• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PENGERINGAN BAHAN BAKU

DAN METODE PENYULINGAN REBUS DAN UAP

TERHADAP KUALITAS MINYAK SEREH WANGI

(Cymbopogon nardus L. Rendle)

HASIL PENELITIAN

Oleh: Tri Ayu Kurnia

081203051/ Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.)

Nama : Tri Ayu Kurnia

NIM : 081203051

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Irawati Azhar, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Tito Sucipto, S.Hut, M.Si

Mengetahui,

(3)

Tri Ayu Kurnia. Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle). Dibimbing oleh Irawati Azhar dan Tito Sucipto.

ABSTRAK

Penyulingan dilakukan menggunakan dua metode yaitu penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap dengan bahan baku sereh wangi dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari. Perbedaan metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku diduga mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan terhadap kualitas minyak sereh wangi dan mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan.

Minyak sereh wangi disuling dengan menggunakan penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan dengan penyulingan metode uap. Nilai sifat fisis minyak sereh wangi yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah nilai bobot jenis pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dengan penyulingan metode rebus, sedangkan nilai indeks bias tidak memenuhi standar. Nilai sifat kimia yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah total geraniol pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari serta nilai total sitronellal pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari, serta pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode uap pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari. Nilai kelarutan dalam etanol 80% tidak memenuhi standar.

(4)

Tri Ayu Kurnia. Effect of Long Drying Raw Materials and Methods Hydro and Steam Distillation of the Quality Fragrant Lemongrass Oil

(Cymbopogon nardus L. Rendle). Academic supervised by Irawati Azhar and Tito Sucipto.

ABSTRACT

Destillation was done using two methods, hydro and refining methods steam distillation method with lemongrass fragrance raw materials with long drying treatment without drying the raw material (fresh), draining three days and six days drying. Differences destillation methods and long drying materials suspected to affect the quality and yield of lemongrass scented oil produced. The purpose of this study was to analyze the effect of long drying materials and methods of refining the quality of fragrant lemongrass oil and evaluate the physical and chemical properties of lemongrass scented oil produced.

Lemongrass scented oil extracted by destillation method using hydro and the steam distillation method. The yield produced by the destillation method hydro greater than steam destillation method. Value of the physical properties of lemongrass scented oils that meet the SNI 06-3953-1995 is the value of specific gravity in fragrant lemongrass oil without drying (fresh) with hydro destillation method, while the refractive index values did not meet standards. Value of chemical properties meet SNI 06-3953-1995 was total geraniol in lemongrass scented oil with hydro destillation method without drying the raw material (fresh), draining three days, six days and drying as well as the total value sitronellal scented with lemongrass oil refining methods boiled the raw material without drying (fresh), draining three days, six days and drying, and the fragrant lemongrass oil with steam distillation method on raw materials by drying three days and six days. Value of solubility in 80% ethanol did not meet the standard.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle)” diselesaikan dengan baik. Hasil penelitian ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran di ruang perkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Irawati Azhar, S.Hut, M.Si, dan Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, saudara-saudara serta teman-teman yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis dalam penulisan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan di masa yang akan datang. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan.

Medan, Januari 2013

(6)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ………….……….... 3

Hipotesis ……….... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hasil Hutan Non Kayu..……… 4

Minyak Atsiri.……….……….………….. 4

Sifat-Sifat Minyak Atsiri ……...……….. 5

Sereh Wangi……….……….. 6

Syarat Tumbuh Sereh Wangi……… 7

Jenis-Jenis Sereh Wangi……… 8

Komposisi Minyak Sereh Wangi……….. 9

Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi………... 10

Kadar Air ………... 12

Penyulingan Minyak Sereh Wangi……… 12

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ……… 16

Alat dan Bahan ………... 16

Metode Penelitian..……….. 17

Persiapan Bahan Baku………... 17

Metode Penyulingan..………..…………... 20

Pengujian Kualitas Minyak Sereh Wangi………... 21

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ………. 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Bahan Baku Berdasarkan Lama Pengeringan……... 30

Pengujian Rendemen dan Sifat Fisis dan Kimia ………. 31

(7)

Bobot Jenis ……….. 34

Indeks Bias ……….. 37

Total Geraniol ………. 40

Total Sitronellal ………. 43

Kelarutan dalam Etanol 80% ……….… 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……….. 49

Saran ……… 49

(8)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir pembuatan minyak sereh wangi ……….. 19

2. Sistem penyulingan dengan air ... ... 21

3. Sistem penyulingan dengan metode uap... ... 22

4. Nilai kadar air minyak sereh wangi ... ... 30

5. Nilai rendemen minyak sereh wangi ... 32

6. Bobot jenis minyak sereh wangi ... 35

7. Indeks bias minyak sereh wangi ... 37

8. Total geraniol minyak sereh wangi ... 40

(9)

DAFTAR TABEL

1. Standar mutu minyak sereh wangi Indonesia berdasarkan sifat

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran kadar air bahan baku sereh wangi ... 49 Lampiran 2. Hasil pengukuran rendemen minyak sereh wangi dari dua metode

penyulingan ……… 50 Lampiran 3. Hasil pengukuran bobot jenis dari dua metode penyulingan . .. 51 Lampiran 4. Hasil pengukuran nilai indeks bias dari dua metode penyulingan .. 53

Lampiran 5. Nilai total geraniol minyak sereh wangi dari dua metode penyulingan ……… 54

Lampiran 6. Kelarutan dalam etanol 80% dari dua metode penyulingan …… 55 Lampiran 7. Nilai sidik ragam rendemen dengan dua metode penyulingan dan

perlakuan pengeringan bahan baku ……….. 56 Lampiran 8. Nilai sidik ragam bobot jenis dengan dua metode penyulingan dan perlakuan pengeringan bahan baku ………... 57 Lampiran 9. Nilai sidik ragam indeks bias dengan dua metode penyulingan dan

perlakuan pengeringan bahan baku ……….. 58 Lampiran 10. Nilai sidik ragam total geraniol dengan dua metode penyulingan dan

(11)

Tri Ayu Kurnia. Pengaruh Lama Pengeringan Bahan Baku dan Metode Penyulingan Rebus dan Uap terhadap Kualitas Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L. Rendle). Dibimbing oleh Irawati Azhar dan Tito Sucipto.

ABSTRAK

Penyulingan dilakukan menggunakan dua metode yaitu penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap dengan bahan baku sereh wangi dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari. Perbedaan metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku diduga mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan terhadap kualitas minyak sereh wangi dan mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan.

Minyak sereh wangi disuling dengan menggunakan penyulingan metode rebus dan penyulingan metode uap. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan dengan penyulingan metode uap. Nilai sifat fisis minyak sereh wangi yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah nilai bobot jenis pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dengan penyulingan metode rebus, sedangkan nilai indeks bias tidak memenuhi standar. Nilai sifat kimia yang memenuhi SNI 06-3953-1995 adalah total geraniol pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari serta nilai total sitronellal pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari, serta pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode uap pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari. Nilai kelarutan dalam etanol 80% tidak memenuhi standar.

(12)

Tri Ayu Kurnia. Effect of Long Drying Raw Materials and Methods Hydro and Steam Distillation of the Quality Fragrant Lemongrass Oil

(Cymbopogon nardus L. Rendle). Academic supervised by Irawati Azhar and Tito Sucipto.

ABSTRACT

Destillation was done using two methods, hydro and refining methods steam distillation method with lemongrass fragrance raw materials with long drying treatment without drying the raw material (fresh), draining three days and six days drying. Differences destillation methods and long drying materials suspected to affect the quality and yield of lemongrass scented oil produced. The purpose of this study was to analyze the effect of long drying materials and methods of refining the quality of fragrant lemongrass oil and evaluate the physical and chemical properties of lemongrass scented oil produced.

Lemongrass scented oil extracted by destillation method using hydro and the steam distillation method. The yield produced by the destillation method hydro greater than steam destillation method. Value of the physical properties of lemongrass scented oils that meet the SNI 06-3953-1995 is the value of specific gravity in fragrant lemongrass oil without drying (fresh) with hydro destillation method, while the refractive index values did not meet standards. Value of chemical properties meet SNI 06-3953-1995 was total geraniol in lemongrass scented oil with hydro destillation method without drying the raw material (fresh), draining three days, six days and drying as well as the total value sitronellal scented with lemongrass oil refining methods boiled the raw material without drying (fresh), draining three days, six days and drying, and the fragrant lemongrass oil with steam distillation method on raw materials by drying three days and six days. Value of solubility in 80% ethanol did not meet the standard.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi sumber keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, sumber lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim dan penyerap CO2, serta fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis hasil hutan kayu, maupun hasil hutan non kayu. Hasil hutan non kayu (HHNK) merupakan potensi hasil hutan yang mulai banyak dikembangkan untuk kebutuhan masyarakat. HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi bahan baku berbagai industri seperti getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain (Forest Watch Indonesia, 2011).

Salah satu HHNK yang mulai banyak diminati adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan zat yang memiliki bau yang khas pada tanaman yang pada suhu ruang mudah menguap di udara terbuka. Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

kosmestik, obat penolak serangga, dan wangi-wangian (parfume). Upaya untuk meningkatkan nilai tambah sereh wangi diperlukan pengolahan lebih lanjut. Salah satunya dengan cara penyulingan daun dan batang tanaman sereh wangi.

Penyulingan merupakan pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan uap. Sistem penyulingan yang digunakan adalah sistem air (rebus) dan sistem uap. Ciri khas sistem air (rebus) adalah bahan baku dan air ditempatkan dalam wadah yang sama pada waktu penyulingan dan biasanya digunakan untuk bahan baku yang bertekstur ringan seperti daun-daunan atau bunga. Sedangkan ciri penyulingan sistem uap adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).

Selain dua metode penyulingan yang digunakan, penelitian ini akan menggunakan bahan baku dengan lama pengeringan bahan baku yang berbeda yaitu bahan baku tanpa pengeringan (segar), bahan baku setelah dikeringkan selama 3 hari, dan bahan baku setelah dikeringkan selama 6 hari. Penelitian ini juga menggunakan dua metode penyulingan, yaitu metode rebus dan uap. Maka dari itu, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan bahan baku dari dua metode penyulingan yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas dan rendemen yang optimal.

Tujuan Penelitian

(15)

2. Mengevaluasi sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan berdasarkan SNI 06-3953-1995.

Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui metode penyulingan dan kadar air bahan baku yang terbaik berdasarkan kualitas minyak sereh wangi yang maksimal dan rendemen terbanyak.

2. Untuk menambah pengetahuan mengenai kualitas minyak atsiri.

Hipotesis

1. Metode penyulingan mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan.

2. Lama pengeringan bahan baku mempengaruhi kualitas dan rendemen minyak sereh wangi yang dihasilkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hasil Hutan Non Kayu

Secara ekologis hasil hutan non kayu (HHNK) tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHNK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHNK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati yang berasal dari hutan atau lahan sejenis.

Hasil hutan non kayu merupakan manfaat yang dihasilkan secara langsung dari hutan. Hasil hutan non kayu dapat berupa getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain. Sebetulnya, banyak tumbuhan yang cepat berproduksi yang dapat ditanam di lahan hutan sebagai hasil hutan non kayu, baik sebagai tanaman utama, tanaman tumpang sari maupun sebagai tanaman sela. Beberapa diantaranya adalah bahan pangan (padi, jagung, garut, talas, ubi, dan sebagainya), sumber minyak lemak (jarak, bunga matahari), tanaman obat, bahan pakan ternak, dan sebagai penghasil minyak atsiri (Sumadiwangsa, 2001).

Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen penting strategi penghidupan penduduk hutan. Saat ini, upaya untuk mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan berhasil meningkatkan perhatian terhadap pemasaran dan pemungutan hasil hutan non kayu sebagai suatu perangkat dalam mengembangkan konsep kelestarian (CIFOR, 1998).

Minyak Atsiri

Minyak atsiri disebut juga minyak eteris atau minyak terbang (essential oil atau volatile). Dinamakan demikian karena minyak atsiri mudah

(17)

atsiri umumnya khas, sesuai jenis tanamannya. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air (Munadi, 2003).

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tanaman penghasil minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Minyak atsiri dihasilkan dari berbagai jaringan tanaman

tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Di Indonesia banyak dibuat jenis-jenis minyak atsiri, seperti minyak nilam, minyak cengkeh, minyak pala, minyak lada, minyak sereh dan lain-lain. Minyak sereh adalah salah satu minyak atsiri yang penting di Indonesia di samping minyak atsiri lainnya. Produksi minyak sereh sebelum perang dunia II menempati puncak yang tertinggi di pasaran dunia, begitu juga tentang mutunya. Akan tetapi setelah perang dunia II produksi tersebut menurun dengan cepat, sehingga penghasil minyak sereh sampai akhir tahun 1941 nilainya seperdelapan dari nilai sebelumnya (Guenther, 1987).

Sifat-sifat Minyak Atsiri

Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), terdapat beberapa sifat minyak atsiri yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

(18)

3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas akan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel. 5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi

tengik. Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.

6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.

7. Indeks bias umumnya tinggi.

8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

Sereh Wangi

(19)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales

Famili

Genus

Spesies : Cymbopogon nardus L. Rendle

Sereh wangi dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti sere mangat (Aceh), sange-sange (Toba), sere (Gayo, Jawa, Madura), sarai (Minangkabau), sorai (Lampung), sereh (Sunda), see (Bali), patahampori (Bima), kendoung witu (Sumba), nau sina (Roti), bu muke (Timor), tenian nalai (Leti), timbuala (Gorontalo), langilo (Buol), dirangga (Goram), hisa-hisa (Ambon), isola (Nusa laut), bisa (Buru), hewuwu (Halmahera). Sedangkan nama asingnya adalah citronella grass (Wardani, 2009).

Syarat Tumbuh Sereh Wangi

(20)

Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau muda, potongan sempit panjang, daun tunggal dan tidak lebar. Daunnya berbentuk pita yang semakin meruncing ke ujung, tepi daunnya kasar dan tajam. Selain itu, tanaman sereh mempunyai tekstur yang lemas dan sulit patah. Tulang daun tanaman ini berbentuk sejajar. Apabila daunnya dipecah atau diremas akan berbau wangi. Pangkal batang tanaman sereh ini membesar dan mempunyai pelepah daun berwarna kuning kehijauan bercampur dengan warna merah keunguan. Bentuk tanaman ini menyerupai rumput, berumpun banyak dan mengumpul menjadi gerombol besar. Batangnya melengkung sampai 2/3 bagian panjang daunnya (Emmyzar dan Muhammad, 2002).

Umumnya akan tumbuh di daerah dengan ketinggian rendah sampai dengan 4.000 m dpl. Namun pertumbuhan akan optimal pada areal dengan jenis tanah aluvial yang subur pada ketinggian sampai 2.500 m dpl, beriklim lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Iklim yang sesuai adalah yang mempunyai curah hujan 1.800-2.500 mm per tahun dengan distribusi yang merata

dalam waktu 10 bulan. Derajat keasaman (pH) sereh wangi yang disukai 6-7,5. Perbanyakan tanaman yang paling mudah adalah dengan pemecahan

rumpun tanaman dewasa. Sereh wangi yang akan diambil minyak atsirinya agar dipangkas sebelum munculnya bunga, karena jika bunganya sudah muncul maka mutu minyaknya akan lebih rendah (Ginting, 2004).

Jenis-jenis Sereh Wangi

(21)

lebih luas dan pendek, rumpun daun sereh wangi pada umur 6 bulan akan merunduk sehingga tinggi rumpun kurang dari 1 meter, membutuhkan lahan yang lebih subur, disamping itu menghasilkan minyak dengan kadar sitronellal dan geraniol yang tinggi. Sedangkan jenis lemabatu mempunyai ciri-ciri yaitu daunnya yang lebih panjang dan ramping, rumpunnya akan tumbuh lebih tinggi, dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, dan menghasilkan minyak atsiri dengan kadar sitronellal dan genariol yang lebih rendah (Munadi, 2003).

Di Indonesia tanaman sereh terutama banyak tumbuh di daerah Tasikmalaya, Bandung, Palembang, Padang, Ujungpandang, dan Solo. Jenis mahapengiri banyak ditanam di Malaya, Birma, Suriname dan Kamerun, Amerika Tengah, Guatemala, Henduras, dan Pulau Haiti (Munadi, 2003).

Komposisi Minyak Sereh Wangi

Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup komplek, namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama minyak sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka kadar sitronellal juga tinggi (Harris, 1987).

(22)

1. Geraniol (C10H18O)

Geraniol merupakan persenyawaan yang terdiri dari 2 molekul isoprene dan 1 molekul air. Geraniol dapat dioksidasi menjadi sitral dan senyawa ini digunakan pada pabrik pembuatan ionon. Alfa-ionon digunakan secara ekstensif dalam pewangi karena baunya yang mirip dengan bunga violet. Geraniol lebih lanjut digunakan dalam pembuatan nerolidol dan farnesol. Geraniol memiliki rumus bangun sebagai berikut :

CH

3 - C = CH - CH2 --- CH2 - C = CH - CH2 – OH

CH

3 CH3

2. Sitronellal (C10H16O)

Sitronellal merupakan senyawa penting yang terdapat pada sereh wangi. Kandungan sitronellal tinggi, maka kandungan geraniol juga tinggi. Penggunaan yang penting sitronellal adalah untuk pembuatan hidroksi sitronellal melalui hidrasi. Senyawa hidroksi sitronellal tidak diperoleh secara alami tetapi senyawa tersebut merupakan senyawa sintetik yang paling penting dalam pewangian. Senyawa tersebut memiliki bau yang harum seperti floral-lily dan digunakan secara luas dalam pewangi untuk sabun dan kosmetik. Rumus bangun senyawa sitronellal adalah:

CH3 - C = CH - CH2 --- CH2 - C = CH - C - H

CH

3 CH3

Syarat Mutu Minyak Sereh Wangi

(23)

fisis yaitu berdasarkan warna, bobot jenis, indeks bias, sedangkan secara kimia berdasarkan total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80% yang ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi Indonesia Berdasarkan Sifat Fisis dan Kimia

Sifat Fisis dan Kimia Syarat Warna

Bobot jenis Indeks bias (nD20) Total geraniol Sitronellal

Kelarutan dalam etanol 80%

Kuning pucat sampai kuning kecoklatan

0,88 - 0,922 1,466 - 1,475 ≥ 85%

≥ 35%

1: 2 sampai larutan jernih Sumber : SNI 06-3953-1995

Minyak sereh wangi tidak memenuhi syarat ekspor apabila kadar geraniol dan sitronellal rendah atau mengandung bahan aging. Kadar geraniol dan sitronellal yang rendah biasanya disebabkan oleh jenis tanaman sereh yang kurang baik, di samping pemeliharaan tanaman yang kurang baik serta umur tanaman yang terlalu tua. Bahan-bahan tambahan yang terdapat dalam minyak sereh wangi berupa lemak, alkohol dan minyak tanah sering digunakan sebagai bahan pencampur (Ketaren dan Djatmiko, 1978).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3953-1995, kualitas minyak berdasarkan kandungan geraniol dan sitronellal dapat digolongkan menjadi tiga golongan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi

(24)

Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan (Wardani, 2009).

Kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, kondisi tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Kadar air sereh wangi juga dipengaruhi oleh lama penjemuran yang dilakukan. Penjemuran sereh wangi yang dianjurkan adalah penjemuran pada suhu ruangan selama 1-4 hari agar mendapatkan rendemen yang maksimal. Namun penjemuran di atas 4 hari akan menyebabkan kadar air yang terdapat pada sereh wangi berkurang sehingga menghasilkan penurunan kualitas minyak sereh wangi (Harris, 1987).

Penyulingan Minyak Sereh Wangi

(25)

Rendemen minyak yang dihasilkan dari daun sereh tergantung dari bermacam-macam faktor antara lain iklim, kesuburan tanah, umur tanaman dan cara penyulingan. Rendemen dipengaruhi oleh musim panas dengan rata-rata 0,7% dan musim hujan 0,5%. Daun sereh jenis lemabatu menghasilkan rendemen minyak 0,5% (Harris, 1987).

Para penyuling skala rakyat mengeringkan daun di bawah sinar matahari selama 3-4 jam agar dihasilkan rendemen yang maksimum dan lama penyulingan sesuai bahan baku yang digunakan, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkualitas baik. Tetapi cara ini akan menghasilkan mutu minyak sereh wangi yang rendah (Ketaren, 1985).

Pada penyulingan secara langsung, bahan atau daun sereh wangi yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air, dengan demikian penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan langsung seolah-olah memudahkan penanganan tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung dapat mengakibatkan teroksidasi dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki. Pada penyulingan secara tidak langsung, yaitu dengan cara memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak. Bahan tumbuhan diletakkan ditempat tersendiri yang dialiri uap air, atau secara lebih sederhana bahan tumbuhan diletakkan di atas air mendidih (Harris, 1987).

(26)

85% dan sitronellal 35%. Dengan demikian penyulingan diatas 4,5 jam (5-6) jam tidak akan menambah kadar kedua zat tersebut. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang digunakan dan faktor kondisi, terutama kadar air daun sereh. Pada prinsipnya, tekanan yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi, karena pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi, terutama pada waktu penyulingan yang terlalu lama. Satu hal yang penting dalam penyulingan minyak sereh adalah agar suhu dan tekanan tetap (Ginting, 2004).

a. Penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)

Penyulingan dengan cara ini, ketel penyulingan diisi air sampai volumenya hampir separuh, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku dimasukkan ke dalam ketel penyulingan. Dengan demikian, penguapan air dan bahan baku akan berlangsung secara bersamaan. Cara penyulingan ini biasanya menggunakan bahan baku yang mudah bergerak di dalam air seperti daun dan bunga karena bahan baku tersebut harus tidak mudah rusak oleh panas uap air. Setelah dipanaskan akan terbentuk uap campuran daun dan air. Uap tersebut lalu dialirkan menuju gelas pemisah yang terdapat air yang suhunya lebih rendah dari air yang ada pada ketel. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara air dan minyak (Ginting, 2004).

b. Penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

(27)

untuk penyulingan bahan baku minyak atsiri berupa kayu, kulit batang, maupun biji-bijian yang relatif keras (Ginting, 2004).

(28)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2012. Penyulingan minyak sereh wangi dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. Pengujian analisis sifat fisis-kimia dilaksanakan di laboratorium Kimia-Fisika, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat suling sistem rebus (stahl) dan uap, aluminium foil, oven, pisau, blender, kompor, dan hot plate. Pada pengujian analisis sifat fisis-kimia minyak menggunakan timbangan analitik untuk penentuan rendemen minyak, piknometer untuk menghitung bobot jenis minyak, polarimeter untuk menentukan putaran optik, kertas lakmus, labu ukur untuk wadah mengekstraksi, refraktometer untuk menentukan indeks bias, labu erlenmeyer untuk wadah pencampuran, tabung reaksi, botol penyimpan berwarna gelap, pipet tetes untuk mengambil sampel dalam jumlah kecil, gelas ukur untuk mengukur volume, dan corong pemisah.

Bahan

(29)

kalium hidroksida 0,1 N dan 0,5 N, alkohol 90%, air suling, air ledeng, alkohol KOH 0,1 N, asam khlorida 0,5 N, hidroksilamonium khlorida larut dalam etanol, bromfenol biru larut dalam etanol.

Metode Penelitian Persiapan Bahan Baku

Persiapan bahan baku mengacu pada Sastrohamidjojo (2004), yaitu tanaman sereh wangi yang akan disuling, dipotong bagian batang sampai daun dengan kriteria pemotongan 3 cm dari pangkal bawah. Penyulingan bahan baku terdiri dari tiga jenis perlakuan berdasarkan pengeringan yang berbeda, yaitu bahan baku tanpa pengeringan (segar), bahan baku yang dikeringkan selama tiga hari, dan bahan baku yang dikeringkan selama enam hari. Pengeringan bahan baku dilakukan dengan cara dikeringkan pada suhu ruangan yang tidak terkena matahari langsung. Masing-masing bahan baku dihitung kadar airnya.

a. Bahan baku tanpa pengeringan (segar)

Sereh wangi yang telah dipotong dari bagian batang sampai daun ditimbang berat basahnya sebagai berat awal (BA) dan disuling dengan metode rebus dan uap. Sebagian sampel bahan baku dihitung kadar airnya dengan cara dioven pada suhu 103±20C sampai berat sereh wangi konstan sehingga diperoleh berat kering oven (BKO). Setelah didapat berat yang konstan, dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

KA (%) = Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal sereh wangi yang masih segar (gram) BA - BKO

(30)

BKO = berat kering oven (gram)

b. Bahan baku yang telah dikeringkan selama tiga hari

Sereh wangi yang telah dipotong, dikeringkan pada suhu ruangan selama tiga hari. Setelah tiga hari, bahan baku disuling dengan metode rebus dan uap. Sebagian sampel diambil untuk diukur kadar airnya dengan cara menimbang beratnya sebagai berat awal (BA). Setelah diperoleh berat awal, sampel sereh wangi dioven pada suhu 103±20C sampai berat konstan untuk mendapat data berat kering oven (BKO). Setelah berat sereh wangi konstan, dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

KA (%) = Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal setelah dikeringkan selama 3 hari (gram) BKO = berat kering oven (gram)

c. Bahan baku yang telah dikeringkan selama enam hari

Seperti pengukuran kadar air selama tiga hari, sereh wangi yang telah dipotong, dikeringkan pada suhu ruangan selama enam hari. Setelah enam hari, bahan baku disuling dengan metode rebus dan uap. Sebagian sampel diambil untuk diukur kadar airnya dengan cara menimbang beratnya sebagai berat awal (BA). Setelah diperoleh pengukuran berat awal, sampel sereh wangi dioven pada suhu 103±20C sampai berat konstan untuk memperoleh data berat kering oven (BKO). Setelah berat sereh wangi konstan, dihitung persentase kadar airnya dengan rumus:

(31)

KA (%) = Keterangan :

KA = kadar air (%)

BA = berat awal setelah dikeringkan selama 6 hari (gram) BKU = berat kering oven (gram)

Proses penyulingan minyak sereh wangi menggunakan dua metode, yaitu metode rebus (hydro destilation) dan metode uap (steam destilation) dengan tiga kondisi kadar air bahan baku yang berbeda, yaitu bahan baku segar, bahan baku dikeringkan selama tiga hari, dan bahan baku yang dikeringkan selama enam hari. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian BA - BKO

x 100 BKO

Bahan baku daun dan batang sereh wangi

Bahan baku dengan metode uap

(steam destilation)

Minyak sereh wangi

Pengukuran kadar air

Pengukuran rendemen

(32)

Metode Penyulingan

Penyulingan daun sereh wangi menggunakan dua metode, yaitu penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation) dan penyulingan metode uap (steam destilation). Metode penyulingan dengan metode rebus mengacu pada penelitian Harison (2005) dan penyulingan metode uap mengacu pada Masriah (2007).

1. Penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)

(33)

Gambar 2. Sistem penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)

2. Penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

(34)

Gambar 3. Sistem penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

Pengujian Kualitas Minyak Sereh Wangi

Pengujian sifat fisis-kimia minyak sereh wangi berdasarkan SNI 06-3953-1995. Sifat fisis terdiri atas rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan

warna. Sifat kimia meliputi total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80%. Sifat fisis minyak sereh wangi yang dianalisis yaitu:

1. Rendemen

Minyak hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer kemudian dipindahkan ke burat untuk memisahkan minyak dengan air. Minyak yang diperoleh ditimbang beratnya dengan neraca analitik. Rendemen hasil penyulingan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

R (%) = Keterangan :

R = rendemen (%)

B1 = berat minyak sereh wangi yang dihasilkan (gram) B2 = berat daun sereh wangi yang disuling (gram)

B1 B2

(35)

2. Bobot Jenis

Piknometer dicuci bersih, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter lalu keringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m). Isi piknometer dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 200 C dan celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200C ± 0,20C selama 30 menit. Kemudian piknometer ditutup dan dikeringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian timbang dengan isinya (m1). Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter lalu keringkan. Kemudian isi piknometer dengan minyak sereh wangi. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 200 C ± 0,20 C selama 30 menit. Tutup piknometer dan dikeringkan. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2). Bobot jenis minyak sereh wangi dihitung dengan rumus:

d = Keterangan :

d = bobot jenis

m = massa piknometer kosong (gram)

m1 = massa piknometer berisi air suling (gram)

m2 = massa piknometer berisi minyak sereh wangi (gram) 3. Indeks bias

Dialirkan air melalui refraktometer dan tempatkan minyak sereh wangi satu tetes ke dalam alat pembacaan skala. Kemudian dilakukan pembacaan skala pada alat refraktometer.

20 m1 - m m2 - m 20

(36)

Sifat kimia sereh wangi yang dianalisis yaitu : 1. Total geraniol

Anhidrida asetat sebanyak 10 ml dicampur dengan 2 gram natrium asetat anhidrat dalam labu dari alat asetilasi. Dipanaskan labu dengan alat pemanas dan cairan dengan hati-hati selama 2 jam. Setelah itu biarkan dingin, dan ditambahkan 50 ml air suling dan panaskan pada suhu antara 40-500 C selama 15 menit sambil sering dikocok. Didinginkan pada suhu kamar, letakkan pada pipa refluks dan pindahkan cairan ke dalam corong pemisah. Setelah itu bilas labu 2 kali masing-masing dengan 10 ml air suling dan tambahkan air pencucian ke dalam isi corong pemisah. Kemudian cuci lapisan minyak berturut-turut dengan 50 ml larutan natrium khlorida, 50 ml larutan natrium karbonat natrium khlorida, 50 ml larutan natrium khlorida, dan 20 ml air suling dan dikocok.

Pindahkan lapisan minyak ke dalam tabung yang kering dan dikocok selama 15 menit dengan sedikitnya 3 gram magnesium sulfat anhidrat. Di dalam labu alat penyabunan, timbanglah sampai ketelitian 0,5 mg minyak atsiri yang terasetilasi dan tambahkan 5 ml etanol lalu lalu dinetralkan dalam larutan KOH dalam etanol. Ditambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolflatein dan 25 ml larutan etanol kalium hidroksida 0,5 N, dan didihkan selama 1 jam. Setelah itu, didinginkan dengan menambah 20 ml air suling dan titrasi kelebihan alkali dengan larutan asam khlorida 0,5 N.

(37)

Tabel 3. Berat Minyak untuk Menentukan Bilangan Ester setelah Asetilasi Bilangan yang diperkirakan Berat minyak (gram)

≤ 50 Sumber : SNI 06-3953-1995

Perhitungan bilangan ester sebelum asetilasi :

W

28,08 (V0 - V1) Keterangan :

E = bilangan ester minyak sebelum asetilasi

28,08 = ketetapan dalam penentuan bilangan ester sebelum asetilasi V1 = volume larutan HCl

V0 = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan dalam penentuan blanko W = massa minyak atsiri yang diuji (gram)

Perhitungan bilangan ester setelah asetilasi :

W 28,05 (V1 - V)

Keterangan :

A = bilangan ester minyak setelah di asetilasi

28,05 = ketetapan dalam penentuan bilangan ester setelah asetilasi

V1 = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi blanko V = volume larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menetralisasi

kelebihan alkali untuk hidrolisa W = massa minyak setelah asetilasi (gram)

E =

(38)

Perhitungan persentase total geraniol :

Total geraniol (%) = Keterangan

M = massa molekul geraniol

A = bilangan ester minyak setelah asetilasi E = bilangan ester minyak sebelum asetilasi 561 = berat molekul KOH (56,1 x 10 gram) 0,42 = ketetapan dalam pengujian total geraniol fk = faktor koreksi dari 0,5 N HCl (0,9982) 2. Total sitronellal

Larutan hidroksilamonium klorida sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, dan tambahkan 10 ml larutan kalium hidroksida yang diukur dengan buret dan dicampur, lalu tuang ke dalam labu yang berisi contoh minyak. Didihkan dengan refluks selama beberapa waktu dan dinginkan dengan cepat sebelum pendingin refluks dipindahkan. Jika larutan berwarna gelap tambahkan bromfenol biru. Lalu tambahkan larutan asam klorida yang ada pada buret sampai warna kehijau-hijauan, dan pindahkan separuh dari campuran reaksi ini ke dalam labu erlenmeyer yang semula. Dinetralkan campuran yang separuh lagi sampai timbul warna kuning muda dan dicampurkan kembali ke dalam labu yang satu lagi. Setelah itu, lakukan pengujian blanko dengan pereaksi-pereaksi yang sama.

Kadar senyawa-senyawa karbonil, yang dinyatakan sebagai aldehida atau keton tertentu, dalam presentasi massa, dihitung dengan rumus:

Total sitronellal =

M (A - E) 561 - 0,42A

x fk

(39)

Keterangan :

M = massa sitronellal

V0 = volume larutan HCl yang digunakan dalam pengujian blanko V1 = volume larutan HCl yang digunakan dalam penentuan 20 = ketetapan dalam pengujian total sitronellal

m = massa minyak fk = 0,8892

2. Pengujian kelarutan dalam etanol

Ditempatkan 1 ml minyak sereh wangi dalam tabung reaksi dan ditambahkan setetes demi setetes etanol dan dikocok sampai larutan bening. Ditentukan banyaknya larutan etanol 80% yang larut dalam minyak sereh wangi, hingga minyak sereh wangi larut jernih.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisa data dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan dengan menggunakan statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu :

Faktor 1 : lama pengeringan bahan baku yang digunakan terdiri atas : B1 = bahan baku tanpa pengeringan (segar)

B2 = bahan baku yang dikeringkan tiga hari B3 = bahan baku yang dikeringkan enam hari

(40)

P2 = penyulingan dengan metode uap (steam destilation)

Dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Kombinasi perlakuan yang dibuat adalah sebagai berikut :

B1P1 B1P2 B2P1 B2P2 B3P1 B3P2

Model analisa yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan lama pengeringan bahan baku ke-i, dengan metode penyulingan ke-j, dan pada ulangan ke-k

µ = rata-rata umum

αi = pengaruh lama pengeringan bahan baku ke-i

βj = pengaruh metode penyulingan ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara lama pengeringan bahan baku ke-i dengan metode penyulingan ke-j

Σijk = pengaruh acak (galad) lama pengeringan bahan baku ke-i dan

metode penyulingan ke-j serta pada ulangan ke-k

(41)
(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Bahan Baku Berdasarkan Lama Pengeringan

Kadar air yang dihitung dengan perlakuan lama pengeringan bahan baku diperoleh hasil bahwa kadar air tanpa perlakuan (segar) sebesar 33,9%, kadar air dengan pengeringan selama tiga hari 26,4%, dan kadar air pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 19,03%. Kadar air dari masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4 :

Gambar 4. Kadar air bahan baku

Berdasarkan gambar 4 didapat hasil bahwa kadar air bahan baku berkisar antara 19,03% - 33,9%. Kadar air tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) yaitu sebesar 33,9%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bahan baku dengan pengeringan selama enam hari yaitu sebesar 19,03%. Kadar air tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), hal ini disebabkan karena bahan baku segar tidak mengalami pengeringan yang dapat mengakibatkan berkurangnya kandungan air pada bahan baku seperti pada bahan baku yang dilakukan pengeringan selama 3 (tiga) hari dan 6 (enam) hari.

33,9

BB dengan pengeringan 3 hari

(43)

Pengeringan bahan baku dapat menyebabkan berkurangnya kandungan kadar air. Hal ini sesuai pada gambar 4 bahwa kadar air tertinggi terdapat pada sereh wangi tanpa perlakuan (segar) dan yang terendah pada sereh wangi dengan pengeringan enam hari. Semakin lama pengeringan, maka kadar air semakin rendah. Tanaman sereh wangi merupakan tanaman yang selain banyak mengandung minyak atsiri juga banyak mengandung kadar air. Hal ini dapat dilihat apabila daun sereh wangi yang diremas, akan berbau wangi sesuai dengan pernyataan Emmyzar dan Muhammad (2002). Selain faktor pengeringan bahan baku, kadar air juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis tanaman, kondisi tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

Rendemen dan Sifat fisis dan kimia minyak sereh wangi

(Cymbopogon nardus L. Rendle)

Parameter yang diteliti pada minyak sereh wangi adalah rendemen dan sifat fisis-kimia. Sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang diteliti adalah bobot jenis, indeks bias, total geraniol, total sitronellal, dan kelarutan dalam etanol 80%. Sifat ini penting terutama untuk mengetahui kualitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Hasil analisis sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan dibandingkan dengan standar SNI 06-3953-1995 dan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai sifat fisis-kimia minyak sereh wangi yang dihasilkan dibandingkan

dengan standar SNI 06-3953-1995 No Parameter Minyak sereh wangi dari

metode rebus

Minyak sereh wangi dari metode uap

(44)

Keterangan :

A = bahan baku tanpa pengeringan (segar) B = bahan baku dengan pengeringan 3 hari C = bahan baku dengan pengeringan 6 hari * = nilai yang memenuhi SNI 06-3953-1995

Analisis sifat minyak sereh wangi meliputi pengujian rendemen dan pengujian fisis-kimia. Pengujian sifat fisis minyak sereh wangi dilakukan dengan menghitung parameter kualitas minyak sereh wangi, yaitu bobot jenis, dan indeks bias. Hasil analisis sifat fisis minyak sereh wangi adalah sebagai berikut :

a. Rendemen

Minyak sereh wangi yang diperoleh dari dua metode penyulingan dihitung rendemen yang dihasilkan. Rendemen dari kedua metode berkisar antara 0,07%-0,41%. Rendemen yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus pada bahan baku tanpa pengeringan 0,41%, 0,32% pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari, dan 0,24% pada bahan baku dengan pengeringan enam hari. Pada penyulingan metode uap, rendemen pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 0,08%, bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari 0,07%. Hasil rendemen setiap metode penyulingan ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Rendemen minyak sereh wangi 0,41

BB dengan pengeringan 3 hari

(45)

Berdasarkan gambar 5, dapat dilihat bahwa dari setiap metode penyulingan yang dilakukan, rendemen tertinggi terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar), dan yang terendah pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari. Hal ini disebabkan karena hasil rendemen yang optimal diperoleh ketika proses penyulingan menggunakan bahan baku yang masih segar karena minyak atsiri yang terkandung pada sereh wangi belum mengalami penguapan yang dapat mengakibatkan rendahnya nilai rendemen seperti pada bahan baku dengan pengeringan 3 hari dan 6 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1985) yang menyatakan bahwa daun sereh wangi akan menghasilkan rendemen yang maksimum tanpa pengeringan bahan baku dan lama penyulingan sesuai bahan baku yang digunakan, sehingga komponen minyak seluruhnya terekstraksi dan berkualitas baik.

Berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan yaitu metode rebus dan metode uap, rendemen yang lebih tinggi terdapat pada penyulingan metode rebus. Hal ini disebabkan karena penyulingan metode rebus lebih mudah menguapkan minyak atsiri yang berasal dari daun-daunan atau bunga, karena bahan bakunya tidak memerlukan uap air yang terlalu banyak untuk mengeluarkan minyak atsiri. Selain itu, pada penyulingan metode rebus bahan baku ditempatkan pada labu didih bersama dengan air, yang mengakibatkan proses penguapan minyak atsiri pada sereh wangi menjadi cepat karena adanya proses hidrodifusi. Oleh karena itu, rendemen pada penyulingan metode rebus lebih besar dibandingkan rendemen pada penyulingan metode uap.

(46)

tinggi, sedangkan bahan baku dengan pengeringan 6 hari memiliki rendemen yang terendah. Pengeringan bahan baku dapat mengakibatkan menguapnya minyak atsiri yang terkandung pada tanaman atsiri. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2004) yang menyatakan bahwa tanaman sereh setelah dipangkas kemudian dikeringkan dan ditumpuk sebelum disuling dapat menurunkan kandungan konstituen senyawa yang dapat diasetilasi, karena hilangnya senyawa yang dapat diasetilasikan akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap berkurangnya minyak sereh yang akan dihasilkan. Faktor utama hilangnya minyak sereh akibat proses oksidasi.

Hasil sidik ragam pada lampiran 2 menunjukkan bahwa metode penyulingan berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Interaksi antara metode penyulingan dengan lama pengeringan bahan baku juga berpengaruh nyata. Lama pengeringan bahan baku menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Menurut Sastrohamidjojo (2004) bahwa cara isolasi minyak atsiri mempengaruhi kualitas yang dikandungnya. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap berbeda nyata. Artinya penyulingan dengan metode rebus dan metode uap baik digunakan untuk penyulingan minyak sereh wangi.

b. Bobot jenis

(47)

0,88. Bobot jenis yang diperoleh dari penyulingan metode uap, pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) dan pengeringan selama tiga hari sebesar 0,88, dan dengan pengeringan enam hari sebesar 0,87. Hasil pengujian bobot jenis ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Bobot jenis minyak sereh wangi

Bobot jenis minyak sereh wangi terbesar yang dihasilkan dari metode rebus terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) yaitu 0,89 dan yang terkecil pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 0,88. Sedangkan pada metode uap bobot jenis terbesar terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 0,88 dan yang terendah pada bahan baku dengan pengeringan enam hari yaitu 0,87.

Berdasarkan hasil yang didapat dari kedua metode penyulingan, pada metode rebus rata-rata dari bobot jenis sebesar 0,88 dan metode uap sebesar 0,87. Hal ini disebabkan karena kandungan minyak atsiri pada sereh wangi juga tinggi. Seperti yang diketahui, komponen utama minyak sereh wangi adalah geraniol dan sitronellal. Semakin tinggi kandungan kedua komponen tersebut, maka bobot

0,89

(48)

jenis yang diperoleh juga tinggi. hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2004) bahwa besarnya bobot jenis yang diperoleh berbanding lurus dengan kandungan kimia minyak atsiri.

Lama pengeringan bahan baku mempengaruhi nilai bobot jenis minyak sereh wangi. Pengeringan bahan baku menyebabkan menguapnya minyak atsiri yang terkandung pada tanaman. Berdasarkan gambar 6, dapat dilihat bahwa bahan baku tanpa pengeringan (segar) memiliki nilai bobot jenis yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan baku yang dikeringkan terlebih dahulu. Semakin lama pengeringan bahan baku yang dilakukan, maka semakin banyak minyak atsiri yang teroksidasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrohamidjojo (2004) bahwa terdapat sejumlah tanaman yang segar, atau bagian tanaman dengan kandungan air yang tinggi dapat kehilangan kandungan minyak atsiri dalam jumlah yang besar pada saat dikeringkan dalam keadaan udara terbuka.

Bobot jenis dengan penyulingan metode rebus memenuhi standar SNI 06-3953-1995 yaitu sebesar 0,88, sedangkan minyak sereh wangi yang dihasilkan dari penyulingan metode uap tidak memenuhi standar yaitu 0,87. Sesuai dengan standar SNI 06-3953-1995 bobot jenis minyak sereh wangi yang baik berada pada 0,88 - 0,92 sehingga minyak sereh wangi yang baik diperoleh dari penyulingan metode rebus. Hal ini disebabkan karena pada penyulingan metode rebus, bahan baku dengan air ditempatkan di labu didih secara bersamaan sehingga lebih banyak fraksi-fraksi berat ikut tersuling, yang mengakibatkan bobot jenisnya lebih tinggi.

(49)

baku tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak sereh wangi. Sebaliknya berdasarkan metode penyulingan, hasil sidik ragam berpengaruh nyata terhadap bobot jenis. Hal ini disebabkan karena pengeringan bahan baku yang dilakukan yaitu segar (tanpa pengeringan), pengeringan tiga hari, dan pengeringan enam hari tidak mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan. Sebaliknya nilai bobot jenis dipengaruhi oleh metode penyulingan yang dilakukan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap tidak berbeda nyata, yang artinya penyulingan dengan metode rebus dan metode uap tidak mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan.

c. Indeks bias

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari kedua metode penyulingan, ditentukan indeks biasnya. Indeks bias yang diperoleh berkisar antara 1,35-1,42. Berikut nilai indeks bias ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Indeks bias minyak sereh wangi 1,4

BB tanpa pengeringan

BB dengan pengeringan 3 hari

(50)

Indeks bias terbesar minyak sereh wangi yang dihasilkan dari metode rebus terdapat pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 1,4 dan yang terkecil pada bahan baku dengan pengeringan 6 hari yaitu 1,35. Sedangkan pada penyulingan metode uap, indeks bias terbesar terdapat pada bahan baku pengeringan 6 hari yaitu 1,42 dan yang terendah pada bahan baku pengeringan 3 hari sebesar 1,4. Bahan baku tanpa pengeringan (segar) memiliki nilai indeks bias yang tinggi, karena minyak atsiri yang terkandung di dalam bahan tidak teroksidasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya minyak sereh wangi yang dihasilkan.

Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, nilai rata-rata indeks bias dari penyulingan metode rebus sebesar 1,37, dan dari penyulingan metode uap sebesar 1,41. Metode penyulingan mempengaruhi nilai indeks bias yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penyulingan dengan metode uap pengaruh hidrolisis sangat kecil bila dibandingkan dengan penyulingan metode rebus. Pengertian hidrolisis adalah peruraian senyawa oleh pengaruh air. Minyak atsiri seing mengandung senyawa ester. Bila hidrolisis terhadap ester terjadi maka akan mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.

(51)

Pengeringan bahan baku sebelum proses penyulingan dapat menyebabkan hilangnya senyawa yang diasetilasi dan memberikan dampak yang cukup besar terhadap berkurangnya minyak sereh yang dihasilkan.

Nilai rata-rata indeks bias dengan menggunakan refraktometer pada penyulingan metode uap sebesar 1,41 dan pada penyulingan metode rebus sebesar 1,37. Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, nilai indeks bias yang diperoleh tidak memenuhi standar SNI 06-3953-1995 yaitu berkisar antara 1,46 - 1,47. Hal ini disebabkan karena kadar air minyak sereh wangi yang diperoleh melalui metode penyulingan rebus lebih tinggi dibandingkan nilai indeks bias yang diperoleh melalui metode uap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiyono (2000) yang menyatakan bahwa air yang terdapat pada minyak atsiri menyebabkan nilai indeks bias rendah.

Hasil sidik ragam indeks bias menunjukkan bahwa interaksi antara metode penyulingan dengan perlakuan pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias. Sebaliknya, masing-masing perlakuan yaitu metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias. Berdasarkan uji lanjut Duncan, penyulingan dengan metode rebus dan metode uap, dan lama pengeringan bahan baku memebrikan hasil yaitu tidak berbeda nyata. Artinya, setiap metode penyulingan dan lama pengeringan bahan baku tidak mempengaruhi nilai indeks bias yang dihasilkan.

(52)

a. Total geraniol

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari dua metode penyulingan, yaitu penyulingan metode rebus dan metode uap dihitung total geraniol. Total geraniol yang diperoleh berkisar antara 82,00% - 86,83%. Pada penyulingan metode rebus, total geraniol pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 86,83%, pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari dan enam hari sebesar 85,33%. Total geraniol yang diperoleh dari metode uap pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 82,00%, pada bahan baku dengan pengeringan tiga hari 83,33%, dan pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 84,66%. Semakin tinggi total geraniol yang diperoleh dari minyak sereh wangi, maka kualitas minyak tersebut juga bagus. Berikut hasil pengujian total geraniol ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Total geraniol minyak sereh wangi

Total geraniol terbesar yang dihasilkan dari penyulingan metode rebus terdapat pada bahan baku segar (tanpa pengeringan) yaitu 86,83%, sedangkan yang terendah pada minyak sereh wangi dengan pengeringan tiga hari dan enam

86,83

BB dengan pengeringan 3 hari

(53)

hari yaitu 85,33%. Hal ini disebabkan karena pada beberapa tanaman minyak atsiri, penyulingan bahan baku dilakukan ketika masih segar. Salah satu tanaman minyak atsiri tersebut adalah sereh wangi. Sereh wangi yang masih segar masih banyak kandungan kimia yang terdapat sehingga total geraniol juga tinggi. Selain itu, bahan baku yang dikeringkan selama tiga hari dan enam hari telah mengalami penguapan kandungan kimianya. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2004) yang menyatakan bahwa hilangnya minyak atsiri selama pelayuan dan pengeringan bahan tanaman jauh lebih besar daripada hilangnya minyak atsiri yang terjadi selama penyimpanan bahan tanaman setelah tanaman tersebut dikeringkan. Namun, pada penyulingan metode uap, total geraniol tertinggi diperoleh pada bahan baku dengan pengeringan enam hari sebesar 84,66% dan yang terendah pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) sebesar 82,00%. Hal ini disebabkan karena pada penyulingan metode uap, kandungan minyak atsiri yang optimal diperoleh apabila bahan baku yang digunakan semakin kering. Penyulingan metode uap, menggunakan air dan bahan baku yang ditempatkan secara terpisah. Oleh karena itu, semakin kering bahan baku, maka uap air akan semakin mudah mendorong minyak atsiri sampai ke permukaan daun dan kandungan kimia yang diperoleh juga semakin optimal.

(54)

pengeringan tanaman menyebabkan proses difusi yang dapat mengangkut minyak atsiri ke permukaan dan membantu tejadinya penyerapan. Selain itu, hilangnya minyak atsiri selama penyimpanan bahan baku tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi bahan, cara dan lama penyimpanan, dan komposisi kimia minyak atsiri.

Total geraniol tertinggi yang diperoleh dari penyulingan metode uap terdapat pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari yaitu 84,66% dan yang terendah pada minyak sereh wangi segar (tanpa perlakuan) yaitu 82,00%. Hal ini disebabkan uap air pada penyulingan metode uap mempercepat proses difusi pada bahan baku yang kering. Pengeringan bahan baku selama enam hari menyebabkan proses difusi lebih cepat dilakukan dan kandungan kimia berupa geraniol yang diperoleh juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrohamidjojo (2004) bahwa proses pengeringan bahan baku pada penyulingan metode uap akan mempercepat minyak atsiri mengalami proses difusi.

(55)

dan terhidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak dikehendaki.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara metode penyulingan dengan lama pengeringan bahan baku dan metode penyulingan berpengaruh nyata terhadap total geraniol, sedangkan pengaruh tidak nyata ditunjukkan oleh lama perlakuan bahan baku yang dilakukan. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap tanaman minyak atsiri akan menghasilkan kadar kandungan kimia yang berbeda berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan. Namun pengeringan bahan baku pada sereh wangi tidak berpengaruh terhadap total geraniol yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, metode penyulingan rebus dan uap tidak berbeda nyata, yang artinya masing-masing metode penyulingan tidak berpengaruh terhadap total geraniol yang dihasilkan.

b. Total sitronellal

(56)

Gambar 9. Kandungan sitronellal minyak sereh wangi

Pada gambar 9, total sitronellal tertinggi pada penyulingan metode rebus sebesar 37,16% dan yang terendah sebesar 35,56%. Sedangkan pada metode uap total sitronellal tertinggi sebesar 35,66% dan terendah 33,66%. Kandungan sitronellal tertinggi pada penyulingan metode rebus terdapat pada minyak sereh wangi tanpa pengeringan (segar) dan nilai terendah pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman minyak atsiri, seperti sereh wangi sebaiknya disuling ketika bahan baku masih segar.

Sereh wangi merupakan tanaman yang banyak mengandung minyak atsiri dan lebih baik disuling dengan menggunakan metode rebus. Pada penyulingan metode rebus, bahan baku dicampur dengan air dalam labu didih sehingga mempercepat proses penguapan minyak atsiri ke permukaan, sedangkan bahan baku yang telah dikeringkan selama enam hari telah mengalami penguapan sehingga kandungan kimia berkurang. Namun pada penyulingan metode uap kandungan sitronellal tertinggi terdapat pada minyak sereh wangi dengan pengeringan enam hari dan yang terendah pada minyak sereh wangi segar (tanpa

(57)

pengeringan). Hal ini telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyulingan metode uap, akan menghasilkan kandungan kimia yang optimal apabila bahan baku yang digunakan semakin kering, karena uap air pada penyulingan metode uap lebih mudah mendorong minyak atsiri pada bahan baku yang kering.

Berdasarkan dua metode penyulingan yang dilakukan, total sitronellal yang tertinggi terdapat pada penyulingan metode rebus dan yang terendah pada metode uap. Hal ini disebabkan karena pada metode rebus, kandungan minyak atsiri yang dihasilkan lebih besar daripada penyulingan dengan metode uap. Tanaman sereh wangi merupakan tanaman yang banyak mengandung minyak atsiri, sesuai dengan pernyataan Emmyzar dan Muhammad (2002) yaitu apabila daun sereh wangi dipecah atau diremas akan berbau wangi. Tanaman minyak atsiri yang berbahan dasar berupa bunga atau daun lebih baik menggunakan penyulingan metode rebus, karena bahan baku ditempatkan dalam satu wadah dengan air sehingga memudahkan untuk menguapkan minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, total sitronellal yang tertinggi terdapat pada minyak sereh wangi dari penyulingan metode rebus.

(58)

metode uap dilakukan dengan bahan baku yang telah dikeringkan dan dihaluskan. Hal ini dilakukan agar uap air yang berasal dari tabung berisi air dapat mendorong minyak atsiri keluar untuk mencapai permukaan. Namun karena bahan baku yang digunakan tidak kering dan dihaluskan, maka hal ini mempengaruhi kadar sitronellal yang dihasilkan.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa metode penyulingan dan interaksi antara metode penyulingan dengan lama pengeringan bahan baku berpengaruh nyata terhadap kadar sitronellal. Sedangkan dari perlakuan lama pengeringan bahan baku tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sitronellal. Hal ini disebabkan karena setiap tanaman minyak atsiri akan menghasilkan kadar kandungan kimia yang berbeda berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, metode penyulingan rebus dan uap tidak berbeda nyata. Tanaman sereh wangi merupakan tanaman yang mengandung minyak atsiri dan sebaiknya penyulingan dilakukan dengan metode rebus.

c. Kelarutan dalam etanol 80%

Minyak sereh wangi yang dihasilkan dari dua metode penyulingan, ditentukan kelarutan dalam etanol 80%. Kelarutan dalam etanol 80% merupakan daya larut minyak sereh wangi dalam etanol 80% dengan perbandingan tertentu. Berikut hasil pengujian kelarutan dalam etanol 80% ditampilkan pada tabel 5. Tabel 5. Kelarutan dalam etanol 80%

No Perlakuan Metode rebus Metode uap 1

2 3

BB tanpa pengeringan (segar) BB dengan pengeringan 3 hari BB dengan pengeringan 6 hari

1 : 2 1 : 1 1 : 2

(59)

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa rata-rata kelarutan etanol 80% pada penyulingan metode rebus 1 : 2, artinya setiap 1 ml minyak sereh wangi terlarut dalam etanol sebanyak 2 ml, sedangkan pada metode uap perbandingan kelarutan dalam etanol 80% sebesar 1 : 1, artinya setiap 1 ml minyak sereh wangi yang diperoleh dari penyulingan metode uap terlarut dalam etanol sebanyak 1 ml.

Berdasarkan metode penyulingan yang dilakukan, minyak sereh wangi yang diperoleh dari penyulingan metode rebus kelarutan etanol yaitu 1 : 2, sedangkan yang diperoleh dari metode uap sebesar 1 : 1. Artinya adalah minyak sereh wangi yang diperoleh dari metode rebus sebanyak 1 ml larut jernih pada etanol 80% sebanyak 2 ml, sedangkan minyak sereh wangi yang diperoleh dari metode uap larut jernih pada etanol 80% sebanyak 1 ml. Hal ini disebabkan karena pada penyulingan metode rebus, minyak sereh wangi masih bercampur dengan air yang dicampurkan langsung dengan bahan baku ketika proses penyulingan dilakukan, sehingga lebih banyak etanol yang dibutuhkan untuk melarutkan minyak sereh wangi sampai jernih.

Kelarutan dalam etanol 80% pada minyak sereh wangi dengan penyulingan metode rebus memenuhi standar SNI 06-3953-1995 yaitu sebesar 1 : 2. Menurut Ketaren (1986) sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu dipergunakan dalam pengolahan minyak secara komersil. Semakin mudah larut dalam alkohol maka akan semakin mempermudah untuk diencerkan, untuk pengolahan lebih lanjut.

(60)
(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Lama pengeringan bahan baku tidak mempengaruhi kualitas minyak sereh wangi yang diperoleh, sedangkan metode penyulingan minyak sereh wangi mempengaruhi kualitas dan kuantitas minyak sereh wangi yang dihasilkan. Interaksi antara lama pengeringan bahan baku dengan metode penyulingan tidak mempengaruhi kualitas minyak sereh wangi

2. Nilai sifat fisis minyak sereh wangi yang memenuhi standar SNI 06-3953-1995 adalah bobot jenis pada bahan baku tanpa pengeringan (segar) dengan penyulingan metode rebus, sedangkan nilai sifat kimia yang memenuhi standar yaitu total geraniol pada bahan baku dengan penyulingan metode rebus, total sitronellal pada bahan baku dengan penyulingan metode rebus dan metode uap, dan kelarutan dalam etanol 80% pada bahan baku dengan metode rebus. Metode penyulingan yang baik digunakan untuk bahan baku sereh wangi adalah metode penyulingan rebus dengan bahan baku tanpa pengeringan (segar)

Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Penerbit ITB. Bandung

[BSN] Badan Standar Nasional. 1995. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi SNI 06-3953-1995. Jakarta

[CIFOR] Centre for International Forestry Research. 1998. Hasil Hutan Non

Kayu.

Emmyzar dan Muhammad. 2002. Budidaya Tanaman Serai Wangi. Circular. Balittro

[FWI] Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009.

Ginting, S. 2004. Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Universitas Indonesia Press. Jakarta Gunawan dan Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid 1. Penebar

Swadaya. Jakarta

Harrison, M. F. 2005. Perbedaan Kualitas Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth) dari Dua Metode Penyulingan. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara. Medan

Harris, R. 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya. Jakarta

[ITIS] Integrated Tasonomic Information System. 2005. Taxonomic Hierarchy.

Ketaren, S dan Djatmiko, B. 1978. Minyak Atsiri bersumber dari Bunga dan Buah. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta IPB. bogor

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta Lutony, T dan Rahmayati, Y. 2002. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri.

PT. Penebar Swadaya. Jakarta

Masriah. 2007. Penentuan Rendemen dan Mutu Minyak Kayu Manis (Cinnomomum burmanii Blume) dari Kulit Batang, Kulit Cabang, dan Daun. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

(63)

Richard, W. F. 1994. Parfumer’s Hand Book and Catalog Fritzsche Brother Inc. New York

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Satyadiwiria, Y. 1979. Pembuatan Minyak Atsiri. Dinas Pertanian. Medan

Sihite, D. T. 2009. Karakteristik Minyak Atsiri Jerangau (Acorus calamus). Tugas Akhir Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Sumadiwangsa, S. 2001. Pengusahaan Minyak Atsiri. Salah Satu Langkah Meningkatkan Nilai Lahan Hutan yang Aman dan Lestari. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor

Wardani, S. 2009. Uji Aktivitas Minyak Atsiri Daun dan Batang Serai (Andropogon nardus L.) sebagai Obat Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta Wiyono, B. 2000. Pengaruh Lama dan Cara Penyulingan Terhadap Kualitas

(64)
(65)

Lampiran 1. Kadar air bahan baku sereh wangi berdasarkan lama pengeringan bahan baku

Bahan baku sereh wangi

Ulangan BA (g) BKO (g) KA (%) KA rata-rata (%) BB segar

BB dengan pengeringan 3 hari

BB dengan pengeringan 6 hari

(66)

Lampiran 2. Rendemen minyak sereh wangi dari dua metode penyulingan Pengukuran rendemen dengan penyulingan metode rebus

Pengeringan bahan baku

Ulangan Berat bahan baku (g)

Berat minyak sereh

wangi (g)

Rendemen (%) ratarata BB segar

Pengukuran rendemen dengan penyulingan metode uap

Pengeringan bahan baku

Ulangan Berat bahan baku (g)

Berat minyak sereh wangi

(g)

Rendemen (%) rata-rata BB segar

Gambar

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sereh Wangi
Gambar 1. Bagan alir penelitian
Gambar 2. Sistem penyulingan dengan metode rebus (hydro destilation)
Gambar 3. Sistem penyulingan dengan metode uap (steam destilation)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini akan dijelaskan tinjauan-tinjauan kebijakan perencanaan pembangunan (Development Plan) dan perencanaan tata ruang (Spatial Plan) , terutama yang

atau ahlak, pengetahuan, atau ketrampilan secara terpadu 22. Adapun beberapa tujuan pendidikan karakter diataranya adalah: 1)Dapat meningkatkan potensi kalbu atau nurani siswa

Pendidik dalam mebina kegiatan- kegiatan yang berhubungan dengan penguatan karakter kebangsaan, ternyata memiliki hambatan, yaitu 1) Beberapa peserta didik

Scaffolding merupakan pembelajaran berkelompok dimana pembentukan kelompoknya berdasarkan Zone Of Proximal (ZPD) atau dengan meliha nilai hasil sebelumnya. Pada metode

Seluruh Dosen, Karyawan, dan Seluruh Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya yang telah memberikan semangat dan banyak membantu dalam

Jika ditinjau dari segi yuridis buruh mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan. pekerjaan dan penghasilan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menguji secara empiris adanya pengaruh partisipasi pemakai, kemampuan teknik personal, dukungan manajemen puncak, program