• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Awal (Pre-Treatment) dan Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Fisik Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik fisik tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan dari hasil penelitian meliputi warna (oHue) dengan kromameter, densitas kamba, uji organoleptik warna, organoleptik aroma dan indeks pencoklatan. Pengaruh metode perlakuan awal (pre-treatment) dan lama perendaman terhadap karakteristik fisik dari tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) terhadap karakteristik fisik tepung ubi jalar ungu

Parameter

Metode Perlakuan Awal (P)

P1 P2 P3 Natrium metabisulfit Natrium Klorida Asam Askorbat

Warna (oHue) 26,22±1,94a,A 22,79±1,95b,B 22,28±1,69b,B

Nilai L* 59,80±0,33 60,33±0,64 59,97±0,82

Nilai a* 10,32±0,20 10,53±0,17 10,48±0,26

Nilai b* 4,33±0,18 4,30±0,15 4,48±0,18

Densitas kamba (g/ml) 0,58±0,03 0,57±0,03 0,58±0,05

Nilai organoleptik warna 7,61±0,96 6,73±0,75 6,51±0,94

Nilai organoleptik aroma 7,34±0,34 7,15±0,50 7,14±0,55

Indeks pencoklatan 0,78±0,12b,B 0,88±0,07a,A 0,71±0,13c,C

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 7. Pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik fisik yang diamati

Parameter

Lama Perendaman (L)

L1 L2 L3

10 menit 20 menit 30 menit

Warna (oHue) 24,80±2,93 22,87±1,82 23,62±2,58

Nilai L* 59,94±0,57 59,95±0,80 60,20±0,60

Nilai a* 10,62±0,20a 10,44±0,25b 10,37±0,15c

Nilai b* 4,45±0,15 4,33±0,15 4,32±0,21

Densitas kamba (g/ml) 0,63±0,01a,A 0,57±0,01b,B 0,53±0,01c,C

Nilai organoleptik warna 7,05±1,26 7,20±0,80 6,60±0,82

Nilai organoleptik aroma 7,49±0,55 7,12±0,34 7,02±0,38

Indeks pencoklatan 0,92±0,05a,A 0,77±0,06b,B 0,67±0,11c,C

Warna

Nilai warna tepung dilihat dari tingkat nilai kecerahan (L*), tingkat kemerahan (a*) dan tingkat kekuningan (b*) dari nilai °Hue. Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai oHue tepung. Lama perendaman dan interaksi perlakuan awal (pre-treatment) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai oHue tepung. Lampiran 4 menunjukkan bahwa menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai L* tepung.

Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan awal (pre-treatment) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai a* tepung. Lama perendaman memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap nilai a* tepung. Lama perendaman dan interaksi perlakuan awal (pre-treatment) memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai a* tepung.

Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai b* tepung. Hubungan perlakuan awal (pre-treatment) dengan nilai oHue tepung dapat dilihat pada Gambar 9 dan hubungan lama perendaman dengan nilai a* tepung dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan menggunakan perlakuan perendaman natrium metabisulfit memberikan nilai oHue paling tinggi yaitu 26,22 oHue. Hal ini disebabkan oleh fungsi sulfit yang dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis oleh enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5 hidroksi metal furfural dari D-glukosa penyebab warna

coklat (Fennema, 1996). Sehingga semakin lama perendaman dalam natrium metabisulfit maka akan semakin efektif untuk menghambat reaksi pencoklatan pada tepung ubi jalar. Nilai oHue 18-54 menunjukkan warna merah (Hutchings, 1999). Keterangan : P1= Natrium metabisulfit 2000 ppm P2= Natrium klorida 2000 ppm P3= Asam askorbat 2000 ppm

Gambar 9. Hubungan perlakuan awal (pre-treatment) dengan nilai oHue tepung (Error bar ± standar deviasi)

Sementara nilai warna natrium klorida yaitu 22,80 oHue. Perendaman umbi dengan menggunakan natrium klorida (NaCI) berperan dalam menghambat aktivitas enzim yang dapat menimbulkan reaksi pencoklatan. NaCI bersifat larut dalam air dan dalam air terpecah menjadi ion Cl- dan Na+. Ion Na+ akan diikat oleh asam tanat membentuk natrium tanat yang larut dalam air, sehingga kandungan tanin dalam bahan akan berkurang dan reaksi pencoklatan dapat dicegah (Suprapto, 2006). 26,22a,A 22,80b,B 22,29b,B 0 5 10 15 20 25 30 P1 P2 P3 W ar n a ( oHu e) Perlakuan awal (P) P1 P2 P3

Nilai warna asam askorbat 22,29 oHue. Perubahan warna yang tidak diinginkan akibat pencoklatan dapat diatasi dengan perlakuan perendaman dalam asam askorbat. Menurut Winarno (2002), asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam umbi-umbian. Penggunaan asam mampu menginaktivasi enzim, karena pH bahan akan diturunkan hingga dibawah pH 5 (Eskin, dkk., 1971).

Gambar 10. Hubungan lama perendaman dengan nilai a* tepung (Error bar ± standar deviasi)

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka terjadi penurunan pada nilai a* tepung ubi jalar ungu. Nilai a* menunjukkan tingkat kemerahan suatu bahan. Penurunan tingkat kemerahan warna tepung ubi jalar ungu terjadi karena pigmen antosianin pada irisan ubi jalar ungu terlarut di dalam air perendaman. Sehingga semakin lama waktu perendaman semakin banyak pigmen antosianin yang terlarut di dalam air.

10,62a 10,44b 10,37c = -0,012 L + 10,72 r = -0,934 10.2 10.3 10.4 10.5 10.6 10.7 10.8 0 10 20 30 Nilai a* Lama perendaman (L)

Densitas kamba

Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap densitas kamba tepung. Interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba tepung. Hubungan lama perendaman dengan densitas kamba dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan lama perendaman dengan densitas kamba tepung (Error bar ± standar deviasi)

Gambar 11 menunjukkan bahwa peningkatan lama perendaman akan menurunkan densitas kamba tepung. Densitas kamba adalah suatu massa dari partikel yang dapat menempati suatu volume tertentu. Jika semakin tinggi densitas kamba, hal ini menunjukkan bahwa produk tersebut akan semakin padat. Produk dapat dikatakan kamba jika mempunyai densitas kamba kecil yang artinya

0,63a,A 0,58b,B 0,54c,C = -0,004 L + 0,681 r = -0,995 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 10 20 30 Den sitas k am b a (g /m l)

memiliki volume besar namun berat produk ringan. Penentuan densitas kamba ini berhubungan dengan penentuan ruang penyimpanan dan juga kemasan suatu produk (Rohmah, 2012).

Amilosa dapat menyerap air yang lebih besar daripada amilopektin namun dapat dengan mudah pula melepaskan air kembali (Yuwono, dkk., 2013). Saat mengalami proses pengeringan, maka ukuran granula pati dengan ukuran yang lebih besar akan mudah mengalami proses penguapan dan tersisa ukuran granula pati yang lebih besar karena mengalami proses pembengkakan. Granula pati yang mengalami pembengkakan ini pula yang akan menyebabkan tekstur bahan yang lebih berpori sehingga perendaman yang semakin lama menghasilkan volume yang lebih besar dengan berat bahan yang sama pula. Volume bahan yang semakin besar dapat menurunkan densitas kamba bahan sehingga semakin lamanya waktu perendaman dapat menurunkan nilai densitas kamba tepung ubi jalar ungu yang dihasilkan.

Nilai organoleptik warna dan aroma

Lampiran 8 dan lampiran 9 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik warna dan aroma tepung.

Indeks pencoklatan

Lampiran 10 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap indeks pencoklatan. Hubungan interaksi perlakuan

awal (pre-treatment) dan lama perendaman terhadap indeks pencoklatan dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan :

P1= Natrium metabisulfit 2000 ppm P2= Natrium klorida 2000 ppm P3= Asam askorbat 2000 ppm

Gambar 12. Hubungan interaksi perlakuan awal (pre-treatment) dan lama perendaman dengan indeks pencoklatan tepung (Error bar ± standar deviasi)

Gambar 12 menunjukkan bahwa peningkatan lama perendaman pada perlakuan awal memberikan pengaruh terhadap nilai indeks pencoklatan tepung, tetapi pada metode pemberian dengan asam askorbat lebih cenderung menurunkan nilai indeks pencoklatan tepung. Semakin lamanya waktu perendaman maka semakin menurunkan indeks pencoklatan pada tepung. Perendaman dengan menggunakan asam askorbat memiliki indeks pencoklatan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya pemberian asam askorbat yang dapat menurunkan pH pada saat proses perendaman sehingga dapat mendenaturasi protein enzim dan

0,95ab,AB 0,97a,A 0,86c,C 0,75e,DE 0,86c,C 0,72ef,EF 0,67fg,FG 0,81cd,CD 0,55h,H 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 P1 P2 P3 In d ek s p en co k latan Lama perendaman (L) 10 menit 20 menit 30 menit P1 P2 P3

menginaktivasi enzim fenolase dan polifenol oksidase yang menyebabkan terjadinya pencoklatan.

Sementara indeks pencoklatan P1 (perendaman dalam larutan natriun metabisulfit 2000 ppm) dan P2 (perendaman dalam larutan natrium klorida 2000 ppm) memiliki nilai yang lebih tinggi. Faktor penting yang menentukan kecepatan reaksi pencoklatan adalah konsentrasi enzim dan substrat, pH, temperatur serta kesediaan oksigen dalam jaringan (Laurila, dkk., 2001). Pencegahan proses pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain penggunaan panas, pencegahan kontak dengan oksigen, pemberian inhibitor dan penggunaan asam (Susanto dan Saneto,1994).

Menurut Siddiq dkk. (1992), aktifitas fenolase mencapai optimum pada pH 4-7, dan aktifitasnya sangat kecil pada pH 3. Oleh sebab itu penggunaan asam-asam organik sebagai penghambat dapat digunakan untuk menghambat reaksi pencoklatan dengan menurunkan pH di bawah 3. Asam organik yang dapat digunakan untuk menghambat reaksi pencoklatan enzimatik diantaranya adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartarat (Iyengar dan Evily, 1992).

Pengaruh Perlakuan Awal (Pre-Treatment) dan Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu dari hasil penelitian meliputi kadar air, derajat asam dan antosianin. Pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) terhadap karakteristik kimia dari tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu

Parameter

Metode Perlakuan Awal (P)

P1 P2 P3 Natrium metabisulfit Natrium klorida Asam askorbat Kadar air (%) 7,24±0,57 7,38±0,82 7,32±1,00 Derajat asam (ml NaOH/100g bahan) 2,34±0,08c,C 2,38±0,19b,B 3,20±0,15a,A Antosianin (ppm) 164,81±14,82 163,35±10,08 163,15±22,89

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 9. Pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik kimia tepung ubi jalar ungu

Parameter

Lama Perendaman (L)

L1 L2 L3

10 menit 20 menit 30 menit Kadar air (%) 6,60±0,37c,C 7,33±0,47b,B 8,01±0,56a,A Derajat asam

(ml NaOH/100g bahan)

2,58±0,44 2,67±0,34 2,6±0,51 Antosianin (ppm) 160,06±16,20 172,14±16,94 159,11±13,37

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Kadar air

Lampiran 12 menunjukkan perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air tepung. Lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tepung. Interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air tepung. Hubungan perlakuan awal dengan kadar air tepung dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka semakin meningkat kadar air pada tepung ubi jalar ungu. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu perendaman yang menyebabkan air masuk ke dalam bahan

sehingga kadar airnya semakin tinggi. Tepung ubi jalar ungu yang direndam selama 10 menit mempunyai kadar air paling rendah. Artinya tepung tersebut lebih tahan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat merusak tepung jika dibandingkan dengan perendaman selama 30 menit yang memiliki kadar air paling tinggi.

Gambar 13. Hubungan lama perendaman dengan kadar air tepung (Error bar ± Standar deviasi)

Hal ini diduga karena pada waktu perendaman selama 10 menit air meresap ke dalam sel yang menyebabkan granula pati membengkak namun tidak pecah maka difusifitas air semakin berkurang sehingga kadar airnya semakin rendah. Sedangkan pada waktu perendaman selama 20 menit dan 30 menit kadar airnya meningkat karena makin lama waktu perendaman maka air yang terserap juga makin banyak sehingga ukuran granula pati makin meningkat sampai batas tertentu sampai akhirnya granula pati pecah yang mengakibatkan kadar air naik karena air di dalam sel terdifusi keluar. Meresapnya air ke dalam granula pati

6,60c,C 7,33b,B 8,02a,A = 0,070 L + 5,904 r = 0,999 5 6 7 8 9 0 10 20 30 Kad ar air ( %)

menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula pati akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati pecah (Winarno, 2002).

Derajat asam

Lampiran 13 menunjukkan perlakuan awal memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat asam tepung. Lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap derajat asam tepung. Hubungan perlakuan awal dengan derajat asam tepung dapat dilihat pada Gambar 14.

Keterangan:

P1= Natrium metabisulfit 2000 ppm P2= Natrium klorida 2000 ppm P3= Asam askorbat 2000 ppm

Gambar 14. Hubungan perlakuan awal (pre treatment) dengan derajat asam tepung (Error bar ± standar deviasi)

Gambar 14 menunjukkan bahwa perlakuan awal P1 memiliki nilai derajat asam terendah yaitu 2,35 ml NaOH/100g bahan dibandingkan dengan P2 dan P3

2,35c,C 2,38b,B 3,20a,A 0 1 2 3 4 P1 P2 P3 Der aj at asam ( m l NaO H/ 100 g b ah an ) Perlakuan awal (P) P1 P2 P3

dengan nilai derajat asam 2,38 ml NaOH/100g bahan dan 3,20 ml NaOH/100g bahan. Hal ini dikarenakan P3 menggunakan asam askorbat sebagai larutan perendamannya sehingga akan menimbulkan suasana asam pada tepung ubi jalar ungu. Kondisi penambahan asam askorbat akan menurunkan pH larutan pada saat proses perendaman sehingga akan berdifusi ke dalam jaringan irisan ubi jalar ungu sebelum dikeringkan. Perendaman dalam asam askorbat menyebabkan penurunan nilai pH sehingga aktivitas enzim fenolase dapat diminimalisir. Akibat penurunan nilai pH tersebut maka akan menambah derajat keasaman pada tepung ubi jalar ungu. Sementara metode perlakuan awal P1 (natrium metabisulfit) dan P2 (natrium klorida) ini merupakan jenis garam sehingga akan meningkatkan pH pada saat perendaman irisan ubi jalar ungu sebelum dikeringkan. Dan hal ini yang menyebabkan derajat asam pada metode ini lebih rendah jika dibandingkan dengan P3 (asam askorbat).

Kadar antosianin

Lampiran 14 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar antosianin tepung.

Pengaruh Perlakuan Awal (Pre-Treatment) dan Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Fungsional Tepung Ubi Jalar Ungu

Karakteristik fungsional tepung ubi jalar ungu dari hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi daya serap air, daya serap minyak, swelling power,

kelarutan (solubility), dan baking expansion. Pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) terhadap karakteristik fungsional dari tepung ubi jalar ungu dapat

Tabel 10. Pengaruh perlakuan awal (pre-treatment) terhadap karakteristik fungsional tepung ubi jalar ungu

Parameter Perlakuan Awal (P) P1 P2 P3 Natrium metabisulfit Natrium klorida Asam askorbat Daya serap air (g/g) 1,55±0,12 1,59±0,11 1,64±0,15 Daya serap minyak (g/g) 1,42±0,08 1,39±0,05 1,43±0,11 Swelling power (g/g) 6,73±0,46 6,63±0,22 6,74±0,31 Kelarutan (solubility) (%) 1,81±0,12 1,81±0,24 1,94±0,15 Baking expansion (ml/g) 0,95±0,14 1,03±0,11 0,95±0,08

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 11. Pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik fungsional tepung ubi jalar ungu

Parameter

Lama Perendaman (L)

L1 L2 L3

10 menit 20 menit 30 menit Daya serap air (g/g) 1,60±0,11 1,60±0,14 1,58±0,15 Daya serap minyak (g/g) 1,41±0,08 1,46±0,08 1,38±0,07 Swelling power (g/g) 6,62±0,28 6,80±0,33 6,62±0,41 Kelarutan (solubility) (%) 1,86±0,14 1,90±0,16 1,75±0,20 Baking expansion (ml/g) 0,96±0,12 1,00±0,12 0,97±0,10

Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan, ± standard deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata (P<0,01) (huruf besar) dengan uji LSR.

Daya serap air

Lampiran 15 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air tepung.

Daya serap minyak

Lampiran 16 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap minyak tepung.

Swelling power

Lampiran 17 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap swelling power tepung.

Kelarutan (solubility)

Lampiran 18 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelarutan (solubility) tepung.

Baking expansion

Lampiran 19 menunjukkan perlakuan awal, lama perendaman dan interaksi perlakuan awal dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap baking expansion tepung.

Pemilihan Perlakuan Awal (Pre-Treatment) dan Lama Perendaman yang Menghasilkan Tepung Ubi Jalar Ungu dengan Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar ungu dengan metode perlakuan awal dan lama perendaman yang berbeda, maka pengambilan tepung terbaik dilihat dari parameter nilai organoleptik warna, aroma, antosianin, swelling power, baking expansion, daya serap air dan indeks pencoklatan. Penentuan perlakuan terbaik diambil dengan menggunakan metode indeks efektivitas menurut deGarmo, dkk. (1984) yang dapat dilihat dalam Lampiran 20. Dari parameter tersebut maka diperoleh perlakuan terbaik, yaitu tepung ubi jalar ungu dengan perlakuan awal

20 menit (P1L2). Selanjutnya dilakukan pengujian mutu fisik tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik meliputi warna (°Hue), nilai L*, nilai a*, nilai b*, densitas kamba, indeks pencoklatan, organoleptik warna dan organoleptik aroma. Pengujian mutu kimia meliputi kadar air, derajat asam, antosianin, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin, total gula, dan gula reduksi. Pengujian mutu fungsional meliputi daya serap air, daya serap minyak, swelling power, kelarutan, dan baking expansion dapat dilihat pada Tabel 12.

Nilai oHue warna pada tepung ubi jalar kontrol dan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik berbeda tidak nyata (uji t pada taraf 5 %). Nilai oHue tepung ubi jalar ungu berada pada kisaran 18°-54° yang menunjukkan bahwa tepung berwarna merah. Nilai L tepung ubi jalar dari perlakuan terbaik secara nyata lebih tinggi dari pada kontrol, sedangkan nilai a* dan nilai b* lebih rendah daripada kontrol. Nilai a* menunjukkan tingkat kemerahan suatu bahan. Penurunan nilai a* tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik terjadi karena pigmen antosianin pada bahan terlarut dalam air perendaman dan teroksidasi pada saat pengeringan. Nilai b* menunjukkan tingkat kekuningan pada tepung.

Densitas kamba pada tepung ubi jalar ungu kontrol secara nyata lebih tinggi daripada tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 0,63 g/ml dan 0,57 g/ml. Densitas kamba merupakan masa partikel yang menempati volume tertentu. Densitas kamba yang semakin tinggi menunjukkan bahwa produk semakin padat. Suatu produk dikatakan kamba apabila memiliki densitas kamba yang kecil, dapat dikatakan bahwa produk tersebut memiliki volume yang besar namun berat bahannya ringan (Rohmah, 2012).

Tabel 12. Karakteristik fisik, kimia, dan fungsional tepung ubi jalar ungu kontrol dan tepung dari hasil perlakuan terbaik

Komposisi Perlakuan Uji t

5% Kontrol P1L2 Karakteristik fisik Warna (°Hue) 23,00±2,13 24,48±0,93 tn Nilai L* 58,78±0,37 59,89±0,13 * Nilai a* 11,86±0,11 10,26±0,04 * Nilai b* 4,69±0,06 4,24±0,03 * Densitas kamba (g/ml) 0,63±0,01 0,57±0,09 * Indeks pencoklatan 1,03±0,02 0,74±0,03 *

Nilai organoleptik warna 7,53±1,16 7,91±0,33 tn Nilai organoleptik aroma 7,20±0,52 7,15±0,13 tn Karakteristik kimia

Kadar air (%) 6,54±0,25 6,96±0,19 *

Derajat asam (ml NaOH/100g bahan) 2,62±0,14 2,38±0,09 tn

Antosianin (ppm) 246,48±10,58 172,23±19,52 * Kadar abu (%) 2,28±0,07 2,24±0,09 tn Kadar protein (%) 6,92±1,43 7,23±0,54 tn Kadar lemak (%) 0,73±0,17 0,86±0,17 tn Karbohidrat (%) 83,53±0,57 82,71±1,03 tn Kadar serat (%) 2,82±0,27 2,31±0,55 tn Kadar pati (%) 64,48±0,16 61,00±0,24 * Kadar amilosa(%) 24,67±1,24 20,89±0,38 * Kadar amilopektin (%) 39,81±1,24 40,11±0,38 * Total gula (%) 9,81±0,25 7,06±0,03 * Gula reduksi (%) 1,77±0,01 1,68±0,02 * Karakteristik fungsional

Daya serap air (g/g) 1,50±0,02 1,52±0,05 tn

Daya serap minyak (g/g) 1,35±0,03 1,42±0,14 tn

Swelling power (%) 5,66±0,53 7,07±0,33 *

Kelarutan (%) 1,82±0,06 1,85±0,05 tn

Baking expansion (ml/g) 0,92±0,06 1,04±0,16 tn Indeks pencoklatan pada tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda secara nyata terhadap tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing yaitu 1,03 dan 0,74. Indeks pencoklatan pada tepung perlakuan terbaik lebih rendah dari pada tepung kontrol. Penurunan indeks pencoklatan pada tepung dipengaruhi oleh enzim polifenol oksidase yang dapat menyebabkan perubahan warna tepung menjadi coklat.

Nilai organoleptik warna pada tepung ubi jalar kontrol dan perlakuan terbaik natrium metabisulfit masing-masing 7,53 dan 7,91 dan berdasarkan uji t, tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam nilai organoleptik warna tepung kontrol dan tepung perlakuan terbaik. Nilai organoleptik aroma juga berbeda tidak nyata pada tepung ubi jalar kontrol dan tepung dari perlakuan terbaik masing-masing 7,20 dan 7,15.

Kadar air tepung ubi jalar kontrol berbeda secara nyata terhadap kadar air tepung perlakuan terbaik masing-masing 6,54 % dan 6,96 %. Tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik memiliki kadar air yang lebih tinggi dari pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan adanya proses perendaman di dalam air menyebabkan air berdifusi ke dalam jaringan irisan umbi sebelum dikeringkan. Derajat asam tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung dari perlakuan terbaik masing-masing 2,62 ml NaOH/100g bahan dan 2,38 ml NaOH/100g bahan.

Kadar antosianin tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda nyata dengan tepung ubi jalar dari perlakuan terbaik masing-masing 246,48 ppm dan 172,23 ppm. Kadar antosianin tepung ubi jalar ungu kontrol lebih tinggi daripada tepung ubi jalar perlakuan terbaik. Hal ini dikarenakan adanya perendaman dalam air serta proses pengeringan sehingga pigmen antosianin mengalami penurunan. Kadar abu tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung ubi jalar dari perlakuan terbaik masing-masing 2,28 % dan 2,24 %.

Kadar protein tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 6,92 % dan 7,23 %. Tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik memiliki kadar protein yang lebih tinggi

dari pada perlakuan kontrol. Kadar lemak tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 0,74 % dan 0,86 %. Tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dari pada perlakuan kontrol. Kadar serat tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 2,82 % dan 2,31 %. Tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik memiliki kadar serat yang lebih rendah dari pada perlakuan kontrol.

Karbohidrat tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda tidak nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 83,53 % dan 82,71 %. Hal ini disebabkan adanya perubahan komponen karbohidrat yaitu pati menjadi gula-gula sederhana. Penentuan kadar karbohidrat tepung ubi jalar ungu menggunakan metode by difference.

Kadar pati tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda secara nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 64,48 % dan 61,00 %. Kadar pati tepung ubi jalar ungu kontrol lebih tinggi daripada tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik. Hal ini disebabkan senyawa sulfit selain menginaktifkan enzim fenolase juga mampu menginaktifkan enzim-enzim pemecah pati seperti α-amilase dan β-amilase sehingga mengurangi kemampuannya untuk menghidrolisis pati.

Kadar amilopektin tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda secara nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 39,81 % dan 40,11 %. Kadar amilosa tepung ubi jalar ungu kontrol berbeda secara nyata dengan tepung ubi jalar ungu perlakuan terbaik masing-masing 24,67 % dan 20,89 %. Hal ini diduga karena selama proses perendaman dalam larutan natrium

metabisulfit terdapat amilosa yang larut di dalam air sehingga menyebabkan amilosa mengalami penurunan. Molekul amilosa mudah larut dalam air dan terpecah dibanding dengan molekul amilopektin sehingga saat hidrolisa asam

Dokumen terkait