• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Mutu Fisik dan Kimia Ubi Jalar Oranye

Hasil analisis mutu fisik (oHue, nilai L, nilai a*, nilai b*) dan kimia (aktivitas antioksidan) pada ubi jalar oranye dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis mutu fisik dan kimia ubi jalar oranye (varietas Lokal Saree)

Analisis mutu Ubi jalar oranye

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi Aktivitas antioksidan dihitung dalam IC50 (antioksidan sedang)

Menurut penelitian Ginting dan Yulifianti (2015) yang menggunakan ubi jalar oranye varietas Beta 1, menghasilkan nilai L* (kecerahan) yaitu 68, nilai a*

(kemerahan) yaitu 28,1, dan nilai b* (kekuningan) yaitu 54,6. Jika ubi jalar oranye varietas Beta 1 dibandingkan dengan ubi jalar varietas Lokal Saree berdasarkan mutu fisik, maka varietas Beta 1 ini masih lebih baik dibandingkan dengan ubi jalar varietas Lokal Saree.

Analisis Mutu Fisik, Kimia, dan Sensori Tepung Ubi Jalar Oranye dan Tepung Campuran

Hasil analisis mutu fisik (oHue, nilai L*, nilai a*, nilai b*, indeks pencokelatan, densitas kamba), kimia (aktivitas antioksidan, kadar air), dan sensori (warna dan aroma) pada tepung ubi jalar oranye dan tepung campuran dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis mutu fisik, kimia, dan sensori tepung ubi jalar oranye dan tepung campuran

Analisis mutu Tepung ubi jalar oranye Tepung campuran Warna (oHue)

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi

Aktivitas antioksidan dihitung dalam IC50 (antioksidan sedang untuk tepung ubi jalar oranye dan tepung campuran).

Hasil penelitian yang diperoleh tepung ubi jalar oranye menghasilkan oHue dan nilai L* (kecerahan) yang lebih rendah, nilai a* (kemerahan) dan nilai b*

(kekuningan) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung campuran. Hal ini disebabkan tepung campuran menggunakan tepung terigu dengan jumlah lebih banyak yaitu 80% dan tepung ubi jalar oranye yaitu 20%, tepung terigu memiliki warna yang lebih putih dibandingkan tepung ubi jalar oranye. Indeks pencokelatan tepung ubi jalar oranye lebih rendah dibandingkan tepung campuran karena adanya perendaman dalam larutan natrium metabisulfit pada pembuatan tepung ubi jalar oranye. Densitas kamba tepung ubi jalar oranye lebih tinggi dibandingkan tepung campuran. Hal ini disebabkan pada pembuatan tepung ubi jalar oranye dilakukan proses pengukusan sehingga molekul-molekul pada bahan mengalami degradasi dan dapat menempati ruang yang lebih sempit (Supriyanto, dkk., 2015). Aktivitas antioksidan pada tepung ubi jalar oranye lebih tinggi dibandingkan tepung campuran. Hal ini disebabkan tepung ubi jalar oranye memiliki pigmen karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen warna kuning, merah

dan Widjanarko, 2015). Nilai sensori warna dan aroma tepung ubi jalar oranye lebih rendah dibandingkan dengan tepung campuran. Hal ini disebabkan panelis lebih menyukai tepung campuran yang warnanya lebih menyerupai tepung terigu dan aroma pada tepung campuran tidak berbau langu dibandingkan tepung ubi jalar oranye. Kadar air tepung ubi jalar oranye lebih rendah dibandingkan dengan tepung campuran. Hal ini disebabkan tepung campuran menggunakan tepung terigu yang lebih banyak. Menurut SNI 01-3751-2009 tepung terigu memiliki kadar air sekitar 14,5%.

Pengaruh Jenis Penstabil dan Modifikasi Proses Pengolahan terhadap Mutu Fisik Mie Kering

Mie kering dilakukan analisis mutu fisik terhadap warna (oHue), nilai L*, nilai a*, nilai b*, elongasi, daya serap air, cooking time, dan cooking loss.

Pengaruh jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan terhadap mutu fisik mie kering dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Pengaruh jenis penstabil terhadap mutu fisik mie kering dari tepung Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR, dan angka yang tidak diikuti huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

Tabel 11. Pengaruh modifikasi proses pengolahan terhadap mutu fisik mie kering

Parameter Modifikasi Proses Pengolahan (M)

M1 M2 M3 M4

diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dengan uji LSR, dan angka yang tidak diikuti huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Warna

Nilai warna mie kering dari tepung ubi jalar oranye dianalisis terhadap tingkat kecerahan (L*), tingkat kemerahan + (a*) dan tingkat kekuningan + (b*), dan nilai oHue (Lampiran 4). Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai oHue mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai oHue mie kering dan interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai oHue mie kering. Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan nilai oHue mie kering dapat dilihat pada Gambar 3.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai oHue mie kering yang sama yaitu 77,25-78,69 yang termasuk ke dalam warna kuning merah. Hutchings (1999) menambahkan bahwa nilai oHue 54-90 menunjukkan produk yang dihasilkan berwarna kuning merah. Nilai oHue yang semakin mendekati nilai 54

maka mie kering yang dihasilkan semakin kuning. Menurut Setianingtias (2005) bahwa warna kuning merah menunjukkan adanya penggabungan warna kuning dan merah.

Mie kering yang dihasilkan dengan nilai oHue yang sama yaitu kuning merah. Namun, diketahui bahwa modifikasi proses pengolahan dengan perlakuan M4 memberikan nilai oHue yang paling tinggi dan perlakuan M2 memberikan nilai

oHue terendah yaitu 78,69 dan 77,25 (dapat dilihat pada Gambar 3). Pada penelitian ini dilakukan pengukusan kedua pada untaian mie yang pada perlakuan M2 (20 menit) dengan waktu pengukusan yang lebih lama dibandingkan dengan perlakuan M4 (15 menit). Pengukusan kedua yang lama ini akan menyebabkan tingkat gelatinisasi yang lebih tinggi dan warna mie yang dihasilkan juga akan lebih gelap (Sugiyono, dkk., 2011). Hal ini yang membuat warna mie pada M2

(pengukusan untaian mie 20 menit) lebih gelap atau mendekati warna merah dibandingkan warna mie pada M4 (pengukusan untaian mie 15 menit).

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

o

Jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan serta interaksi keduanya memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai L* dan nilai b*

mie kering dari tepung ubi jalar oranye (dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 9). Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai a* mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai a* mie kering serta interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai a* mie kering (Lampiran 7). Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan nilai a* mie kering dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Gambar 4.Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan nilai a* mie kering Gambar 4 menunjukkan warna mie M2 lebih gelap dibandingkan M4 dan hal ini disebabkan waktu pengukusan kedua M2 (20 menit) lebih lama dibandingkan M4 (15 menit). Waktu pengukusan yang lama menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat gelatinisasi dan perbedaan warna menjadi lebih gelap (Sugiyono, dkk., 2011). Gelatinisasi yang tinggi menyebabkan terjadinya reaksi

9,30a 9,96ab

Maillard yaitu reaksi antara karbohidrat yang khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amina primer yang terdapat pada bahan yang menyebabkan bahan menjadi warna kecokelatan (Winarno, 1992). Warna yang kecokelatan ini membuat nilai warna a* menjadi semakin bernilai positif yang menunjukkan warna semakin merah (deMan, 1997). Nilai a* positif menunjukkan warna kemerahan pada suatu bahan.

Elongasi

Berdasarkan Lampiran 10, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap elongasi mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap elongasi mie kering. Interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap elongasi mie kering.

Penelitian ini dilakukan analisis terhadap tekstur mie kering berupa elongasi. Elongasi merupakan penambahan panjang mie akibat adanya gaya tarikan, dan mie dengan persen elongasi yang tinggi menunjukkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus (Indrianti, dkk., 2014). Elongasi diukur setelah mie kering direbus dalam air mendidih sesuai waktu pemasakannya.

Jenis penstabil CMC memberikan persen elongasi yang tertinggi sedangkan gum arab memberikan persen elongasi terendah (Gambar 5). Hal ini disebabkan CMC memiliki daya ikat yang besar dibandingkan penggunaan gum arab. Menurut Parabandari (2011) dalam Hartatik dan Damat (2017) bahwa CMC yang ditambahkan memiliki kemampuan mengikat air, sehingga molekul-molekul

menyatakan bahwa air yang terperangkap ini akan menghasilkan tekstur yang baik. Tekstur yang dihasilkan akan menjadi lebih elastis dan tahan terhadap adanya gaya tarikan.

Gambar 5.Hubungan jenis penstabil dengan elongasi mie kering

Interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan nilai tertinggi pada perlakuan S1M3 dan nilai terendah pada perlakuan S2M2

terhadap elongasi mie kering yaitu 21,80% dan 10,62% (dapat dilihat pada Gambar 6). Pengukusan kedua yang dilakukan bertujuan untuk pematangan mie atau gelatinisasi lanjutan (Koswara, 2009c). Waktu pengukusan yang baik didapat pada perlakuan M3 dengan waktu pengukusan kedua 15 menit. Pengukusan yang lama akan menghasilkan uap air yang banyak dan dapat masuk ke dalam bahan (Mushollaeni dan Tirtosastro, 2007). Uap air yang masuk ke dalam bahan akan mempengaruhi daya ikat zat penstabil yang ditambahkan. Jenis penstabil yang baik yaitu pada penggunaan CMC 0,5%. Hal ini karena CMC memiliki kemampuan daya ikat yang besar sehingga molekul-molekul air akan terperangkap dalam bahan membentuk tekstur gel (Parabandari, 2011 dalam

19,07a,A

15,15b,B 16,50b,AB

0 5 10 15 20 25

S1 = CMC S2 = Gum Arab S3 = Xanthan Gum

Elongasi (%)

Jenis penstabil (S)

S1= CMC 0,5% S2= Gum arab 0,5% S3=Xanthan gum 0,5%

penggunaan CMC 0,5% (S1M3) tahan terhadap gaya tarikan dan tidak mudah putus dibandingkan mie dengan pengukusan kedua 20 menit dan penggunaan gum arab 0,5% (S2M2) tidak tahan terhadap gaya tarikan dan mudah putus. Menurut penelitian Irsalina, dkk., (2016) mie kering yang dibuat dari tepung terigu 100%

menghasilkan elongasi 31% lebih tinggi dibandingkan dengan mie kering hasil penelitian yaitu 10,62-21,76%. Hubungan interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan dengan elongasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Gambar 6. Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan elongasi mie kering.

Daya serap air

Berdasarkan Lampiran 12, jenis penstabil, modifikasi proses pengolahan, dan interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air mie kering.

Menurut Jatmiko dan Estiasih (2014) daya serap air merupakan kemampuan suatu

21.76

produk dalam menyerap air secara maksimal. Semakin besar presentase daya serap airnya maka semakin besar pula air yang diserap.

Cooking Time

Berdasarkan Lampiran 13, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap waktu pemasakan mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap waktu pemasakan mie kering dan interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap waktu pemasakan mie kering.

Cooking time merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan

titik putih di bagian tengah dalam untaian mie pada saat proses pemasakan (Jatmiko dan Estiasih, 2014). Cooking time terendah terdapat pada M4 yaitu3,42 menit dan paling tinggi pada M1 yaitu 3,65 menit (Gambar 7). Hal ini disebabkan perlakuan M4 dilakukan pengukusan pertama pada lembaran adonan yaitu 5 menit sedangkan M1 tidak dilakukan pengukusan (0 menit). Pengukusan tersebut bertujuan untuk terjadinya pre-gelatinisasi yang dapat membentuk massa adonan yang kohesif dan padu sehingga mempermudah dalam pembentukan untaian mie.

Hal ini sesuai dengan literatur Ritono (2016) bahwa pengukusan pertama ditujukan untuk membentuk massa adonan yang lunak, kohesif, dan cukup elastis namun tidak lengket sehingga mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran dan mie.

Pengukusan pertama (pre-gelatinisasi) ini menghasilkan untaian mie yang kokoh, rapi, tidak bergerigi, dan dapat terpisah antar untaian mie sehingga menyebabkan cooking time mie menjadi singkat dan cepat matang. Untaian mie

pemasakan mie menjadi lama (Kurniawati, 2006). Untaian mie yang tidak rapi dan bergerigi ini menyebabkan mie membutuhkan waktu yang lebih lama untuk matang secara merata.

Hasil analisis yang dilakukan terhadap cooking time mie komersil adalah 4,52 menit. Jika dibandingkan dengan cooking time dari hasil penelitian yaitu 3,42 - 3,65 menit, mie komersil ini menghasilkan cooking time yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian. Mie komersil lebih lama matang dibandingkan mie hasil penelitian.

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit danpengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Gambar 7. Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan cooking time mie kering.

Cooking loss

Berdasarkan Lampiran 15, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap cooking loss mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking

3,65a 3,55ab 3,49b 3,42b

memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap cooking loss mie kering. Hubungan jenis penstabil dengan cooking loss mie kering dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan jenis penstabil dengan cooking loss mie kering Cooking loss merupakan banyaknya jumlah padatan yang keluar atau

terlarut bersama dengan air akibat pemasakan mie (Jatmiko dan Estiasih, 2014).

Padatan yang banyak keluar dari mie akibat pemasakan menyebabkan kualitas mie menjadi menurun dan menyebabkan warna air mie setelah dimasak menjadi keruh.

Jenis penstabil yang memberikan cooking loss terendah adalah S3 (xanthan gum 0,5%) yaitu 11,77% dan yang paling tinggi adalah S2 (gum arab 0,5%) yaitu 13,09%. Cooking loss yang rendah pada perlakuan S3 disebabkan penambahan xanthan gum 0,5% yang mampu mengikat air pada bahan lebih kuat dibandingkan dengan penambahan gum arab 0,5%. Menurut Rusli, dkk., (2016) xanthan gum memiliki sifat yang khas yaitu daya ikat air yang cukup kuat sehingga dapat mengikat air yang ada di dalam campuran bahan. Kemampuan

11,83b

13,09a

11,77b

0 3 6 9 12 15

S1 = CMC S2 = Gum Arab S3 = Xanthan Gum

Cooking loss (%)

Jenis penstabil (S)

S1= CMC 0,5% S2= Gum arab 0,5% S3= Xanthan gum 0,5%

mengikat air yang tinggi ini menyebabkan molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel dan padatan-padatan pada bahan juga akan ikut terperangkap dan saling berikatan (Faridah dan Widjanarko, 2014).

Hasil analisis yang dilakukan terhadap cooking loss mie komersil diperoleh nilai sebesar 8,67%. Jika dibandingkan dengan nilai cooking loss dari hasil penelitian yaitu 11,77% - 13,09%, mie komersil ini menghasilkan cooking loss yang lebih rendah dibandingkan hasil penelitian.

Pengaruh Jenis Penstabil dan Modifikasi Proses Pengolahan terhadap Kadar Air Mie Kering

Mie kering dilakukan analisis terhadap kadar air. Pengaruh jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan terhadap kadar air mie kering dapat dilihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air mie kering

Parameter Jenis Penstabil (S)

S1 S2 S3

CMC Gum Arab Xanthan Gum

Kadar air (%) 7,53 ± 0,78a,AB 6,88 ± 0,68b,B 7,80 ± 0,49a,A

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 13. Pengaruh modifikasi proses pengolahan terhadap kadar air mie kering Parameter Modifikasi Proses Pengolahan (M)

M1 M2 M3 M4

Kadar air (%) 7,51 ± 0,51 7,22 ± 0,90 7,22 ± 0,77 7,16 ± 0,77

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang tidak diikuti dengan huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Berdasarkan Lampiran 17, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air mie kering. Modifikasi proses

pengolahan serta interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air mie kering.

Jenis penstabil yang memberikan kadar air yang paling tinggi adalah S3

(xanthan gum 0,5%) dan terendah adalah S2 (gum arab 0,5%)yaitu 7,80 dan 6,88 (Gambar 10). Hal ini disebabkan xanthan gum 0,5% memiliki daya ikat air yang lebih kuat dibandingkan dengan gum arab 0,5%. Menurut Rusli, dkk., (2016) xanthan gum memiliki sifat yang khas yaitu daya ikat air yang cukup kuat

sehingga dapat mengikat air yang ada di dalam campuran bahan. Thomas, dkk., (2000) dalam Setiawati (2015) menambahkan bahwa xanthan gum bersifat hidrofilik dan dapat membentuk gel, larutan ataupun suspensi kental pada konsentrasi yang rendah. Xanthan gum dapat membentuk viskositas tinggi hanya dengan konsentrasi 0,01% Kennedy dan Bradshaw (1984) dalam Prastiko (2011).

Gambar 9. Hubungan jenis penstabil dengan kadar air mie kering 7,53a,AB

6,88b,B

7,80a,A

0 2 4 6 8 10

S1 = CMC S2 = Gum Arab S3 = Xanthan Gum

Kadar air (%)

Jenis penstabil (S)

S1= CMC 0,5% S2= Gum arab 0,5% S3= Xanthan gum 0,5%

Pengaruh Jenis Penstabil dan Modifikasi Proses Pengolahan terhadap Mutu Sensori Mie Kering dan Mie Rehidrasi

Mie kering dilakukan analisis mutu sensori warna dan aroma. Mie rehidrasi (mie yang direbus) dilakukan analisis mutu sensori warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan umum (overall acceptability). Pengaruh jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan terhadap mutu sensori mie kering dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15. Serta pengaruh jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan terhadap mutu sensori mie rehidrasi dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17.

Tabel 14. Pengaruh jenis penstabil terhadap mutu sensori mie kering

Parameter Sensori Jenis Penstabil (S)

S1 = CMC S2 = Gum arab S3 = Xanthan gum

Warna 5,51 ± 0,56 5,17 ± 0,33 5,33 ± 0,33

Aroma 5,11 ± 0,29 5,03 ± 0,16 5,18 ± 0,23

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang tidak diikuti dengan huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

Tabel 15. Pengaruh modifikasi proses pengolahan terhadap mutu sensori mie kering

Parameter Sensori Modifikasi Proses Pengolahan (M)

M1 M2 M3 M4

Warna 5,15±0,44b,B 5,03±0,32b,B 5,61±0,29a,A 5,56±0,37a,A Aroma 5,03±0,16 5,00±0,25 5,17±0,20 5,22±0,28

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bserbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR, dan angka yang tidak diikuti dengan huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Tabel 16. Pengaruh jenis penstabil terhadap mutu sensori mie rehidrasi

Parameter Sensori Jenis Penstabil (S)

S1 = CMC S2 = Gum arab S3 = Xanthan gum

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang

Tabel 17. Pengaruh modifikasi proses pengolahan terhadap mutu sensori mie rehidrasi

Parameter Sensori Modifikasi Proses Pengolahan (M) M1 M2 M3 M4

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan + standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan bserbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR, dan angka yang tidak diikuti dengan huruf menunjukkan berbeda tidak nyata.

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Nilai sensori warna mie kering

Berdasarkan Lampiran 19, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai sensori warna mie kering. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai sensori warna mie kering. Serta interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai sensori warna mie kering. Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan nilai sensori warna mie kering dapat dilihat pada Gambar 10.

Modifikasi proses pengolahan dengan perlakuan M3 memberikan nilai sensori warna mie kering yang paling tinggi dan perlakuan M2 nilai sensori warna mie kering terendah yaitu 5,61 (netral-suka) dan 5,03 (netral) (Gambar 11).

Warna mie kering perlakuan M2 lebih gelap dibandingkan dengan M3. Hal ini disebabkan waktu pengukusan kedua pada M3 (15 menit) lebih singkat dibandingkan pengukusan kedua pada M2 (20 menit). Pengukusan kedua yang lama menyebabkan warna mie yang dihasilkan menjadi lebih gelap karena tingkat

Gelatinisasi yang tinggi terjadi akibat waktu dan suhu panas yang sesuai, sehingga waktu dan suhu panas yang sesuai ini menyebabkan terjadinya reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi akibat adanya interaksi antara karbohidrat yang khususnya gula pereduksi dengan gugus asam amina primer yang terdapat pada bahan yang menyebabkan bahan menjadi warna kecokelatan (Winarno, 1992).

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit M4 = Pengukusan lembaran 5 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Gambar 10. Hubungan jenis penstabil dengan nilai sensori warna mie kering.

Nilai sensori aroma mie kering

Berdasarkan Lampiran 21, jenis penstabil, modifikasi proses pengolahan, serta interaksi jenis penstabil dan modifkasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai sensori aroma mie kering.

Nilai sensori warna, aroma, dan rasa mie rehidrasi

Berdasarkan Lampiran 22, Lampiran 23, Lampiran 24 jenis penstabil, modifikasi proses pengolahan, serta interaksi jenis penstabil dan modifkasi proses

5,15b,B 5,03b,B

pengolahan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai sensori warna, aroma, dan rasa mie rehidrasi.

Nilai sensori tekstur mie rehidrasi

Berdasarkan Lampiran 25, jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai sensori tekstur mie rehidrasi. Modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai sensori tekstur mie rehidrasi serta interaksi jenis penstabil dan modifikasi proses pengolahan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai sensori tekstur mie rehidrasi. Hubungan modifikasi proses pengolahan dengan nilai sensori tekstur mie rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 11.

Keterangan:

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

M1 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 17 menit M2 = Pengukusan lembaran 0 menit dan pengukusan untaian mie 20 menit M3 = Pengukusan lembaran 2 menit dan pengukusan untaian mie 15 menit

Dokumen terkait