• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT SKRIPSI FITRI KURNIATI NIKMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT SKRIPSI FITRI KURNIATI NIKMAH"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN

DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

SKRIPSI

FITRI KURNIATI NIKMAH

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

RINGKASAN

FITRI KURNIATI NIKMAH. D24102043. 2006. Performan Itik Mojosari Alabio

(MA) Jantan dengan Pemberian Silase Ransum Komplit. Skripsi. Program Studi

Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr

Pembimbing anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr

Itik Mojosari Alabio merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berpotensi dalam menghasilkan sumber protein hewani dengan produksi telur tinggi dan itik Mojosari Alabio jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging. Penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor mengakibatkan tingginya harga pakan.Di sisi lain, Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Silase merupakan salah satu produk dari fermentasi yang berkadar air tinggi yang memiliki kelebihan yaitu: menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu pengeringan dan pengolahan lagi, lebih tahan lama (awet) dan keberadaan Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam silase dapat dijadikan sebagai probiotik dalam saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio jantan.

Penelitian dilaksanakan di laboratorium lapang Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2006. Penelitian menggunakan 75 ekor itik Mojosari Alabio jantan umur tiga hari yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Itik dipelihara sampai umur sepuluh minggu. Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, dedak padi, tepung ikan, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, kacang kedelai, minyak kelapa, CaCO3,

L-lysin, DL-methionin dan DCP. Ransum kemudian dibuat silase dengan protein kasar 16% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Kandang yang digunakan sebanyak 15 petak dengan masing-masing petak berisi 5 ekor itik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan yaitu S0 ( ransum komersil+dedak), S1 (silase dengan kadar air 30%), S2 (silase dengan kadar air 40%), S3 (silase dengan kadar air 50%), S4 (silase dengan kadar air 60%) dan 3 ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas lima ekor itik, dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Kontras Ortogonal.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan silase ransum komplit berpengaruh nyata meningkatkan konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan dan menurunkan konsumsi air minum, tetapi tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan silase ransum komplit dengan kadar air 50% meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konsumsi air minum bila dibandingkan dengan penggunaan silase berkadar air 30%, 40%, 60% serta ransum komersil+dedak. Pemberian silase ransum komplit berkadar air 30%-60% tidak menimbulkan mortalitas pada itik Mojosari Alabio jantan.

Kata-kata kunci: silase ransum komplit berbahan baku lokal, itik Mojosari Alabio jantan, performan

(3)

ABSTRACT

Performance of Male Mojosari Alabio Duck Fed Complete Diet Silage

F.K.Nikmah, M.Ridla, R.Mutia

The research was conducted to determine effect of complete diet silage on feed consumption, body weight gain, feed conversion, water consumption and mortality. The material used was 75 male duck of Mojosari Alabio (MA), commercial diet+rice bran (16.50% CP, 2900 kkal GE/kg), silage with 30-60% water content. The research used Completely Randomized Designwithfive treatments and three replication. The treatments were S0 (Commercial feed), S1 (Silage with 30% water content), S2 (Silage with 40% water content), S3 (Silage with 50% water content) and S4 (Silage with 60% water content). Data from Completely Randomized Design were analyzed statistically by using analysis of variance. If there is significant difference than the analysis continued with Contras Orthogonal Test. The result shows that silage with 50% water content has significantly (P<0.01) increased body weight gain and decreased water consumption. But there are not effect in feed conversion. Complete diet silage was safety for male duck of Mojosari Alabio.

(4)

PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN

DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

FITRI KURNIATI NIKMAH D24102043

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

PERFORMAN ITIK MOJOSARI ALABIO (MA) JANTAN DENGAN PEMBERIAN SILASE RANSUM KOMPLIT

Oleh

Fitri Kurniati Nikmah D24102043

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 1 Agustus 2006

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr NIP. 131 849 384 NIP. 131 779 504

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc NIP. 131 624 188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 30 Juni 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak M. Murtadho (alm.) dan Ibu Martinah (almh.).

Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Aisiyah Bustanul Athfal pada tahun 1990, dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada SDN Tarubasan I dan lulus pada tahun 1996. Sekolah lanjutan tingkat pertama lulus pada tahun 1999 di SLTPN I Karanganom, kemudian dilanjutkan ke SMUN I Jatinom, Klaten dan lulus pada tahun 2002.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2002 (39).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB penulis pernah menjadi Staff Biro khusus Administrasi Kesekretariatan dan Manajemen Anggaran Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2003-2004. Selain itu, Penulis juga aktif dalam perkumpulan Keluarga Mahasiswa Klaten di IPB (KMK IPB). Beasiswa yang pernah Penulis terima selama perkuliahan yaitu Program Peningkatan Akademik (PPA) tahun 2002-2006.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skipsi yang berjudul “Performan Itik Mojosari Alabio

(MA) Jantan dengan Pemberian Silase Ransum Komplit”. Skripsi ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis pada Februari-Mei 2006 di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio (MA) jantan. Kendala umum dalam pengembangan peternakan yaitu ketersediaan dan kualitas ransum yang rendah, penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor. Penggunaan bahan baku impor mengakibatkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga pakan atau ransum menjadi mahal dan tingginya kadar air bahan pakan, sehingga menyulitkan dalam penyimpanan dan pemanfaatan secara langsung, oleh karena itu perlu dicari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu dengan penerapan teknologi fermentasi (silase) untuk menghasilkan pakan yang murah dan efisien. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak unggas, khususnya itik Mojosari Alabio jantan dengan biaya yang relatif murah.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik, sehingga diharapkan penjelasan dan informasi dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia peternakan.

Bogor, Agustus 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Itik Mojosari Alabio ... 4

Itik Jantan Pedaging ... 5

Ransum Itik ... 6

Silase dan Proses Pembuatannya ... 7

Pertambahan Bobot Badan ... 9

Konsumsi Ransum ... 10

Konversi Ransum ... 11

Konsumsi Air Minum ... 12

Mortalitas ... 12

METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi ... 14 Metode ... 16 Perlakuan ... 16 Rancangan ... 16 Analisis Data ... 17 Prosedur Pelaksanaan …... 17 Pembuatan silase ... 18 Peubah ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Konsumsi Bahan Kering Ransum ... 20

Pertambahan Bobot Badan ... 22

Konversi Ransum ... 24

Konsumsi Air Minum ... 25

Mortalitas ... 26

(9)

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persyaratan Gizi Itik Petelur Lokal ... 6

2. Komposisi Ransum Penelitian (As-fed ) ... 15

3. Kandungan Nutrien Ransum (As-fed ) ... 15

4. Protein Kasar Silase (As-fed ) ... 16

5. Nilai pH Silase Perlakuan ... 16

6. Pemberian Air pada Silase ... 19

7. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Konsumsi Air Minum Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu ... 20

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu ... 21 2. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Pertambahan Bobot Badan

Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu ... 22 3. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konversi Ransum Itik

Mojosari AlabioJantan Umur 7-10 minggu ... 24 4. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Air Minum

Itik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu ... 26

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 34 2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 34 3. Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik

MA Jantan Umur 7-10 minggu ... 34 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 35 5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 35 6. Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Itik MA

Jantan Umur 7-10 minggu ... 35 7. Rataan Konversi Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu ... 36 8. Analisis Ragam Konversi Ransum Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 36 9. Rataan Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu .... 36 10. Analisis Ragam Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan

Umur 7-10 minggu ... 36 11. Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Air Minum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu ... 37

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kendala umum dalam pengembangan peternakan yaitu ketersediaan dan kualitas ransum yang rendah, penggunaan bahan baku pakan yang sebagian besar masih impor. Penggunaan bahan baku impor mengakibatkan biaya produksi yang tinggi sehingga harga pakan atau ransum menjadi mahal. Selain itu, peternakan yang berbasis pada sumberdaya pakan impor berakibat pada labilnya kondisi peternakan dalam negeri. Kondisi sosial politik dan hubungan antara negara juga sangat mempengaruhi keuntungan usaha peternakan karena dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam yang berlimpah yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakan ternak.

Usaha untuk menekan biaya pakan yang tinggi antara lain dengan memanfaatkan bahan-bahan yang potensial dan harganya relatif murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, namun mempunyai nilai nutrisi yang tinggi. Bahan-bahan tersebut tersedia cukup dan merupakan sumber daya alam yang berpotensi untuk dijadikan pakan ternak. Bahan-bahan tersebut antara lain: bungkil inti sawit, singkong, daun singkong dan ampas tahu. Bahan tersebut biasanya tersedia dalam keadaan basah, sehingga bisa langsung diberikan ke ternak tanpa perlu proses pengeringan, sehingga lebih efisien.

Persoalan utama dalam pengolahan pakan adalah tingginya kadar air bahan pakan, sehingga menyulitkan dalam penyimpanan dan pemanfaatan secara langsung. Selama ini teknologi pengeringan adalah cara yang umum digunakan, namun cara tersebut masih belum menyelesaikan masalah secara tuntas, karena cara pengeringan sangat terbatas dalam jumlah bahan yang dapat dikeringkan dalam satuan waktu dan tempat tertentu sehingga sulit untuk diterapkan pada bahan pakan dalam jumlah banyak, selain itu cara pengeringan masih tergantung pada kondisi cuaca. Bahan baku pakan dalam keadaan basah lebih cocok untuk diawetkan secara fermentasi.

Selama ini teknologi fermentasi dikenal sebagai suatu teknologi untuk mengawetkan (mempertahankan kualitas) suatu bahan, bukan untuk meningkatkan kualitas. Seiring berkembangnya teknologi, anggapan tersebut sudah tidak tepat lagi,

(14)

mengingat telah banyaknya produk fermentasi yang berkualitas lebih baik dibandingkan bahan asal.

Silase merupakan salah satu produk fermentasi yang berkadar air tinggi. Beberapa kelebihan dari teknologi fermentasi yaitu menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu mengeringkan, dari segi penyimpanan lebih tahan lama (awet) karena pertumbuhan bakteri pembusuk yang tidak tahan terhadap pH rendah akan terhambat pertumbuhannya dan bakteri penghasil asam laktat akan berkembang, bakteri asam laktat dalam silase juga dapat dijadikan sebagai probiotik sehingga memperbaiki keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan.

Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi yang cukup tinggi dalam menghasilkan sumber protein hewani. Itik Mojosari Alabio merupakan itik lokal dengan produksi telur yang tinggi dan itik Mojosari Alabio jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging. Pemeliharaan itik sebagian besar diarahkan untuk menghasilkan telur, padahal dalam penetasan selalu dihasilkan proporsi itik jantan dan betina dengan perbandingan yang sama. Harga itik jantan biasanya sangat rendah dan belum banyak dimanfaatkan, sedangkan di pihak lain permintaan daging terus meningkat, maka pemanfaatan pemeliharaan itik jantan lebih intensif akan memberikan tambahan pendapatan bagi peternak. Pemberian pakan dalam bentuk pasta memudahkan itik dalam menelan ransum, karena sesuai dengan bentuk paruh itik yang merupakan unggas air.

Berdasarkan uraian di atas perlu dicari solusi untuk mengatasi permasalahan dalam pengembangan peternakan. Salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu dengan penerapan teknologi fermentasi (silase) untuk menghasilkan pakan yang murah dan efisien. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak unggas, khususnya itik Mojosari Alabio jantan dengan biaya yang relatif murah.

Perumusan Masalah

Bahan baku pakan yang tersedia dalam keadaan basah, menyulitkan dalam proses penyimpanan. Bahan baku pakan tersebut cocok diawetkan secara fermentasi (silase), sehingga diperoleh pakan yang lebih murah dan efisien dalam mengurangi biaya pakan karena tidak perlu proses pengeringan. Pakan dalam bentuk silase umumnya diberikan ke ternak ruminansia, akan tetapi ternak itik merupakan salah satu ternak unggas air yang menyukai pakan dalam bentuk pasta, sehingga pakan

(15)

dengan kadar air yang lebih tinggi memudahkan itik dalam menelan pakan dan sesuai dengan bentuk paruh itik. Itik Mojosari Alabio jantan merupakan itik lokal yang berpotensi sebagai sumber protein hewani (itik pedaging) yang dapat memberikan tambahan bagi peternak.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pemberian silase ransum komplit terhadap performan itik Mojosari Alabio jantan.

(16)

TINJUAN PUSTAKA Itik Mojosari Alabio

Itik merupakan salah satu jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae dan genus Anas. Ciri fisik yang dimiliki oleh itik lokal (Anas platyrhynchos) adalah bentuk tubuh yang langsing dengan langkah tegap, tinggi tubuh berkisar antara 45-50 cm dan digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa rata-rata 1.200 gram untuk betina dan 1.400 gram untuk jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan paruh dan kaki hitam (Rose, 1997).

Itik Mojosari x Alabio (MA) merupakan itik hasil persilangan antara itik Mojosari (Anas javanica) jantan dengan itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) betina. Persilangan timbal balik antara itik Mojosari dan Alabio akan memberikan manfaat jika dilihat secara menyeluruh dan bukan terhadap sifat-sifat tertentu saja (Yudityo, 2003). Keunggulan itik Mojosari Alabio menurut Balai Penelitian Ternak (2006) adalah umur pertama bertelur lebih awal, produktivitas telur lebih tinggi, konsistensi produksi lebih baik, pertumbuhan lebih cepat, anak jantan dapat dijadikan sebagai itik pedaging atau potong bila dibandingkan dengan anak itik Mojosari maupun Alabio.

Itik Mojosari memiliki bentuk tubuh seperti botol dan berjalan tegak serta ukuran tubuh relatif kecil. Warna bulu itik jantan maupun betina tidak berbeda, yaitu berwarna kemerah-merahan dengan variasi coklat, hitam dan putih, warna paruh dan kaki itik jantan lebih hitam daripada itik betina. Selanjutnya Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa itik Alabio jantan mempunyai karakteristik warna bulu totol-totol coklat, puncak kepala berwarna hitam, paruh berwarna jingga dengan bintik hitam diujung dan kaki berwarna jingga. Pada itik jantan, kepala bagian atas berwarna coklat gelap, ditemukan garis leher putih di depan, dada berwarna coklat keungu-unguan, badan berwarna kelabu pucat dan coklat muda, biru kehijau-hijauan mengkilap dan bulu ekor berwarna hitam.

Noor (1996) menyatakan, apabila ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga disilangkan, maka keturunannya cenderung menampilkan performa yang lebih baik dari rataan tetuanya, fenomena ini disebut heterosis. Persilangan akan

(17)

menggabungkan dua sifat atau lebih yang berbeda, yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak kedalam satu bangsa hasil silangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Susanti (2000), bahwa produksi telur itik persilangan Mojosari Alabio (MA) lebih tinggi dari genotip lainnya menunjukkan fenomena efek heterosis. Fenomena lainnya, bahwa itik 1/2A1/2M dan 1/2M1/2A mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan tetuanya pada pengamatan sampai umur delapan minggu.

Itik Jantan Pedaging

Ternak itik di Indonesia terutama ditujukan untuk produksi telur. Hal ini cukup beralasan karena selain kemampuan produksi yang cukup tinggi, harga telur juga relatif tinggi. Di lain pihak sebagai penghasil daging, itik kurang popular dan kurang disukai masyarakat. Hanya sebagian masyarakat saja yang telah biasa mengkonsumsi, yaitu masyarakat pedesaan, masyarakat Cina, masyarakat Kalimantan Selatan dan Bali (Setioko et al., 1985). Daging itik yang dikonsumsi umumnya berasal dari itik petelur afkir, itik petelur jantan dan itik Serati. Saat ini daging itik semakin popular di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyak warung makan tenda yang menyediakan daging itik goreng maupun itik bakar. Daging itik jantan muda yang dipasarkan saat ini diakui oleh konsumen tidak menimbulkan bau manis dan tidak banyak mengandung lemak dengan serat daging yang empuk (Setioko et al., 1985).

Proporsi itik jantan dan betina yang dihasilkan pada penetasan dalam keadaan seimbang, sedangkan harga anak itik jantan biasa sangat rendah dan belum banyak dimanfaatkan (Bintang dan Tangendjaya, 1996). Rendah harga DOD (Day Old Duck) atau itik umur satu hari pada itik jantan disebabkan bahwa secara umum pemeliharaan itik di Indonesia dimanfaatkan untuk menghasilkan telur, sehingga yang diseleksi hanya itik betina (Iskandar et al., 1993).

Itik petelur jantan yang tidak dipakai sebagai bibit berpotensi untuk dijadikan sumber daging. Hasil penelitian Bintang et al. (1999) pada itik jantan yang diberi pakan bungkil inti sawit yang difermentasi maupun tidak difermentasi pada level 0%, 5%, 10% dan 15% sampai itik umur delapan minggu, menghasilkan itik dengan bobot badan akhir antara 1.081,64-1.140,63 gram, dengan persentase karkas antara

(18)

68,50%-76,76%. Anggraeni (1999) menyarankan agar itik pedaging baik dipotong tidak lebih dari umur 12 minggu, agar diperoleh daging itik yang bertekstur empuk.

Bobot hidup 1,3 kg dapat dicapai pada pemeliharaan itik jantan selama delapan minggu dengan kandungan protein kasar 17% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg (Bintang dan Tangendjaya, 1996). Bila dibandingkan dengan unggas lain itik memiliki toleransi terhadap penyakit yang lebih baik terutama tetelo atau ND (Newcastle disease) serta infeksi kelenjar bursa fabrisius (gumboro) sehingga tidak begitu memerlukan vaksin dalam pemeliharaan. Potensi lain dari itik adalah kemampuannya mencerna serat kasar yang cukup tinggi. Sebagian besar serat kasar akan dicerna di dalam sekum, yaitu sekum itik berkembang lebih besar dibanding unggas lain (Murtidjo, 1988).

Ransum Itik

Itik merupakan unggas air yang membutuhkan air lebih banyak dibanding ayam, disamping untuk konsumsi juga untuk berenang dan untuk membasahi bulu-bulu (Lesson et al., 1982). Persyaratan gizi untuk itik petelur lokal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan Gizi Itik Petelur Lokal

Umur Itik

Zat Gizi 0-4 (mg) 4-8 (mg) 8-16 (mg) >16 (mg)

Energi metabolis (kkal/kg) 2900-3000 2900-3000 2800 2800

Protein (%) 20 18-16 15 20

Serat kasar (%) 5 5 6 8

Ca (%) 0,9-1,2 0,9-1,2 0,9-1,2 3,5-4

P (%) 0,7-0,9 0,7-0,9 0,7-0,9 0,7-0,9

Sumber: Hardjosworo dan Rukmiasih (1999)

Ransum itik umum diberikan dalam bentuk basah (pasta), akan tetapi jika tidak segera habis, ransum akan menjadi masam, sehingga tidak disukai oleh itik, bahkan dapat membahayakan kesehatan itik itu sendiri (Sakti, 1996).

Ransum pasta adalah bentuk ransum yang as fed-nya basah atau ransum kering yang harus dicampur dengan air terlebih dahulu. Ransum pasta memang cocok dengan bentuk paruh itik, karena dalam habitat unggas air umumnya

(19)

berbentuk basah, sehingga memudahkan itik dalam menelan ransum dan mengurangi kemungkinan ransum yang tercecer (Titus and Fritz, 1971).

Silase dan Proses Pembuatannya

Silase merupakan makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan kandungan uap air yang tinggi. Ensilase adalah proses silase, sedangkan tempat pembuatan silase dinamakan silo. Sejarah dimulai silase ditemukan sejak tahun 1500-2000 sebelum masehi (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Ada dua cara dalam pembuatan silase yaitu secara kimiawi yang dilakukan dengan menambahkan asam sebagai pengawet seperti asam klorida, asam sitrat dan asam fosfat. Penambahan asam tersebut diperlukan agar pH silase dapat turun dengan segera (sekitar 4,2), sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah bakteri Clostridia aktif (Waldo, 1978). Cara yang kedua adalah secara biologis yaitu dengan cara memfermentasi bahan tersebut sampai terbentuk asam sehingga menurunkan pH silase (Waldo, 1978).

Selama ensilase, akan mengalami proses fermentasi asam, sehingga bakteri memproduksi asam asetat, asam laktat dan asam butirat dari gula yang terdapat di dalam bahan baku. Hasil akhir berupa penurunan pH, yang mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk yang mayoritas tidak toleran terhadap asam (Woolford, 1984). Menurut Bolsen (1985) proses ensilase merupakan salah satu cara untuk meminimumkan kehilangan nutrien dan perubahan nilai nutrisi suatu bahan pakan. Proses tersebut dipengaruhi oleh faktor biologi (karakteristik tanaman, mikroflora epipytic) dan teknik (kondisi penyimpanan).

Proses ensilase pada dasarnya serupa dengan proses fermentasi di dalam rumen (anaerob). Perbedaannya antara lain adalah bahwa dalam silase hanya sekelompok /group bakteri (diharapkan bakteri pembentuk asam laktat) yang aktif dalam prosesnya, sedangkan proses di dalam rumen melibatkan lebih banyak mikroorganisme dan beraneka ragam (Parakkasi, 1995).

Asam yang dibentuk selama ensilase antara lain asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Disamping itu dibentuk pula beberapa senyawa seperti etanol, CO2,

nitrit dan panas (Ensminger, 1971). Pada pembuatan silase dengan penambahan bahan pengawet terutama yang banyak mengandung karbohidrat, berfungsi sebagai

(20)

perangsang berlangsung fermentasi dan juga sebagai sumber energi bagi bakteri. Pada kondisi yang baik, antara lain ketersediaan bahan yang mengandung karbohidrat tinggi, bakteri asam laktat dapat berkembang biak dengan cepat.

Prinsip pembuatan silase adalah mengusahakan dan mempercepat keadaan anaerob didalam silo sehingga terbentuk asam organik yang mempercepat penurunan pH sekitar empat (McCullough, 1978). Pada pH sekitar empat, diharapkan mikroorganisme pembusuk tidak aktif, sehingga silase dapat tahan lama. Ensminger (1971) menyatakan bahwa tercapainya pH antara 3,5-4,0 merupakan kunci menuju terbentuk silase yang baik, karena akan mencegah pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan (Clostridia). Morrison (1957) menyatakan bahwa apabila kadar air lebih dari 75%, maka silase yang terbentuk terlalu asam dan tidak akan disukai ternak, sedangkan apabila kadar air kurang dari 65%, maka bahan baku sukar dipadatkan dan kondisi anaerob sulit dicapai. Disarankan kandungan bahan kering bahan baku dalam kisaran 20%-25% (Woolford, 1984).

Pembuatan silase dengan bahan baku yang memiliki kadar air cukup tinggi akan memiliki laju fermentasi yang lebih cepat. Sapienza dan Bolsen (1993) menyatakan bahwa untuk fermentasi normal dengan kadar air 55%-60% maka fermentasi aktif akan berkisar antara 1-5 minggu.

Woolford (1998) menyatakan bahwa proses ensilase menghendaki cepat terbentuknya asam laktat, oleh karena itu perlu usaha yaitu dengan memanipulasi mikroorganisme pembentuk asam laktat yaitu dengan menambahkan bahan aditif. McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa aditif silase dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu aditif stimulan dan aditif penghambat mikroorganisme. Aditif stimulan akan membantu proses fermentasi dan pertumbuhan bakteri asam laktat lebih cepat sehingga dapat memproduksi asam laktat lebih cepat juga, sehingga kondisi asam cepat tercapai; sedangkan aditif penghambat mikroorganisme digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti clostridia sehingga pakan dapat awet. Aditif tersebut dapat berupa bakteri asam laktat, molases, dan asam.

Menurut McCullough (1978), beberapa kriteria agar suatu bakteri dapat digunakan sebagai inokulan silase antara lain dapat tumbuh dengan cepat dan mampu berkompetisi serta mendominasi mikroorganisme yang lain, bersifat

(21)

homofermentatif, toleran terhadap asam dan dapat menurunkan pH dengan cepat. Lebih lanjut dinyatakan bahwa silase yang baik bila memenuhi kriteria antara lain: pH maksimal 4,2; asam laktat 1,5%-2,5%; asam asetat 0,5%-0,8%; butirat < 0,1% dan N-Amonia dari total N 5-8%. Kandungan N-Amonia pada silase merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengawetan dengan ensilase, dengan kandungan 8%-10% dari total N sebagai amonia (Wilkins, 1988).

Keberadaan bakteri asam laktat dalam silase dapat berfungsi sebagai probiotik yang memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan mikrobial usus (Gauthier, 2002), karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, mampu memperbaiki kondisi saluran pencernaan dengan menekan reaksi pembentukan racun dan metabolit yang bersifat karsinogenik, merangsang reaksi enzim yang dapat menetralisir senyawa beracun yang tertelan atau dihasilkan di dalam saluran pencernaan, merangsang produksi enzim yang digunakan untuk mencerna pakan dan memproduksi vitamin serta zat-zat yang tidak terpenuhi dalam pakan (Seifert dan Gessler, 1997) Selain itu bahwa silase menghasilkan asam organik, menurut Gauthier (2002) asam organik memiliki antibakterial yang kuat sehingga dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan.

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Anggorodi (1985) mendefinisikan pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan seperti otot, tulang, jantung dan semua jaringan tubuh lainnya.

Menurut Wahju (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe itik, jenis kelamin, energi metabolis, kandungan protein dan suhu lingkungan. Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu kesehatan, pakan dan manajemen pemeliharaan (Rose, 1997). Rose (1997) menyebutkan empat komponen utama pertumbuhan yaitu: (1) peningkatan berat otot yang terdiri dari protein dan air; (2) peningkatan ukuran tulang; (3) peningkatan

(22)

lemak tubuh total pada jaringan lemak; (4) peningkatan ukuran bulu, kulit dan organ dalam. Hasil penelitian Sinurat et al. (2000) yang melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai dengan umur delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% adalah sebesar 127,75 gram/ekor/minggu.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum sangat mempengaruhi pertumbuhan itik. Wahju (1985) menyatakan bahwa konsumsi ransum unggas dipengaruhi oleh kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat-zat makanan, kecepatan pertumbuhan atau produksi telur dan stress.

Menurut Williamson dan Payne (1993) bahwa penting untuk dapat memperkirakan rata-rata konsumsi ransum dengan maksud dapat mengatur anggaran dan membeli ransum. Pencatatan konsumsi ransum oleh pemelihara unggas dapat juga menunjukkan perubahan-perubahan dalam hal kesehatan dan produktivitas kelompok unggas.

Menurut Hardjosworo et al. (1980) konsumsi ransum itik Tegal adalah

139,11 gram per ekor/hari, sedangkan Ulupi (1990) melaporkan kisaran konsumsi ransum itik antara 128,40-162,03 gram.

Suharno dan Amri (1996) menyatakan bahwa itik masa produksi membutuhkan ransum dengan kandungan energi metabolis 2.700 kkal/kg, protein kasar 16%-18%, kalsium 2,90%-3,25% dan fosfor 0,47%. Konsumsi ransum akan menurun dengan menurunnya kadar protein ransum. Murtidjo (1988) menyatakan bahwa batas maksimal konsumsi serat kasar dalam ransum itik petelur adalah 9%. Hasil penelitian Sinurat et al. (1996) konsumsi ransum sebesar 7.444 g/ekor dengan pemberian ransum yang mengandung energi metabolis sebesar 2.700 kkal/kg dan kandungan protein 18,2% mulai umur satu hari sampai umur sembilan minggu pada itik lokal jantan yang sedang tumbuh. Penelitian lain yang dilaporkan oleh Iskandar et al. (2001) diperoleh rataan konsumsi ransum sebesar 7.500 g/ekor pada pemeliharaan umur dua sampai sepuluh minggu dengan pemberian ransum yang mengandung protein kasar sebesar 23,1% dan energi metabolis 2.625 kkal/kg. Konsumsi ransum pada itik jantan pada umur satu minggu sampai delapan minggu yang sedang tumbuh dengan pemberian fermentasi lumpur sawit sampai level 15%

(23)

adalah 970 gram/ekor/minggu. Assa (1995) melaporkan rataan konsumsi ransum itik Tegal yang diberi singkong fermentasi yaitu sebesar 917 gram/ekor/minggu.

Konversi Ransum

Anggorodi (1979) menyatakan bahwa konversi ransum merupakan salah satu indikator teknis penggunaan ransum oleh ternak. Semakin rendah nilai konversi ransum maka semakin efisien penggunaan ransum. Konversi ransum merupakan cara untuk mengukur efisiensi penggunaan ransum yaitu merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi pada waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau jumlah bobot telur) dalam kurun waktu yang sama. North (1972), konversi semakin baik apabila konsumsi ransum semakin sedikit untuk menghasilkan satu kilogram telur.

Sarengat (1989) menyatakan bahwa pada itik lokal berumur 7 bulan yang dipelihara secara intensif, rata-rata angka konversi ransum yang terbaik adalah itik Mojosari (4,08) kemudian diikuti itik Magelang (5,71), itik Tegal (5,72) dan yang terjelek itik Bali (8,28).

Konversi ransum hasil penelitian Sinurat et al. (1996) dengan pemberian ransum yang mengandung energi metabolis 2.700 kkal/kg dan kandungan protein 18,2% mulai umur satu hari sampai umur sembilan minggu pada itik lokal jantan yang sedang tumbuh sebesar 6,33. Sedangkan konversi ransum yang diperoleh pada penelitian Iskandar et al. (2001) pada pemeliharaan mulai umur dua sampai sepuluh minggu dengan pemberian ransum berbentuk pasta dengan kandungan protein kasar sebesar 23,1% dan energi metabolis 2.625 kkal/kg adalah 6,59. Selanjutnya Ketaren dan Prasetyo (1999) memperoleh konversi ransum sebesar 3,43 pada itik Mojosari Alabio yang sedang tumbuh dengan pemberian ransum dalam bentuk pellet pada umur 5-8 minggu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar et al. (2001) diperoleh konversi ransum sebesar 6,59 pada itik Mojosari Alabio jantan yang sedang tumbuh dengan pemberian pakan dalam bentuk pasta. Ketaren et al (1999) menyebutkan bahwa buruknya konversi pakan itik disebabkan oleh perilaku makan itik termasuk kebiasaan itik yang segera mencari air minum setelah makan. Pakan umumnya terbuang pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun juga terlarut di dalam wadah air minum.

(24)

Ransum yang efisien diperoleh bila ransum mengandung perbandingan energi yang tepat terhadap zat-zat makanan lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan atau hasil akhir yang diinginkan (Anggorodi, 1985). Selanjutnya disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik ransum, produksi telur, kandungan nutrisi, bobot badan, komposisi kimia ransum dan laju perjalanan ransum dalam organ pencernaan.

Konsumsi Air Minum

Air merupakan senyawa penting dalam kehidupan. Dua pertiga bagian dari tubuh ternak adalah air dengan berbagai peranan untuk kehidupan (Parakkasi, 1995). Menurut Scott et al. (1982), air mempunyai fungsi sebagai (1) zat dasar dari darah, cairan intraseluler dan interseluler yang bekerja aktif dalam transportasi zat-zat makanan, metabolit dan hasil sisa ke dan dari semua sel-sel dalam tubuh (2) penting dalam mengukur suhu tubuh (3) membantu mempertahankan homeostasis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmosis, konsentrasi elektrolit.

Jumlah kebutuhan air untuk unggas secara umum termasuk itik diperkirakan sebanyak dua kali dari kebutuhan pakan/ekor/hari (Esmail, 1996). Ada banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim, bau ransum, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan, kelembaban angin, komposisi pakan, bentuk pakan, umur ternak, produksi telur, jenis kelamin dan jenis tempat air minum (Wahju, 1992, Parakkasi, 1995).

Mortalitas

Mortalitas merupakan tolak ukur atau indikator kematian yang diukur dengan persentase. Persentase merupakan perbandingan antara jumlah semua ternak yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara dikalikan 100%. Mortalitas merupakan faktor penting dan harus diperhatikan dalam usaha pengembangan peternakan (Amrullah, 2004).

Angka mortalitas besar hubungannya dengan program vaksinasi dan kejelian mendeteksi penyakit secara dini. Untuk menekan tingkat kematian perlu dilakukan

(25)

usaha-uasaha pencegahan dan pemberantasan penyakit. Program pencegahan penyakit erat hubungannya dengan sanitasi, vaksinasi dan program pengobatan pada umur tertentu ketika gejala sakit pada ternak mulai tampak (Amrullah, 2004). Pemberian pakan dan air minum dalam jumlah cukup kuantitas dan kualitas merupakan salah satu langkah yang tepat untuk mempertahankan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Amrullah, 2004).

(26)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Pebruari sampai dengan Mei 2006.

Materi

Ternak

Penelitian ini menggunakan 75 ekor itik jantan persilangan Mojosari Alabio berumur tiga hari yang dipelihara sampai umur sepuluh minggu. Itik tersebut diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 petak dengan ukuran 1 x 1 m dan masing-masing petak berisi lima ekor itik. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum berbentuk bak plastik, lampu pijar 40 watt. Peralatan lain yang digunakan adalah karung, plastik ransum, silo, timbangan digital, gelas ukur, sekam, koran dan gayung.

Ransum

Bahan pakan yang digunakan untuk penyusunan ransum terdiri atas jagung kuning, dedak padi, singkong, daun singkong, bungkil inti sawit, tepung ikan, kacang kedelai, minyak kelapa, DCP, CaCO3, L-lysin dan DL-methionin.

Formulasi ransum disusun dengan kadar protein kasar 16% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg berdasarkan as-fed. Ransum kemudian dibuat silase dan disimpan selama 4 minggu. Susunan ransum yang digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan kandungan nutrisi ransum dapat dilihat pada Tabel 3.

(27)

Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (As-fed)

Bahan Komposisi (%)

Jagung kuning 41,7

Dedak padi 20

Singkong rebus 12,2

Daun singkong rebus 1

Bungkil inti sawit 5

Tepung ikan 7

Kacang kedelai rebus 8

Minyak 3 DCP 0,3 CaCO3 1 L-lysin 0,5 DL-methionin 0,25 Jumlah 100

Keterangan: Hasil perhitungan

Tabel 3. Kandungan Nutrien Ransum (As-fed)

Nutrien Kadar (%) Bahan kering 11,65 Protein kasar 17,49 Abu 6,17 Serat kasar 6,01 Lemak kasar 6,73 Beta-N 51,95

(28)

Tabel 4. Protein Kasar Silase (As-fed) Perlakuan % S0 16,50 S1 16,88 S2 16,83 S3 16,63 S4 17,14

Keterangan: S1-S4 merupakan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2006) dan S0 hasil perhitungan. S0 (ransum komersil+dedak), S1 (silase dengan kadar air 30%); S2 (silase dengan kadar air 40%); S3 (silase dengan kadar air 50%); S4 (silase dengan kadar air 60%)

Tabel 5. Nilai pH silase perlakuan

Perlakuan pH silase

S1 (silase dengan kadar air 30%) 4,46

S2 (silsase dengan kadar air 40%) 4,33

S3 (silase dengan kadar air 50%) 4,22

S4 (silase dengan kadar air 60%) 4,14

Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2006)

Metode

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 taraf perlakuan, yaitu:

SO : Ransum komersil+dedak

S1 : Silase dengan kadar air 30% S2 : Silase dengan kadar air 40% S3 : Silase dengan kadar air 50% S4 : Silase dengan kadar air 60%

Masing-masing taraf perlakuan dilakukan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor itik Mojosari Alabio jantan.

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu arah. Model matematis menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut:

(29)

Yij = μ + αi + εij

Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan ransum ke-i

μ : nilai rata-rata sesungguhnya άi : pengaruh perlakuan ransum ke-i

εij : pengaruh galat dari satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan ransum ke-i

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Kontras Ortogonal.

Prosedur Pelaksanaan

Sebelum kandang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan disucihamakan, untuk menghilangkan bibit penyakit yang terdapat di dalam kandang, kemudian kandang dikapur secara merata. Kandang dialasi dengan sekam dan disemprot dengan desinfektan sebelum itik masuk ke kandang dan didiamkan selama satu hari. Tempat pakan dan tempat minum dipersiapkan lebih awal, dibersihkan dan dicuci sebelum itik dimasukkan ke dalam kandang.

Anak itik yang baru datang ditimbang untuk mengetahui berat badannya untuk pengacakan dan pembagian dalam kandang. Anak itik kemudian diberi air gula untuk mengurangi stres akibat pengangkutan dan menambah energi. Itik dipelihara dari umur tiga hari sampai umur sepuluh minggu. Anak itik dari umur tiga hari sampai umur lima minggu diberi ransum komersil yang ditambah dedak. Pada saat itik berumur lima minggu, kemudian itik ditimbang lagi untuk pengacakan dan pembagian dalam kandang. Silase mulai diberikan pada saat itik tersebut berumur lima minggu.selanjutnya silase diberikan sampai itik umur sepuluh minggu. Setiap minggunya itik ditimbang untuk mengetahui beratnya. Ransum ditimbang setiap hari dan dihitung pula sisa pakan yang dimakan. Pakan dan air diberikan secara ad-libitum. Pengambilan data dilakukan pada saat itik berumur tujuh minggu sampai sepuluh minggu, karena masih dalam proses penyesuaian dengan silase dan

(30)

pergantian tempat pakan dan air minum untuk menghindari kemungkinan tercecernya pakan dalam kandang.

Pembuatan silase

Silase dibuat sebanyak 600 kg. Formulasi ransum disusun dengan kadar protein kasar 16%, dan energi metabolis 2.900 kkal/kg. Bahan-bahan seperti singkong, daun singkong dan kacang kedelai dicuci dan direbus sampai empuk, sehingga memudahkan untuk digiling. Bahan-bahan tersebut melewati proses pemanasan untuk menghilangkan anti nutrisi yang dikandung bahan tersebut. Bahan-bahan yang jumlahnya kecil (CaCO3, L-lysin, DL-methionin dan DCP) dicampur

terlebih dahulu. Bahan-bahan yang berjumlah besar dan dalam keadaan kering (dedak padi, jagung kuning, tepung ikan, dan bungkil inti sawit) juga dicampur secara homogen.

Bahan-bahan dalam keadaan segar (singkong, daun singkong, dan kedelai) juga dicampur tetapi dalam tahap terakhir. Bahan-bahan yang jumlahnya kecil dicampur dengan bahan-bahan yang kering dan jumlahnya besar kemudian ditambahkan minyak kelapa, setelah tercampur bahan-bahan segar dicampur sampai merata dan homogen.

Ransum dibuat empat jenis dengan perlakuan kadar air yang berbeda, yaitu silase dengan kadar air 30%, 40%, 50% dan 60%. Dalam pembuatan silase, ditambahkan starter Lactobacillus plantarum dengan dosis 105 CFU/ gram silase. Starter tersebut dilarutkan dalam air aquaes kemudian dicampur dengan ransum sampai homogen. Perlakuan S1 dipersiapkan menjadi silase berkadar air 30% dengan menambahkan aquades yang telah dicampur dengan Lactobacillus plantarum, diaduk sampai merata. Begitu juga dengan perlakuan S2 ditambahkan aquades sampai silase berkadar air 40%, perlakuan S3 berkadar air 50%, dan perlakuan S4 berkadar air 60%.

Penambahan air dilakukan mengikuti rumus berikut ini:

) ( (%)

(%) )

( xjumlahransumkomplit kg

dibuat ingin yang silase BK ransum BK kg air berkadar Silase = ) ( ) ( )

(ml Silaseberkadar air kg jumlahransumkomplit kg n

ditambahka yang

(31)

Tabel 6. Pemberian Air pada Silase 600 kg

Perlakuan Air yang ditambahkan (liter)

S1 10,37 S2 37,10 S3 74,52 S4 130,68 Keterangan: S1 (silase dengan kadar air 30%), S2(silase dengan kadar air 40%), S3 (silase dengan kadar

air 50%), S4 (silase dengan kadar air 60%)

Bahan-bahan yang telah dicampur dengan air, kemudian bahan dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, di padatkan, diikat dengan karet dan disimpan dalam silo, ditutup rapat untuk mendapatkan suasana anaerob selama 4 minggu.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah 1. Konsumsi bahan kering ransum (Gram/ekor/minggu)

Konsumsi bahan kering adalah jumlah konsumsi ransum as fed (selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum setiap minggunya) dikalikan dengan persentase bahan kering yang dikandung silase dari setiap perlakuan.

2. Pertambahan bobot badan (Gram/ekor/minggu)

Pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh itik yang merupakan respon dari kemampuan itik mencerna makanan. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan menimbang bobot badan itik setiap minggunya dan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal setiap minggunya.

3. Konversi ransum

Konversi ransum adalah perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan.

4. Konsumsi air minum

Diperoleh dari hasil perhitungan dari selisih air minum dengan air minum yang tersisa setiap harinya.

5. Mortalitas

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Performan Itik Mojosari Alabio Jantan

Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, konsumsi air minum dan mortalitas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi Bahan Kering Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum, Konsumsi Air Minum dan Mortalitas Itik Mojosari Alabio Jantan umur 7-10 minggu

Peubah Perlakuan S0 S1 S2 S3 S4 Konsumsi BK ransum (g/ekor/mg) 469,86 a ±109,74 428,29a ±34,90 348,29a ±71,94 484,84 b ±22,07 510,04b ±26,39 Pertambahan bobot badan (g/ekor/mg) 77,78 A ±10,06 77.00A ±2,42 79,69A ±17,00 104,78 B ±10,09 90,16 B ±8,67 Konversi ransum 6,22 ±2,08 5,56 ±0,28 4,66 ±1,87 4,65 ±0,30 5,69 ±0,65 Konsumsi air minum (ml/ekor/mg) 640,79 A ±62,38 419,97B ±57,92 357,93B ±64,49 443,87 B ±65,22 373,49 B ±22,82 Mortalitas (ekor) 0 0 0 0 0

Keterangan: 1) Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(P<0,05) dan superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

2) SO : ransum komersil+dedak S1 : silase dengan kadar air 30% S2 : silase dengan kadar air 40% S3 : silase dengan kadar air 50% S4 : silase dengan kadar air 60%

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Rataan konsumsi bahan kering ransum itik Mojosari Alabio jantan dari umur tujuh minggu sampai sepuluh minggu berkisar antara 348,96 gram/ekor sampai 510,04 gram/ekor. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit pada itik Mojosari Alabio jantan nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi bahan kering ransum. Konsumsi bahan kering ransum silase dengan kadar air 60% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan silase dengan kadar air 30%, 40%, 50% dan ransum komersil+dedak. Konsumsi bahan kering silase dengan

(33)

kadar air 30% dan 40% tidak berbeda dibandingkan dengan ransum komersil+dedak, sedangkan konsumsi ransum silase dengan kadar air 50% dan 60% tidak menunjukkan perbedaan. Pengaruh perlakuan silase terhadap konsumsi bahan kering ransum itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 1.

510.04 484.84 469.86 428.29 348.96 0 100 200 300 400 500 600 S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan K o n s um s i B K r ans um (g ra m /e k o r/ m g )

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum Iitik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa konsumsi bahan kering ransum paling tinggi dicapai oleh itik dengan perlakuan silase dengan kadar air 60%. Semakin tinggi kadar air dalam silase, maka konsumsi bahan kering ransum semakin meningkat. Peningkatan konsumsi bahan kering ransum salah satunya dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas ransum. Tingkat palatabilitas suatu ransum ditentukan oleh bau, rasa, warna dan bentuk ransum. Bentuk fisik ransum penelitian adalah pasta yang mempengaruhi konsumsi ransum pada itik. Itik menyukai ransum dengan kadar air tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Titus and Fritz (1971) bahwa ransum pasta memang cocok dengan bentuk paruh itik, karena dalam habitat unggas air umum berbentuk basah, sehingga memudahkan itik dalam menelan ransum.

Silase mempunyai bau dan rasa yang agak asam, namun itik masih bisa mentolerir asam tersebut, karena sebelum silase diberikan ke itik, terlebih dahulu silase di angin-angikan dengan tujuan untuk mengurangi bau asam dan silase harus diperiksa dari logam-logam berat yang mungkin mencemari sebelum diberikan ke itik, sehingga bau asam dari silase tidak begitu menyengat dan akan mempengaruhi konsumsi ransum itik (Nahrowi, 2005).

(34)

Sinurat et al. (2000) melaporkan bahwa rataan konsumsi ransum pada itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% yaitu sebesar 970 gram/ekor/minggu. Assa (1995) melaporkan rataan konsumsi ransum itik Tegal yang diberi singkong fermentasi yaitu sebesar 917 gram/ekor/minggu. Rataan konsumsi ransum pada penelitian ini ternyata masih lebih rendah.

Pertambahan Bobot Badan

Rataan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur tujuh sampai sepuluh minggu berkisar antara 77,00-104,78 gram/ekor/minggu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) meningkatkan pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur tujuh sampai sepuluh minggu. Pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan yang diberi silase dengan kadar air 50% sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi bila dibandingkan silase dengan 30%, 40% dan ransum komersil+dedak. Pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan yang diberi silase dengan kadar air 30%, 40% tidak berbeda dengan ransum komersil+dedak, sedangkan pertambahan bobot badan pada itik yang diberi silase dengan kadar air 50% dan 60% tidak menunjukkan perbedaan. Pengaruh perlakuan silase terhadap pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 2.

90.157 104.777 79.687 76.997 77.777 0 20 40 60 80 100 120 S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan P B B ( G ram /e k o r/ g ram )

Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Pertambahan Bobot Badan Itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu

(35)

Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa pertambahan bobot badan itik Mojosari Alabio jantan tertinggi diperoleh pada itik yang mendapat perlakuan silase dengan kadar air 50 %. Hal ini disebabkan bahwa silase dengan kadar air 50% jumlah konsumsinya lebih tinggi, sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi juga. Sebagaimana pernyataan Siregar et al (1980) bahwa jumlah konsumsi ransum akan menentukan laju pertambahan bobot ternak. Selain itu bahwa silase dapat menghasilkan asam organik, menurut Gauthier (2002) asam organik memiliki antibakterial yang kuat sehingga dapat menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat dalam silase juga berfungsi sebagai probiotik yang memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan mikrobial usus, karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Pertambahan bobot badan itik yang diberi ransum komersil+dedak sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dengan itik yang diberi silase. Hal ini menunjukkan bahwa ransum penelitian yang disusun sendiri memiliki kualitas yang lebih baik dan mampu bersaing dengan ransum komersil, meskipun dalam ransum buatan sendiri tidak memakai bahan pemicu pertumbuhan.

Konsumsi ransum yang tinggi menyebabkan jumlah zat-zat nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ternak digunakan untuk memenuhi hidup pokok dan untuk pertumbuhan itik, yang dicirikan dengan pertambahan bobot badan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum akan menentukan laju pertumbuhan itik (Anggorodi, 1985), sehingga dengan konsumsi yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi juga.

Pertambahan bobot badan yang dihasilkan dalam penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sinurat et al. (2000) yang melaporkan bahwa pertambahan bobot badan itik jantan lokal pada umur satu minggu sampai dengan umur delapan minggu yang diberi fermentasi lumpur sawit sampai level 15% adalah sebesar 127,75 gram/ekor/minggu.

(36)

Konversi Ransum

Kisaran konversi ransum pada itik Mojosari Alabio jantan umur tujuh sampai sepuluh minggu adalah 6,22-4,65. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit pada itik Mojosari Alabio jantan tidak nyata mempengaruhi konversi ransum.

Nilai konversi yang tidak nyata pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan silase dengan kadar air 30%-60% efisiensi penggunaan ransumnya setara dengan ransum komersil+dedak. Penggunaan silase dengan kadar air 30%-60% menghasilkan konversi ransum yang lebih rendah dibandingkan dengan ransum komersil+dedak. Rendahnya nilai konversi ransum menunjukkan bahwa penggunaan silase dengan kadar air 30%-60% meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Hal ini diduga karena silase dengan kadar air 30%-60% berbentuk pasta yang memudahkan itik dalam menelan ransum, sehingga daya cernanya lebih baik bila dibandingkan dengan ransum komersil+dedak. Pengaruh perlakuan silase terhadap konversi ransum itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 3. 5.69 4.65 4.66 5.56 6.22 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan K onv e rs i r a ns um

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konversi Ransum Itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan silase dengan kadar air 50%, bila dibandingkan dengan ransum komersil+dedak, silase dengan kadar air 30%, 40% dan 60%. Hal ini diduga bahwa peningkatan konsumsi ransum pada silase dengan kadar air 50% diikuti juga dengan

(37)

peningkatan pertambahan bobot badan itik, sehingga konversi yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan silase berkadar air 30%, 40% dan 60% serta ransum komersil+dedak. Semakin rendah nilai konversi ransum, maka efisiensi ransumnya semakin tinggi. Nilai konversi yang rendah menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin rendah, sehingga efosiensinya tinggi.

Nilai konversi pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar et al. (2001) diperoleh konversi ransum sebesar 6,59 pada itik Mojosari Alabio jantan yang sedang tumbuh dengan pemberian pakan dalam bentuk pasta. Ketaren et al (1999) menyebutkan bahwa buruknya konversi pakan itik disebabkan oleh perilaku makan itik termasuk kebiasaan itik yang segera mencari air minum setelah makan. Pakan umumnya terbuang pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum maupun juga terlarut di dalam wadah air minum. Tingginya konversi pakan tersebut mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan itik dalam mengontrol jumlah konsumsi pakan yang diatur oleh jumlah konsumsi energi.

Konsumsi Air Minum

Rataan konsumsi air minum itik Mojosari Alabio jantan pada umur tujuh minggu sampai sepuluh minggu berkisar antara 357,93-640,79 ml/ekor/minggu. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit sangat nyata (P<0,01) menurunkan konsumsi air minum bila dibandingkan dengan ransum komersil+dedak. Konsumsi air minum pada silase dengan kadar air 30%-60% tidak menunjukkan perbedaan.

Konsumsi air minum paling tinggi terdapat pada itik yang mendapat ransum komersil+dedak bila dibandingkan dengan silase dengan kadar air 30%-60% (Gambar 4). Hal ini mungkin disebabkan bahwa semakin tinggi kadar air dalam pakan, maka konsumsi air akan semakin menurun karena kebutuhan air untuk proses pencernaan sudah tercukupi dan kadar air dalam silase turut menyumbang asupan air untuk proses pencernaan dalam tubuh itik. Air dalam tubuh ternak digunakan untuk transportasi zat-zat makanan, metabolisme dari dan ke dalam semua sel-sel tubuh serta untuk mengatur temperatur suhu tubuh itik (Scott et al. (1982). Penurunan konsumsi air minum disebabkan oleh bentuk ransum itik (pasta), temperatur dan

(38)

suhu lingkungan (Parakkasi, 1995). Pengaruh perlakuan silase terhadap konsumsi air minum itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu terlihat pada Gambar 4.

640.793 373.493 443.873 357.933 419.967 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 S0 S1 S2 S3 S4 Perlakuan K ons um s i a ir m inum (m l/ eko r/ m g )

Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Air Minum Itik Mojosari Alabio Jantan umur 7-10 minggu

Menurut Esmail (1996) bahwa konsumsi air minum untuk itik umumnya dua kali dari konsumsi ransum. Pada penelitian ini, konsumsi air minum diperoleh perbandingan konsumsi ransum dan air minum berkisar 1: 1, 1. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan konsumsi ransum satu kilogram mengakibatkan peningkatan konsumsi air minum 1,1 liter. Konsumsi air minum yang rendah dari standar disebabkan bahwa ransum yang digunakan berbentuk pasta yang sudah mengandung air dalam ransum silase tersebut.

Mortalitas

Evaluasi keberhasilan usaha peternakan bisa dilakukan melalui pendekatan mortalitas. Selama penelitian tidak ada kematian pada itik Mojosari Alabio jantan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian silase ransum komplit dengan perlakuan kadar air 30-60% pada itik Mojosari Alabio jantan dapat diterima oleh itik. Selain itu bahwa sistem kekebalan pada itik sudah terbentuk, sehingga tidak ada kematian. Hal ini disebabkan bahwa silase yang digunakan tidak menganggu proses pencernaan dalam tubuh itik, sehingga silase tersebut dapat terserap dengan baik. Selain itu bahwa bakteri asam laktat dalam silase berfungsi sebagai probiotik yang memberikan kontribusi dalam menjaga keseimbangan mikrobial usus, karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan silase ransum komplit dengan kadar air 50% pada itik Mojosari Alabio jantan mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konsumsi air minum bila dibandingkan dengan penggunaan silase dengan kadar air 30%, 40%, 60% dan ransum komersil+dedak. Pemberian silase ransum komplit dengan kadar air 30%-60% tidak berakibat pada mortalitas itik Mojosari Alabio jantan pada umur 7-10 minggu.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian ransum berbentuk pasta dengan kadar air 30%-60% pada itik Mojosari Alabio jantan.

(40)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan study, research, seminar dan skripsi dengan judul “Performan Itik Mojosari Alabio Jantan (MA) dengan Pemberian Silase Ransum Komplit” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tak terhingga Penulis ucapkan pada Ayahanda M. Murtadho (Alm.) dan Ibundaku Martinah (Almh.), Ibuku Sukarti, mbak Erna, mbak Dwi, adikku Lina, mas Basuki, mas Ridwan dan keponakanku Nabila, Faiz dan Akiq atas doa, kasih sayang, pengorbanan, dorongan dan motivasinya selama ini, sehingga Penulis dapat menyelesaikan study di IPB. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku pembimbing skripsi, Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc yang membiayai penelitian, Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc selaku pembimbing akademik dan Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah, MS selaku penguji seminar, Ir. Rini. H. Mulyono, MSi dan Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku penguji sidang yang telah memberikan bimbingan, dorongan, kritik, saran selama penelitian, penulisan skripsi ini, dan yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis kepada teman sepenelitian (Kak Lily&Ucup) yang telah bersama-sama melaksanakan penelitian, kepada Mustaqim, Nandar, Pak Yatno, Pak Ma`ruf, Ria, Risma, Gilang, Suprayitno, Erisya, Titi, Maya Sofia, Ima dan keluarga Arsida I (Ratih, Pujer, T`ellon, Dian, Nita, Mala), INTP`39 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, dukungan, bantuan dan semangat yang diberikan hingga selesainya skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan dapat memberikan masukan bagi dunia peternakan Indonesia.

Bogor, Agustus 2006

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1979. Ilmu Makanan Ternak umum. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Ternak unggas. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Anggraeni. 1999. Pertumbuhan alometri dan tinjauan morfologi serabut otot dada (Muscullus pectoralis dan Muscullus supracoracorideus) pada itik dan entok lokal. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan III. Lembaga Satu Gunungbudi, KPP IPB, Bogor.

Assa, G.J.V. 1995. Pengaruh pemberian ubi kayu yang difermentasi terhadap performans itik Tegal. Thesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Penelitian Ternak. 2006. Pendatang Baru Penghasil Telur Itik Mojosari Alabio. Teknologi Balitnak. Unit Komersialisasi Teknologi Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Bintang, I.A.K., A.P. Sinurat, T. Murtisari, T. Pasaribu, T. Purwadaria dan T. Haryati. 1999. Penggunaan bungkil inti sawit dan produk fermentasinya dalam ransum itik sedang tumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3):179-184. Bintang, I.A.K. dan B. Tangendjaya. 1996. Kinerja anak itik jantan pada berbagai

tingkat pemberian minyak sawit kasar. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 2(2): 92-95.

Bolsen, K.K. 1985. New technology in forage conservation feeding system. In : Proceeding of the XV International Grassland Congress. Pages 24-31.

Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science; Animal Agriculture Series. The Interstate Printers and Publishers, Inc., Danville Illinois.

Esmail, S.H.M. 1996. The Vital Nutrient. Poultry International. Watt Publishing Co. Illinois. Dalam Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia.

Gauthier, R. 2002. Intestinal Health, The key to Productivity (The Case of Organic Acid). XXVII Convencion ANECA-WPDC. Puerto Vallarta. Mexico

Hardjosworo, P.S., D. Sugandi, dan D.J. Samosir. 1980. Pengaruh perbedaan kadar protein dalam ransum terhadap pertumbuhan dan kemampuan berproduksi itik yang dipelihara secara terkurung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih 1999. Itik Permasalahan dan Pemecahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjosworo, P.S. dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

(42)

Iskandar, S., T. Antawijaya., D. Zainuddin., A. Lasmini, T. Murtisari, B. Wibowo, dan T. Susanti. 1993. Respon pertumbuhan anak itik Tegal, Magelang, Turi, Mojosari, Bali dan Alabio terhadap ransum berbeda kepadatan gizi. Laporan Hasil Penelitian 1992/1993. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Iskandar, S., Vanvan S.N., Dwi, M.S. dan A.P. Setioko. 2001. Pengembangan agribisnis unggas air sebagai peluang usaha baru : Adaptasi biologis itik jantan muda lokal terhadap ransum berkadar dedak padi tinggi. Hal 33-36. Prosiding Lokakarya unggas air. Auditorium BPT, Ciawi, Bogor.

Ketaren, P.P. dan l.H. Prasetyo. 1999. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap penampilan itik silang Mojosari X Alabio (MA) umur 8 minggu. Lokakarya Nasional Unggas Air. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Lesson, S., J.D. Summers and J. Proulx. 1982. Production and carcass characteristics of duck. Poultry Science 61 : 2456-2464.

McCullough, M.E. 1978. Fermentage of Silage. A Review (National Feed Ingredient Association). Grants-In-Aid Committee, West Des Moines, IOWA.

McDonald, P., A.R. Henderson and S.J.E. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd Ed. Chalcombe Publication, Britain.

Morrison, F.B. 1957. Feed and Feeding. The Morrison Pub, Co., Newyork. Murtidjo, B.A. 1988. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.

Nahrowi. 2005. Teknologi Pakan dan Teknologi Reproduksi Ternak. Materi Pelatihan. Puslit Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong.

Noor, R.R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

North, M.O. 1972. Commercial Chicken Production Manual The Avi Publishing Company Inc. Wesport, Connecticut.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Prasetyo, L.H. dan T. Susanti. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari periode awal bertelur. Dalam : Lokakarya Unggas air. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Rose, S.P. 1997. Principles of Poultry Science. CAB International, Newyork.

Scott, M.L., and R.J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th. M.L. Scott and Associates. Ithaca. Newyork.

Sakti, S. 1996. Beternak Itik Tanpa Air. Cetakan ke-12.. Penebar Swadaya, Jakarta. Sarengat, W. 1989. Perbandingan produksi telur itik Tegal, itik Magelang, itik

Mojosari dan itik Bali pada pemeliharaan secara intensif. Proceeding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal. Semarang.

Sapienza, A and Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Terjemahan: Rini, B.S. Martoyoedo.Kansan State University.

(43)

Seifert, H. S. H. and F. Gessler. 1997. Continuous oral application of probiotic B. Cereus an alternative to the prevention of enteroxomia. Animal Research and Development. 46:30-38.

Setioko, A.R.S. Iskandar dan T. antawijaya. 1985. Unggas air sebagai alternatif sumber pendapatan petani. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I. hal. 385-390. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Sinurat, A.P., P. Setiadi, T. Purwadania, A.R. Setioko. 1996. Nilai gizi bungkil kelapa yang difermentasi dan pemanfaatannya dalam ransum itik jantan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (3): 161-168.

Sinurat, A.P., I.A.K. Bintang, T.Purwandaria dan T. Pasaribu. 2000. Pemanfaatan Lumpur sawit untuk ransum unggas: 2. Lumpur sawit kering dan produk fermentasi sebagai bahan pakan itik jantan yang sedang tumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Vetreriner 1 (6): 28-33.

Siregar, A.P., M. Sabrani dan S. Pranu. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group, Jakarta

Steel, R.G.D. dan G.H.Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Utama. Jakarta.

Suharno, B. dan K. Amri. 1996. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.

Titus, H.W. and J.C. Fritz. 1971. The Scientific Feeding of Chickens. 5th. The Interstate Publisher Inc., Danville, IIlinois.

Ulupi, N. 1990. Pengaruh tingkat serat kasar terhadap performans itik Tegal dan daya cerna zat-zat makanan pada ayam dan itik. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press. Wahju, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Waldo, D.R. 1978. The Use of Direct Acidification In Silage Production in :

Fermentation of Silage. A. Review National Feed Ingredients Assosiation. IOWA.

Wilkins, R.J. 1988. The preservation of forage In : Feed Science. Oskov (Ed). Elsevier Science Publisher B.V. Amsterdam.

Williamson, G and W.J.A. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press.

Woolford, M.K. 1984. The Silage Fermentation. Marcei Dekter Inc, Newyork

Woolford, M.K. 1998. Bacterial development : Their implications for silage production and aerobic stability, In : Biotechnology In the Feed Industry. Proceeding of Altech`s 14 th Annual Symposium.

Yudityo, M.P. 2003. Persentase heterosis fertilitas daya tetas, kematian embrio serta bobot telur tetas hasil persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari. Skripsi. Fakultas Peternakan. IPB.

(44)
(45)

Lampiran 1. Rataan Konsumsi Ransum Itik MA Jantan umur 7-10 minggu

Perlakuan R1 R2 R3 Xi Xi^2 (Xi)^2/r

S0 563,71 349,20 496,67 1409,58 1986918 686391,3

S1 399,90 467,26 417,71 1284,88 1650907 552738,3

S2 271,09 362,83 412,96 1046,88 1095958 375671,2

S3 506,73 485,21 462,59 1454,52 2115640 796187,2

S4 522,99 527,45 479,68 1530,13 2341285 781820,6

Lampiran 2. Analisis Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan umur 7-10 minggu

SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01

Perlakuan 4 47642,64 11910,66 3,53* 3,48 5,99

Eror 10 39239,51 3923,95

Total 14 86882,14

Lampiran 3. Uji Kontras Orthogonal Konsumsi Bahan Kering Ransum Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu

SK db JK Kt F F 0,05 F 0,01 Perlakuan 4 47642,64 11910,66 3,53 3,48 5,99 012 vs 34 1 24051,64 24051,64 6,13 4,96 10,04 0 vs 12 1 13198,02 13198,02 3,36 4,96 10,04 1 vs 2 1 9440,36 9440,36 2,41 4,96 10,04 3 vs 4 1 952,61 952,61 0,24 4,96 10,04 Eror 10 39239,51 3923,95 Total 14 86882,14

(46)

Lampiran 4. Rataan Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan umur 7-10 minggu

Perlakuan R1 R2 R3 Xi Xi^2 (Xi)^2/r

S0 70,93 89,33 73,07 233,33 54442,89 18350,14

S1 75,13 79,73 76,13 230,99 53356,38 17797,17

S2 97,92 76,87 64,27 239,06 57149,68 19627,96

S3 110,27 110,93 93,13 314,33 98803,35 33138,13

S4 81,27 98,60 90,16 270,47 73154,02 24535,13

Lampiran 5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu SK db JK KT F hit F 0,05 F 0,01 Perlakuan 4 1674,93 418,73 3,65* 3,48 5,99 Eror 10 1146,42 114,64 Total 14 2821,348

Keterangan : * = berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 6. Uji Kontras Orthogonal Pertambahan Bobot Badan Itik MA Jantan Umur 7-10 minggu

SK db JK Kt F F 0,05 F 0,01 Perlakuan 4 1674,93 418,73 3,65* 3,48 5,99 012 vs 34 1 1342,82 1342,82 11,71** 4,96 10,04 01 vs 2 1 10,58 10,58 0,09 4,96 10,04 1 vs 0 1 0,91 0,91 0,01 4,96 10,04 4 vs 3 1 320,52 320,62 2,80 4,96 10,04 Eror 10 1146,42 1146,42 Total 14 2821,348

Keterangan : * = Berbeda nyata (P<0,05) ** = Berbeda sangat nyata (P<0,01)

Gambar

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Konsumsi Bahan Kering  Ransum Iitik Mojosari Alabio Jantan Umur 7-10 minggu
Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Silase terhadap Pertambahan Bobot Badan   Itik Mojosari Alabio jantan umur 7-10 minggu

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN PESERTA DIDIK SMA DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap narkotika, dalam Undang- undang ini diatur juga mengenai

Character education in schools to be effective because, (a) the basic values of the characters from the culture of the school, family and society, (b) the character education

manajemen laba adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara memilih kebijakan akuntansi dan

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan

Kesinambungan antara program diklat, buku kurikulum RBPMD, RPMD, buku soal dan buku studi kasus2. Kerapihan dan

Uji berikutnya adalah Paired Sample T Test dengan hasil diketahui rata-rata nilai z score sebelum diberi intervensi adalah -2,48 ± 0,27 dan sesudah diberi intervensi nilai

Artinya perbandingan harus dilakukan dengan melihat satu variabel yang khusus dan dimiliki oleh masing-masing organisasi yang diperbandingkan.  Misalnya pada variabel