• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Sifat Organoleptik Warna

Nilai rata-rata penilaian kesukaan (hedonik) terhadap parameter warna minuman berbahan baku FOS berkisar antara 5,4 - 6,0, sedangkan penilaian tingkat kecerahan (mutu hedonik) antara skala 4,5 - 6,0. Kisaran skala tersebut berarti panelis menilai produk pada skala biasa (suka tidak, tidak suka pun tidak) sampai agak suka dengan mutu warna agak tidak cerah sampai agak cerah.

Rata-rata penilaian tingkat kesukaan dan kecerahan minuman antar waktu penyimpanan menunjukkan tren yang sama. Penilaian tingkat kesukaan semakin meningkat, namun sedikit menurun pada penyimpanan minggu terakhir (ke-8). Hal yang sama juga terjadi pada tingkat kecerahan produk. Semakin lama waktu penyimpanan maka penilaian tingkat kecerahannya juga semakin meningkat, kemudian menurunan pada minggu ke-8. Oleh karena itu, penilaian kecerahan berbanding lurus dengan penilaian kesukaan panelis terhadap warna minuman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cerah warna minuman, panelis juga semakin suka.

Tabel 4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan Suhu Minggu ke- 0 2 4 6 8 Hedonik Kamar (Tk) 5,3 5,8 5,9 5,9 5,5 Rendah (Tr) 5,3 5,9 5,6 6,0 5,8 Mutu Hedonik Kamar (Tk) 4,5 a 5,7 bc 5,9 bc 6,1 c 5,7bc Rendah (Tr) 4,5 a 5,3 b 5,6 bc 6,0 bc 6,0 bc

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kecerahan, namun tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tingkat kesukaan warna. Semakin lama waktu penyimpanan, penilaian panelis terhadap tingkat kecerahan minuman semakin meningkat. Tingkat kecerahan produk pada minggu ke-0 berbeda nyata dengan minggu ke-2,4,6 dan 8, dan minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-6. Perlakuan suhu kamar (Tk) dan suhu rendah (Tr) tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kecerahan maupun kesukaan warna produk.

Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna

Aroma

Peranan aroma dalam bahan makanan sangat penting, karena aroma merupakan indeks mutu yang menentukan penerimaan konsumen (Winarno 1980). Kelelehan daya cium terhadap bau (fatigue of odor) terjadi dengan cepat, sehingga penilaian terhadap aroma sangat sensitif untuk berubah.

Penilaian panelis terhadap kesukaan dan tingkat aroma minuman berada pada rentang yang hampir sama. Rata-rata penilaian kesukaan aroma adalah agak suka (5,9 - 6,2), sedangkan penilaian tingkat aroma minuman adalah agak beraroma (5,6 - 6,2). Nilai rataan tingkat kesukaan dan aroma minuman paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, baik pada penyimpanan suhu kamar maupun suhu rendah yaitu 6,2 (agak suka dengan warna yang agak cerah). Namun, penilaian cenderung mengalami penurunan pada minggu selanjutnya.

Tabel 5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan Suhu Minggu ke- 0 2 4 6 8 Hedonik Tk 6,1 6,2 5,6 5,9 6 Tr 6,1 6,2 6,2 5,9 5,9 Mutu Hedonik Tk 5,7 6,2 5,6 5,5 6,2 Tr 5,7 6,2 6,2 5,7 6,1

Perubahan tingkat aroma minuman selama penyimpanan disebabkan karena senyawa volatile (mudah menguap) yang terdapat pada bahan sintetis yang ditambahkan. Flavor powder yang digunakan adalah bahan sintesis (buatan) dengan bahan dasar amil asetat yang bersifat mudah menguap. Menurut Delarue et al (2006), dalam bentuk larutan, mono atau disakarida berinteraksi dengan molekul air yang dapat mempengaruhi beberapa senyawa yang memberikan aroma (flavor). Gugus hidroksil pada senyawa mono atau disakarida sangat larut dalam air. Semakin banyak gugus hidroksil yang larut

dalam air, maka air dalam bahan pangan untuk mengikat senyawa flavor semakin kecil. Oleh karena itu, terjadinya perubahan sifat kimia, seperti kadar air dan total gula terlarut dapat memicu perubahan pada tingkat aroma minuman.

Faktor pengemasan sangat mempengaruhi kondisi bahan yang ada didalamnya. Jenis kemasan yang kedap udara dapat mencegah penguapan flavor dalam bahan. Selain itu, saat proses produksi perlu dipastikan pengemasan dilakukan dengan baik agar tidak mengalami kebocoran pada kemasan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan aroma maupun tingkat aroma minuman.

Gambar 7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma

Rasa

Rasa merupakan penilaian sensori sebagai respon dari stimulasi lidah yang merasakan. Molekul mono atau disakarida, selain mempengaruhi flavor, juga secara alami memberikan rasa manis pada bahan pangan. Bahan baku FOS memilki tingkat kemanisan hanya 35% dari gula sukrosa. Oleh karena itu, ditambahkan pemanis buatan berupa sukralosa yang memiliki kemanisan tinggi (setara dengan 600 gram sukrosa).

Tingkat kemanisan sangat berhubungan dengan sifat kimia produk yaitu total gula terlarut. Semakin turun jumlah gula pada bahan pangan, maka kemungkinan semakin turunnya tingkat kemanisan minuman pun dapat terjadi. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa minuman FOS berkisar antara agak suka sampai suka (5,6 – 6,5), sedangkan tingkat kemanisan minuman adalah manis (6,5 - 6,8). Penilaian kesukaan panelis terhadap rasa minuman meningkat hingga minggu ke-4, kemudian semakin turun pada minggu ke-6 dan 8.

Tabel 6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan Suhu Minggu ke- 0 2 4 6 8 Hedonik Tk 5,7 ab 5,7 ab 6,4 bc 6,3 abc 5,8 ab Tr 5,7 ab 6,0 abc 6,6 c 6,4 bc 5,5 a Mutu Hedonik Tk 6,6 6,5 6,4 6,9 6,7 Tr 6,6 6,9 6,6 6,7 6,7

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis, Semakin lama waktu penyimpanan, nilai rata-rata tingkat kesukaan rasa minuman cenderung mengalami peningkatan hingga aminggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan tingkat kemanisan minuman yang dinilai oleh panelis semakin manis. Semakin manis rasa minuman, panelis pun semakin suka.

Penurunan nilai kesukaan dapat terjadi karena adanya after taste yang terasa pada minuman. Bahan Sukralosa yang ditambahkan dapat menimbulkan rasa pahit pada pangkal lidah. Bahan tambahan lain yang juga menghasilkan rasa adalah garam (asin). Menurut Winarno (1980), adanya komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen primer. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah terjadinya peningkatan atau penurunan rasa.

Hasil uji statistik menunjukkan waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kemanisan minuman FOS. Nilai kesukaan rasa minggu ke-0 dan 8 berbeda nyata dengan minggu ke-4 dan 6, dan pada minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-4. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kesukaan rasa dan kemanisan minuman FOS.

Kekentalan

Tekstur kental yang dihasilkan berasal dari bahan pengental pada minuman. Bahan pengental (stabilizer) yang digunakan adalah xanthan gum. Jumlah xanthan gum yang ditambahkan pada formula minuman ini sebesar 0,005% atau 0,01 gram. Penilaian hedonik kekentalan minuman FOS yaitu agak suka (5,7-6,1), sedangkan nillai rata-rata tingkat kekentalan berkisar antara 4,7 sampai 5,2 yaitu biasa (tidak kental tidak dan kental juga tidak). Nilai kesukaan paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, sebesar 6,1 (agak suka) dengan nilai tingkat kekentalan pada skala 5 (biasa). Hal tersebut menunjukkan panelis lebih suka dengan tekstur yang kental tidak, encer pun tidak. Penilaian tingkat kekentalan minuman cenderung mengalami peningkatan hingga minggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya.

Tabel 7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan Parameter Perlakuan Suhu Minggu ke- 0 2 4 6 8 Hedonik Tk 5,7 abc 6,1 c 5,3 ab 5,9 bc 5,7 abc Tr 5,7 abc 6,0 bc 5,2a 6,0 bc 6,2 c Mutu Hedonik Tk 4,7 5,0 5,3 4,8 4,7 Tr 4,7 5,1 5,2 4,8 4,7

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian hedonik kekentalan. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai kesukaan panelis terhadap kekentalan produk cenderung semakin meningkat. Menurut Winarno (1980), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan berpengaruh terhadap cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Penilaian hedonik terendah terjadi pada minggu ke-4, dimana nilainya berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 6, dan 8. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa akan berkurang. Jika dilihat dari penilaian tingkat kekentalan pada minggu ke-4 (tabel 7) adalah nilai tertinggi selama penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan semakin kental minuman, penilaian hedonik terhadap kekentalan minuman cenderung tidak suka.

Waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kekentalan minuman FOS. Hal tersebut dikarenakan xanthan gum membentuk gel yang relatif stabil bahkan jika bereaksi dengan asam. Namun, perubahan kadar air produk juga dapat mempengaruhi kekentalan minuman. Semakin tingginya kadar air produk akan menyebabkan kekentalan minuman semakin

turun (semakin encer). Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai hedonik dan mutu hedonik kekentalan minuman FOS.

Gambar 9 Grafik perubahan penilaian kekentalan

Keseluruhan

Nilai rata-rata penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan minuman FOS berkisar antara 5,8 sampai 6,2 (agak suka). Hal tersebut terlihat pada penilaian hedonik warna, aroma, rasa, dan kekentalan yang juga berkisar antara agak suka hingga suka. Oleh karena itu, mutu organoleptik produk minuman FOS masih dapat diterima selama 8 minggu penyimpanan, karena berada pada skala suka.

Tabel 8 Nilai rata-rata penilaian keseluruhan produk selama penyimpanan

Perlakuan Suhu Minggu ke-

0 2 4 6 8

Tk 6,1 6,1 5,9 6,3 6,0

Tr 6,1 6,2 5,7 6,1 5,9

Waktu dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan panelis terhadap keseluruhan produk.

Perubahan Sifat Kimia Kadar Air

Menurut Rollet (1996), kadar air adalah pengukuran hasil dan kuantitas dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai ekonomi, stabilitas, dan kualitas dari produk makanan. Inulin sebagai bahan dasar pembuatan FOS merupakan bahan yang bersifat higroskopis (dapat menyerap air dari udara sekeliling, dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara), sehingga dalam proses penyimpanannya harus sangat diperhatikan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan, dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air berat kering adalah air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan.

Menurut Troller (1978), Kadar air akan semakin meningkat seiring dengan waktu penyimpanan, yang merupakan salah satu indikator kerusakan pada bahan pangan. Perubahan kadar air yang tinggi berakibat pada stabilitas makanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam hal kemasan dan penyimpanan makanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama penyimpanan 8 minggu berkisar antara 2,46% sampai 4,41% berat kering (bk). Tabel 9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan

Penyimpanan minggu ke- Perlakuan suhu Tk Tr 0 2,46 a 2,46 a 2 2,66 a 2,48 a 4 4,35 cd 3,87 bcd 6 4,23 cd 4,41 d 8 3,81 bc 3,54 b

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Kadar air tertinggi terjadi pada penyimpanan minggu ke-6 dengan suhu rendah (4,41%bk), kemudian terjadi penurunan pada minggu ke-8. Kadar air produk yang disimpan pada suhu rendah lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada suhu kamar. Hal tersebut terjadi karena kemasan yang digunakan tidak vakum (masih terdapat udara dalam kemasan). Udara yang jenuh dalam kemasan kemudian mengalami kondensasi (berubah menjadi uap air) dan menempel pada kemasan. Uap air yang jenuh tersebut kemudian jatuh kedalam bahan, dan mengakibatkan perubahan kadar air. Namun, terdapat perbedaan pencapaian kadar air tertinggi antara penyimpanan suhu kamar dan es, dimana produk lebih cepat mengalami kadar air tertinggi pada penyimpanan suhu kamar.

Suhu penyimpanan sangat mempengaruhi kelembaban udara yang akan berakibat pada kadar air produk. Suhu kamar yang cenderung lebih tinggi (25-30 0C) membuat udara disekitar menjadi lebih lembab. Jika kelembaban udara (RH) lingkungan/udara lebih besar daripada RH produk, maka akan terjadi absorpsi (penyerapan uap air udara ke bahan). Absorpi pada minuman serbuk berbahan baku FOS yang disimpan dalam suhu kamar ternyata lebih cepat dibandingkan dengan suhu rendah.

Gambar 11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS

Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada kadar air serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar air produk cendrung semakin meningkat. Peningkatan kadar air seiring waktu penyimpanan dapat terjadi akibat dari aktivitas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karena salah satu hasil metabolisme mikroba adalah H20 (air). Kadar air minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6, dan 8, sedangkan minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air produk.

Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses oksidasi sempurna pada suhu tinggi (biasanya 500-600 0C) melewati proses penguapan dari material organik. Residu organik yang terukur dapat berupa mineral, bahan logam, ataupun bahan pengisi dalam bahan pangan. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari produk makanan. Hal ini sangat membantu tidak hanya untuk mengkuantifikasi total abu melainkan juga kadar abu, dan proporsidari abu tidak larut asam (Rollet 1996).

Kadar abu minuman serbuk berbahan baku FOS selama penyimpanan berkisar antara 1,74% sampai 2,28 %bk. Persentase kadar abu tertinggi terjadi pada minggu ke-6 dengan suhu rendah (2,28 %bk).

Tabel 10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan

Minggu ke- Perlakuan suhu

Tk Tr 0 2,01 abc 2,01 abc 2 2,28 c 2,22 bc 4 2,26 bc 2,19 bc 6 1,74 a 2,28 c 8 1,91 ab 1,90 ab

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) pada kadar abu serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, kadar abu produk cenderung menurun. Kadar abu minggu ke-8 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,4, dan 6. Perlakuan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) pada kadar abu produk.

Gambar 12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS

Total Gula

Menurut Apriyanto et al (1989), total gula merupakan jumlah dari keseluruhan gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya. Mengingat karakteristik minuman yang berbahan dasar hampir seluruhnya adalah gula (fruktooligosakarida), sehingga perlu diuji total gula yang terlarut selama penyimpanan 8 minggu. Kadar total gula minuman FOS selama peyimpanan berkisar antara 88,84 % hingga 92,32%. Total gula tertinggi terjadi pada minggu ke-0, yaitu 92,32%, kemudian semakin menurun pada minggu berikutnya.

Tabel 11 Rata-rata total gula selama penyimpanan Penyimpanan Minggu ke- Perlakuan suhu Tk Tr 0 92,32 92,32 2 88,77 88,90 4 89,94 90,24 6 89,00 89,63 8 90,00 88,75

Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap total gula serbuk minuman FOS.

Gambar 13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS

Derajat Keasaman (pH)

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman adalah kadar total asam pada bahan. Hasil penguraian asam-asam organik pada bahan pangan adalah CO2 dan H2O, sehingga konsentrasi H+ (berasal dari asam organik) menjadi berkurang. Berkurangnya konsentrasi ion H+ menyebabkan pH naik. Menurut teori Archenius, semakin banyak ion H+ maka semakin besar konsentrasi H+ [H+] sehingga pH semakin rendah (Anjani 2003). Menurut Hayes dan Forsythe (1998), produk yang berbahan dasar fruktooligosakarida atau jenis karbohidrat lain cenderung memproduksi asam (H+) pada perubahan sifat kimia. Salah satu jenis mikroba seperti lactobacilli memecah karbohidrat dan menghasilkan asam laktat yang berakibat pada turunnya nilai pH.

Rata-rata tingkat keasaman minuman serbuk FOS berkisar antara 6,17% sampai dengan 6,57%. Nilai pH tertinggi terjadi pada minggu ke-0 (6,57%), dan semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi asam semakin meningkat, yang menandakan terjadi pemecahan komponen karbohidrat oleh mikroorganisme. Hasil sampingan dari pemecahan tersebut adalah H2O, sehingga kadar air produk pun semakin

meningkat seiring dengan penurunan nilai pH. Grafik kadar air dapat dilihat pada gambar 11.

Tabel 12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan Penyimpanan minggu ke- Perlakuan suhu Tk Tr 0 6,57 c 6,57 c 2 6,51 c 6,51 c 4 6,36 b 6,23 a 6 6,18 a 6,15 a 8 6,16 a 6,23 a

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai pH produk serbuk minuman FOS. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai pH cenderung mengalami penurunan (konsentrasi asam meningkat). Nilai pH minggu ke-4 berbeda nyata dengan minggu ke-0,2,6 dan 8. Nilai pH minggu ke-0 dan 2 berbeda nyata dengan minggu ke-6 dan 8. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai pH produk.

Gambar 14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS

Perubahan Total Mikroba

Keberadaan atau cemaran mikroba yang mengkontaminasi bahan pangan merupakan parameter utama dalam keamanan pangan. Menurut Hayes (1998), mikroba dapat tumbuh dalam makanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mendukung antara lain keberadaan zat gizi, kelembaban, ketersediaan oksigen, potensial redoks, pH, dan inhibitor. Pengujian dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung jumlah mikroba dan interpretasi hasil berupa koloni per gram.

Rata-rata jumlah mikroba selama 8 minggu penyimpanan sangat sedikit yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Hasil total mikroba serbuk

minuman FOS masih jauh dibawah batas aman konsumsi minuman serbuk menurut standar SNI, yaitu sebesar 3 x 103 koloni/g. Hal ini disebabkan oleh karakteristik minuman yang berbasis kering (serbuk) dan kandungan air produk yang relatif rendah, sehingga mikroorganisme sulit tumbuh dengan baik. Pada minggu ke-0 hingga ke-2 tidak ada mikroba yang tumbuh (jumlah mikroba 0 koloni/g), namun mulai minggu ke-4 hingga minggu ke-8 mulai terdapat mikroba. Total mikroba tertinggi terjadi pada minggu ke-8 penyimpanan suhu rendah (Tr), yaitu sebesar 65 koloni/g.

Tabel 13 Rata-rata Total Plate Count selama penyimpanan Penyimpanan minggu ke- Perlakuan suhu Tk Tr 0 0 a 0 a 2 0 a 0 a 4 7,50 a 7,50 a 6 2,50 a 32,50 b 8 17,50 ab 65,00 c

keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata

Keberadaan mikroorganisme dapat mempengaruhi perubahan sifat kimia pada produk ini seperti kadar air, total gula, dan total asam. Hal tersebut terlihat pada peningkatan total mikroba diiringi dengan peningkatan kadar air dan total asam (turunnya nilai pH) dan penurunan total gula serbuk minuman FOS. Karbohidrat/gula yang menjadi komponen utama produk ini dijadikan sebagai nutrisi bagi mikroorganisme untuk membelah dan melakukan metabolisme. Total mikroba produk selama penyimpanan tergolong masih sangat sedikit. Jika dilihat dari fase pertumbuhan mikroorganisme, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mikroba produk masih berada pada fase lag (persiapan). Grafik fase pertumbuhan mikroba dapat dilihat pada gambar 1.

Jumlah gula yang digunakan sebagai zat gizi tidak terlalu banyak, sehingga penurunan total gula produk pun tidak berbeda nyata antar waktu penyimpanan (tabel 11). Jenis mikroba yang biasa tumbuh pada bahan berbasis karbohidrat adalah bakteri asam laktat, salah satunya adalah lactobaccilus (Hayes&Forsythe 1998). Jenis bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik pada pH netral sampai basa, seperti pH produk yaitu 6,17 – 6,57. Selain dipengaruhi oleh kondisi pH, bakteri ini juga mempengaruhi nilai pH lingkungan (bahan). Selama proses metabolisme, bakteri ini menghasilkan asam laktat, yang cenderung meningkatkan total asam (menurunkan pH) bahan. Hasil sampingan yang lain adalah H20 atau air.

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme. Perbedaan suhu penyimpanan dapat mempengaruhi faktor lain seperti kelembaban lingkungan (RH) serta kadar dan aktivitas air. Perbedaan perlakuan suhu penyimpanan mempengaruhi jenis dan laju pertumbuhan mikroba. Hubungan antara laju pertumbuhan dengan suhu inkubasi dapat dilihat pada tabel 1. Jenis mikroba psikotrof memungkinkan dapat tumbuh pada produk yang disimpan dalam suhu kamar (25-300C) adalah psikotrof, dimana bakteri tersebut tumbuh secara optimum pada suhu 25 0C . Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada penyimpanan suhu rendah (10-15 0C) adalah psikrofil atau mesofil. Hal tersebut dikarenakan bakteri psikrofil tumbuh optimum pada suhu 10 0C dan bateri psikotrof minimum dapat tumbuh pada suhu 5-10 0C.

Gambar 15 Perubahan Total Plate Count serbuk minuman FOS

Tren grafik pada gambar 15 menunjukkan bahwa total mikroba produk pada penyimpanan suhu rendah lebih tinggi dibandingkan suhu kamar. Hal tersebut dikarenakan produk dikemas tanpa dilakukan vakum (penghilangan oksigen), sehingga masih terdapat oksigen/udara dalam kemasan.

Perbedaan kelembaban antara lingkungan kemasan dengan refrigerator (tempat penyimpanan) mengakibatkan uap air udara terjebak dalam kemasan dan saat jenuh terkondensasi. Air yang menempel dalam kemasan kemudian mengenai bahan dan meningkatkan air pada permukaan bahan. Air pada permukaan atau yang disebut sebagai air bebas merupakan media yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbunnya (Syarief&Halid 1993). Lain halnya pada suhu kamar, kelembaban dalam kemasan dan lingkungan luar yang relatif sama, mengakibatkan pertukaran udara berjalan dengan baik sehingga kondisi dalam kemasan lebih kering.

Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) pada total mikroba serbuk minuman FOS. Semakin lama penyimpanan, total mikroba produk

semakin meningkat. Jumlah mikroba minggu ke-8 berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 4, dan 6. Selain itu, total mikroba minggu ke-6 berbeda nyata dengan minggu ke-0 dan 2. Perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba produk. Interaksi antara waktu dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total mikroba produk.

Tingkat Toksisitas

Beberapa zat dapat menjadi toksik (racun) secara alami terkandung dalam makanan, atau mengkontaminasi melalui mikroorganisme. Kontaminasi atau cemaran dapat terjadi selama persiapan atau proses produksi dari makanan itu sendiri. Keberadaan zat toksik pada produk minuman serbuk FOS ini diduga karena adanya cemaran dan pertumbuhan mikroorganisme. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang (Artemia Salina Leach) sebagai indikator toksik. Larva udang beserta sampel produk dimasukkan ke dalam vial dan didiamkan selama 24 jam, dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16 Penetasan telur larva udang dan vial pengujian BSLT

Cara perhitungan angka toksisitas dapat dilihat pada lampiran 5. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila LC50 kurang dari 1000 µg/ml (ppm). LC50 adalah konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian larva udang 50%. Jumlah LC50 yang lebih dari 1000 ppm dapat dinyatakan tidak aktif atau tidak toksik. Pada penelitian ini, pengujian dilakukan pada awal, pertengahan, dan akhir titik penyimpanan. Rata-rata nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml, yaitu berkisar antara 1246,09 hingga 2140,14 µg/ml. Sehingga produk tidak toksik selama penyimpanan 8 minggu baik disimpan pada suhu kamar ataupun suhu rendah. Tabel 14 Jumah LC50 (µg/ml) selama penyimpanan

Penyimpanan minggu ke- Perlakuan suhu Tk Tr 0 1246,09 1246,09 4 1360,38 1171,96 8 1329,56 2140,14

Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat toksisitas serbuk minuman FOS.

Gambar 17 Perubahan Kadar LC50 serbuk minuman FOS

Umur Simpan Kadar Air Kritis

Bedasarkan persamaan Labuza (1982) tantang umur simpan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan produk. Faktor yang harus diketahui antara lain kadar air awal (Mi), kadar air kritis (Mc), dan kadar air kesetimbangan (Me). Kadar air awal minuman serbuk FOS sebesar 4,5% bk. Kadar air kritis ditentukan dengan uji hedonik terhadap mutu fisik minuman

Dokumen terkait