Persiapan Bahan Baku
Penelitian ini dimulai dengan pengambilan bahan baku yaitu dengan cara pemetikan daun sirsak pada pukul 05.45-06.15 WIB sehingga diharapkan daun sirsak yang dipetik memiliki kandungan senyawa antioksidan yang relatif tinggi karena beberapa faktor yang menyebabkan penurunan senyawa antioksidan dapat dikurangi seperti polusi udara yang relatif sedikit dan terhindar dari paparan sinar matahari (Adri dan Hersoelistyorini 2013). Selain itu, mengurangi laju penguapan air sehingga mendapatkan sifat fisik dan kimia daun yang baik (Roiyana et al. 2005).
Urutan daun saat pemetikan menentukan muda atau dewasanya daun, hal ini mempengaruhi kandungan antioksidan sari daun sirsak yang dihasilkan. Perkembangan daun tanaman meliputi daun muda yang belum berkembang penuh, dalam arti masih aktif berfotosintesis, sedangkan daun dewasa merupakan daun yang telah berkembang penuh atau senyawa aktif yang terkandung di dalam daun lebih banyak dibandingkan daun muda (Ningtyas et al. 2011). Menurut Zuhud (2011), daun sirsak pada urutan ke-3 sampai ke-5 dari pangkal tangkai
13 daun sirsak memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Setelah pemetikan daun, dilakukan pengemasan daun sirsak segar tanpa melalui pencucian daun agar tidak terjadi peningkatan kadar air daun yang dapat menyebabkan pembusukan daun secara cepat selama penyimpanan.
Pengemasan daun segar dalam penyimpanan dapat mengurangi kehilangan kandungan air (pengurangan berat) sehingga dapat mencegah terjadinya dehidrasi, terutama bila digunakan bahan penghalang kedap uap air. Hal tersebut dapat mempertahankan umur simpan daun karena penurunan kandungan air akan menyebabkan kelayuan yang dapat menghilangkan kesegaran daun (Muchtadi 2000). Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif, kuat, termoplastik dan memiliki permeabilitas yang relatif rendah terhadap uap air, CO2 dan O2. Permeabilitas terhadap uap air dan udara tersebut menyebabkan peran plastik dalam memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno 1987).
Jenis plastik dapat mempengaruhi kesegaran daun selama penyimpanan. Jenis plastik yang baik memiliki laju permeabilitas yang rendah sehingga laju perpindahan uap air dari bahan yang dikemas ke lingkungan relatif rendah. Permeabilitas merupakan kemampuan gas atau uap air melewati suatu unit permukaan pengemas setiap satuan waktu tertentu. Permeabilitas dipengaruhi oleh jenis bahan pengemas, ketebalan bahan pengemas, suhu dan beberapa parameter lainnya seperti kelembaban relatif (Supriyadi 1999). Kegunaan permeabilitas untuk memperkirakan umur simpan dan mempertahankan mutu produk dalam kemasan agar dapat bertahan lama dengan mutu yang tetap baik dan dapat diterima konsumen (Suyitno 1990).
Penelitian ini menggunakan kantong plastik semi transparan (PE) yang secara umum telah dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan kantong plastik es (tahan bahan kimia dan santan). Polietilen (PE) merupakan salah satu jenis plastik yang relatif aman untuk bahan pangan. Jenis plastik ini memiliki beberapa keuntungan yaitu tahan uap air, elastis, tahan bahan kimia termasuk asam, tahan santan dan tidak mudah sobek. Namun, plastik jenis PE memiliki rantai cabang di dalam molekulnya yang mencegah saling menumpuknya rantai tersebut dalam plastik sehingga kerapatannya menjadi lebih rendah. Suatu bahan yang memiliki kerapatan rendah mudah dilewati zat lain seperti uap air karena adanya rongga-rongga pada bahan tersebut akibat struktur kimia molekul penyusunnya yang kurang rapat sehingga permeabilitas plastik PE masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan plastik Polipropilen (Wilmer dan James 1991).
Penyimpanan suhu rendah (4-8oC) pada penelitian ini merupakan salah satu bentuk tindakan penanganan pascapanen untuk mengendalikan laju respirasi dan transpirasi daun sirsak segar (Pantastico 1989). Proses penyimpanan bahan baku di suhu rendah secara umum sudah terkenal cukup efektif dalam memperpanjang umur simpan dan mudah diterapkan kepada masyarakat. Penyimpanan dengan suhu rendah merupakan salah satu teknik pascapanen yang dapat mempertahankan mutu, mencegah perubahan fisik yang tidak dikehendaki dan mempertahankan kondisi segarnya. Namun, setiap hasil tanaman memiliki lama penyimpanan yang berbeda (Roiyana et al. 2011). Pada beberapa jenis daun, penyimpanan pada suhu rendah relatif lebih baik daripada penyimpanan suhu ruang karena daun yang disimpan pada suhu rendah memiliki warna, aroma dan
14
tekstur lebih baik daripada disimpan pada suhu ruang. Meskipun demikian, penyimpanan dengan perlakuan suhu yang lebih rendah dari suhu optimum penyimpan daun dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dingin (Mareta dan Nur 2011).
Daun sirsak segar yang telah disimpan, kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Setelah pencucian daun, dilakukan pengeringan daun menggunakan tissue agar air pencucian tidak mempengaruhi proses berikutnya yaitu proses pembuatan sari daun sirsak. Pada hasil penelitian ini, daun sirsak segar yang telah disimpan selama 0, 3, 7 dan 14 hari mengalami perubahan secara fisik yakni daun yang semakin lama disimpan di suhu rendah akan memiliki warna daun yang semakin berwarna coklat (Gambar 3) dan semakin tinggi tingkat pelayuan daun (Gambar 4). Daun sirsak yang disimpan pada hari ke-0 belum mengalami pencoklatan daun karena kondisi daun yang masih segar, daun hari ke-3 sudah mulai terjadi pencoklatan daun tetapi sangat sedikit. Daun hari ke-7 mengalami pencoklatan daun yang lebih luas dibandingkan daun hari ke-3 sedangkan daun hari ke-14 telah terjadi pencoklatan daun yang paling luas dibandingkan daun hari ke-0, ke-3 dan ke-7 (Gambar 3).
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14
Gambar 3 Penampakan daun sirsak yang disimpan pada suhu rendah (4-8oC) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah pada daun sirsak segar dapat menyebabkan daun mengalami chilling injury. Menurut Winarno (1993), chilling injury akan terjadi apabila daun disimpan pada suhu dibawah 15oC. Suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimum penyimpanan daun dapat mengalami terjadinya chilling injury sehingga menimbulkan bintik-bintik coklat pada permukaan daun akibat adanya enzim polifenol oksidase (PPO) yang dapat menimbulkan reaksi pencoklatan enzimatis pada daun sirsak. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kerusakan integritas jaringan daun akibat dari pemetikan, penyimpanan suhu rendah dan kontak dengan udara yang akan membuat enzim dapat langsung kontak dengan substrat (komponen polifenolik) membentuk gugus o-kuinon. Keberadaan gugus o-kuinon dapat menyebabkan daun berwarna coklat (Wahyuningsih 2005). Penyimpanan daun dapat meningkatkan enzim polifenol oksidase yang akan menghasilkan warna coklat pada daun dan bau spesifik. Pencoklatan daun yang semakin luas akan mengakibatkan daun menjadi layu dan mati (Kusuma 2009).
15 Aktivitas metabolisme daun yang terus menerus berlangsung setelah dipetik dan disimpan berhubungan langsung dengan laju respirasi daun. Laju respirasi dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui masa simpan daun. Selain aktivitas metabolisme, faktor lain yang mempengaruhi kerusakan daun yaitu kontaminasi mikroba, pengaruh suhu, udara dan kadar air (Santoso 2006). Hasil pengukuran kadar air daun sirsak selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Rata-rata kadar air daun sirsak selama penyimpanan pada suhu rendah (4-8oC). Garis vertikal di atas tiap balok data menunjukkan galat baku. Lama penyimpanan daun sirsak segar di suhu rendah (4-8oC) mempengaruhi kadar air daun. Semakin lama daun segar disimpan pada suhu rendah maka semakin kecil kadar air daun segar (Gambar 4). Hal tersebut karena terjadinya proses transpirasi daun pada suhu rendah dengan kondisi kelembaban yang rendah. Hasil tersebut dibuktikan dengan hasil analisis ragam (one way ANOVA) yang menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata (α<0.05) terhadap nilai kadar air daun sirsak
(Lampiran 1-2.a). Proses transpirasi daun juga dapat menimbulkan perubahan tekstur (penurunan kekerasan daun) seperti daun menjadi layu akibat dari kerusakan sel atau jaringan daun (Handayani 2008).
Kerusakan mekanik (pemetikan daun) juga dapat mempengaruhi kehilangan air pada daun karena dapat memicu terjadinya respirasi yang semakin cepat sehingga umur simpan daun semakin pendek (Wills et al. 1998). Oleh karena itu, penyimpanan daun dalam container bertutup akan menyebabkan penurunan kadar oksigen secara bertahap sehingga dapat mengurangi laju respirasi daun. Kehilangan air pada daun merupakan penyebab utama kerusakan pada daun selama penyimpanan (Kartasapoetra 1989). Menurut Syarif dan Irawati (1988), respirasi adalah proses metabolisme biologis daun dengan menggunakan oksigen dalam perombakan senyawa kompleks (seperti karbohidrat, protein) untuk menghasilkan CO2, air dan energi.
Suhu penyimpanan daun yang tinggi dan kelembaban udara lingkungan yang semakin rendah dapat menyebabkan proses transpirasi yang berlangsung lebih cepat sehingga daun menjadi layu. Proses transpirasi daun adalah proses penguapan air melalui stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari daun. Hal tersebut karena kandungan air daun yang tinggi menyebabkan tekanan uap air dalam daun selalu dalam keadaan tinggi dan apabila kelembaban udara atau tekanan uap air di udara rendah maka akan terjadi
56 58 60 62 64 66 68 70 0 3 7 14 Ka da r air (g /100 g da un (bb) )
16
ketidakseimbangan tekanan uap air yang menyebabkan perpindahan air dari dalam daun ke udara sekitarnya sehingga dapat terjadinya penurunan kadar air daun (Kader 2002).
Proses Pembuatan Sari Daun Sirsak
Proses pembuatan sari daun (penyarian) merupakan proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (air) yang akan menghasilkan sari daun (DEPKES RI 2000). Penyarian sering dikenal dengan nama ekstraksi. Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu dengan cara dingin (maserasi dan perkolasi) dan cara panas (refluks, sokletasi, digesti dan infundasi). Pemilihan pelarut dalam metode ekstraksi harus memenuhi kriteria tertentu antara lain murah, mudah diperoleh, bereaksi netral, stabil secara fisika dan kimia, tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat, selektif dan telah diizinkan oleh peraturan yang berlaku (Ibtisam 2008). Pelarut yang digunakan untuk proses penyarian (ekstraksi) daun sirsak pada penelitian ini menggunakan air minum dalam kemasan (AMDK) yang telah sesuai dengan kriteria pemilihan pelarut yang diizinkan. Pembuatan sari daun sirsak telah dilakukan sebelumnya oleh Wicaksono dan Zubaidah (2015) yaitu dengan cara teknik ekstraksi menggunakan proses perebusan daun dengan air mendidih selama waktu tertentu (teknik ekstraksi infundasi). Penelitian ini menggunakan metode perebusan dengan air mendidih karena didasarkan pada kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi minuman atau obat tradisional dengan cara direbus menggunakan air mendidih (Dalimartha 2006). Pembuatan sari daun atau ekstrak air pada penelitian ini menggunakan air mendidih (98oC) selama 5, 7.5 dan 10 menit untuk mendapatkan senyawa antioksidan yang larut air. Menurut Stephen (2004), suhu air mendidih (90-98oC) dapat mempertahankan sari daun dari kerusakan senyawa antioksidan.
Proses perebusan daun sirsak di dalam wadah tertutup untuk meminimalkan keluarnya uap air sari daun sirsak. Waktu perebusan daun selama 5, 7.5 dan 10 menit dipilih berdasarkan waktu perebusan sari daun sirsak yang paling terbaik dari penelitian sebelumnya oleh Wicaksono dan Zubaidah (2015) yaitu 10 menit karena hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penurunan aktivitas antioksidan sari daun sirsak pada waktu perebusan selama 15 menit dari waktu perebusan yang diujikan yaitu 10, 15 dan 20 menit. Suhu perebusan yang digunakan yaitu suhu air mendidih (98oC) karena diharapkan pada suhu tersebut, sel-sel daun sirsak akan lebih cepat terdegradasi sehingga ekstraksi komponen senyawa antioksidan lebih cepat. Menurut Mandel (2007), proses pemanasan dapat menyebabkan sel daun terdegradasi. Selain itu, senyawa - senyawa yang terdapat dalam daun sirsak yang direbus pada suhu 60oC dapat menyebabkan perubahan struktur yang akan mempercepat senyawa-senyawa tersebut keluar dari sel daun. Setelah proses perebusan selesai, dilakukan penyaringan daun sirsak dengan alat penyaring kemudian penyimpanan sari daun ke dalam botol kaca gelap yang tertutup pada suhu rendah (4-8oC) untuk mengurangi laju penurunan senyawa antioksidan yang terkandung di dalam sari daun sirsak.
Pembuatan sari daun sirsak untuk mendapatkan senyawa antioksidan pada daun sirsak dengan menggunakan air mendidih (98oC) yang bersifat polar karena
17 ketertarikan senyawa aktif yang diduga berkhasiat bagi kesehatan, salah satu senyawa aktif tersebut adalah flavonoid yang dapat bersifat polar atau semipolar dan berperan sebagai antioksidan. Alasan lainnya adalah adanya peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM RI (2010) yang membahas mengenai pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi untuk keperluan farmakologi hanya diizinkan menggunakan air atau etanol. Air dipilih karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang secara umum mengolah daun sirsak segar untuk dikonsumsi dengan menggunakan air (Dalimartha 2006).
Warna sari daun sirsak yang dihasilkan pada penelitian ini dipengaruhi oleh lama penyimpanan dan perebusan daun. Semakin lama waktu penyimpanan dan perebusan daun maka semakin pekat warna sari daun yang dihasilkan (Gambar 5). Warna coklat pada sari daun sirsak yang semakin pekat disebabkan oleh warna coklat pada daun yang disimpan mengalami chilling injury sehingga gugus o-kuinon penyebab warna coklat pada daun semakin banyak terekstrak ke dalam sari daun. Pencoklatan pada daun sirsak akan mempengaruhi kepekatan warna sari daun sirsak yang dihasilkan.
0 hari 3 hari 7 hari 14 hari
Gambar 5 Sari daun sirsak yang diperoleh dari daun yang disimpan selama 0, 3, 7 dan 14 hari pada suhu rendah (4-8oC)
Pada daun sirsak hari ke-0 belum terjadi pencoklatan dan hari ke-3 sudah mulai coklat tetapi sangat sedikit pada setiap bagian daunnya sehingga warna sari daun sirsak yang dihasilkan tidak lebih pekat dibandingkan daun sirsak yang telah disimpan selama tujuh dan empat belas hari (Gambar 5). Selain itu, lama perebusan juga dapat menyebabkan pekatnya warna sari daun sirsak akibat dari semakin terekstraknya kandungan pigmen pada daun sirsak.
Analisis pH Sari Daun Sirsak
Sari daun sirsak memiliki pH yang bervariasi dari setiap perlakuan lama penyimpanan dan perebusan yang berbeda. Nilai pH sari daun sirsak pada penelitian ini berkisar antara 7.91-8.26 (Tabel 2). Hasil analisis pH pada penelitian ini adalah semakin lama penyimpanan daun segar di suhu 4-8oC maka semakin tinggi nilai pH sari daun (Gambar 6). Akan tetapi, semakin lama waktu perebusan daun sirsak maka nilai pH semakin menurun (Gambar 6). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil analisis ragam yang menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan perebusan daun yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata
18
perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (α<0.05) terhadap nilai pH sari daun yang dihasilkan (Lampiran 3-4.a).
Perubahan nilai pH selama penyimpanan dapat menandakan adanya perubahan komponen penyusun di dalam daun sehingga dapat menurunkan atau menaikkan nilai pH. Perubahan nilai pH akan mempengaruhi efek yang diberikan oleh daun tersebut ketika diaplikasikan dan dapat menandakan kurang stabilnya daun selama penyimpanan. Perubahan pH juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu dan penyimpanan yang kurang baik (Young 2002). Selain itu, waktu perebusan daun dengan air mendidih juga mempengaruhi nilai pH sari daun sirsak karena semakin lama daun direbus maka diduga semakin banyak asam organik daun sirsak yang terekstrak sehingga akan menurunkan nilai pH sari daun sirsak (Mario et al. 2010).
Tabel 2 Rata-rata nilai pH sari daun sirsak terhadap lama penyimpanan dan lama perebusan daun sirsak
Lama penyimpanan (hari ke-)
Lama perebusan (menit)
5 7.5 10
0 8.11 ± 0.01 8.06 ± 0.00 7.91 ± 0.02
3 8.16 ± 0.00 8.10 ± 0.01 7.92 ± 0.02
7 8.22 ± 0.00 8.18 ± 0.00 7.98 ± 0.01
14 8.26 ± 0.01 8.23 ± 0.01 8.02 ± 0.01
Gambar 6 Nilai pH sari daun sirsak dari berbagai perlakuan lama penyimpanan dan lama perebusan daun sirsak segar. Garis vertikal pada setiap data menunjukkan galat baku.
Analisis Antioksidan Sari Daun Sirsak dengan Metode DPPH
Penelitian ini menggunakan metode pemerangkapan radikal bebas DPPH untuk pengujian antioksidan karena metode ini dikenal lebih cepat, praktis, akurat, mudah dilakukan, jumlah sampel yang diperlukan hanya sedikit dan relatif murah (Hanani et al. 2006). Metode ini umum digunakan untuk mengukur kemampuan senyawa yang berperan sebagai peredam radikal bebas atau pendonor hidrogen dan mengevaluasi aktivitas antioksidan dari makanan. Metode DPPH juga dapat digunakan untuk sampel berwujud padat dan cair serta tidak spesifik terhadap komponen antioksidan tertentu (Prakash 2001).
7.7 7.8 7.9 8 8.1 8.2 8.3 5 7.5 10 Nilai pH
Lama perebusan (menit)
Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14
19 Prinsip metode DPPH adalah senyawa antioksidan bereaksi dengan radikal DPPH melalui donasi proton. Penentuan aktivitas antioksidan pada metode ini berdasarkan pengukuran serapan senyawa hasil reaksi antara DPPH dengan senyawa antioksidan. Antioksidan akan mendonasikan atom hidrogennya kepada radikal DPPH yang berwarna ungu dan akan menghasilkan pemudaran warna ungu menjadi senyawa yang berwarna kuning. Pemudaran warna akan menyebabkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer sehingga nilai absorbansi yang semakin rendah maka semakin tinggi nilai aktivitas antioksidannya (Praptiwi et al. 2006). Penelitian ini menggunakan vitamin C (asam askorbat) dalam beberapa tingkat konsentrasi sebagai standar antioksidan.
Vitamin C merupakan salah satu antioksidan sekunder yang memiliki cara kerja sama dengan vitamin E yaitu dapat mencegah terjadinya reaksi berantai dan memiliki kemampuan menangkap radikal bebas. Vitamin C telah banyak digunakakan sebagai kontrol positif dalam penentuan aktivitas antioksidan pada penelitian sebelumnya (Praptiwi et al. 2006). Vitamin C digunakan sebagai pembanding karena salah satu sumber antioksidan yang larut dalam air, mudah diperoleh dan banyak dikonsumsi masyarakat. Selain itu, vitamin C mudah mengalami oksidasi oleh radikal bebas karena mempunyai ikatan rangkap dan
dengan adanya 2 gugus ˗OH yang terikat pada ikatan rangkap tersebut, radikal bebas akan mencabut atom hidrogen dan menyebabkan muatan negatif pada atom oksigen yang selanjutnya akan terstabilkan melalui resonansi sehingga menghasilkan radikal bebas yang stabil dan tidak membahayakan (Cholisoh dan Utami 2008). Pada Gambar 7 disajikan reaksi yang terjadi pada radikal bebas DPPH terhadap senyawa antioksidan asam askorbat.
Gambar 7 Reaksi antara DPPH dan asam askorbat yang terkonjugasi (Nishizawa et al. 2005)
Hasil penelitian ini didapatkan nilai rata-rata aktivitas antioksidan sari daun sirsak berkisar antara 12.52-81.39% (Lampiran 5). Sedangkan nilai rata-rata aktivitas antioksidan sari daun sirsak (Tabel 3) dari perlakuan lama penyimpanan
20
dan perebusan daun berkisar antara 2.209-16.053 mg AEAC/g daun (bk) berdasarkan kurva standar asam askorbat (Lampiran 6-7). Nilai aktivitas antioksidan sari daun sirsak yang paling tinggi terdapat pada perlakuan lama penyimpanan daun hari ke-0 dengan waktu perebusan daun selama 10 menit (Gambar 8) yaitu sebesar 81.39% atau 16.053 mg AEAC/g daun (bk) sedangkan nilai aktivitas antioksidan yang paling rendah dimiliki oleh perlakuan lama penyimpanan daun hari ke-14 dengan waktu perebusan daun selama 5 menit yaitu sebesar 12.52% atau 2.209 mg AEAC/g daun (bk). Menurut Purwatresna (2012), jenis senyawa antioksidan pada sari daun sirsak antara lain steroid atau terpenoid, flavonoid, kumarin, alkaloid, saponin dan tanin.
Hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama daun sirsak segar disimpan pada suhu rendah (4-8oC) maka semakin rendah nilai aktivitas antioksidan sari daun sirsak. Akan tetapi, semakin lama waktu perebusan daun maka semakin meningkat nilai aktivitas antioksidan sari daun sirsak (Gambar 8), sedangkan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan perebusan daun yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata
(α<0.05) terhadap nilai aktivitas antioksidan sari daun sirsak. Selain itu, interaksi
antar perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (α<0.05) terhadap nilai aktivitas antioksidan daun yang dihasilkan (Lampiran 8-8.a). Kerusakan dingin (chilling injury) pada daun yang disimpan menyebabkan menurunnya aktivitas antioksidan sari daun (Kay 1991).
Proses pemanasan pada saat ekstraksi dapat mempercepat proses penyarian senyawa antioksidan pada daun. Menurut Stephen (2004), semakin lama proses pemanasan pada suhu air mendidih (90-98oC) maka semakin banyak zat yang dapat tersari atau terekstrak sedangkan menurut Mario et al. (2010), semakin lama waktu ekstraksi maka kontak antara pelarut dengan bahan yang diekstrak semakin lama. Dengan lamanya waktu kontak tersebut maka ekstrak yang terambil juga semakin banyak. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Wicaksono dan Zubaidah (2015), menunjukkan bahwa suhu dan waktu perebusan yang berlebihan akan menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan sari daun sirsak.
Hasil penelitian sebelumnya terkait kandungan senyawa antioksidan pada daun yang berkhasiat untuk kesehatan, diantaranya adalah ekstrak air daun teh (10 gram daun (bk) dalam 100 ml air) sebesar 73.67% (Subiyandono 2011) dan ekstrak air daun salam (perebusan daun salam menggunakan air (100oC) dengan perbandingan 1:5) sebesar 81.18% (Palupi dan Widyaningsih 2015). Selain itu, nilai aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh proses pengambilan senyawa antioksidan dari sumbernya. Misalnya, pada penelitian sebelumnya oleh Adri dan Hersoelistyorini (2013), pembuatan teh daun sirsak dengan perlakuan variasi lama pengeringan (30, 60, 90, 120, dan 150 menit) daun sirsak segar menunjukkan bahwa semakin lama pengeringan daun maka semakin tinggi nilai aktivitas antioksidan (nilai tertinggi pada lama pengeringan 150 menit yaitu sebesar 76.06% sedangkan nilai terendah pada pengeringan 30 menit sebesar 53.17%). Kondisi tersebut disebabkan oleh proses pengeringan yang dapat meningkatkan zat aktif yang terkandung dalam daun (Winarno 2004). Menurut penelitian Gavamukulya et al. (2014), aktivitas antioksidan pada ekstrak air daun sirsak lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol karena diperoleh nilai IC50 ekstrak air sebesar 0.908 mg/mL sedangkan pada ekstrak etanol sebesar 2.046
21 mg/mL. Nilai IC50 yang semakin rendah menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan yang semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan konsentrasi yang semakin rendah dapat menghambat DPPH sebesar 50% (Prior dan Cao 1999).
Tabel 3 Aktivitas antioksidan sari daun sirsak (mg AEAC/g daun (basis kering)) terhadap lama penyimpanan dan lama perebusan daun sirsak
Lama penyimpanan (hari ke-)
Lama perebusan (menit)
5 7.5 10
0 10.512 ± 0.023 12.523 ± 0.277 16.053 ± 0.185 3 6.978 ± 0.042 9.986 ± 0.128 12.392 ± 0.042 7 4.928 ± 0.242 6.651 ± 0.101 11.039 ± 0.382 14 2.209 ± 0.037 3.142 ± 0.130 3.602 ± 0.074
Gambar 8 Nilai aktivitas antioksidan sari daun sirsak dari berbagai perlakuan lama penyimpanan dan lama perebusan daun sirsak segar. Garis vertikal pada setiap data menunjukkan galat baku.
Analisis Kadar Total Fenolik Sari Daun Sirsak dengan metode Folin Ciocalteau
Analisis total fenolik menggunakan reagen Folin Ciocalteau untuk menentukan jumlah senyawa fenolik yang terkandung di dalam sari daun sirsak. Pengujian total fenolik merupakan dasar dilakukan uji aktivitas antioksidan. Senyawa fenolik berperan dalam mencegah terjadinya peristiwa oksidasi. Total fenolik adalah perkiraan jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Kadar total fenolik diukur menggunakan pereaksi Folin Ciocalteau yang didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Pereaksi Folin Ciocalteau merupakan