• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Air Bahan Baku Berdasarkan Lama Pengeringan

Kadar air yang dihitung dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku diperoleh hasil bahwa kadar air tanpa perlakuan (segar) sebesar 33,9%, kadar air dengan pengeringan selama tiga hari 26,4%, dan kadar air pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 19,03%. Kadar air dari masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4 :

Gambar 4. Kadar air bahan baku

Berdasarkan gambar 4 didapat hasil bahwa kadar air bahan baku berkisar antara 19,03% - 33,9%. Kadar air tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) yaitu sebesar 33,9%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bahan baku dengan pengeringan selama enam hari yaitu sebesar 19,03%. Kadar air tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), hal ini disebabkan karena bahan baku segar tidak mengalami pengeringan yang dapat mengakibatkan berkurangnya kandungan air pada bahan baku seperti pada bahan baku yang dilakukan pengeringan selama 3 (tiga) hari dan 6 (enam) hari.

33,9 26,4 19,03 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kad ar Ai r ( % ) Bahan baku BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

Pengeringan bahan baku dapat menyebabkan berkurangnya kandungan kadar air. Hal ini sesuai pada gambar 4 bahwa kadar air tertinggi terdapat pada sereh wangi tanpa perlakuan (segar) dan yang terendah pada sereh wangi dengan pengeringan enam hari. Semakin lama pengeringan, maka kadar air semakin rendah. Tanaman sereh wangi merupakan tanaman yang selain banyak mengandung minyak atsiri juga banyak mengandung kadar air. Hal ini dapat dilihat apabila daun sereh wangi yang diremas, akan berbau wangi sesuai dengan pernyataan Emmyzar dan Muhammad (2002). Selain faktor pengeringan bahan baku, kadar air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, kondisi tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

Rendemen dan Sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi

(Cymbopogon nardus L. Rendle)

Parameter yang diteliti pada minyak sereh wangi adalah rendemen dan sifat fisis-kimia. Sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang diteliti adalah bobot jenis, indeks bias, total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80%. Sifat ini penting terutama untuk mengetahui kualitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Hasil analisis sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan dibandingkan dengan standar SNI 06-3953-1995 dan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan dibandingkan

dengan standar SNI 06-3953-1995 No Parameter Minyak sereh wangi dari

metode rebus

Minyak sereh wangi dari metode uap SNI 06- 3953-1995 A B C A B C 1 2 3 Rendemen Bobot jenis Indeks bias 0,41 0,88* 1,40 0,32 0,87 1,37 0,24 0,87 1,35 0,08 0,87 1,41 0,07 0,87 1,40 0,08 0,87 1,42 - 0,88-0,92 1,46-1,47 4 5 6 Total geraniol (%) Total sitronellal (%) Kelarutan dalam etanol 80% 86,83* 37,16* 1 : 2* 85,33* 36,16* 1 : 1 85,33* 35,56* 1 : 2* 82 33,66 1 : 1 83,33 35,33* 1 : 1 84,66 35,66* 1 : 1 ≥85% ≥35% 1 : 2

Keterangan :

A = bahan baku tanpa pengeringan (segar) B = bahan baku dengan pengeringan 3 hari C = bahan baku dengan pengeringan 6 hari * = nilai yang memenuhi SNI 06-3953-1995

Analisis sifat minyak sereh wangi meliputi pengujian rendemen dan pengujian fisis-kimia. Pengujian sifat fisis minyak sereh wangi dilakukan dengan menghitung parameter kualitas minyak sereh wangi, yaitu bobot jenis, dan indeks bias. Hasil analisis sifat fisis minyak sereh wangi adalah sebagai berikut :

a. Rendemen

Minyak sereh wangi yang diperoleh dari dua metode penyulingan dihitung rendemen yang dihasilkan. Rendemen dari kedua metode berkisar antara 0,07%-0,41%. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan 0,41%, 0,32% pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari, dan 0,24% pada bahan baku dengan pengeringan enam hari. Pada penyulingan metode uap, rendemen pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 0,08%, bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari 0,07%. Hasil rendemen setiap metode penyulingan ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rendemen minyak sereh wangi 0,41 0,08 0,32 0,07 0,24 0,07 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 Rebus Uap R en d em en ( % ) Metode penyulingan BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

Berdasarkan gambar 5, dapat dilihat bahwa dari setiap metode penyulingan yang dilakukan, rendemen tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), dan yang terendah pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari. Hal ini disebabkan karena hasil rendemen yang optimal diperoleh ketika proses penyulingan menggunakan bahan baku yang masih segar karena minyak atsiri yang terkandung pada sereh wangi belum mengalami penguapan yang dapat mengakibatkan rendahnya nilai rendemen seperti pada bahan baku dengan pengeringan 3 hari dan 6 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1985) yang menyatakan bahwa daun sereh wangi akan menghasilkan rendemen yang maksimum tanpa pengeringan bahan baku dan lama penyulingan sesuai bahan baku yang digunakan, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkualitas baik.

Berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan yaitu metode rebus dan metode uap, rendemen yang lebih tinggi terdapat pada penyulingan metode rebus. Hal ini disebabkan karena penyulingan metode rebus lebih mudah menguapkan minyak atsiri yang berasal dari daun-daunan atau bunga, karena bahan bakunya tidak memerlukan uap air yang terlalu banyak untuk mengeluarkan minyak atsiri. Selain itu, pada penyulingan metode rebus bahan baku ditempatkan pada labu didih bersama dengan air, yang mengakibatkan proses penguapan minyak atsiri pada sereh wangi menjadi cepat karena adanya proses hidrodifusi. Oleh karena itu, rendemen pada penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan rendemen pada penyulingan metode uap.

Lama pengeringan bahan baku juga mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Bahan baku tanpa pengeringan (segar) memiliki rendemen yang paling

tinggi, sedangkan bahan baku dengan pengeringan 6 hari memiliki rendemen yang terendah. Pengeringan bahan baku dapat mengakibatkan menguapnya minyak atsiri yang terkandung pada tanaman atsiri. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2004) yang menyatakan bahwa tanaman sereh setelah dipangkas kemudian dikeringkan dan ditumpuk sebelum disuling dapat menurunkan kandungan konstituen senyawa yang dapat diasetilasi, karena hilangnya senyawa yang dapat diasetilasikan akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap berkurangnya minyak sereh yang akan dihasilkan. Faktor utama hilangnya minyak sereh akibat proses oksidasi.

Hasil sidik ragam pada lampiran 2 menunjukkan bahwa metode penyulingan berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Interaksi antara metode penyulingan dengan lama pengeringan bahan baku juga berpengaruh nyata. Lama pengeringan bahan baku menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Menurut Sastrohamidjojo (2004) bahwa cara isolasi minyak atsiri mempengaruhi kualitas yang dikandungnya. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap berbeda nyata. Artinya penyulingan dengan metode rebus dan metode uap baik digunakan untuk penyulingan minyak sereh wangi.

b. Bobot jenis

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari kedua metode penyulingan, ditentukan bobot jenisnya. Bobot jenis yang diperoleh berkisar antara 0,87-0,89. Pada penyulingan metode rebus, bobot jenis bahan baku tanpa pengeringan (segar) 0,89, bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari sebesar

0,88. Bobot jenis yang diperoleh dari penyulingan metode uap, pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) dan pengeringan selama tiga hari sebesar 0,88, dan dengan pengeringan enam hari sebesar 0,87. Hasil pengujian bobot jenis ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Bobot jenis minyak sereh wangi

Bobot jenis minyak sereh wangi terbesar yang dihasilkan dari metode rebus terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) yaitu 0,89 dan yang terkecil pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 0,88. Sedangkan pada metode uap bobot jenis terbesar terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 0,88 dan yang terendah pada bahan baku dengan pengeringan enam hari yaitu 0,87.

Berdasarkan hasil yang didapat dari kedua metode penyulingan, pada metode rebus rata-rata dari bobot jenis sebesar 0,88 dan metode uap sebesar 0,87. Hal ini disebabkan karena kandungan minyak atsiri pada sereh wangi juga tinggi. Seperti yang diketahui, komponen utama minyak sereh wangi adalah geraniol dan sitronellal. Semakin tinggi kandungan kedua komponen tersebut, maka bobot

0,89 0,88 0,880,88 0,88 0,87 0,8 0,82 0,84 0,86 0,88 0,9 0,92 Rebus Uap B obot j eni s Metode penyulingan BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

jenis yang diperoleh juga tinggi. hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2004) bahwa besarnya bobot jenis yang diperoleh berbanding lurus dengan kandungan kimia minyak atsiri.

Lama pengeringan bahan baku mempengaruhi nilai bobot jenis minyak sereh wangi. Pengeringan bahan baku menyebabkan menguapnya minyak atsiri yang terkandung pada tanaman. Berdasarkan gambar 6, dapat dilihat bahwa bahan baku tanpa pengeringan (segar) memiliki nilai bobot jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan baku yang dikeringkan terlebih dahulu. Semakin lama pengeringan bahan baku yang dilakukan, maka semakin banyak minyak atsiri yang teroksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrohamidjojo (2004) bahwa terdapat sejumlah tanaman yang segar, atau bagian tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak atsiri dalam jumlah yang besar pada saat dikeringkan dalam keadaan udara terbuka.

Bobot jenis dengan penyulingan metode rebus memenuhi standar SNI 06-3953-1995 yaitu sebesar 0,88, sedangkan minyak sereh wangi yang dihasilkan dari penyulingan metode uap tidak memenuhi standar yaitu 0,87. Sesuai dengan standar SNI 06-3953-1995 bobot jenis minyak sereh wangi yang baik berada pada 0,88 - 0,92 sehingga minyak sereh wangi yang baik diperoleh dari penyulingan metode rebus. Hal ini disebabkan karena pada penyulingan metode rebus, bahan baku dengan air ditempatkan di labu didih secara bersamaan sehingga lebih banyak fraksi-fraksi berat ikut tersuling, yang mengakibatkan bobot jenisnya lebih tinggi.

Hasil sidik ragam pada lampiran 3 menunjukkan bahwa interaksi antara metode penyulingan dengan pengeringan bahan baku dan lama pengeringan bahan

baku tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak sereh wangi. Sebaliknya berdasarkan metode penyulingan, hasil sidik ragam berpengaruh nyata terhadap bobot jenis. Hal ini disebabkan karena pengeringan bahan baku yang dilakukan yaitu segar (tanpa pengeringan), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari tidak mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan. Sebaliknya nilai bobot jenis dipengaruhi oleh metode penyulingan yang dilakukan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap tidak berbeda nyata, yang artinya penyulingan dengan metode rebus dan metode uap tidak mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan.

c. Indeks bias

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari kedua metode penyulingan, ditentukan indeks biasnya. Indeks bias yang diperoleh berkisar antara 1,35-1,42. Berikut nilai indeks bias ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Indeks bias minyak sereh wangi 1,4 1,41 1,37 1,4 1,35 1,42 1,3 1,32 1,34 1,36 1,38 1,4 1,42 1,44 Rebus Uap Inde ks bi as Metode penyulingan BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

Indeks bias terbesar minyak sereh wangi yang dihasilkan dari metode rebus terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 1,4 dan yang terkecil pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari yaitu 1,35. Sedangkan pada penyulingan metode uap, indeks bias terbesar terdapat pada bahan baku pengeringan 6 hari yaitu 1,42 dan yang terendah pada bahan baku pengeringan 3 hari sebesar 1,4. Bahan baku tanpa pengeringan (segar) memiliki nilai indeks bias yang tinggi, karena minyak atsiri yang terkandung di dalam bahan tidak teroksidasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya minyak sereh wangi yang dihasilkan.

Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, nilai rata-rata indeks bias dari penyulingan metode rebus sebesar 1,37, dan dari penyulingan metode uap sebesar 1,41. Metode penyulingan mempengaruhi nilai indeks bias yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penyulingan dengan metode uap pengaruh hidrolisis sangat kecil bila dibandingkan dengan penyulingan metode rebus. Pengertian hidrolisis adalah peruraian senyawa oleh pengaruh air. Minyak atsiri seing mengandung senyawa ester. Bila hidrolisis terhadap ester terjadi maka akan mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.

Lama pengeringan bahan baku memberikan nilai indeks bias yang berbeda. Pada penyulingan metode rebus nilai indeks bias yang tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) dan yang terendah pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari. Sebaliknya, pada penyulingan metode uap, nilai indeks bias tertinggi ditunjukkan pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari, dan yang terendah pada bahan baku tanpa pengeringan (segar). Hal ini disebabkan karena proses pengeringan bahan baku sebelum penyulingan dilakukan.

Pengeringan bahan baku sebelum proses penyulingan dapat menyebabkan hilangnya senyawa yang diasetilasi dan memberikan dampak yang cukup besar terhadap berkurangnya minyak sereh yang dihasilkan.

Nilai rata-rata indeks bias dengan menggunakan refraktometer pada penyulingan metode uap sebesar 1,41 dan pada penyulingan metode rebus sebesar 1,37. Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, nilai indeks bias yang diperoleh tidak memenuhi standar SNI 06-3953-1995 yaitu berkisar antara 1,46 - 1,47. Hal ini disebabkan karena kadar air minyak sereh wangi yang diperoleh melalui metode penyulingan rebus lebih tinggi dibandingkan nilai indeks bias yang diperoleh melalui metode uap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiyono (2000) yang menyatakan bahwa air yang terdapat pada minyak atsiri menyebabkan nilai indeks bias rendah.

Hasil sidik ragam indeks bias menunjukkan bahwa interaksi antara metode penyulingan dengan perlakuan pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias. Sebaliknya, masing-masing perlakuan yaitu metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap, dan lama pengeringan bahan baku memebrikan hasil yaitu tidak berbeda nyata. Artinya, setiap metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku tidak mempengaruhi nilai indeks bias yang dihasilkan.

Pengujian sifat kimia minyak sereh wangi meliputi pengujian total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80%. Berikut ditampilkan masing-masing kandungan kimia minyak sereh wangi.

a. Total geraniol

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari dua metode penyulingan, yaitu penyulingan metode rebus dan metode uap dihitung total geraniol. Total geraniol yang diperoleh berkisar antara 82,00% - 86,83%. Pada penyulingan metode rebus, total geraniol pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 86,83%, pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari sebesar 85,33%. Total geraniol yang diperoleh dari metode uap pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 82,00%, pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari 83,33%, dan pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 84,66%. Semakin tinggi total geraniol yang diperoleh dari minyak sereh wangi, maka kualitas minyak tersebut juga bagus. Berikut hasil pengujian total geraniol ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Total geraniol minyak sereh wangi

Total geraniol terbesar yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus terdapat pada bahan baku segar (tanpa pengeringan) yaitu 86,83%, sedangkan yang terendah pada minyak sereh wangi dengan pengeringan tiga hari dan enam

86,83 82 85,33 83,33 85,33 84,66 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 Rebus Uap To ta l g er an io l ( % ) Metode penyulingan BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

hari yaitu 85,33%. Hal ini disebabkan karena pada beberapa tanaman minyak atsiri, penyulingan bahan baku dilakukan ketika masih segar. Salah satu tanaman minyak atsiri tersebut adalah sereh wangi. Sereh wangi yang masih segar masih banyak kandungan kimia yang terdapat sehingga total geraniol juga tinggi. Selain itu, bahan baku yang dikeringkan selama tiga hari dan enam hari telah mengalami penguapan kandungan kimianya. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2004) yang menyatakan bahwa hilangnya minyak atsiri selama pelayuan dan pengeringan bahan tanaman jauh lebih besar daripada hilangnya minyak atsiri yang terjadi selama penyimpanan bahan tanaman setelah tanaman tersebut dikeringkan. Namun, pada penyulingan metode uap, total geraniol tertinggi diperoleh pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 84,66% dan yang terendah pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 82,00%. Hal ini disebabkan karena pada penyulingan metode uap, kandungan minyak atsiri yang optimal diperoleh apabila bahan baku yang digunakan semakin kering. Penyulingan metode uap, menggunakan air dan bahan baku yang ditempatkan secara terpisah. Oleh karena itu, semakin kering bahan baku, maka uap air akan semakin mudah mendorong minyak atsiri sampai ke permukaan daun dan kandungan kimia yang diperoleh juga semakin optimal.

Total geraniol yang diperoleh dari dua metode penyulingan berbeda. Total geraniol pada penyulingan metode rebus lebih tinggi dibanding nilai pada penyulingan metode uap. Penyulingan metode uap menghasilkan total geraniol yang lebih rendah, karena pada metode ini, bahan baku yang digunakan harus dijemur sampai kering dan diharuskan untuk mendapatkan kandungan kimia yang maksimal. Menurut Sastrohamidjojo (2004) bahwa pada tahap awal pelayuan dan

pengeringan tanaman menyebabkan proses difusi yang dapat mengangkut minyak atsiri ke permukaan dan membantu tejadinya penyerapan. Selain itu, hilangnya minyak atsiri selama penyimpanan bahan baku tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi bahan, cara dan lama penyimpanan, dan komposisi kimia minyak atsiri.

Total geraniol tertinggi yang diperoleh dari penyulingan metode uap terdapat pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari yaitu 84,66% dan yang terendah pada minyak sereh wangi segar (tanpa perlakuan) yaitu 82,00%. Hal ini disebabkan uap air pada penyulingan metode uap mempercepat proses difusi pada bahan baku yang kering. Pengeringan bahan baku selama enam hari menyebabkan proses difusi lebih cepat dilakukan dan kandungan kimia berupa geraniol yang diperoleh juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrohamidjojo (2004) bahwa proses pengeringan bahan baku pada penyulingan metode uap akan mempercepat minyak atsiri mengalami proses difusi.

Berdasarkan standar SNI 06-3953-1995, total geraniol yang diperoleh dari metode rebus telah memenuhi standar yaitu sebesar 85,83%, sedangkan pada total geraniol dari metode uap tidak memenuhi standar yaitu 83,33%. Hal ini disebabkan karena metode penyulingan berpengaruh terhadap kandungan kimia minyak sereh wangi. Sereh wangi merupakan tanaman minyak atsiri yang proses penyulingannya dilakukan dengan metode rebus. Menurut Harris (1987) pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi

dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara metode penyulingan dengan lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan berpengaruh nyata terhadap total geraniol, sedangkan pengaruh tidak nyata ditunjukkan oleh lama perlakuan bahan baku yang dilakukan. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap tanaman minyak atsiri akan menghasilkan kadar kandungan kimia yang berbeda berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan. Namun pengeringan bahan baku pada sereh wangi tidak berpengaruh terhadap total geraniol yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, metode penyulingan rebus dan uap tidak berbeda nyata, yang artinya masing-masing metode penyulingan tidak berpengaruh terhadap total geraniol yang dihasilkan.

b. Total sitronellal

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari dua metode penyulingan, dihitung kandungan sitronellal. Total sitronellal yang terdapat pada minyak sereh wangi bernilai minimal ≥35%. Pada penyulingan metode rebus, total sitronellal pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 37,16%, dengan pengeringan tiga hari sebesar 36,16%, dan pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 35,56%. Pada penyulingan metode uap, total sitronellal pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 33,66%, dengan pengeringan tiga hari 35,66%, dan pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 35,33%. Berikut akan ditampilkan hasil pengujian total sitronellal pada Gambar 9.

Gambar 9. Kandungan sitronellal minyak sereh wangi

Pada gambar 9, total sitronellal tertinggi pada penyulingan metode rebus sebesar 37,16% dan yang terendah sebesar 35,56%. Sedangkan pada metode uap total sitronellal tertinggi sebesar 35,66% dan terendah 33,66%. Kandungan sitronellal tertinggi pada penyulingan metode rebus terdapat pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dan nilai terendah pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman minyak atsiri, seperti sereh wangi sebaiknya disuling ketika bahan baku masih segar.

Sereh wangi merupakan tanaman yang banyak mengandung minyak atsiri dan lebih baik disuling dengan menggunakan metode rebus. Pada penyulingan metode rebus, bahan baku dicampur dengan air dalam labu didih sehingga mempercepat proses penguapan minyak atsiri ke permukaan, sedangkan bahan baku yang telah dikeringkan selama enam hari telah mengalami penguapan sehingga kandungan kimia berkurang. Namun pada penyulingan metode uap kandungan sitronellal tertinggi terdapat pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari dan yang terendah pada minyak sereh wangi segar (tanpa

37,16 33,66 36,16 35,33 35,56 35,66 31 32 33 34 35 36 37 38 Rebus Uap Kad ar si tr o n el lal ( % ) Metode penyulingan BB tanpa pengeringan BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

pengeringan). Hal ini telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyulingan metode uap, akan menghasilkan kandungan kimia yang optimal apabila bahan baku yang digunakan semakin kering, karena uap air pada penyulingan metode uap lebih mudah mendorong minyak atsiri pada bahan baku yang kering.

Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, total sitronellal yang tertinggi terdapat pada penyulingan metode rebus dan yang terendah pada metode uap. Hal ini disebabkan karena pada metode rebus, kandungan minyak atsiri yang dihasilkan lebih besar daripada penyulingan dengan metode uap. Tanaman sereh wangi merupakan tanaman yang banyak mengandung minyak atsiri, sesuai dengan pernyataan Emmyzar dan Muhammad (2002) yaitu apabila daun sereh wangi dipecah atau diremas akan berbau wangi. Tanaman minyak atsiri yang berbahan dasar berupa bunga atau daun lebih baik menggunakan penyulingan metode rebus, karena bahan baku ditempatkan dalam satu wadah

Dokumen terkait