HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan silinder liner yang dihasilkan pada penelitian ini diperoleh dengan cara pengecoran sentrifugal. Bahan baku dilebur pada tanur listrik induksi untuk menghasilkan material dengan komposisi FC 300, setelah mencair sampel diambil lalu dilakukan pengecekan komposisi dengan spectrometer hasilnya adalah C = 3,03 %, Si = 1,77 %, Mn = 0,77 %, S = 0,01 % dan P = 0,01 %. (hasil pengujian spectrometer telampir). Temperatur logam cair dinaikkan sampai pada suhu 1450 0C lalu dilakukan pengeluaran cairan logam dari tanur (tapping) dan ditampung pada ladel sebanyak 6,9 kg.
Mesin sentrifugal yang telah dipersiapkan sebelumnya, dihidupkan dan putaran cetakan diatur pada putaran 900 rpm. Logam cair yang ditampung pada ladel dicorkan pada cetakan yang sedang berputar melalui saluran masuk yang terpasang pada mesin, pengecoran ini dilakukan pada suhu 1400 0C.
Setelah coran membeku dalam cetakan, mesin dimatikan dan coran dikeluarkan dari cetakan dengan cara mendorong coran dengan memakai ejector lalu didinginkan di udara. Pengecoran selanjutnya dilakukan pada cetakan mesin sentrifugal mendatar yang diputar pada putaran 1100, 1300, 1450, 1600, dan 1700 rpm.
Bahan silinder liner yang diperoleh dari pengecoran dengan variasi putaran cetakan, ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Sampel Bahan Silinder Liner Hasil Penelitian f a b c d e
Gambar 4.1 a, b, c, d, e, dan f adalah bahan silinder liner yang dihasilkan berturut-turut pada putaran cetakan 900, 1100, 1300, 1450, 1600, dan 1700 rpm, selanjutnya disebut sampel uji 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pembuatan sampel uji dilakukan dengan proses pengecoran sentrifugal berturut-turut mulai dari sampel uji 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 sehingga pada Gambar 4.1 tampak warna sampel uji yang berbeda, perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan suhu coran, pada suhu kamar semua sampel uji berwarna kelabu.
Permukaan coran yang bersentuhan dengan kaviti cetakan pada saat proses pengecoran berlangsung adalah permukaan diameter luar, permukaan sisi masuk dan permukaan sisi belakang, oleh karena itu permukaan coran pada bagian ini relatif halus. Permukaan coran pada bagian diameter dalam pada saat proses pengecoran
bersentuhan dengan udara dan akibat adanya gaya sentrifugal maka inklusi bukan logam seperti terak menempel pada bagian ini, dan dapat dikeluarkan pada saat pemesinan.
Pengamatan visual dilakukan pada semua sampel uji terhadap permukaan coran yaitu pada permukaan diameter luar, permukaan diameter dalam, permukaan sisi depan dan permukaan sisi belakang. Hasil pengamatan visual ditabelkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Sampel Uji Permukaan Sampel Uji Sampel
Uji
Diameter Luar Diameter Dalam Sisi Depan
Sisi Belakang 1 halus, tidak terdapat terak halus, terdapat terak halus halus 2 halus, tidak terdapat terak halus, terdapat terak halus halus 3
4
halus, tidak terdapat terak halus, tidak terdapat terak
halus, terdapat terak halus, tredapat terak
halus halus
halus halus 5 halus, tidak terdapat terak halus, terdapat terak halus halus 6 halus, tidak terdapat terak halus, terdapat terak halus halus
Ukuran coran bagian luar ditentukan oleh ukuran kaviti cetakan sehingga diameter luar dan panjang coran adalah sama. Diameter dalam coran terbentuk tergantung pada banyaknya logam cair yang digunakan pada saat pengecoran. Banyaknya logam cair yang digunakan pada saat pengecoran telah ditentukan sebanyak 6,9 kg, yang diukur berdasarkan volume dari ladel yang digunakan. Pada saat pengisian logam cair dari tanur ke ladel, sangat sulit untuk mendapatkan volume dengan akurasi yang tinggi sehingga perbedaan volume ini mengakibatkan perbedaan diameter dalam dari coran yang dihasilkan. Untuk mempermudah pengeluaran coran
dari dalam cetakan, kaviti cetakan dibuat tirus dua derajat sehingga diameter coran yang dihasilkan lebih besar pada bagian depan yaitu pada bagian saluran masuk. Data ukuran sampel ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ukuran Sampel Uji Diameter Luar (mm) Tebal (mm) Sampel Uji Depan Belakang Diameter Dalam (mm) Panjang (mm) Depan Belakang Berat (kg) 1 110 100 64 165 23 18 6.2 2 110 100 63 165 23.5 18.5 6.3 3 110 100 60 165 25 20 6.6 4 110 100 61 165 24.5 19.5 6.5 5 110 100 60 165 25 20 6.6 6 110 100 62 165 24 19 6.4 4.1 Analisa Fluidity
Analisa fluidity ini dilakukan untuk melihat kemampuan logam cair mengalir mengisi cetakan secara teoritis. Fluidity ini sangat tergantung pada komposisi dan temperatur logam cair ketika dilakukan penuangan. Dari hasil pengujian spectrometer diketahui komposisi logam cair adalah C = 3,03 %, Si = 1,77 %, Mn = 0,77 %, S = 0,01 % dan P = 0,01 %. Dengan mensubtitusikan persentase unsur ke dalam rumus (2.1), diperoleh faktor komposisi (CF) adalah:
CF = % C + ¼ x % Si + ½ x % P = 3.03 + ¼ x 1.77 + ½ x 0.01 = 3,48
Setelah CF diketahui maka fluidity dihitung dengan menggunakan rumus (2.2), dari data penelitian diperoleh panjang cetakan L = 165 mm, dan temperatur penuangan T = 1400 0C (2552 0F), maka diperoleh fluidity sebesar:
Fluidity = 14,9 x CF + 0,05T - 155
= 14,9 x 3,48 + 0,05 x 2552 - 155 = 24,41 inci
= 620 mm
Karena fluidity lebih besar dari panjang cetakan maka logam cair dapat dengan mudah mengalir ke dalam cetakan.
4.2 Pengujian Tarik
Spesimen uji tarik dibuat dari sampel bahan silinder liner yang dihasilkan dari setiap variasi putaran cetakan. Spesimen uji tarik diperoleh dengan cara memotong sampel uji sejajar pada arah logitudinal dan dibentuk sesuai dengan satandar DIN 50 109. Bentuk spesimen uji ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Spesimen Uji Tarik
Pengujian tarik dilakukan di Politeknik Negeri Medan dengan memakai mesin uji tarik digital merek Tarno Grocky, kapasitas 100.000 kN. Data hasil pengujian tarik ditunjukkan pada Tabel 4.3. Pada pembentukan spesimen uji tarik, diameter uji berada pada bagian diameter tengah dari bahan silinder liner, sehingga hasil uji kuat tarik dari setiap spesimen uji adalah kekuatan tarik dari bahan silinder liner pada bahagian diameter tengah.
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Tarik
φ A F mak Kuat Tarik
No Putaran Cetakan (rpm) (mm) (mm2) (N) (N/mm2) 1 900 9.9 76,94 23481,80 305.20 2 1100 10,0 78,50 24316,90 309.77 3 1300 10,0 78,50 25202,50 321.05 4 1450 10,0 78,50 26037,50 331.69 5 1600 10,0 78,50 27657,00 352.32 6 1700 10,0 78,50 28365,50 361.34
Dari data hasil uji tarik dibuat grafik yang menggambarkan hubungan antara kuat tarik dengan putaran cetakan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
305 310 321 332 352 361 250 270 290 310 330 350 370 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 Putaran cetakan (rpm) K u at t ar ik ( N /m m 2 )
Dari gafik hubungan antara kuat tarik dan putaran cetakan (Gambar 4.3) dapat dilihat bahwa semakin besar putaran cetakan yang diberikan pada pembuatan silinder liner, kuat tarik yang dihasilkan juga semakin besar.
Meningkatnya kekuatan tarik ini sangat erat hubungannya dengan struktur yang terjadi pada bahan silinder liner. Putaran cetakan yang lebih tinggi akan memberikan tekanan yang lebih besar pada coran ketika coran tersebut membeku, sehingga kerapatan butir menjadi semakin kecil, kerapatan butir yang kecil akan memberikan kekuatan tarik yang lebih besar.
Ketika cetakan berputar maka logam cair juga akan ikut berputar di dalam cetakan sampai pembekuan terjadi. Berputarnya logam cair di dalam cetakan maka gaya sentrifugal juga akan bekerja pada setiap partikek-partikel logam cair tersebut. Partikel yang memiliki densiti yang lebih besar akan bergerak menuju diameter luar dan partikel yang densitinya lebih kecil akan terdesak ke arah diameter dalam dari coran. Ketika bahan baku dilebur, dapat bercampur dengan bahan pengotor misalnya seperti terak dan gas yang terserap masuk ke dalam logam cair, unsur-unsur ini memiliki densiti yang lebih kecil dari densiti logam. Ketika logam cair berputar di dalam cetakan, unsur pengotor ini akan terdesak keluar pada bagian diameter luar coran, sehingga logam cairan menjadi lebih bersih dan ketika terjadi pembekuan diperoleh coran yang bebas dari unsur pengotor sehingga kuat tarik dari coran ini meningkat.
Kuat tarik dari spesimen uji yang paling kecil diperoleh dari putaran cetakan yang paling rendah dan kuat tarik spesimen yang paling besar diperoleh dari putaran
cetakan yang paling tinggi. Pada putaran cetakan 900 rpm, kuat tarik spesimen adalah 305 N/mm2 dan pada putaran cetakan 1700 rpm, kuat tarik spesimen adalah 361 N/mm2.
Jika dibanding dengan kuat tarik material FC 300, kuat tarik minimum adalah 300 N/mm2 (JIS G 5501), maka seluruh bahan silinder liner yang dihasilkan pada setiap variasi putaran cetakan pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan minimum untuk material FC 300.
Untuk material FC 350, kuat tarik minimum adalah 350 N/mm2, sedangkan pada penelitian ini kuat tarik bahan silinder liner pada putaran cetakan 1600 rpm adalah 352 N/mm2, maka silinder liner yang dihasilkan pada putaran 1600 rpm sudah masuk kategori FC 350. Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan persyaratan kuat tarik minimum untuk FC 300, maka pembuatan bahan silinder liner dengan pengecoran sentrifugal mendatar pada penelitian ini dapat dipilih putaran cetakan antara 900 rpm sampai dengan 1450 rpm.
0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0. 000 0.005 0.010 0.015 0.020 0250. 0.030 0.035 0.040 0.045 0.050 STRAIN STR E SS ( N /m m 2 ) 900 rpm 1100 rpm 1300 rpm 1450 rpm 1600 rpm 1700 rpm
Gambar 4.4 Grafik Tegangan Vs Regangan
Gambar 4.4 menggambarkan hubungan antara tegangan dengan regangan dari bahan silinder liner yang dihasilkan pada putaran cetakan 900, 1100, 1300, 1450, 1600, dan 1700 rpm Karakteristik umum dari material yang mengalami beban tarik dapat diklasifikasikan bersifat liat ataupun getas tergantung pada kemampuan material tersebut dapat atau tidak mengalami deformasi plastis. Material yang getas akan patah pada batas elastis. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa material sebelum patah sedikit mengalami deformasi plastik, oleh karenanya material ini termasuk material yang getas. Untuk keamanan pemakaian material, timbulnya tegangan harus berada pada batas yang aman yaitu pada tegangan kerja di bawah tegangan yang mengakibatkan material patah. Pada pemakaian statis, perhitungan tegangan kerja
untuk material yang getas didasarkan pada tegangan maksimum (ultimate strenght) dan untuk material yang liat didasarkan pada tegangan luluh (yield strength).
4.3 Pengujian Kekerasan
Spesimen uji kekerasan diambil dari bahan silinder liner dengan cara dipotong melintang, permukaan potongan dibuat segaris dengan diameter spesimen uji tarik, sehingga kekerasan yang diuji pada bagian ini lebih dekat terhadap hasil uji tarik. Pengujian kekerasan dilakukan pada tiga titik yang segaris dengan jari-jari bahan silinder liner, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Spesimen Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Metalurgi USU dengan memakai alat Brinel Hardness Tester tipe BH-3CH, diameter indentor yang digunakan adalah 10 mm, dengan pembebanan 1500 kg selama 15 detik. Data pengujian kekerasan ditujukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Kekerasan
Cetakan Indentasi (mm) BHN
(rpm) d. luar d. tengah d. dalam d. luar d. tengah d. dalam
900 3.12 3.29 3.4 191 172 160 1100 2.91 2.99 3.05 221 209 201 1300 2.87 2.91 2.95 227 221 215 1450 2.84 2.90 2.94 232 222 216 1600 2.81 2.85 2.90 237 230 222 1700 2.74 2.78 2.79 250 242 241 191 221 227 232 237 250 172 209 221 222 230 242 160 201 215 216 222 241 100 125 150 175 200 225 250 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 Putaran cetakan (rpm) K e k e ra sa n (B H N ) Kekeras an d . luar (HBN) Kekeras an d . t eng ah (BHN) Kekeras an d .d alam (BHN) Po ly. (Kekeras an d . luar (HBN)) Po ly. (Kekeras an d .d alam (BHN)) Po ly. (Kekeras an d . t eng ah (BHN))
Gambar 4.6 Grafik Kekerasan Vs Putaran Cetakan
Dari grafik hubungan kekerasan dengan putaran cetakan (Gambar 4.6), ditemukan bahwa: Angka kekerasan Brinell pada spesimen uji kekerasan dari bahan silinder liner meningkat dari bagian diameter dalam ke bagian diameter luar.
Peningkatan angka kekerasan ini dapat terjadi karena pada saat pembuatan bahan silinder liner, bahagian diameter luar dari coran bersentuhan langsung dengan cetakan yang terbuat dari logam. Karena temperatur cetakan lebih rendah dari temperatur logam cair maka bagian coran yang lebih dahulu membeku adalah pada bagian diameter luar dari coran. Laju pembekuan coran akan mengarah dari bagian diameter luar ke bagian diameter dalam. Jika diperhatikan bahwa bagian luar dari coran bersentuhan langsung dengan cetakan yang terbuat dari logam, sedangkan pada bagian diameter dalam bersentuhan dengan udara. Kecepatan pendinginan pada diameter luar coran lebih tinggi dibanding dengan bagian diameter dalam. Kecepatan pendinginan yang semakin tinggi akan menghasilkan grafit dan struktur mikro yang semakin halus. Semakin halus ukuran grafit dan semakin halus struktur mikro maka kekerasan akan semakin tinggi. Kecenderungan ini terjadi pada setiap spesimen uji kekerasan bahan silinder liner yang dihasilkan melalui variasi putaran cetakan.
Semakin tinggi putaran cetakan yang dilakukan pada pembuatan bahan silinder liner, angka kekerasan dari bahan tersebut menjadi semakin besar. Putaran cetakan yang semakin tinggi mengakibatkan gaya sentrifugal yang terjadi pada coran juga semakin besar. Semakin besar gaya sentrifugal maka gaya yang diterima oleh partikel-partikel dalam logam cair akan semakin besar. Partikel yang mempunyai densiti yang lebih besar akan bergerak menuju diameter luar dan partikel dengan densiti yang lebih kecil akan tersisihkan pada daerah diameter dalam. Dalam hal ini partikel karbon bebas (grafit) akan tertarik pada diameter dalam coran, demikian juga bahan pengotor seperti terak, dan gas yang terjebak dalam logam cair akan tersisihkan
pada diameter dalam coran. Pada saat coran membeku, jumlah grafit pada bagian diameter luar dari coran akan berkurang, dan porositas juga akan berkurang sehingga kekerasan menjadi semakin meningkat.
Angka kekerasan material FC 300 berkisar antara 200 – 240 BHN (JIS G 5501), jika dilihat angka kekerasan bahan silinder liner yang dihasilkan pada penelitian ini, angka kekerasan minimum diperoleh pada bahan silinder liner yang dicor pada putaran cetakan 900 rpm, yaitu 160 BHN sampai dengan 191 BHN. Angka kekerasan maksimum diperoleh pada bahan silinder liner yang cor pada putaran cetakan 1700 rpm yaitu 241 BHN sampai dengan 250 BHN.
Jika dibandingkan dengan standar, maka angka kekerasan bahan silinder liner yang dihasilkan melalui penelitian ini, angka kekerasan yang memenuhi standar adalah bahan silinder liner yang dicor pada putaran cetakan 1100 rpm, 1300 rpm, 1450 rpm, dan 1600 rpm.
Angka kekerasan bahan silinder liner yang dicor pada putaran cetakan 900 rpm terlalu rendah dan angka kekerasan bahan silinder liner yang dicor pada putaran cetakan 1700 rpm terlalu tinggi dan sudah masuk pada kategori FC 350.
4.4 Pengujian Metalograpi
Pengambilan spesimen struktur mikro juga dibuat segaris dengan diameter specimen uji tarik dan specimen uji kekerasan sehingga hasil yang ditunjukkan oleh struktur mikro yang terjadi pada spesimen ini lebih dekat hubungannya dengan kedua
jenis pengujian sebelumnya. Permukaan spesimen uji metalograpi dipoles dengan kertas pasir dan dihaluskan dengan alumina powder.
Spesimen uji metalograpi yang telah dipoles dengan menggunakan alumina
powder, diletakkan di bawah mikroskop dan dilakukan pengamatan terhadap grafit
yang terjadi pada tiga titik yaitu pada daerah bagian diameter sebelah luar, diameter tengah dan diameter dalam (tidak menggunakan bahan etsa).
Setelah dilakukan pengamatan spesimen uji metalograpi tanpa menggunakan etsa, spesimen tersebut dietsa dengan menggunakan bahan nital 3 %, spesimen uji diletakkan di bawah mikroskop dan dilakukan pengamatan terhadap matrik yang terjadi pada tiga titik yaitu pada daerah bagian diameter luar, diameter tengah dan diameter dalam, spesimen uji metalograpi ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Spesimen Uji Metalograpi
Hasil yang diperoleh pada pengujian ini adalah foto struktur mikro yang terjadi pada spesimen ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Putaran Cetakan (rpm) Grafit Posisi Pengamatan Spesimen 900 1100 1300 1450 1600 1700 d. luar I I I I I I Bentuk d. tengah I I I I I I d. dalam I I I I I I d. luar D D D D D D Tipe d. tengah B B B D D D d. dalam A A A A A A d. luar 6 6 6 6 6 6 Ukuran d. tengah 5 5 5 5 5 5 d. dalam 4 4 4 4 4 4
Pengujian metalograpi dilakukan terhadap spesimen uji bahan silinder liner yang terbuat dari material FC 300 dengan cara melakukan pengamatan terhadap fasa yang terdapat pada spesimen uji.
Menurut standar ASTM A247, tipe grafit dinyatakan dengan angka Romawi I sampai VII, distribusi grafit dinyatakan dengan huruf besar A sampai E dan ukuran grafit dinyatakan dengan angka Arab 1 sampai 8. Penentuan tipe, distribusi dan ukuran grafit ini dilakukan dengan membandingkannya dengan gambar standar.
Spesimen uji diambil dari bahan silinder liner yang dihasilkan dari semua variasi kecepatan putar cetakan, untuk setiap variasi putaran dibuat satu buah spesimen uji metalograpi. Pengujian ini dilakukan untuk mengamati struktur grafit dan fasa yang terjadi pada spesimen. Pengamatan dilakukan pada sampel uji tanpa etsa (as pholish) untuk mengamati struktur grafit. Foto hasil pengamatan struktur grafit dari sampel uji metalograpi untuk setiap variasi putaran cetakan dibuat dengan
memakai metalurgical microscope. Foto hasil pengamatan struktur grafit dari spesimen uji ditunjukkan pada Gambar 4.8 sampai dengan Gambar 4.13. Untuk memperoleh bentuk, tipe dan ukuran grafit dari spesimen uji, foto struktur grafit ini dicocokkan dengan foto standar ASTM A247.
Foto struktur mikro dari spesimen uji metalograpi 1 pada putaran cetakan 900 rpm, tidak dietsa, pembesaran 100 kali (Gambar 4.8) diperoleh bentuk, tipe dan ukuran grafit pada diameter luar adalah ID6, diameter tengah adalah IB5 dan diameter dalam adalah IA4.
Bentuk grafit yang terjadi pada bagian diameter luar, tengah dan dalam adalah bentuk satu (I), yaitu bentuk grafit serpih atau disebut juga grafit lamelar, bentuk grafit ini adalah bentuk yang diharapkan terjadi pada besi tuang kelabu.
Tipe grafit yang terjadi pada bagian diameter luar adalah type D (penyisihan antar dendrit), pada bagian diameter tengah adalah type B dan pada bagian diameter dalam adalah type A. Terjadinya perbedaan tipe grafit pada bagian diameter luar, tengah dan dalam diakibatkan oleh perbedaan kecepatan pendinginan (cooling rate) dan juga akibat perbedaan gaya sentrifugal di ketiga titik tersebut, sehingga grafit pada bagian diameter luar lebih sedikit dan semakin banyak pada arah diameter dalam.
Ukuran grafit yang terjadi pada bagian diameter luar adalah 6 (panjang grafit 1/8 – ¼ inci), pada bagian diameter tengah adalah 5 (panjang grafit 1/4 – 1/2 inci) dan pada bagian diameter dalam adalah 4 (panjang grafit 1/2 – 1 inci). Ukuran grafit pada bagian diameter luar lebih pendek dan semakin panjang mengarah ke bagian diameter
luar. Ukuran grafit ini mempengaruhi karakteristik coran, grafit yang lebih halus akan memberikan kuat tarik dan kekerasan yang lebih besar. Bentuk, tipe dan ukuran grafit yang terjadi pada spesimen uji 1, 2 dan 3 relatif sama karena berada pada rentang ukur yang sama walaupun sebenarnya perbedaan itu ada.
Gambar 4.8 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 1, pada Putaran Cetakan 900 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
a) diameter luar, grafit ID6 b) diameter tengah, garfit IB5 c) diameter dalam , grafit IA4
100 μm 100 μm 100 μm (a) (b) (c) 100 μm 100 μm 100 μm (c) (b) (a)
Gambar 4.9 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 2, pada Putaran Cetakan 1100 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
a) diameter luar, grafit ID6 b) diameter tengah, garfit IB5 c) diameter dalam , grafit IA4
Gambar 4.10 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 3, pada Putaran Cetakan 1300 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
a) diameter luar, grafit ID6 b) diameter tengah, garfit IB5 c) diameter dalam , grafit IA4
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Pada spesimen uji metalograpi 4, 5 dan 6 (Gambar 4.11, 4.12, dan 4.13), bentuk grafit pada bagian diameter luar adalah bentuk I, tipe grafit pada bagian diameter luar dan tengah adalah tipe D dan pada bagian diameter dalam adalah tipe A. Ukuran grafit yang terjadi pada bagian diameter luar adalah 6 (panjang grafit 1/8 – ¼ inci), pada bagian diameter tengah adalah 5 (panjang grafit 1/4 – 1/2 inci) dan pada bagian diameter dalam adalah 4 (panjang grafit 1/2 – 1 inci). 4 (panjang grafit 1/2 – 1 inci).
100 μm 100 μm 100 μm (b) (c) (a)
Gambar 4.11 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 4, pada Putaran Cetakan 1450 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.12 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 5. pada Putaran Cetakan 1600 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
a) diameter luar, grafit ID6 b) diameter tengah, garfit ID5 c) diameter dalam , grafit IA4
100 μm
100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.13 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi, 6 pada Putaran Cetakan 1700 Rpm, Tidak Dietsa, Pembesaran 100 Kali.
a) diameter luar, grafit ID6 b) diameter tengah, garfit ID5 c) diameter dalam, grafit IA4
Sampel uji metalograpi dietsa dengan nital 3 %, tujuan penggunaan etsa adalah untuk memperjelas matrik struktur mikro, matrik yang terjadi pada seluruh spesimen uji adalah perlit. Batas butir dari perlit tidak jelas karena bahan ini termasuk bahan hypoeutectic iron (Gambar 4.14 sampai dengan Gambar 4.19)
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.14 Foto Struktur Mikro Dari Spesimen Uji Metalograpi 1, Pada Putaran Cetakan 900 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, Pembesaran 100 Kali, a) diameter luar, b) diameter tengah, c) diameter dalam, Struktur perlitik
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.15 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 2, pada Putaran Cetakan 1100 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, a) Diameter Luar, b) Diameter Tengah, c) Diameter Dalam, Pembesaran 100 Kali, Struktur Perlitik
(b)
100 μm (c)
(a) 100 μm 100 μm
Gambar 4.16 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 3, pada Putaran Cetakan 1300 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, a) Diameter Luar, b) Diameter Tengah, c) Diameter Dalam, Pembesaran 100 Kali, Struktur Perlitik
(a) 100 μm (b) 100 μm (c) 100 μm
Gambar 4.17 Foto Struktur Mikro Dari Spesimen Uji Metalograpi 4, Pada Putaran Cetakan 1450 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, a) Diameter Luar, b) Diameter Tengah, c) Diameter Dalam, Pembesaran 100 Kali, Struktur Perlitik
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.18 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 5, pada Putaran Cetakan 1600 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, a) Diameter Luar, b) Diameter Tengah, c) Diameter Dalam, Pembesaran 100 Kali, Struktur Perlitik
100 μm 100 μm 100 μm
(a) (b) (c)
Gambar 4.19 Foto Struktur Mikro dari Spesimen Uji Metalograpi 6, pada Putaran Cetakan 1700 Rpm, Dietsa Dengan Larutan Nital 3 %, a) Diameter Luar, b) Diameter Tengah, c) Diameter Dalam, Pembesaran 100 Kali,
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tarik, Kekerasan dan Metalograpi Titik Pengujian
No
Cetakan
(rpm) Hasil Uji d.luar d.tengah d.dalam Keterangan
1 900 στ (N/mm2) 305 στmemenuhi standar BHN 191 172 160 BHN di bawah standar
Grafit ID6 IB5 IA4
Matrik perlitis perlitis perlitis
2 1100 στ (N/mm2) 310 στ memenuhi standar BHN 221 209 201 BHN memenuhi standar
Grafit ID6 IB5 IA4
Matrik perlitis perlitis perlitis
3 1300 στ (N/mm2) 321 στmemenuhi standar BHN 227 221 215 BHN memenuhi standar
Grafit ID6 IB5 IA4
Matrik perlitis perlitis perlitis
4 1450 στ (N/mm2) 332 στ memenuhi standar BHN 232 222 216 BHN memenuhi standar
Grafit ID6 ID5 IA4
Matrik perlitis perlitis perlitis
5 1600 στ (N/mm2) 352 στmelebihi standar
BHN 237 230 222
BHN memenuhi standar
Grafit ID6 ID5 IA4
Matrik perlitis perlitis perlitis
6 1700 στ (N/mm2) 361 στ melebihi standar
BHN 250 242 241
BHN melebihi standar
Grafit ID6 ID5 IA4