UMUR SIMPANNYA
YUSTIKA SEKAR NEGARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
It’s Shelf Life. Under Direction of HIDAYAT SYARIEF and BUDI SETIAWAN. The objectives of this research was to study the effect of storage in sensory quality, chemical properties (water, anorganic, acidity, and sugar level), microbial and toxicity levels during storage; and to predict the shelf-life time of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product. The products were package in metalized plastic with weight per serving size was 11 gram. The methodology of storage effects was using ESS (Extendend Storage Studies) method for 0-8 weeks at room (25-30 0C) and refrigerator (10-13 0C) temperatures. Water content, acidity, and microbial level were increasing during storage, but anorganic and sugar level were decreasing. Temperatures did not significantly affect (p>0,05) in sensory quality, chemical propertiies, and toxicity level, but significantly affected microbial level (p<0,05) of the product. Water content, anorganic content, acidity, and microbial level were significantly affected (p<0,05) during 8 weeks storage. Sugar and toxicity level were not significantly affected (p>0,05) during 8 weeks storage. Shelf-life time was determined by ASLT (Accelerate Shelf Life Test) method with critical water approach, using Labuza formula equation. The shelf life of fructooligosaccaride (FOS) based beverage powder product was 4 years in 93% relative humidity (RH) with metalized plastic packaging.
Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku FOS Serta Pendugaan Umur Simpannya. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan BUDI SETIAWAN
Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk kesehatan, salah satunya adalah Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk serat pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang berperan sebagai prebiotik yang bermanfaat bagi pencernaan manusia. Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Salah satu jaminan keamanan pangan bagi konsumen adalah informasi mengenai umur simpan atau masa kadaluwarsa produk. Tujuan khusus: (1) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik warna, aroma, rasa, dan kekentalan produk (2) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula, (3) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu mikrobiologis produk dengan pengujian TPC (Total Plate Count), (4) Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), (5) Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis.
Formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran antara serbuk Orafti P95 (mengandung 95% FOS), sukralosa, flavor powder, stabilizer, dan garam. Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram. Penelitian ini meliputi 2 aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan dan pendugaan umur simpan. Metode penyimpanan yang digunakan dalam uji penyimpanan adalah metode ESS (Extended Storage Studies). Sampel penelitian diberikan dua perlakuan penyimpanan yaitu waktu dan suhu tempat penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu suhu kamar (25-30 0C) dan suhu rendah (10-13 0C). Pengujian sampel dilakukan setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8) meliputi parameter sifat organoleptik, kimia, dan mikrobiologis, sedangkan tingkat toksisitas produk diuji setiap 4 minggu sekali (minggu ke-0, 4, dan 8). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode penyimpanan ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) melalui pendekatan air kritis, menggunakan rumus Labuza (1982).
gula produk. Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap sifat kimia produk (kadar air, abu, total gula, dan nilai pH).
Total mikroba minuman serbuk FOS mengalami peningkatan antar waktu penyimpanan, dengan nilai berkisar antara 0 sampai dengan 65 koloni/g. Namun, nilai tersebut masih jauh dibawah standar SNI 01-3722-1995 untuk minuman serbuk yaitu 3 x 103 koloni/g. Waktu dan perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap jumlah mikroba produk. Tingkat toksisitas produk juga masih berada pada batas aman, yaitu nilai LC50 lebih dari 1000 µg/ml. Kisaran nilai LC50 berkisar antara 1246,09 sampai dengan 2140,14 µg/ml. Waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat toksisitas produk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serbuk minuman FOS yang disimpan selama 8 minggu pada suhu kamar dan serbuk suhu rendah masih aman untuk dikonsumsi.
Serbuk minuman berbahan baku FOS memiliki kadar air kritis sebesar 0,44 g H20/g padatan, kadar air awal sebesar 0,04 g H20/g padatan, dan kadar air pada RH penyimpanan 93% sebesar 0,48 g H20/g padatan. Tekanan uap air jenuh pada suhu penyimpanan 300C sebesar 31,82 mmHg (Labuza 1982). Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Labuza menggunakan data-data tersebut, maka umur simpan minuman serbuk FOS adalah selama 4 tahun apabila disimpan pada RH 93%, kemasan menggunakan metalized plastic
UMUR SIMPANNYA
YUSTIKA SEKAR NEGARI
Skripsi
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pengaruh Penyimpanan Terhadap Mutu dan Keamanan Produk Serbuk Minuman Berbahan Baku Fruktooligosakarida (FOS) serta Pendugaan Umur Simpannya”. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini.
1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan asuhan, masukan, kritikan, semangat, dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir
2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tugas akhir ini 3. Ayah, Ibu, Adik-adik, serta Keluarga Besar Klaten. Terima kasih banyak
untuk semua do’a, dan dukungannya selama ini baik moril mapun materil 4. dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi selaku penyandang dana dan
Bapak Masudi atas saran, arahan, bantuan dan dukungannya demi kelancaran penelitian ini
5. Segenap staf, karyawan, serta laboran Departemen Gizi Masyarakat atas bantuan dan kerjasama demi terlaksananya penelitian ini
6. Puspita Dewi yang telah berjuang bersama demi terselesaikannya penelitian ini. Terima kasih atas bantuan, dorongan, semangat, dan kebersamaannya selama ini
7. Teman-teman GM 43 dan GM 44, teman terdekatku (Eva Fitrina, Andri Susanti, dan Deristiyani), serta rekan-rekan Komunitas Penelitian Laboratorium Gizi (Fitri, Dita, A’im, Rakhma, Risti, Irni, Ande, Miftah, Yulaika, dan lain-lain). Terima kasih atas keceriaan, kebersamaan, dan kekompakannya
8. Terima kasih rekan-rekan pembahas (Arina, Nurhidayah, Diniarti, dan Tri Reti) atas saran dan kritik yang diberikan untuk perbaikan tugas akhir ini 9. Teman dan kakak Wisma Arsida 2 dan 3 (Dyah, Intan, Win, Riza, Retno,
11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis ucapkan banyak terima kasih
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua. Terima kasih.
Bogor, Januari 2011
pertama dari pasangan Bapak Yusuf dan Ibu Surasti. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Ciputat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima sebagai mahasisiswi Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif juga di organisasi. Penulis pernah menjadi anggota Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman 2006-2009 serta anggota Klub Peduli Pangan dan Gizi (KPPG) HIMAGIZI 2007-2008. Penulis juga aktif dalam kepanitian acara seperti FUNNY FAIR 2008 dan The Power of Diet 2009. Selain itu juga, aktif dalam acara kesenian seperti partisipasi dalam 3rd FEUI National Folklore Festival. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan (IBM) untuk tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Penulis pernah mendapatkan juara 3 dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) dan Presentasi Ilmiah tingkat TPB IPB tahun 2007. Selain itu, pernah mendapatkan dana hibah DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian tahun 2009. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) tahun 2009 di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Bogor serta Internship di bidang Dietetik di RSUD Cibinong tahun 2010.
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu ... 8
2 Rancangan perlakuan uji penyimpanan ... 18
3 Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan ... 21
4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan ... 24
5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan ... 25
6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan ... 27
7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan ... 28
8 Nilai rata-rata hedonik keseluruhan minuman FOS ... 29
9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan ... 30
10 Rata-rata kadar abu selama penyimpanan ... 32
11 Rata-rata total gula selama penyimpanan ... 33
12 Rata-rata nilai pH selama penyimpanan ... 34
13 Rata-rata Total Plate Count selama penyimpanan ... 35
14 Jumlah LC50 (µg/ml) selama penyimpanan ... 37
15 Penilaian organoleptik air kritis ... 39
16 Kadar air kesetimbangan pada masing-masing RH ... 39
17 Data kadar air kesetimbangan serbuk minuman FOS ... 40
18 Persamaan model kurva sorpsi isothermis ... 41
19 Kadar air kesetimbangan dari model-model persamaan ... 41
20 Nilai MRD model persamaan sorpsi isothermis ... 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase ... 7
2 Diagram Alir Uji Penyimpanan ... 15
3 Produk serbuk minuman berbahan baku FOS ... 16
4 Tempat penyimpanan kulkas dan lemari biasa ... 16
5 Humidity chamber... 20
6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna ... 25
7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma ... 26
8 Grafik perubahan nilai rata-rata penilain rasa ... 27
9 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian kekentalan ... 29
10 Grafik penilaian keseluruhan minuman FOS ... 29
11 Perubahan kadar air serbuk minuman FOS ... 31
12 Perubahan kadar abu serbuk minuman FOS ... 32
13 Perubahan total gula serbuk minuman FOS ... 33
14 Perubahan nilai pH serbuk minuman FOS ... 34
15 Perubahan Total Plate Count serbuk minuman FOS ... 36
16 Penetasan telur larva udang dan vial pengujian BSLT ... 37
17 Perubahan Kadar LC50 serbuk minuman FOS ... 38
18 Kurva sorpsi isothermis serbuk minuman FOS ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lembar uji organoleptik ... 51
2 Formula produk serbuk minuman berbahan baku FOS per takaran saji ... 53
3 Prosedur analisis mikrobiologi ... 53
4 Prosedur analisis kimia ... 54
5 Prosedur uji toksisitas dengan BSLT ... 55
6 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan ... 56
7 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan warna minuman FOS selama penyimpanan ... 58
8 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kecerahan minuman ... 58
9 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan aroma minuman FOS selama penyimpanan ... 59
10 Hasil analisis GLM terhadap tingkat aroma minuman FOS selama penyimpanan ... 59
11 Hasil analisis GLM tingkat kesukaan rasa minuman FOS selama penyimpanan ... 59
12 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan rasa minuman ... 60
13 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kemanisan minuman FOS selama penyimpanan ... 60
14 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ... 60
15 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap tingkat kesukaan kekentalan minuman ... 61
16 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kekentalan minuman FOS selama penyimpanan ... 61
17 Hasil analisis GLM terhadap tingkat kesukaan keseluruhan minuman FOS selama penyimpanan ... 61
Halaman
19 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar air ... 62
20 Hasil analisis GLM terhadap kadar abu serbuk minuman FOS ... 62
21 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap kadar abu ... 63
22 Hasil analisis GLM terhadap nilai pH serbuk minuman FOS ... 63
23 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap nilai pH ... 63
24 Hasil analisis GLM terhadap total gula serbuk minuman FOS ... 64
25 Hasil uji GLM terhadap total mikroba serbuk minuman FOS ... 64
26 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap total mikroba ... 64
27 Hasil analisis GLM terhadap nilai LC50 serbuk minuman FOS ... 65
28 Hasil uji organoleptik kadar air kritis ... 65
29 Hasil uji ANOVA organoleptik untuk penentuan kadar air kritis ... 65
30 Hasil uji beda lanjut Duncan terhadap organoleptik air kritis ... 65
31 Hasil pengukuran kadar air kritis ... 66
32 Hasil penimbangan air kesetimbangan (minggu ke-11 sd 19) ... 66
33 Hasil penimbangan air kesetimbangan (mingggu ke-11 sd 19) ... 67
34 Hasil pengukuran kadar air kesetimbangan ... 67
35 Contoh perhitungan dalam pembuatan kurva sorpsi ishotermis produk minuman serbuk FOS (model persamaan Hasley) ... 68
36 Kurva sorpsi isothermis model persamaan ... 68
37 Contoh perhitungan nilai MRD ... 69
38 Penentuan Nilai b (slope) ... 70
Saat ini banyak produk pangan tidak hanya menampilkan sisi kualitas
produk dari segi rasa dan aroma saja, tapi juga sisi keamanan dan manfaatnya
bagi kesehatan. Pangan sumber prebiotik telah banyak dikembangkan dalam
berbagai bentuk produk makanan ataupun minuman instan yang baik untuk
kesehatan. Salah satu produk yang dikembangkan adalah produk serbuk
minuman berbahan baku Fruktooligosakarida (FOS). Minuman ini merupakan pangan fungsional yang kaya akan karbohidrat kompleks yaitu dalam bentuk
serat pangan. Menurut Gropper et al (2009), FOS tergolong dalam fructan
(polyfructose
) yang
secara alami ditemukan pada tumbuhan dan dianggapsebagai serat (
dietary
fibre). Oleh karena beberapa data menunjukkan dampakfisiologis yang positif, maka fructan yang ditambahkan dalam makanan dapat
dianggap sebagai serat fungsional.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa FOS sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia serta dalam pengolahan pangan. FOS merupakan komponen pembentuk inulin yang secara langsung menstimulir pertumbuhan dan
aktivitas bakteri baik dalam usus besar, sehingga menyehatkan penncernaan. Uji klinis yang dilakukan oleh Luo et al (2000) terhadap 10 orang penderita Diabetes
Melitus tipe 2 berusia 57 tahun menunjukkan bahwa pemberian 20 gram FOS /
hari selama empat minggu tidak mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid,
sehingga tidak meningkatkan kadar glukosa darah. Dalam bidang industri
pangan pun FOS digunakan sebagai pemanis pengganti gula sukrosa untuk makanan rendah kalori.
Selain manfaat kesehatan yang diberikan oleh produk makanan, aspek
mutu dan keamanan juga harus diperhatikan. Pada saat baru diproduksi, mutu dianggap dalam keadaan 100% dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan. Perubahan mutu sangat mungkin terjadi tergantung pada kondisi penyimpanan bahan pangan itu sendiri. Selama penyimpanan produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh,
dan kepercayaan (Rahayu et al 2003).
pada bulan Januari-September 2004, terdapat 3734 kasus keracunan pangan,
30% disebabkan oleh makanan olahan rumah tangga, 28,8% dari katering, 11%
dari makanan jajanan, dan 16,4% dari industri (BPOM 2004 dalam Nurjanah
2006). Produk pangan bersifat mudah rusak oleh berbagai faktor baik fisik,
kimiawi, biologis, maupun mikrobiologis. Cemaran mikrobiologis pada makanan
dapat mempengaruhi mutu dan umur simpan pangan itu sendiri. Aspek
keamanan yang perlu diperhatikan adalah tingkat toksisitas pangan bagi makhluk hidup. Pengujian toksisitas pangan sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa pangan tidak mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan.
Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan produsen pada label kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai dikonsumsi. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan
sebenarnya. Cara ini memberikan hasil yang tepat, namun memerlukan waktu
yang lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, diperlukan metode pendugaan
umur simpan yang cepat, mudah, murah, dan mendekati umur simpan yang
sebenarnya. Metode yang digunakan disebut metode percepatan (akselerasi).
Produk disimpan pada lingkungan yang menyebabkan cepat rusak, baik pada
kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi.
Faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan antara lain adalah
bahan baku pangan, cara pengemasan, dan suhu penyimpanan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan studi tentang pengaruh penyimpanan terhadap mutu dan
keamanan produk serta penentuan umur simpan produk serbuk minuman
berbahan baku FOS. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat
keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk.
Tujuan Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penyimpanan terhadap mutu dan keamanan produk, serta menentukan umur
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu organoleptik (warna,
aroma, rasa, dan kekentalan produk)
2. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap mutu kimiawi produk meliputi
kadar air, abu, derajat keasaman (pH), dan total gula
3. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap total mikroba produk dengan
pengujian TPC (Total Plate Count)
4. Mengkaji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat toksisitas produk
dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
5. Menduga umur simpan produk dengan pendekatan air kritis
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai perubahan
mutu serbuk minuman formulasi FOS selama penyimpanan serta umur simpan
(masa kadaluwarsa) produk. Selain itu juga diharapkan minuman berbahan baku
TINJAUAN PUSTAKA
Fruktooligosakarida (FOS)
FOS merupakan campuran dari oligomer sukrosa 1F-(1-β
-fructofuranosyl)n-1. FOS terdiri dari molekul sukrosa (
glucose-fructosedisaccharides, GF) yang satu, dua, atau tiga unit fruktosa tambahan telah
ditambahkan dengan β-2-1 glycosidic yang berikatan dengan unit fruktosa dari
sukrosa. Molekul GF2 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β-D-fructofiranosyl-(1Å
2)-β-D-fructofuranosyl atau 1-ketose), GF3 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β
-D-fi-uctofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau
nys-tose), dan GF4 (α-D-glucopyranoside-(1 2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β
-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl-(1Å2)-β-D-fructofuranosyl atau 1F-β
-fructofuranosyl nystose) merupakan komponen dari FOS (Kamerling et al 1972
dalam FDA 2000).
FOS juga merupakan serat terfermentasi yang mempunyai fungsi sebagai
prebiotik. Menurut Gropper et al (2009), prebiotik berperan sebagai substrat
untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan atau yang bermanfaat
bagi kesehatan. Konsumsi 10-15 g FOS per hari selama 14-21 hari dapat
meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan (populasi koloni Bifidobacteria) di
dalam usus, sehingga dapat mencegah beberapa penyakit seperti diare. Menurut
FDA (2000), sekitar 89% FOS yang difermentasi oleh mikroflora usus diubah
menjadi gas dan short-chain fatty acids (SCFA). Gropper et al (2009)
menambahkan bahwa pembentukan SCFA di dalam kolon menyebabkan
terjadinya penurunan pH pada bagian luminal kolon. Kondisi pH yang rendah
menyebabkan lebih banyak kalsium yang tersedia (larut) untuk mengikat cairan
empedu dan asam-asam lemak, sehingga dapat mencegah kanker kolon.
Asam lemak rantai pendek (short-chain fatty acids /SCFA) yang
dihasilkan dari fermentasi bakteri usus, seperti b-hidroksibutirat, acetat, dan
propionat dapat meningkatkan jumlah precursor GLP-1 (glucagon-like peptide-1).
GLP-1 adalah sejenis hormon inkretin yang dapat memperbaiki produksi insulin
dan menghambat pembentukan glucagon (Delzenne et al 2007). Menurut Alles
(1999), pemberian 15 g FOS selama 20 hari kepada 20 pasien yang menderita
DM tipe 2 tidak ada berpengaruh terhadap glukosa darah, lipid serum, dan asetat
FOS merupakan produk turunan dari inulin yang dihidrolisis menjadi
bentuk oligofruktosa . Inulin dideskripsikan dalam British Pharmacopeia (1980)
sebagai bubuk granula putih yang bersifat amorf, tidak berbau, higroskopik, agak
larut dalam air panas dan agak larut dalam larutan organik. Secara alami FOS
terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya bawang merah,
asparagus, dan chicory (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada
kedelai, dan artichoke (Tensiska 2008).
Oligofruktosa lebih dapat larut dibanding inulin (sekitar 80% dalam air
pada suhu ruang). Ketika murni, oligofruktosa memiliki tingkat kemanisan sekitar
35% dibandingkan sukrosa. Kemanisannya mirip dengan gula, rasanya sangat
bersih tanpa adanya efek iritasi pada lidah , dan dapat pula menimbulkan aroma
buah-buahan. Oligofruktosa menunjukkan stabilitas yang baik selama proses
pemasakan, seperti perlakuan panas (Gibson&Fuller 1998). FOS, dikenal di
Jepang sebagai sebagai pemanis, peningkat aroma, pengembang, dan
humektan. Dalam industri pangan, FOS digunakan dalam pembuatan kue, roti,
permen, produk susu, dan beberapa minuman sebagai pengganti sukrosa
rendah kalori (Ekandini 2006).
Bahan Tambahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.772/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan
komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang
dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan (Cahyadi 2008). Tujuan
penambahan food additives adalah untuk meningkatkan rasa, warna,
menstabilkan dan memperbaiki tekstur, menahan kelembaban, sebagai
pengental, pengikat logam, mencegah terjadinya pelengketan, pengkayaan
makanan dengan vitamin dan mineral, dan beberapa tujuan spesifik lain
(Marliyati et al 1992). Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam
pembuatan produk minuman berbahan dasar FOS adalah pemanis buatan
(sukralosa), penyedap rasa dan aroma (flavor powder), dan stabilizer (xanthan
gum).
Pemanis buatan (sukralosa)
Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro-1,6-dideoxy-β
-D-fructofuranosyl-4-chloro-4-deoxy-α-D-galactopyranoside atau 4,1,6
kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, methanol dan
alkohol, sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis (Ambarsari et al 2009).
Menurut Drummond (2007), sukralosa merupakan satu-satunya pemanis
buatan yang terbuat dari gula meja. FDA pada tahun 1999 mengakui bahwa
sukralosa dapat digunakan sebagai pemanis secara umum. Sukralosa memiliki
tingkat kemanisan 600 kali dibandingkan dengan gula dan sesungguhnya
mempunyai rasa yang sama dengan gula. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan
tidak menambah kalori pada makanan. Sukralosa mempunyai stabilitas yang
sangat baik pada hampir seluruh jenis kondisi, termasuk panas.
Penyedap rasa dan aroma (flavor powder)
Bahan penyedap dalam bahan pangan dapat memperbaiki produk
pangan, membuat lebih diterima, dan lebih menarik. Bahan penyedap ada yang
berasal dari alami maupun buatan (sintetik). Ada senyawa sintetik yang
digunakan untuk menimbulkan aroma, karena senyawa-senyawa ester tertentu
(flavormatik) mempunyai aroma yang menyerupai aroma buah-buahan, misalnya
amil asetat menyerupai aroma pisang, vanilin memberikan aroma vanili, amil
kaproat menyerupai aroma apel dan nanas (Marliyati et al 1992).
Stabilizer (xanthan gum)
Menurut Arpah (1997), struktur xanthan gum memungkinkan untuk
memberikan gel yang paling stabil terhadap asam. Molekul xanthan gum memiliki
suatu back bone yang tersusun dari polimer sellulosa yang memiliki
cabang-cabang berantai pendek yang berhubungan dengan residu glukosa. Struktur ini
menyebabkan molekul larut dalam air. Kelarutan xanthan gum sangat baik dalam
air panas dan air dingin, dapat memberikan viskositas yang tinggi pada
konsentrasi gum yang sangat rendah, yaitu 0,05 – 0,5%. Polimer ini di dalam
industri pangan utamanya digunakan sebagai pengental, pensuspensi, dan
stabiliser.
Penyimpanan Pangan
Kondisi lingkungan penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan
susut zat gizi bahan pangan, selain itu juga mempengaruhi spesies
mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan.
Besarnya kerusakan yang terjadi tergantung pada lama atau waktu suatu bahan
pangan disimpan. Menurut Labuza (1982) faktor kerusakan pangan antara lain
Waktu Penyimpanan
Pada kondisi optimal, hampir semua bakteri memperbanyak diri dengan
pembelahan biner sekali setiap 20 menit. Menurut Hayes (1998), mikroba
mempunyai tahapan atau fase pertumbuhan selama kurun waktu tertentu yang
terdiri dari fase lambat (lag phase), logaritma (log phase), tetap (stationary
phase), dan penurunan (decline phase).
Gambar 1 Kurva pertumbuhan mikroba yang terbagi dalam 4 fase
Selama fase lag, sel melakukan metabolisme dengan cepat tetapi hanya
menyebabkan sedikit kenaikan ukuran sel, bukan peningkatan jumlah sel.
Selanjutnya, sel memperbanyak diri secara cepat tergantung pada organisme
dan kondisi lingkungannya. Periode terjadinya perbanyakan yang cepat ini
disebut fase log, karena nilai logaritmik jumlah organisme berbanding langsung
dengan waktu. Koloni tersebut kemudian memasuki fase pertumbuhan stationer,
jumlah sel yang hidup seimbang dengan jumlah yang mati. Akhirnya, laju
pertumbuhan menurun disebut fase penurunan, biasanya disebabkan karena
kekurangan faktor pertumbuhan (Gaman 1992).
Suhu Penyimpanan
Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi aktivitas air dan potensial
redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan
yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan
memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan
pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme
anaerob atau falkutatif anaerob. Suhu merupakan salah satu faktor penting
dalam laju pertumbuhan mikroorganisme. Suhu terendah dimana mikroba dapat
tumbuh disebut suhu minimum, sedangkan suhu saat pertumbuhan
suhu tersebut, terdapat suhu dimana laju pertumbuhan mikroba sangat cepat
yang disebut sebagai suhu optimum (Hayes 1998). Menurut Buckle et al (1985),
klasifikasi mikroorganisme berdasarkan reaksi pertumbuhannya terhadap suhu
adalah sebagai berikut
Tabel 1 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu
Kelompok Suhu pertumbuhan minimum (0C)
Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau
produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi
parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer&Twigg 1983
dalam Afrianto 2008). Menurut BPOM (2008), mutu pangan didefinisikan sebagai
kelompok sifat atau faktor pada pangan yang membedakan tingkat pemuas atau
aceptability (penerimaan) dari pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen.
Mutu pangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik atau sifat yang dimiliki
oleh bahan pangan tersebut. Kramer dan Twigg (1983) diacu dalam Afriyanto
(2008) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua
kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi
penampilan (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik) tekstur, kekentalan dan
konsistensi, flavor (sensasi dari kombinasi bau dan cicip), dan (2) karakteristik
tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Mutu dari bahan
pangan sangat dipengaruhi oleh faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari bahan pangan itu sendiri, sedangkan
faktor eksternal berasal dari lingkungannya (Afrianto 2008).
Penetuan mutu pangan dapat dilakukan dengan mengukur/ menilai sifat
yang ada dimiliki bahan pangan. Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: (1) sifat fisik, yang memiliki hubungan
erat dengan sifat dari bahan pangan yang nampak, seperti tekstur, kekentalan,
ataupun warna. Sifat fisik dari bahan pangan dapat diukur secara sensoris
(organoleptik) ataupun degan menggunakan alat analisis. Sifat fisik memiliki
kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai
yang ditentukan oleh senyawa kimia dalam bahan pangan sejak mulai dari bahan
pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Sifat kimia yang biasa diukur dalam
bahan pangan adalah air, kandungan gizi, dan derajat keasaman (pH), (3) sifat
biologis, yang utama dari bahan pangan adalah kandungan mikrobanya (Afrianto
2008).
Perubahan pada mutu pangan akibat pertumbuhan mikroorganisme,
dapat membahayakan kesehatan manusia. Apabila makanan tersebut sampai
mengakibatkan luka atau kematian, maka dapat dikatakan tidak aman. Penyakit
yang disebabkan oleh makanan (foodborne disease) adalah gejala penyakit yang
timbul akibat mengonsumsi makanan yang mengandung bahan/ senyawa
beracun/ organisme pantogen (WKNPG 1993).
Penyakit yang sering timbul dari makanan yang tercemar adalah diare.
Menurut Muchtadi (1988), flatulensi merupakan gejala awal timbulnya diare, dan
dianggap masalah yang cukup serius meskipun tidak bersifat toksik.
Oligosakarida tidak dapat dicerna karena mukosa usus halus mamalia tidak
mempunyai enzim pencernaannya, yaitu α-galaktosidase. Bakteri yang ada di
usus besar memetabolismenya dan menghasilkan gas-gas seperti CO2, H2, dan
sedikit metan. Peningkatan tekanan gas dalam rektum dapat menyebabkan
timbulnya tanda-tanda patologis flatulensi, sakit kepala, pusing, penurunan daya
konsentrasi, dan oedem kecil.
Toksisitas Pangan
Menurut Omaye (2004), kemanan pangan berhubungan dengan tingkat
toksisitas, dimana batas pangan/bahan makanan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Bahaya didefinisikan dapat mengakibatkan luka dan kematian. Zat
racun dapat secara alami ada dalam bahan makanan, atau kontaminasi oleh
mikroorganisme, yang terjadi saat persiapan dan proses pembuatan makanan.
Tingkat toksisitas suatu bahan pangan dapat ditentukan dengan uji toksisitas.
Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan
atau menilai batas keamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu
senyawa. Pengukuran toksisitas dapat ditentukan secara kuantitatif yang
menyatakan tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zat tersebut. Salah satu
metode pengujian yang sering dan mudah dilakukan adalah menggunakan larva
udang (Artemia Salina Leach), disebut dengan Brine Shrimp Lethality Test
Metode BSLT banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif
yang bersifat toksik dari alam. Metode ini dapat digunakan sebagai
bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup
reproducible. Tingkat toksisitas dinyatakan dalam LC50, yaitu konsentrasi yang
menyebabkan 50% kematian organisme uji. Bila ekstrak sampel memiliki harga
LC50 kurang dari atau sama dengan 1000 µg/ml, maka dikatakan toksik (Meyer et
al 2002 dalam Baraja 2008).
Umur Simpan
Menurut National Food Processor Association (1978), suatu produk
dikatakan berada pada kisaran umur simpannya jika kualitas produk secara
umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan
selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi
kemasan. Institute of Food Technologiest (1974) mendefinisikan umur simpan
produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi
dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat
penampakan, aroma, tekstur dan nilai gizi (Syarief et al 1989).
Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi
kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible
(tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat
tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima
lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan
tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan
pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa,
yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan
tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus.
Menurut Ellis (1994) diacu dalam Kusumaningrum (2002), penentuan
umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama
penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh
konsumen. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pada produk pangan
menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Penentuan umur
simpan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi pada produk
selama selang waktu tertentu. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa
perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu
tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu
Menurut Syarief et al (1989), secara garis besar umur simpan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage
studies, ESS) dan metode akselerasi (ASS atau ASLT). Penentuan umur simpan
produk dengan ESS adalah penentuan tanggal kadaluwasa dengan cara
menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan
pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu
kadaluwarsa (Herawati 2008). Metode ini sering digunakan untuk produk yang
memiliki masa simpan kurang dari 3 bulan.
Labuza (1982) menyatakan penentuan umur simpan dapat dilakukan
pada kondisi dipercepat (accelerated shelf life test, ASLT) dan selanjutnya dapat
diprediksi umur simpan yang sebenarnya. Salah satu pendekatan untuk bahan
berbasis kering adalah dengan cara meningkatkan kelembaban udara lingkungan
penyimpanan hingga mencapai kadar air kritisnya. Pendekatan tersebut sangat
mempengaruhi laju penyerapan air antara bahan dengan lingkungan. Laju
penyerapan air oleh produk pangan dipengaruhi oleh tekanan uap air pada suhu
uadar tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar
air awal, berat kering, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH
penyimpanan, dan slope kurva sorpsi isothermis.
Kadar Air Bahan Pangan
Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim, mikroba, kimiawi, sehingga menimbulkan
perubahan sifat organoleptik, serta nilai gizinya. Air dalam bahan pangan
dinyatakan dalam persentase kadar air, aw, atau RH. Kadar air adalah
persentase kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam berat basah (wet
basis) atau berat kering (dry basis). Aktivitas air atau water activity (aw) adalah
jumlah air bebas atau tidak terikat dalam suatu sistem yang dapat menunjang
reaksi biologis dan kimiawi. Kelembaban relatif (RH) didefinisikan sebagai
perbandingan antara tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap jenuh suhu
tertentu (Syarief et al 1993). Dalam keadaan setimbang,
Kadar air awal produk diukur dari produk yang baru diproses (freshly
processed product). Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk
pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al 1989). RH
yang berbeda akan menghasilkan kadar air kesetimbangan yang berbeda pula.
ditentukan kadar air kesetimbangan (Mc) dan tekanan uap jenuh (Po)
(Kusnandar 2006).
Kurva Sorpsi Isothermis
Secara alami, bahan pangan memiliki sifat higroskopis, yaitu dapat
menyerap atau melepaskan air dari atau ke udara. Secara umum sifat-sifat
hidratasi digambarkan dengan kurva isothermis, yaitu kurva yang menunjukan
hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban relatif
kesetimbangan ruang tempat penyimpanan (RHs) atau aktivitas air (aw) pada
suhu tertentu. Istiah sorpsi berarti penggabungan air ke dalam bahan pangan,
apabila proses dengan bahan kering disebut absorpsi, sedangkan bahan basah
disebut desorpsi. Bentuk kurva sorpsi isotermik adalah khas pada setiap bahan
pangan, namun biasanya berbentuk sigmoid (menyerupai huruf s) (Syarief &
Halid 1993).
Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air bahan ketika tekanan uap
air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana
produk sudah tidak mengalami perubahan bobot produk. Bobot bahan dikatakan
konstan bila selisih bobot antara 3 kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
2 mg/g untuk kondisi RH >90% dan tidak lebih dari 10 mg/g untuk kondisi RH
>90% (Lievonen dan Ross 2002 di dalam Adawiyah 2006). Jika kelembaban
relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan
maka bahan tersebut akan menyerap air (adsorpsi). Sebaliknya jika kelembaban
relatif udara lebih rendah dari bahan pangan maka bahan akan menguapkan air
yang dikandungnya (desorpsi) (Brooker et al 1992).
Permeabilitas Kemasan
Permeabilitas kemasan (k/x) adalah laju transmisi uap air dibagi dengan
perbedaan tekanan uap air antar permukaan bahan. Laju transmisi uap air
merupakan jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu
bahan (pengemas) selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan RH relatif
konstan (ASTM 1980 dalam Fransisca 2010).
Kemasan yang digunakan untuk produk serbuk minuman FOS adalah
metalized plastic, yang merupakan kombinasi antara aluminium foil dan plastik.
Metalizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan
logam melalui permukaan kertas atau plastic film dalam kondisi vakum. Buckle et
perlindungan terhadap gas, uap air, bau, dan sinar. Plastik yang melapisi
alumunium foil pada kemasan metalized dapat meningkatkan penampilan dan
mengurangi laju transmisi, serta melindungi produk dari cahaya (Brown 1992).
Kemasan metalized plastic yang diukur dengan alat WVTR (Water Vapor
Transmission Rate), memiliki permeabilitas kemasan (k/x) sebesar 0,0180
g/m2/hari/mmHg(Vitria 2010).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2010. Tempat
yang digunakan pada penelitian ini antara lain Laboratorium Pengolahan
Pangan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan dan Laboratorium Analisis
Kimia Fisik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB,
Laboratorium Rekayasa Pengolahan Pangan dan Laboratorium Mikrobiologi
Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Laboratorium Uji Biofarmaka (LUB), Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul ”Pengaruh
Pemberian FOS terhadap Kadar Hormon Glukagon-Like Peptide-1 dan Glukosa
Postpandrial Pasien Diabetes Melitus Tipe 2”, yang dilakukan oleh mahasiswi S2
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Pada penelitian tersebut, dilakukan
intervensi produk serbuk minuman FOS selama 4 minggu kepada penyandang
diabetes melitus tipe 2.
Penelitian ini meliputi dua aspek yaitu uji pengaruh penyimpanan
terhadap mutu dan keamanan, serta pendugaan umur simpan (masa
kadaluwarsa) produk.
Uji penyimpanan
Uji penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu dan
kemanan produk selama 8 minggu, karena produk diberikan sebagai pemberian
intervensi selama 4 minggu. Metode yang digunakan dalam uji penyimpanan
adalah metode konvensional/ ESS (Extended Storage Studies), dimana sampel
penelitian disimpan dalam lingkungan sebenarnya (kehidupan sehari-hari)
selama selang waktu tertentu. Sampel penelitian diberikan dua perlakuan, yaitu
waktu dan suhu penyimpanan. Waktu penyimpanan dilakukan selama 8 minggu
dengan 5 titik uji. Perlakuan suhu tempat penyimpanan terdiri dari 2 taraf, yaitu
suhu kamar dan suhu rendah.
Uji terhadap pengaruh penyimpanan melipiuti mutu (organoleptik dan sifat
kimiawi) serta keamanan (mikrobiologis dan tingkat toksisitas) produk. Tahapan
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Gambar 2 Diagram alir uji penyimpanan
Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada uji penyimpanan produk:
1. Pembuatan produk dan pengemasan
Bahan utama yang digunakan adalah produk serbuk minuman
berbahan baku fruktooligosakarida (FOS). Formula yang digunakan
dalam produk tersebut merupakan formula terpilih pada penelitian Puspita
Dewi (2010), yang berjudul formulasi produk serbuk minuman berbahan
dasar fruktooligosakarida (FOS) sebagai pangan fungsional rendah kalori.
Hasil formula terpilih dapat dilihat pada lampiran 2.
Produk serbuk minuman kemudian dikemas menggunakan
metalized plastic, dengan berat per kemasan sebesar 11 gram.Kemasan
tersebut terdiri dari aluminium foil dengan 3 lapisan plastik, yaitu PET
(polietilen) /VMET (vacum metalized) /LLDPE( linier low density
polyetylene) dengan luas permukaan 6,2 x 9,5 x 2 cm2 per kemasannya. Sampel
Dikemas dengan metalized plastic
Suhu kamar (Tk) antara 25-30 0C
Suhu rendah (Tr) antara10-13 0C
Penyimpanan selama 8 minggu
1. Analisis setiap 2 minggu sekali (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8), meliputi:
a. Uji organoleptik b. Analisis kimia
- Kadar air - Kadar abu
- Derajat keasaman (nilai pH) - Total gula
c. Analisis total mikroba (Total Plate Count)
2. Penyimpanan
Setiap produk yang telah dikemas diberi kode sesuai dengan
ulangan produk, perlakuan penyimpanan, titik penyimpanan, dan uji yang
akan dilakukan.
Gambar 3 Produk serbuk minuman FOS
Produk dikelompokkan sesuai dengan suhu dan waktu
penyimpanan, serta uji yang akan dilakukan. Produk kemudian disimpan
dalam dua kantung (paper bag), dimana satu kantung ditempatkan dalam
lemari penyimpanan biasa (suhu kamar) dengan suhu 25-30 0C, dan satu
kantung lagi dalam lemari es (suhu rendah) dengan suhu 10-13 0C.
Produk disimpan selama 8 minggu.
Gambar 4 Tempat penyimpanan, kulkas (sebelah kiri) dan lemari biasa
(sebelah kanan)
3. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan oleh 15 orang panelis semi
terlatih, yang terdiri dari uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik. Pada
uji hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan pribadi tentang
kesan terhadap sifat sensoris sampel, meliputi warna, aroma, rasa,
kekentalan, dan keseluruhan produk. Penilaian dilakukan menggunakan
skala garis, yaitu bentuk garis lurus berarah yang diberi skala numerik
dengan jarak yang sama. Skala garis terdiri dari angka 1 sampai dengan
9, dengan ketentuan 1 adalah amat sangat tidak suka, 2 adalah sangat
tidak suka, 3 adalah tidak suka, 4 adalah suka, 5 adalah biasa, 6 adalah
agak suka, 7 adalah suka, 8 adalah sangat suka, dan 9 adalah amat
Pada uji mutu hedonik, panelis diminta memberikan kesan
terhadap warna, aroma, rasa, dan kekentalan sesuai dengan karakteristik
pada minuman. Parameter warna berkisar antara amat sangat gelap
hingga amat sangat cerah, aroma berkisar antara amat sangat tidak
beraroma hingga amat sangat beraroma, rasa berkisar antara amat
sangat tidak manis hingga amat sangat manis, kekentalan berkisar antara
amat sangat encer hingga amat sangat kental. Format lembar pengisian
nilai hedonik dan mutu hedonik dapat dilihat pada lampiran 1.
4. Analisis Kimia
Analisis kimia dilakukan setiap 2 minggu sekali, sehingga total
analisis adalah 5 kali selama penyimpanan (minggu ke-0, 2, 4, 6, dan 8).
Analisis kimia meliputi penetapan kadar air dengan metode oven, kadar
abu dengan metode tanur, kadar gula total dengan metode refraktometer,
pengukuran pH (derajat keasaman) dengan pH meter. Pada pengukuran
kadar air, sampel dimasukkan ke dalam cawan aluminium dan
dikeringkan dalam oven, kemudian ditimbang berat sampel setelah
kering.
Analisis kadar abu dimulai dengan tahap pengarangan sampel
dalam cawan porselen menggunakan pemanas, kemudian diabukan
dalam tanur (suhu 5500C). Setelah pengabuan sempurna, didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Nilai pH diukur menggunkaan alat pH
meter. Sampel dilarutkan dengan 100 ml akuades dalam gelas piala,
kemudian diaduk dengan stirer. Pengukuran kadar gula dilakukan dengan
melarutkan satu kemasan produk yaitu sebanyak 12 gram dalam 100 ml
aquades hingga homogen menggunakan stirrer (pengaduk). Setelah itu
dibaca menggunakan jenis alat ABBE-3L Refractometer.
5. Uji Mikrobiologis
Uji mikrobiologis yang dilakukan adalah pengujian total mikroba
yang dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan (Plate
Count Agar). Sepuluh gram sampel ditambah dengan 90 ml akuades
steril, kemudian dihancurkan dengan menggunakan stomaker selama 1
menit. Setelah itu dibuat pengenceran 10-1 sampai 10-4 dengan
penambahan larutan pengencer (BPW/Buffered Peptone Water).
Pemupukan dilakukan dari 10-1 sampai 10-5 (tergantung jenis sampel)
sampel tersebut dan ditambahkan medium PCA. Agar tersebut diinkubasi
pada suhu kamar selama 2 hari, kemudian dilakukan penghitungan
jumlah mikroba.
6. Uji Toksikologi
Metode uji yang digunakan adalah Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) dengan larva udang (arthemia salina leach) sebagai hewan uji.
Prinsip metode ini adalah mengukur tingkat toksisitas sampel dengan
menghitung jumlah kematian larva udang yang diintervensi. Langkah uji
ini terdiri dari penetasan telur udang dan pengujian ekstrak produk
kepada larva udang. Prosedur kerja dan perhitungan uji toksisitas dapat
dilihat pada lampiran 5.
7. Rancangan Percobaan
Perlakuan yang diberikan adalah suhu tempat penyimpanan dan
waktu penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x5 dengan 2 kali ulangan.
Faktor perlakuan terdiri dari T1 (suhu kamar) dan T2 (suhu rendah).
Faktor waktu meliputi M1 (minggu ke-0), M2 (minggu ke-2), M3 (minggu
ke-4), M4 (minggu ke-6), dan M5 (minggu ke-8). Jika dikombinasikan
terdapat 10 perlakuan (2 kali ulangan) dengan 20 unit percobaan.
Tabel 2 Rancangan perlakuan uji penyimpanan
Waktu (M) Suhu
i = perlakuan suhu tempat penyimpanan (Tk dan Tr)
j = lama penyimpanan (0,2,4,6,dan 8 minggu)
n = ulangan
Yij = nilai pengamatan uji pada faktor T taraf ke-i faktor M taraf
ke-j dan ulangan ke-n
µ =rataan umum jenis kemasan terhadap lama
penyimpanan
βj =pengaruh lama penyimpanan
(αβ) ij =pengaruh interaksi suhu penyimpanan dengan lama penyimpanan
єijn =galat akibat pengaruh suhu penyimpanan dan lama penyimpanan
8. Analisis Data
Data hasil analisis diolah secara statistika dengan uji-uji yang
relevan menggunakan software. Uji statistik yang digunakan adalah
General Linier Model (GLM) untuk mengetahui pengaruh waktu
penyimpanan, suhu penyimpanan serta interaksi antara suhu
penyimpanan dengan lama penyimpanan terhadap penilaian organoleptik,
mutu kimia, total mikoba, dan tingkat toksisitas produk. Kemudian,
dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test untuk mengetahui
perlakuan mana yang memberikan respon yang berbeda dan sama.
Pendugaan Umur Simpan
Minuman serbuk FOS ditentukan umur simpannya menggunakan metode
percepatan/ ASLT (Accelerate Shelf Life Test) pendekatan kadar air krits. Umur
simpan hingga produk mencapai kadar air kritis dapat dihitung menggunakan
persamaan Labuza (1982) sebagai berikut:
Ts adalah waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari
kadar air awal menuju kadar air kritis atau waktu perkiraan umur simpan (hari).
Variabel yang digunakan dalam rumus tersebut terdiri dari kadar air awal produk
(Mi), kadar air kritis (Mc), kadar air kesetimbangan (Me), konstanta permeabilitas
uap air kemasan (k/x), luas permukaan kemasan (A), berat kering produk dalam
kemasan (g), slope kurva sorpsi isothermis (b), dan tekanan uap jenuh (Po).
Alat yang digunakan pada penentuan kadar air kritis dan keseimbangan
adalah inkubator, humadity chamber dan aluminium foil. Humidity chamber yang
digunakan berupa toples yang terbuat dari kaca dengan tutup yang dibuat kedap
udara. Dalam toples ditempatkan empat buah penyangga berbentuk kubus
setinggi 10 cm, yang diatasnya terdapat alas berbentuk lingkaran berdiameter 7
aluminium foil. Pada bagian dasar diisi dengan larutan garam jenuh, sehingga
dalam chamber tercipta kelembaban (RH) tertentu.
Gambar 5 Humidity chamber
Kadar air awal diukur dengan metode oven biasa, dan dinyatakan dalam
berat kering (% bk). Luas permukaan kemasan diukur menggunakan penggaris
meliputi lebar dan panjang per kemasan produk. Data Kadar air kritis, kadar air
kesetimbangan, dan slope kurva isothermis diperoleh melalui 6 tahapan analisis,
antara lain:
1. Penentuan kadar air kritis
Kadar air kritis adalah kadar air pada kondisi dimana produk
pangan mulai tidak dapat diterima secara organoleptik (Syarief et al
1989). Penentuan kadar air kritis ini dilakukan dengan menyimpan serbuk
minuman sebanyak ± 3 gram dalam cawan yang terbuat dari kertas
aluminum. Kemudian ditempatkan dalam humidity chamber yang
menciptakan kelemababan (RH) sangat besar. Lingkungan didalam toples
dikondisikan memiliki RH sebesar 97% menggunakan larutan garam
K2SO4. Larutan garam dimasukkkan kedalam toples hingga mengisi dasar
toples. Humidity chamber tersebut ditempatkan dalam inkubator dengan
suhu 300C.
Sampel diuji mutunya secara hedonik setiap 6 jam sekali hingga
tidak dapat diterima lagi, menggunakan panelis terbatas sebanyak 8
orang. Uji rating hedonik pada penentuan kadar air kritis ini terdiri dari 5
skala dari sangat tidak suka (1) sampai sangat suka (5). Setelah
mencapai titk kritis, sampel diukur kadar airnya dengan metode oven.
2. Penentuan kadar air kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan mengkondisikan
sampel pada beberapa larutan garam jenuh mulai dari larutan garam
NaOH yang memiliki nilai RH 6,9% hingga K2SO4 dengan RH 97%.
Larutan garam dibuat hingga jenuh dengan perbandingan yang berbeda
karena masing-masing jenis garam menghasilkan tingkat kejenuhan yang
berbeda. Jenis garam yang digunakan dan nilai RH yang dihasilkan,
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3 Jenis dan RH garam jenuh yang digunakan
No Jenis garam Jumlah (g) Air (ml) %RH
Sampel disimpan hingga mencapai berat konstan. Berat dikatakan
konstan apabila selama 3 kali penimbangan berturut-turut menghasilkan
selisih < 2 mg per gram sampel untuk garam dengan RH < 90% (NaOH,
KI, NaCl, KCl) dan <10 mg per gram untuk garam dengan RH > 90%
(BaCl2, KNO3, K2SO4). Semakin besar perbedaan nilai aw antara bahan
dan lingkungan maka akan semakin lama mencapai berat konstan.
Sampel yang telah mencapai berat konstan pada RH tertentu, kemudian
diukur kadar air kesetimbangan dengan metode oven biasa. Kadar air
dinyatakan dalam basis kering (bk).
3. Penentuan kurva sorpsi isothermis
Kurva sorpsi isothermis dibuat seteleh ditentukan kadar air
kesetimbangan sampel pada masing-masing RH. Kurva sorpsi dibuat
dengan cara memplotkan nilai aw atau kelembaban relatif lingkungan (RH
larutan garam jenuh) pada sumbu x dengan kadar air kesetimbangan
pada sumbu y.
4. Penentuan model sorpsi isothermis (Chirife&Iglesias 1978)
Kurva Sorpsi juga dibuat dalam beberapa persamaan model yaitu
model Hasley, Chen-Clayton, Henderson, Oswin dan Caurie. Persamaan
yang dipilih dalam menentukan model sorpsi isothermis adalah
persamaan-persamaan yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan,
mempunyai parameter kurang atau sama dengan tiga, serta dapat
digunakan pada jangkauan relatif yang lebar (0-90%) sehingga dapat
mewakili ketiga daerah pada kurva sorpsi isothermis. Modifikasi
model-model sorpsi isothermis adalah sebagai berikut:
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam
bentuk umum: y = ax+b
Log [ ln(1/aw)] = log P(1) – log P(2)
Dimana: y = Log [ ln(1/aw)] x = log Me
a = log P(1) b = -P(2)
2) Persamaan Chen-Clayton
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam
bentuk umum: y = ax+b
Ln [ ln(1/aw) ] =ln P(1) – P(2) Me
Dimana: y = ln [ ln(1/aw) ] x = Me
a = ln P(1) b = -P(2)
3) Persamaan Henderson
1 – aw = exp [ - KMen]
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam
bentuk umum: y = ax+b
Log [ ln(1/(1-aw))] = log K + nlog Me
Dimana: y = Log [ ln(1/(1-aw))] x = log Me
a = log K b = n
4) Persamaan Caurie
Ln Me = ln P(1) – P(2)aw
Dimana: y = ln Me x = aw
a = ln P(1) b = P(2)
5) Persamaan Oswin
Persamaan diubah menjadi persamaan garis lurus dalam
bentuk umum: y = ax+b
Ln Me = ln P(1) + P(2) ln [aw/(1-aw)]
Dimana: y = ln Me x = ln [aw/(1-aw)]
5. Uji Ketepatan Model (Isse et al 1983)
Uji ketepatan model dilakukan dengan menghitung nilai Mean
Relatif Determination (MRD) pada setiap persamaan. Nilai MRD
digunakan untuk mengetahui model persamaan yang paling tepat atau
mendekati persamaan sorpsi isothermis. Rumus MRD adalah sebagai
berikut:
Dimana: mi = kadar air hasil percobaan
mpi = kadar air hasil perhitungan
n = jumlah data
Jika nilai MRD kurang dari 5 (MRD<5) , model sorpsi isotermis
pada persamaan tersebut dapat menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Jika nilai menunjukkan 5<MRD<10, maka model tersebut
agak tepat. Jika nilai MRD>10 maka model tersebut tidak tepat
mengggambarkan sorpsi isothermis yang sebenarnya.
6. Penentuan kemiringan kurva (slope)
Kemiringan kurva ditentukan dari nilai b pada persamaan regresi
linier dalam kurva model sorpsi isothermis yang terpilih berdasarkan nilai
MRD. Kurva regresi linier dibuat dari titik kadar air awal sampai titik kadar
air kritis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Sifat Organoleptik Warna
Nilai rata-rata penilaian kesukaan (hedonik) terhadap parameter warna
minuman berbahan baku FOS berkisar antara 5,4 - 6,0, sedangkan penilaian
tingkat kecerahan (mutu hedonik) antara skala 4,5 - 6,0. Kisaran skala tersebut
berarti panelis menilai produk pada skala biasa (suka tidak, tidak suka pun tidak)
sampai agak suka dengan mutu warna agak tidak cerah sampai agak cerah.
Rata-rata penilaian tingkat kesukaan dan kecerahan minuman antar
waktu penyimpanan menunjukkan tren yang sama. Penilaian tingkat kesukaan
semakin meningkat, namun sedikit menurun pada penyimpanan minggu terakhir
(ke-8). Hal yang sama juga terjadi pada tingkat kecerahan produk. Semakin lama
waktu penyimpanan maka penilaian tingkat kecerahannya juga semakin
meningkat, kemudian menurunan pada minggu ke-8. Oleh karena itu, penilaian
kecerahan berbanding lurus dengan penilaian kesukaan panelis terhadap warna
minuman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin cerah warna minuman, panelis
juga semakin suka.
Tabel 4 Nilai rata-rata penilaian warna produk selama penyimpanan
Parameter Perlakuan
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu penyimpanan memberikan
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kecerahan, namun tidak berpengaruh
nyata (p>0,05) pada tingkat kesukaan warna. Semakin lama waktu
penyimpanan, penilaian panelis terhadap tingkat kecerahan minuman semakin
meningkat. Tingkat kecerahan produk pada minggu ke-0 berbeda nyata dengan
minggu ke-2,4,6 dan 8, dan minggu ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-6.
Perlakuan suhu kamar (Tk) dan suhu rendah (Tr) tidak berpengaruh nyata
Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian warna
Aroma
Peranan aroma dalam bahan makanan sangat penting, karena aroma
merupakan indeks mutu yang menentukan penerimaan konsumen (Winarno
1980). Kelelehan daya cium terhadap bau (fatigue of odor) terjadi dengan cepat,
sehingga penilaian terhadap aroma sangat sensitif untuk berubah.
Penilaian panelis terhadap kesukaan dan tingkat aroma minuman berada
pada rentang yang hampir sama. Rata-rata penilaian kesukaan aroma adalah
agak suka (5,9 - 6,2), sedangkan penilaian tingkat aroma minuman adalah agak
beraroma (5,6 - 6,2). Nilai rataan tingkat kesukaan dan aroma minuman paling
tinggi terjadi pada minggu ke-2, baik pada penyimpanan suhu kamar maupun
suhu rendah yaitu 6,2 (agak suka dengan warna yang agak cerah). Namun,
penilaian cenderung mengalami penurunan pada minggu selanjutnya.
Tabel 5 Nilai rata-rata penilaian aroma produk selama penyimpanan
Parameter Perlakuan Suhu
Minggu ke-
0 2 4 6 8
Hedonik Tk 6,1 6,2 5,6 5,9 6
Tr 6,1 6,2 6,2 5,9 5,9
Mutu Hedonik Tk 5,7 6,2 5,6 5,5 6,2
Tr 5,7 6,2 6,2 5,7 6,1
Perubahan tingkat aroma minuman selama penyimpanan disebabkan
karena senyawa volatile (mudah menguap) yang terdapat pada bahan sintetis
yang ditambahkan. Flavor powder yang digunakan adalah bahan sintesis
(buatan) dengan bahan dasar amil asetat yang bersifat mudah menguap.
Menurut Delarue et al (2006), dalam bentuk larutan, mono atau disakarida
berinteraksi dengan molekul air yang dapat mempengaruhi beberapa senyawa
yang memberikan aroma (flavor). Gugus hidroksil pada senyawa mono atau
dalam air, maka air dalam bahan pangan untuk mengikat senyawa flavor
semakin kecil. Oleh karena itu, terjadinya perubahan sifat kimia, seperti kadar air
dan total gula terlarut dapat memicu perubahan pada tingkat aroma minuman.
Faktor pengemasan sangat mempengaruhi kondisi bahan yang ada
didalamnya. Jenis kemasan yang kedap udara dapat mencegah penguapan
flavor dalam bahan. Selain itu, saat proses produksi perlu dipastikan
pengemasan dilakukan dengan baik agar tidak mengalami kebocoran pada
kemasan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa waktu dan suhu penyimpanan
tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian kesukaan aroma maupun
tingkat aroma minuman.
Gambar 7 Grafik perubahan nilai rata-rata penilaian aroma
Rasa
Rasa merupakan penilaian sensori sebagai respon dari stimulasi lidah
yang merasakan. Molekul mono atau disakarida, selain mempengaruhi flavor,
juga secara alami memberikan rasa manis pada bahan pangan. Bahan baku
FOS memilki tingkat kemanisan hanya 35% dari gula sukrosa. Oleh karena itu,
ditambahkan pemanis buatan berupa sukralosa yang memiliki kemanisan tinggi
(setara dengan 600 gram sukrosa).
Tingkat kemanisan sangat berhubungan dengan sifat kimia produk yaitu
total gula terlarut. Semakin turun jumlah gula pada bahan pangan, maka
kemungkinan semakin turunnya tingkat kemanisan minuman pun dapat terjadi.
Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa minuman FOS berkisar antara agak
suka sampai suka (5,6 – 6,5), sedangkan tingkat kemanisan minuman adalah
manis (6,5 - 6,8). Penilaian kesukaan panelis terhadap rasa minuman meningkat
Tabel 6 Nilai rata-rata penilaian rasa produk selama penyimpanan
Parameter Perlakuan Suhu
Minggu ke-
0 2 4 6 8
Hedonik Tk 5,7
ab
5,7 ab 6,4 bc 6,3 abc 5,8 ab Tr 5,7 ab 6,0 abc 6,6 c 6,4 bc 5,5 a
Mutu Hedonik
Tk 6,6 6,5 6,4 6,9 6,7
Tr 6,6 6,9 6,6 6,7 6,7
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap
tingkat kesukaan panelis, Semakin lama waktu penyimpanan, nilai rata-rata
tingkat kesukaan rasa minuman cenderung mengalami peningkatan hingga
aminggu ke-4, kemudian menurun pada minggu selanjutnya. Hal tersebut
dikarenakan tingkat kemanisan minuman yang dinilai oleh panelis semakin
manis. Semakin manis rasa minuman, panelis pun semakin suka.
Penurunan nilai kesukaan dapat terjadi karena adanya after taste yang
terasa pada minuman. Bahan Sukralosa yang ditambahkan dapat menimbulkan
rasa pahit pada pangkal lidah. Bahan tambahan lain yang juga menghasilkan
rasa adalah garam (asin). Menurut Winarno (1980), adanya komponen rasa lain
akan berinteraksi dengan komponen primer. Akibat yang mungkin ditimbulkan
adalah terjadinya peningkatan atau penurunan rasa.
Hasil uji statistik menunjukkan waktu penyimpanan tidak berpengaruh
nyata (p>0,05) pada nilai tingkat kemanisan minuman FOS. Nilai kesukaan rasa
minggu ke-0 dan 8 berbeda nyata dengan minggu ke-4 dan 6, dan pada minggu
ke-2 berbeda nyata dengan minggu ke-4. Perlakuan suhu penyimpanan tidak
memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap penilaian tingkat kesukaan rasa
dan kemanisan minuman FOS.
Kekentalan
Tekstur kental yang dihasilkan berasal dari bahan pengental pada
minuman. Bahan pengental (stabilizer) yang digunakan adalah xanthan gum.
Jumlah xanthan gum yang ditambahkan pada formula minuman ini sebesar
0,005% atau 0,01 gram. Penilaian hedonik kekentalan minuman FOS yaitu agak
suka (5,7-6,1), sedangkan nillai rata-rata tingkat kekentalan berkisar antara 4,7
sampai 5,2 yaitu biasa (tidak kental tidak dan kental juga tidak). Nilai kesukaan
paling tinggi terjadi pada minggu ke-2, sebesar 6,1 (agak suka) dengan nilai
tingkat kekentalan pada skala 5 (biasa). Hal tersebut menunjukkan panelis lebih
suka dengan tekstur yang kental tidak, encer pun tidak. Penilaian tingkat
kekentalan minuman cenderung mengalami peningkatan hingga minggu ke-4,
kemudian menurun pada minggu selanjutnya.
Tabel 7 Nilai rata-rata penilaian kekentalan produk selama penyimpanan
Parameter Perlakuan
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Waktu penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penilaian
hedonik kekentalan. Semakin lama waktu penyimpanan, nilai kesukaan panelis
terhadap kekentalan produk cenderung semakin meningkat. Menurut Winarno
(1980), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan berpengaruh terhadap cita rasa
yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Penilaian hedonik terendah terjadi pada
minggu ke-4, dimana nilainya berbeda nyata dengan minggu ke-0, 2, 6, dan 8.
Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita
rasa akan berkurang. Jika dilihat dari penilaian tingkat kekentalan pada minggu
ke-4 (tabel 7) adalah nilai tertinggi selama penyimpanan. Hal tersebut
menunjukkan semakin kental minuman, penilaian hedonik terhadap kekentalan
minuman cenderung tidak suka.
Waktu penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai tingkat
kekentalan minuman FOS. Hal tersebut dikarenakan xanthan gum membentuk
gel yang relatif stabil bahkan jika bereaksi dengan asam. Namun, perubahan
kadar air produk juga dapat mempengaruhi kekentalan minuman. Semakin
turun (semakin encer). Perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap nilai hedonik dan mutu hedonik kekentalan minuman FOS.
Gambar 9 Grafik perubahan penilaian kekentalan
Keseluruhan
Nilai rata-rata penilaian tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan
minuman FOS berkisar antara 5,8 sampai 6,2 (agak suka). Hal tersebut terlihat
pada penilaian hedonik warna, aroma, rasa, dan kekentalan yang juga berkisar
antara agak suka hingga suka. Oleh karena itu, mutu organoleptik produk
minuman FOS masih dapat diterima selama 8 minggu penyimpanan, karena
berada pada skala suka.
Tabel 8 Nilai rata-rata penilaian keseluruhan produk selama penyimpanan
Perlakuan Suhu Minggu ke-
0 2 4 6 8
Tk 6,1 6,1 5,9 6,3 6,0
Tr 6,1 6,2 5,7 6,1 5,9
Waktu dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap penilaian kesukaan panelis terhadap keseluruhan produk.
Perubahan Sifat Kimia Kadar Air
Menurut Rollet (1996), kadar air adalah pengukuran hasil dan kuantitas
dari produk yang berbentuk padatan dan sering digunakan sebagai indeks nilai
ekonomi, stabilitas, dan kualitas dari produk makanan. Inulin sebagai bahan
dasar pembuatan FOS merupakan bahan yang bersifat higroskopis (dapat
menyerap air dari udara sekeliling, dan sebaliknya dapat melepaskan sebagian
air yang terkandung ke udara), sehingga dalam proses penyimpanannya harus
sangat diperhatikan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kadar air merupakan
persentase kandungan air suatu bahan, dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Kadar air berat kering adalah air
yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan.
Menurut Troller (1978), Kadar air akan semakin meningkat seiring dengan
waktu penyimpanan, yang merupakan salah satu indikator kerusakan pada
bahan pangan. Perubahan kadar air yang tinggi berakibat pada stabilitas
makanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam hal kemasan dan
penyimpanan makanan. Kadar air sebuk minuman berbahan baku FOS selama
penyimpanan 8 minggu berkisar antara 2,46% sampai 4,41% berat kering (bk).
Tabel 9 Rata-rata kadar air selama penyimpanan
Penyimpanan
keterangan: perbedaan huruf menyatakan nilai berbeda nyata
Kadar air tertinggi terjadi pada penyimpanan minggu ke-6 dengan suhu
rendah (4,41%bk), kemudian terjadi penurunan pada minggu ke-8. Kadar air
produk yang disimpan pada suhu rendah lebih tinggi dibandingkan yang
disimpan pada suhu kamar. Hal tersebut terjadi karena kemasan yang digunakan
tidak vakum (masih terdapat udara dalam kemasan). Udara yang jenuh dalam
kemasan kemudian mengalami kondensasi (berubah menjadi uap air) dan
menempel pada kemasan. Uap air yang jenuh tersebut kemudian jatuh kedalam
bahan, dan mengakibatkan perubahan kadar air. Namun, terdapat perbedaan
pencapaian kadar air tertinggi antara penyimpanan suhu kamar dan es, dimana