al., (1980), yang
menyatakan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan
menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan
menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar dalam ransum terlalu
rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat
menurunkan pertumbuhan.
Rendahnya tingkat konsumsi berpengaruh juga terhadap pemenuhan
kebutuhan itik peking. Karena kandungan protein ransum semakin menurun pada
perlakukan yang lebih tinggi dimana menurut Rasyaf (1982), bahwa kebutuhan
protein untuk itik dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, reproduksi, iklim dan
temperature. Bila protein atau asam aminonya kekurangan atau tidak terpenuhi
akan menyebabkan pertumbuhan terganggu.
Persentase karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas
dengan bobot potong dikalikan 100% data rataan persentase karkas itik dapat
Tabel 9. Rataan persentase karkas itik peking umur 8 minggu (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Dari Tabel di atas dapat dilihat persentase karkas tertinggi pada perlakuan
kontrol yaitu T0 sebesar 61,28 % dan untuk perlakuan yang diberi tepung apu-apu (Pistia stratiotes) dalam ransum yaitu persentase karkas tertinggi yaitu pada
perlakuan T3 sebesar 60,30 % dan terendah pada perlakuan T2 yaitu sebesar 55,01% dengan rataan persentase karkas sebesar 58,53 %.
Untuk mengetahui pemanfaatan tepung apu-apu (Pistia stratiotes) dalam
ransum terhadap persentase karkas itik peking umur 8 minggu, maka dilakukan
analisis keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis keragaman persentase karkas itik peking umur 8 minggu
SK db JK KT F hitung F. Tabel
Hasil keragaman pada Tabel 10 menunjukan hasil yang sangat nyata pada
persentase karkas terhadap pemanfataan tepung apu-apu. Serat kasar yang tinggi
akan memberikan pengaruh terhadap bobot karkas sehingga bobot karkas akan
menurun. Oleh karena itu persentase karkas juga akan menurun disebabkan bobot
karkas yang menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1996), yang
menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk
dimana semakin bertambah bobot karkas maka produksi karkasnya semakin
meningkat.
Untuk melihat pemanfaatan tepung apu-apu dilakukan analisis keragaman
yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji lanjut Duncan persentase karkas itik peking umur 8 minggu
Perlakuan Rataan (g/ekor) Notasi (0,01)
T0 61,28 a
T1 57,54 bc
T2 55,01 c
T3 60,30 ab
Ket: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Pada Tabel 11 terlihat bahwa T0 tidak berbeda nyata dengan T3 tetapi sangat berbeda nyata dengan T1 dan T2, sedangkan T1 tidak berbeda nyata dengan
T2.
Lemak Abdominal
Lemak abdominal diperoleh dari hasil penimbangan lemak yang terdapat
disekitar rongga perut dan sekitar kloaka yang dihitung dalam satuan gram.
Rataan lemak abdominal itik peking dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan lemak abdominal itik peking umur 8 minggu
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Dari Tabel 12 di atas lemak abdominal tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan T3 yaitu sebesar 7,70 g dan terendah pada perlakuan T2 yaitu sebesar
Untuk mengetahui pemanfataan pemberian tepung apu-apu dalam ransum
terhadap lemak abdominal itik peking umur 8 minggu, maka dilakukan analisis
keragaman yang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis keragaman lemak abdominal itik peking umur 8 minggu
SK db JK KT F hitung F. Tabel
Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa pemanfataan tepung
apu-apu dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap lemak abdominal. Tidak
adanya pengaruh yang nyata terhadap lemak abdominal itik peking antar
perlakuan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum yang berbeda pada tiap
perlakuan tersebut. Kandungan lemak tubuh adalah faktor yang paling
berpengaruh terhadap faktor ransum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komot
(1984), yang menyatakan bahwa nutrisi merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi komposisi karkas terutama terhadap proposi lemak. Faktor yang
mempengaruhi kandungan lemak tubuh adalah ransum. Lebih lanjut Haris (1997)
yang menyatakan bahwa pembentukan lemak tubuh diakibatkan dari konsumsi
energi yang berlebih yang akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu pada bagian
intramuscular, subkutan dan abdominal.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian baik bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas
Tabel 14. Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan tepung daun apu-apu (pistia stratiotes) terhadap bobot karkas umur 1-8 minggu.
Peubah yang diamati Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Bobot Potong (g/ekor) 1348,60c 1453,40b 1562,70a 1362,20c Bobot Karkas (g/ekor) 826,30tn 833,30tn 860,40tn 821,10tn Persentase Karkas (%) 61,28a 57,54bc 55,01c 60,30ab Lemak Abdominal
(g/ekor)
6,20tn 6,30tn 5,60tn 7,70tn Ket: Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
tn = tidak nyata
Berdasarkan Tabel rekapitulasi diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan
yang menggunakan tepung apu-apu (Pistia stratiotes) maka bobot potong, bobot
karkas, persentase karkas dan lemak abdominal itik peking yang tertinggi
diperoleh dari perlakuan T2 (1562,70 g/ekor, 860,40 g/ekor, 55,01% dan 5,60
g/ekor). Sedangkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak
abdominal itik yang paling rendah diperoleh dari perlakuan T3 (1362,20 g/ekor,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemanfaatan tepung apu-apu (Pistia stratiotes) dalam ransum memberikan
pengaruh terhadap bobot potong dan persentase karkas dan juga tidak
memberikan pengaruh terhadap bobot karkas dan lemak abdominal.
Saran
Disarankan pemanfataan tepung apu-apu dalam ransum itik peking hingga
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes)
Tanaman apu-apu berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya di
semenanjung Florida dan menuju ke barat hingga Texas yang tumbuh secara
alami atau bisa juga dibawa oleh manusia (Buzgo, 2006). Tanaman apu-apu biasa
ditemukan mengapung di sepanjang danau, aliran sungai, pantai, rawa, dan
persawahan. Tanaman apu-apu mampu bertahan hidup untuk periode waktu yang
panjang, pada keadaan lembab ataupun kotor dan telah menyebar hingga wilayah
beriklim tropis dan subtropis termasuk Asia. Tanaman ini lebih suka di tempat
yang cerah dan mendapat cahaya matahari secara bebas karena berfotosintesis
dengan cahaya matahari namun, dapat juga hidup di tempat yang teduh dan
terkena cahaya matahari secara parsial (Langeland et al.,2008).
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Daun Apu-apu (Pistia stratiotes)
Nutrisi Kandungan
Energy Metabolis (Kkal/kg) 3584b
Protein Kasar (%) 17,35a
Lemak Kasar (%) 1,31a
Serat Kasar (%) 14,62b
Abu (%) 20,38b
Bahan Kering (%) 88,66a
Sumber : a Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak (2016)
bLaboratorium Loka Penelitian Kambing Putih Sei Putih (2016
Penggunaan gulma air (water plant), seperti apu-apu (Pistia stratiotes )
ataupun duckweed merupakan suatu langkah yang tepat untuk mengatasi masalah
pakan itik. Apu-apu (Pistia stratiotes ) dapat berpotensi sebagai bahan penyusun
pakan karena, berdasarkan berat kering mengandung BETN 37,0%, protein kasar
19,5%, kadar abu 25,6%, lemak kasar 1,3% dan mengandung serat kasar 11,7%
Kandungan serat yang tinggi ini diharapkan mampu menurunkan lemak
sebesar 25g dalam 100g pada daging ayam kampung (Cahyono, 2001), sehingga
dapat disediakan produk unggas yang kadar lemaknya lebih rendah.
Tanaman air apu-apu juga merupakan salah satu tanaman dari kelompok
floating plant yang mengandung jumlah nutrisi yang cukup aman untuk
dipertimbangkan sebagai pakan ternak potensial (Banerjee dan Matai, 1990).
Berdasarkan pengamatan terhadap phytochemical screening menunjukan
bahwa tanaman air apu-apu mengandung flavonoid (antibiotik), minyak, lemak
dan glikosid (Tribianto dan Purnomo, 2011).
Itik Peking
Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami
perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik
peking dapat dipelihara di lingkungan subtropis maupun tropis. Itik peking mudah
beradaptasi dan keinginan untuk terbang kecil sekali. Umumnya di pelihara secara
intensif dengan di lengkapi kolam yang dangkal (Murtidjo, 1996).
Itik peking merupakan tipe pedaging yang popular disebut green duck. Itik
ini mempunyai kepala besar juga bundar, paruhnya lebar dan pendek, paruhnya
berwarna kuning akan tetapi ada yang berwarna putih. Leher gemuk pendek dan
tegak. Dada besar, bundar membusung. Kaki pendek berwarna
kekuning-kuningan. Sayap pendek dan kuat, warna bulunya putih dan pada jantan
ada jambul di kepala (Samosir, 1994).
Dari golongan itik pedaging (peking, muskovy atau entok), itik peking
mulai popular di Indonesia. Produksi dagingnya dapat mencapai 3 sampai 3,5 kg
pemeliharaannya belumlah meluas, kemungkinan karena masalah harga saat itik
dipasarkan (Anggorodi, 1985).
Dilihat dari warna bulu itik peking umumnya putih, tetapi ada juga yang
berwarna krem dengan kaki dan paruh yang berwarna jingga. Matanya agak gelap
dan berwarna kebiruan dengan posisi yang tenggelam karena bagian pipi relatif
lebih menonjol (Srigandono, 1998).
Marhijanto (1993) mengemukakan bahwa itik peking bukanlah suatu jenis
itik yang cocok untuk petelur, tetapi lebih cocok jika itik ini diternakkan untuk
diambil dagingnya. Sebagai unggas pedaging beberapa kelebihan itik peking
adalah sebagai berikut; pertumbuhannya cepat, mudah dalam pemeliharaannya,
hemat biaya dan tahan terhadap penyakit.
Kebutuhan Nutrisi Itik Peking
Bahan pakan itik adalah bahan pakan yang memiliki unsur-unsur gizi
seperti energy, mineral, protein, vitamin, karbohidrat dan air. Bahan pakan untuk
itik biasanya adalah jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan dan pakan
lainnya yang menjadi sumber energy (Wahyu, 1997).
Tabel 2. Kebutuhan gizi itik Peking pada berbagai umur*
Gizi Starter
Ransum untuk itik pada dasarnya sama seperti untuk ayam, kesamaannya
basah. Air perlu ditambahkan kedalam ransum untuk membuat bahan tansum
saling melekat, akan tetapi ransum tidak boleh begitu basah (Anggorodi, 1985).
Faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah
palatabilitas ransum yang meliputi bau, rasa dan tekstur. Lebih lanjut
Tilman et all., (1986) menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu pakan maka
semakin banyak jumlah ransum yang dapat dikonsumsi ternak.
Unsur-unsur gizi untuk itik terdiri dari protein yang merupakan unsur gizi
yang paling dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi. Kebutuhan protein untuk
itik dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, reproduksi, iklim dan temperatur. Bila
protein atau asam aminonya kekurangan atau tidak terpenuhi akan menyebabkan
pertumbuhan terganggu ( Rasyaf, 1982).
Secara garis besar dianjurkan bahwa pada periode starter hendaknya
ransum mengandung protein 20 sampai 22% dengan energi metabolis 2800
sampai 3000 kkal, sedangkan setelah umur 2 minggu samapi saat dipotong protein
diturunkan menjadi 16 sampai 17% dan energi 3000 kkal (Srigandono, 1998).
Tingkat serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan konsumsi
ransum yang pada gilirannya pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya
apabila kandunga serat kasar dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju
ransum dalam pencernaan meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan
(Siregar et al., 1980).
Konsumsi Pakan
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada dalam pakan tersebut. Secara biologis itik mengkonsumsi makanan
memperlancar reaksi-reaksi asam amino dari tubuh. Hal ini menunjukan bahwa
ternak itik dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan ternak
tersebut (Wahyu, 1997).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan makanan
makan semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari
bahan makanan (Anggorodi, 1985).
Jumlah konsumsi bahan kering pakan di pengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat makanan dan palatabilitas. Tingakat perbedaan konsumsi juga
di pengaruhi oleh beberapa faktor antar lain faktor ternak (bobot badan, umur,
tingkat kecernaa pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Makana yang
berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan makanan
berkualitas rendah, sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat
konsumsinya juga relatif sama (Parakkasi, 1995).
Bobot Potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
itik setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbuhan
yang baik (Blakely and Bade, 1998). Siregar dan Sabrani (1990) yang menyatakan
bahwa serat kasar yang tinggi dapat mengurangi efisiensi penggunaan nutrient
lain, sebaliknya apabila serat kasar dalam ransum terlalu rendah, mengakibatkan
Pertambahan bobot badan sangat mempengaruhi bobot potong.
Pertambahan bobot badan juga dapat di pengaruhi oleh bahan pakan penyusun
ransum. Bahan penyusun ransum harus memiliki gizi yang cukup tinggi dengan
gizi yang cukup tinggi tersebut dapat memberikan kualitas pakan yang baik untuk
ternak sehingga ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik
(Nataadmidjaya, 1995).
Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot
badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau
setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1986).
Bobot Karkas dan Persentase Karkas
Bobot karkas normal adalah 60-75% dari tubuh, sedangkan persentase
karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan
100% (Siregar, 1994). Menurut Soeparno (2005) bobot karkas meningkat seiring
dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase non karkas seperti kulit,
darah, usus halus dan hati menurun.
Bobot karkas merupakan bobot tubuh yang telah disembelih setelah
dipisahkan darah, bulu, kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas
lutut, organ dalam (Murtidjo, 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot
karkas tidak hanya jenis kelamin, umur dan bobot badan tetapi ada beberapa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karkas diantaranya strain, makanan,
manajemen dan lingkungan.
Karkas merupakan bagian tubuh yang penting dalam produksi daging.
Karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh setelah ayam dipotong dan
dengan giblet (hati, jantung dan limpa) dan leher (Synder dan Orr, 1964).
Persentase karkas merupakan faktor yang penting untuk menilai produksi
ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot karkas, dimana semakin
bertambah bobot karkas maka produksi karkasnya semakin meningkat (Murtidjo,
1996). Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot
hidup dan makanan. Persentase karkas umur muda lebih rendah dibandingkan
persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak abdominal
dari pada jantan (Morran and Orr, 1970). Ahmat (1992) yang menyatakan bahwa
itik yang bobot tubuhnya tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi,
sebaliknya itik yang bobot tubuhnya rendah akan menghasilkan persentase yang
rendah.
Lemak Abdominal
Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut
atau disekitar ovarium. Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam jumlah
atau 2,5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat. Namun pemakaian lemak
untuk konsumsi unggas hanya dibolehkan sekitar 5% dari jumlah total ransum.
Hal ini disebabkan kandungan lemak yang tinggi akan menghambat ovulasi
(Triyantini, et al., 1997).
Menurut Haris (1997) yang menyatakan bahwa pembentukan lemak tubuh
diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih yang akan disimpan dalam
jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subkutan dan abdominal. Selain
itu menurut Tilman et al., (1986) kelebihan energi pada itik akan menghasilkan
karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi
Nutrisi merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi komposisi
karkas terutama terhadap proposi lemak. Faktor yang mempengaruhi kandungan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkat kebutuhan penduduk di Indonesia semakin beragam, seperti
kebutuhan akan gizi baik protein, vitamin, maupun mineral dan sebagainya.
Peningkatan pemenuhan kebutuhan protein hewani asal ternak untuk masyarakat
perlu diupayakan dengan cara peningkatan produksi ternak yang berpotensi untuk
dikembangkan. Unggas lokal yang banyak dikembangkan yaitu itik.
Itik memiliki peran sebagai penghasil telur dan daging yang cukup baik.
Kelebihan ternak itik adalah lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan ayam ras
sehingga pemeliharaannya tidak banyak menanggung resiko. Daging itik
merupakan sumber protein yang bermutu tinggi, karena itu pengembangannya
diarahkan kepada produksi daging yang banyak dan cepat sehingga mampu
memenuhi permintaan konsumen.
Pada usaha peternakan biaya pakan mencapai 60-70% dari total biaya
produksi. Untuk menekan biaya pakan tersebut perlu dilakukan usaha untuk
mencari sumber bahan baku yang lebih murah, mudah didapat, bergizi baik, tetapi
tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Pemanfaatan bahan pakan lokal produk
pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapakan dapat
mengurangi biaya ransum. Salah satu upaya untuk menekan biaya pakan adalah
dengan memanfaatkan gulma atau limbah seperti tanaman apu-apu
(Pistia stratiotes) yang dapat dijadikan bahan pakan untuk ternak unggas seperti
itik pedaging.
Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) merupakan tanaman yang biasa hidup
Indonesia. Petani masih banyak yang menganggap tanaman apu-apu sebagai
gulma karena dapat menurunkan produksi tanaman padi. Penggunaan gulma air
(water plant), seperti apu-apu ataupun duckweed merupakan suatu langkah yang
tepat untuk mengatasi masalah pakan itik. Disamping itu, apu-apu mampu
meningkatkan serat dan menurunkan energy metabolis ransum. Disadari bahwa
apu-apu merupakan bahan baku pakan lokal dengan serat, nilai nutrien, dan
produksi biomassa bahan kering yang cukup tinggi, 16,1 ton BK/ha/ tahun (Reddy
dan Debusk, 1985).
Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat
ini dapat di terapkan untuk meningkatkan kualitas limbah menjadi bahan pakan
yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi. Kemajuan teknologi diberbagai sektor
seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan suatu terobosan yang
dapat memecahakan atau menghasilkan jawaban terhadap perubahan kebutuhan
(Soeparno, 2005). Sementara itu, apu-apu yang telah dijadikan tepung apu-apu
menawarkan alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan
sumber ransum untuk itik peking.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin meneliti pemanfataan tanaman
apu-apu (Pistia stratiotes) untuk diberikan dalam ransum dengan berbagai tingkat
pemberian dan pengaruhnya terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase
karkas dan lemak abdominal itik peking umur 1-8 minggu.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh tepung apu-apu
dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung apu-apu dapat meningkatkan bobot potong, bobot
karkas, persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal pada itik peking
umur 1-8 minggu.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peternak khususnya peternak itik tentang
pemanfaatan tepung apu-apu sebagai salah satu bahan pakan alternatif dan sebagai
bahan untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu untuk memperoleh gelar
ABSTRAK
ADITIA TRI SUSANTI, 2016 “Pemanfaatan Tepung Daun Apu-Apu (pistia stratiotes) Dalam Ransum Terhadap Bobot Karkas Pada Itik Peking Umur
1-8 Minggu”. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan EDHY MIRWANDHONO
. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tepung apu-apu dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal pada itik peking umur 1-8 minggu.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitisan ini berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Juli. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Pada setiap ulangan terdiri 5 ekor itik. Perlakuan yang di teliti T0 : 0, T1 : 5%, T2 : 10%, T3 : 15%. Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas, dan lemak abdominal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian penggunaan tepung daun apu-apu dalam ransum memberikan pengaruh terhadap bobot potong dan persentase karkas sedangkan pada bobot karkas dan lemak abdominal tidak memberikan pengaruh.
ABSTRACT
ADITIA TRI SUSANTI, 2016 “Utilization of Apu-Apu (Pistia
stratiotes) In rations Against Carcass Weights At Peking Ducks 1-8 weeks age”. Supervised by ISKANDAR SEMBIRING and EDHY MIRWANDHONO
This study aimed to examine the effect of the apu-apu flour rations toward slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage at the age of 1-8 weeks peking duck. This research was conducted at the Laboratory Animal Sciences animal production science courses Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used was completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. T0 : 0 , T1 : 5% , T2 : 10%, T3 : 15%.The variable measured were slaughter weight, carcass weight and carcass percentage and abdominal fat.
The results showed the greatest apu-apu flour use of starch in the ration give effect to the slaughter weight and carcass percentage while on carcass weight and abdominal fat no effect.
PEMANFAATAN TEPUNG DAUN APU-APU (Pistia stratiotes) DALAM
RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS ITIK PEKING
UMUR 1-8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
ADITIA TRI SUSANTI 120306051/Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN TEPUNG DAUN APU-APU (Pistia stratiotes) DALAM
RANSUM TERHADAP BOBOT KARKAS ITIK PEKING
UMUR 1-8 MINGGU
SKRIPSI
Oleh :
ADITIA TRI SUSANTI 120306051/Peternakan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Daun Apu-Apu (Pistia stratiotes) Dalam Ransum Terhadap Bobot Karkas Pada Itik Peking Umur 1-8 Minggu
Nama : Aditia Tri Susanti Nim : 120306051 Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Iskandar Sembiring, MM Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
ADITIA TRI SUSANTI, 2016 “Pemanfaatan Tepung Daun Apu-Apu (pistia stratiotes) Dalam Ransum Terhadap Bobot Karkas Pada Itik Peking Umur
1-8 Minggu”. Dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan EDHY MIRWANDHONO
. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tepung apu-apu dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan menurunkan lemak abdominal pada itik peking umur 1-8 minggu.Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitisan ini berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Juli. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Pada setiap ulangan terdiri 5 ekor itik. Perlakuan yang di teliti T0 : 0, T1 : 5%, T2 : 10%, T3 : 15%. Peubah yang diamati yaitu bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas, dan lemak abdominal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian penggunaan tepung daun apu-apu dalam ransum memberikan pengaruh terhadap bobot potong dan persentase karkas sedangkan pada bobot karkas dan lemak abdominal tidak memberikan pengaruh.
ABSTRACT
ADITIA TRI SUSANTI, 2016 “Utilization of Apu-Apu (Pistia
stratiotes) In rations Against Carcass Weights At Peking Ducks 1-8 weeks age”. Supervised by ISKANDAR SEMBIRING and EDHY MIRWANDHONO
This study aimed to examine the effect of the apu-apu flour rations toward slaughter weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage at the age of 1-8 weeks peking duck. This research was conducted at the Laboratory Animal Sciences animal production science courses Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. Rations used was completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. T0 : 0 , T1 : 5% , T2 : 10%, T3 : 15%.The variable measured were slaughter weight, carcass weight and carcass percentage and abdominal fat.
The results showed the greatest apu-apu flour use of starch in the ration give effect to the slaughter weight and carcass percentage while on carcass weight and abdominal fat no effect.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 09 Agustus
1994, anak ketiga dari empat bersaudara, putri dari bapak Drs. Kumalo Tarigan,
M.A. dan Ibu Delfiani br. Sembiring, Amp.
Pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini SD Sultan Iskandar
Muda lulus pada tahun 2006, SMP Sultan Iskandar Muda lulus pada tahun 2009,
SMA Negeri 15 Medan lulus pada tahun 2012 kemudian masuk ke Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB
pada tahun 2012.
Selama mengikuti perkuliahan, aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) dan aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (ISMAPET).
Pada bulan Juli sampai dengan Agustus penulis mengikuti Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Loka Penelitian Kambing Potong Kecamtan Galang
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juni sampai
dengan Agustus 2016 penulis melakukan penelitian di di Laboratorium Biologi
Ternak, Jln. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3, Program Studi Peternakan, Fakultas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Tepung Daun Apu-Apu
(Pistia stratiotes) Dalam Ransum Terhadap Bobot Karkas Pada Itik Peking Umur
1-8 Minggu”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis atas doa, semangat dan pengorbanan materil
maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing
Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat
terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk perbaikan
kedepan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan
DAFTAR ISI
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Apu-apu (Pistia stratiotes) ... 4
Itik Peking ... 5
Kebutuhan Nutrisi Itik Peking ... 6
Konsumsi Pakan ... 7
Bobot Potong ... 8
Bobot Karkas dan Persentase Karkas ... 9
Lemak Abdominal ... 10
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12
Bahan dan Alat Penelitian ... 12
Bahan... 12
Alat ... 12
Metode Penelitian... 13
Susunan Ransum ... 13
Peubah yang diamati ... 14
HASIL DA PEMBAHASAN
Bobot Potong ... 17
Bobot Karkas dan Persentase Karkas ... 19
Lemak Abdominal ... 22
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 25
Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Daun Apu-apu (Pistia stratiotes) ... 4
2. Kebutuhan gizi itik Peking pada berbagai umur ... 6
3. Komposisi ransum itik peking ... 13
4. Rataan Bobot Potong Itik Umur 8 Minggu (g/ekor) ... 16
5. Analisis Keragaman Bobot Potong itik peking umur 8 minggu ... 16
6. Uji lanjut Duncan bobot potong itik peking umur 8 minggu ... 18
7. Rataan Bobot Karkas itik peking umur 8 minggu (g/ekor) ... 18
8. Analisis keragaman Bobot Karkas itik peking umur 8 minggu ... 19
9. Rataan Persentase Karkas itik peking umur 8 minggu (%)... 20
10. Analisis keragaman Persentase Karkas itik peking umur 8 minggu ... 20
11. Uji lanjut Duncan persentase karkas itik peking umur 8 minggu ... 21
12. Rataan Lemak Abdominal itik peking umur 8 minggu ... 21
13. Analisis keragaman Lemak Abdominal itik peking umur 8 minggu ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pembuatan Tepung Apu-apu ... 29
2.Kandungan Nutrisi Pada Tepung Daun Apu-apu (Pistiastratiotes) ... 29
3.Susunan ransum selama penelitian ... 30
4. Data pertambahan bobot badan itik peking (g/ekor/minggu) ... 31
5. Data bobot potong itik peking umur 8 minggu (g/ekor) ... 32
6. Rataan Bobot Potong (g) ... 32
7. Analisis Keragaman Bobot Potong ... 32
8. Data bobot karkas itik peking umur 8 minggu (g/ekor) ... 33
9. Rataan Bobot Karkas (g) ... 33
10. Analisis keragaman Bobot Karkas ... 33
11. Data persentase karkas itik peking umur 8 minggu (%) ... 34
12. Rataan Persentase Karkas ... 34
13. Analisis keragaman Persentase Karkas ... 34
14. Data Lemak Abdominal itik peking umur 8 minggu (%) ... 35
15. Rataan Lemak Abdominal ... 35