• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum di Lapangan

Kebun manggis di Leuwiliang berada pada ketinggian 390 - 398 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan topografi tanah miring dan berbukit-bukit. Kebun manggis tempat penelitian ini merupakan kebun milik petani setempat. Pengelolaan kebun masih bersifat tradisional dan sederhana. Jarak tanam pada kebun manggis tidak seragam. Untuk meminimalisir pengaruh negatif dari lahan miring seperti terjadinya longsor dan erosi pada areal kebun, lahan kebun dibuat teras-teras. Kebun manggis di daerah Leuwiliang merupakan perkebunan dengan sistem agroforestry, sehingga terdapat beberapa jenis tanaman lain seperti melinjo (Gnetum gnemon), durian (Durio zibenthinus), dan pisang (Musa paradisiaca).

Curah hujan rata-rata pada saat penelitian adalah 277.79 mm/bulan dengan rata-rata kelembaban 83.44 % (Stasiun Klimatologi Dramaga, 2008 - 2010) (Lampiran 1). Pada bulan Januari-Maret 2009, bulan Mei-Agustus 2009, dan bulan November 2009-Januari 2010 terjadi penurunan curah hujan dengan nilai curah hujan minimum pada bulan Agustus 2009 sebesar 33 mm. Pada bulan April-Mei 2009 dan bulan Agustus-Oktober 2009 terjadi peningkatan curah hujan dengan nilai curah hujan maksimum pada bulan Mei sebesar 571 mm (Gambar 2).

Gambar 2. Data Iklim Wilayah Leuwiliang Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Bulan November 2008 – Bulan Februari 2010

Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah (Puslittanah, 1983) hasil analisis tanah pada saat penelitian menunjukkan bahwa tanah di Leuwiliang memiliki kandungan hara dari rendah hingga sangat tinggi. Kandungan N tergolong rendah yaitu berkisar antara 0.15 – 0.18 %, kandungan P tergolong sangat tinggi yaitu

berkisar antara 227.3 – 258.1 ppm, dan kandungan K berkisar dari 0.13 – 0.14 me/100 g (rendah) sampai 0.34 me/100 g (sedang). Hasil analisis

tanah secara lengkap dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan penelitian Siauw (2006) tanah di Leuwiliang memiliki nilai kapasitas tukar kation sebesar 12.95 – 14.36 me/100 g. Menurut penelitian Kurniadinata (2010) tanah di daerah tersebut adalah tipe tanah Podsolik dengan tekstur liat yang tinggi dan pH tanah berkisar 4.30 – 5.50.

Hama yang menyerang tanaman pada saat penelitian antara lain adalah babi hutan. Babi hutan merusak tanaman dengan mengerat kulit dan kambium pohon sehingga mengakibatkan kerusakan parah pada beberapa pohon sampel. Pada saat dilakukan penelitian ini, tanaman manggis di daerah tersebut sedang mengalami on year yang tinggi. On year adalah masa dimana tanaman memproduksi buah yang banyak atau lebih dikenal dengan panen raya. Pemanenan buah manggis dilakukan secara bertahap selama bulan Februari, kriteria buah yang dipanen adalah buah yang telah berwarna merah keungunan dan siap untuk konsumsi (Gambar 3). Buah pada bulan Februari merupakan buah terakhir dari periode buah 2009 – 2010, sehingga ukuran buah relatif lebih kecil-kecil dan jumlahnya terbatas.

Pengaruh Pemupukan Nitrogen

Pemberian dosis pupuk nitrogen (N) yang terdiri dari tiga taraf dosis pemupukan, yaitu 0 g N per tanaman, 600 g N per tanaman, dan 1 200 g N per tanaman berdasarkan uji F pada taraf kesalahan 5 % tidak berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah yang diamati (Tabel 4)

Tabel 4. Rekapitukasi Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Peubah-Peubah yang Diamati

Peubah Pengamatan 0 g N 600 g N 1 200 g N KK

Bobot buah manggis tn tn tn 17.16

Bobot aril + biji tn tn tn 19.36

Bobot tangkai tn tn tn 11.00

Diameter buah tn tn tn 6.31

Tebal kulit tn tn tn 13.95

Bobot kulit basah tn tn tn 23.77

Bobot kulit kering tn tn tn 24.84

Bobot krude ekstrak tn tn tn 18.32

pH tn tn tn 5.27 PTT tn tn tn 4.44 ATT tn tn tn 9.43 VIT C tn tn tn 17.19 Tingkat burik tn tn tn 24.74 Gk aril tn tn tn 27.27 Gk kulit tn tn tn 16.94*

Kadar asam galat/g CE tn tn tn 23.37*

Kadar asam galat/10 g kk tn tn tn 17.63*

Keterangan: tn = tidak nyata; * : hasil transformasi (√x + 0.5)

Karakter Fisik Buah Manggis

Perlakuan nitrogen tidak berpengaruh nyata terhadap bobot buah, bobot aril+biji, bobot kulit basah, bobot kulit kering, dan bobot tangkai. Nilai rata-rata bobot buah, bobot kulit basah, dan bobot kulit kering masing-masing berkisar antara 52.81 – 56.83 gram, 30.09 – 34.13 gram, dan 10.58 – 11.79 gram (Tabel 5). Alizadeh et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian jumlah pupuk kimia pada tanaman berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman. Peningkatan jumlah pupuk yang diberikan dapat meningkatkan bobot basah dan bobot kering tanaman.

Tabel 5. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Bobot Buah, Bobot Aril+Biji, BK Basah, BK Kering, dan Bobot Tangkai

Dosis Nitrogen

(gram)

Bobot

Buah Bobot Aril + Biji

BK Basah BK Kering Bobot Tangkai ---(g)--- 0 52.81 15.67 30.09 10.58 3.42 600 56.83 18.54 34.13 11.79 3.86 1 200 54.37 18.34 31.82 10.71 3.08 Uji F tn tn tn tn tn

Keterangan :BK = Bobot Kulit; tn = tidak nyata

Berdasarkan penelitian Putri (2007) pemberian pupuk nitrogen pada tanaman manggis tidak nyata meningkatkan bobot buah manggis, bobot kulit manggis, bobot aril buah, dan bobot tangkai buah. Abdillah (2009) juga menyatakan bahwa pemberian pupuk nitrogen pada tanaman manggis tidak nyata meningkatkan bobot per buah manggis. Namun pemberian dosis nitrogen hingga 1 200 g per tanaman, memberikan hasil bobot buah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak mendapat pupuk Urea (N0) (0 gram), walaupun secara statistik tidak nyata.

Tidak nyatanya pengaruh nitrogen terhadap beberapa peubah yang diamati diduga karena nitrogen bagi tanaman lebih banyak berperan pada saat pertumbuhan vegetatif dibandingkan pada saat pertumbuhan generatif. Tanaman yang dipupuk nitrogen diharapkan memiliki jumlah daun dan cabang yang banyak. Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa peran utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah merangsang pertumbuhan vegetatif khususnya batang, cabang, dan daun. Unsur N juga mempengaruhi warna hijau pada daun yang penting bagi tanaman untuk melakukan fotosintesis.

Peningkatan diameter buah akibat pemupukan N sejalan dengan peningkatan bobot buah dan bobot kulit, namun tidak diikuti oleh peningkatan ketebalan kulit (Gambar 4). Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa peningkatan ukuran diameter buah tidak sejalan dengan tebal kulit. Buah C dengan ukuran diameter paling kecil memiliki kulit yang lebih tebal dibandingkan dengan buah A. Buah A dengan diameter buah lebih besar memiliki tebal kulit yang lebih kecil dibandingkan buah B dan C.

Gambar 4. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Diameter Buah dan Tebal Kulit

Rata-rata diameter buah berkisar 4.67 cm sampai 4.83 cm, sedangkan rata-rata tebal kulit berkisar 0.56 cm sampai 0.62 cm (Tabel 6). Kurniadinata (2010) menyatakan bahwa peningkatan dosis pupuk nitrogen hingga 1 200 g per tanaman meningkatkan diameter horizontal dan vertikal pada buah manggis.

Tabel 6. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Bobot Buah, Bobot Kulit Basah, Diameter Buah, dan Tebal Kulit

Dosis Nitrogen

(gram)

Bobot Buah BK Basah Diameter Buah Tebal Kulit ---(g)--- ---(cm)---

0 52.81 30.09 4.67 0.62

600 56.83 34.13 4.83 0.60

1 200 54.37 31.82 4.68 0.56

Uji F tn tn tn tn

Keterangan : BK = Bobot Kulit; tn = tidak nyata

Perlakuan pemupukan N tidak berpengaruh nyata terhadap skor burik pada kulit, skor getah kuning aril buah, dan skor getah kuning kulit buah (Tabel 7). Berdasarkan jumlah nilai rata-rata, pemupukan hingga dosis 1 200 g N per tanaman cenderung menurunkan gejala getah kuning yang muncul pada aril dan gejala getah kuning yang muncul pada permukaan kulit dibandingkan buah yang tidak diberi pupuk N. Putri (2007) menyatakan bahwa pemupukan N dosis 1 200 g menurunkan gejala getah kuning yang muncul pada kulit buah manggis sebesar 10 % dibandingkan buah yang tidak dipupuk N.

Tabel 7. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Tingkat Kemulusan Burik, Getah Kuning Aril Buah, dan Getah Kuning Kulit Buah

Dosis Nitrogen

(gram)

Tingkat Burik Getah Kuning Aril Getah Kuning Kulit

0 2.33 1.33 2.00

600 2.33 1.33 2.00

1 200 2.33 1.00 1.67

Uji F tn tn tn

Keterangan : tn = tidak nyata

Buah manggis pada perlakuan 1 200 g N per tanaman memiliki rata-rata skor burik, skor getah kuning aril, dan skor getah kuning kulit paling rendah yaitu berturut-turut 2.33, 1.00, dan 1.67 (Tabel 7). Hal ini berarti pada bagian kulit luar buah manggis tertutupi burik sekitar 20 % - 25 %, terdapat 1-5 tetes getah kuning, dan daging buah berwarna putih bersih serta tidak ada getah kuning diantara aril dengan kulit maupun di pembuluh buah.

Tidak nyatanya pengaruh dosis pupuk N terhadap penurunan skor burik, skor getah kuning aril, dan skor getah kuning pada permukaan kulit buah manggis diduga karena gejala burik, getah kuning aril, dan getah kuning kulit buah manggis lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Berdasarkan Tirtawinarta (2002) terjadinya burik pada buah manggis kemungkinan disebabkan oleh gesekan antar buah atau buah dengan daun pada saat buah masih muda yang kemudian meninggalkan luka dan ikut membesar seiring perkembangan buah. Terjadinya luka akibat gesekan buah dengan daun atau ranting pohon dapat terjadi karena tanaman kurang dipelihara secara intensif, tanaman terlalu rimbun dan banyak terdapat cabang negatif.

Menurut Dorli (2008) munculnya spot getah kuning pada kulit bagian luar buah manggis disebabkan oleh gangguan mekanik seperti tusukan, gigitan serangga, benturan dan cara panen yang ceroboh. Benturan yang terjadi pada permukaan kulit buah manggis dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh getah kuning yang dapat merusak kualitas rasa aril, ditandai dengan rusaknya sel-sel epitelian. Getah yang keluar pada permukaan kulit buah manggis juga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas penampakan buah akibat munculnya spot-spot yang mengotori kulit buah.

Karakter Kimia Buah Manggis

Pemberian dosis pupuk nitrogen terhadap komponen kualitas tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati. Komponen kualitas yang diamati adalah padatan total terlarut dan asam total tertitrasi. Nilai rata-rata padatan total terlarut buah berkisar antara 16.17 – 16.90 ° Brix dan asam total tertitrasi berkisar antara 80.67 – 83.00 ml/100 g bahan (Tabel 8). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Abdillah (2009) pemberian nitrogen terhadap komponen kualitas tidak pengaruh nyata pada asam total tertitrasi dan padatan total terlarut.

Tabel 8. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Padatan Total Terlarut dan Asam Total Tertitrasi Buah Manggis

Dosis Nitrogen (gram) PTT (° Brix) ATT (ml/100 g bahan) 0 16.63 81.33 600 16.17 80.67 1 200 16.90 83.00 Uji F tn tn

Keterangan : tn = tidak nyata

Berdasarkan Abdillah (2009) tidak nyatanya pengaruh nitrogen terhadap pertumbuhan generatif diduga karena terjadinya biennial bearing yaitu fenomena dimana pada musim tertentu tanaman mengalami on year dan musim berikutnya terjadi off year. Oleh sebab itu, nitrogen yang diserap tanaman lebih dominan dipakai pada fase vegetatif dibandingkan pada fase generatif terutama setelah musim sebelumnya terjadi panen raya (on year).

Pemberian dosis nitrogen juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH dan vitamin C buah manggis. Hasil penelitian menunjukkan kisaran rata-rata nilai pH buah manggis adalah 3.30 hingga 3.40, sedangkan kisaran nilai vitamin C adalah 102.87 mg/100 g bahan hingga 115.12 mg/100 g bahan (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap pH dan Vitamin C Buah Manggis Dosis Nitrogen (gram) pH Vitamin C (mg/100 g bahan) 0 3.34 102.87 600 3.40 115.12 1 200 3.30 113.65 Uji F tn tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

Kandungan Hara pada Jaringan Tanaman, Kadar Polifenol, dan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Manggis

Pada percobaan ini digunakan senyawa asam galat sebagai pembanding dalam analisis kadar polifenol kulit buah manggis, hasil pengukuran total senyawa polifenol akan dinyatakan dalam satuan mg asam galat ekuivalen. Kurva standar asam galat beserta persamaan liniernya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva Hubungan Konsentrasi dengan Absorbansi pada Standar Asam Galat

Pemupukan nitrogen pada beberapa taraf dosis tidak berpengaruh nyata terhadap bobot crude ekstract (CE) dan kadar polifenol kulit manggis yang disetarakan dengan bobot asam galat. Namun berdasarkan data yang ada, peningkatan dosis pupuk 600 g N per tanaman dan 1 200 g N per tanaman cenderung meningkatkan kadar N dalam kulit manggis sebesar 4.3 %. Sedangkan

pada kandungan hara daun peningkatan N 600 g N dan 1 200 g N tidak lebih tinggi dibandingkan N0 (Tabel 10). Hasil penelitian menunjukkan bobot CE, kadar polifenol per gram CE, dan kadar polifenol per 10 gram kulit kering masing-masing berkisar antara 0.63 – 1.00 g/10 g KK, 28.24 – 51.62 mg AG/g CE, dan 2.68 – 3.06 mg AG/10 g KK.

Tabel 10. Pengaruh Dosis Pupuk N terhadap Bobot CE, Kadar Polifenol, Kadar N pada Daun, dan Kadar N pada Kulit

Dosis Nitrogen (gram) Bobot CE (g/10 g KK) Kadar Polifenol DPPH IC50 N Daun % N Kulit % (mg AG/g CE) (mg AG/10 g KK)

0 0.63 49.46 3.06 29.33 1.28 0.47

600 0.80 51.62 4.02 57.01 1.28 0.49

1 200 1.00 28.24 2.68 32.91 1.24 0.49

Uji F tn tn tn tn ---

---Keterangan : tn : tidak nyata CE : Crude Extract

KK :Kulit Kering

--- : data tidak diuji dengan statistika

Kurniadinata (2010) menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan kandungan hara pada daun dipengaruhi oleh proses fisiologis tanaman manggis di dalam pertumbuhannya. Kandungan hara makro N, P, dan K pada kulit buah disebabkan oleh adanya translokasi hara pada bagian buah yang diatur oleh proses fisiologis tanaman. Sallisburry dan Ross (2005) menyatakan bahwa pemberian unsur tertentu dengan dosis tertentu pada tanaman akan ditranslokasikan dan dimobilisasikan ke daun dan bagian-bagian tanaman lainnya mengikuti jumlah yang diberikan. Grundon (1987) dalam Rai (2002) menyatakan bahwa pada umumnya nutrisi pada tanaman paling baik dicerminkan oleh kandungan hara mineral pada daun dibandingkan dengan organ-organ lain.

Tidak nyatanya pengaruh pemupukan nitrogen terhadap kandungan senyawa polifenol pada kulit manggis, diduga karena biosintesis senyawa metabolit sekunder pada tumbuh-tumbuhan tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan hara di dalam tanah. Biosintesis metabolit sekunder pada tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar. Berdasarkan Einhellig (1996) cekaman yang diakibatkan oleh faktor lingkungan seperti kelembaban, hara, suhu,

kerapatan tanam, cahaya, dan juga patogen dapat mempengaruhi produksi, persistensi, dan efektivitas metabolit sekunder alelopati.

Kadar polifenol pada tanaman yang tidak dipupuk N lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pada perlakuan 1 200 g N, walaupun secara statistik tidak nyata (Tabel 10). Hal ini diduga rendahnya ketersediaan hara N bagi tanaman memicu pembentukan metabolit sekunder lebih banyak sebagai bentuk pertahanan dari tanaman untuk bertahan hidup.

Menurut Herms and Mattson (1992) hal ini dapat dijelaskan dengan mempergunakan teori growth-differentiation balance (GDB), yang menjadi landasan dasar pada prinsip ini adalah pertukaran proses fisiologis antara perkembangan tanaman dan biosintesis metabolit sekunder. Berdasarkan Kurniadinata (2010), nitrogen merupakan unsur hara makro esensial yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, tanaman memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan, sintesis asam amino, sintesis enzim, dan pembentukan protein.

Menurut Herms and Mattson (1992) ketika kondisi lingkungan dalam keadaan baik dan ketersediaan nitrogen cukup, teori GDB menyatakan tanaman akan berkembang baik dengan adanya protein sebagai sumber utama dari hasil fotosintesis. Namun, ketika kondisi lingkungan tidak sesuai dan tanah kekurangan nutrisi seperti defisiensi nitrogen, teori GDB menjelaskan bahwa laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan berkurang diiringi dengan biosintesis metabolit sekunder yang diduga dapat membantu tanaman dalam penyimpanan dan pertahanan selama kondisi tidak mendukung.

Kadar polifenol pada 10 gram kulit manggis kering berkisar antara 2.68 mg hingga 4.02 mg. Jika bobot kulit kering dari satu buah manggis pada perlakuan tanpa pupuk N sebesar 10.58 g, maka kadar polifenolnya diperkirakan sebanyak 3.24 mg. Jika bobot kulit kering dari satu buah manggis pada perlakuan 600 g N sebesar 11.79 g, maka kadar polifenolnya diperkirakan sebanyak 4.74 mg. Jika bobot kulit kering dari satu buah manggis pada perlakuan 1 200 g N seb esar 10.71 g, maka kadar polifenolnya diperkirakan sebanyak 2.87 mg.

Gambar 6. Perubahan Warna Larutan Sampel Perlakuan 600 g N pada Analisis Kadar Total Fenolik

Senyawa metabolit sekunder golongan polifenol dan senyawa turunannya seperti fenolik, terpenoid, alkaloid, steroid, poliasetilena, minyak esensial (Larson, 1988), senyawa catechin dan epicatechin serta beberapa senyawa turunannya antara lain apicatechin, gallocatechin, dan epigallo catechin (Burda dan Oleszek, 2001 dalam Tahir et al., 2003), pada umumnya memiliki kemampuan aktivitas antioksidan. Kemampuan aktivitas antioksidan pada senyawa fenolik dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani et al., 2008).

Senyawa polifenol sering kali dihubungkan sebagai antioksidan alami pada buah-buahan, sayuran, dan tumbuh-tumbuhan lainnya (Larson, 1988). Miliauskas et al., (2004) menyatakan bahwa beberapa penggunaan senyawa fenolik dan flavonoid berhubungan dengan proses biologis, seperti kemampuan antioksidan, penangkapan radikal bebas, dan kemampuan mencegah radang.

Hasil analisis antioksidan menunjukkan seberapa banyak kandungan antioksidan yang masih aktif dan memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa-senyawa radikal bebas DPPH. Sebagai pembanding pada umumnya digunakan senyawa antioksidan lainnya. Pada percobaan ini digunakan senyawa vitamin C (asam askorbat) sebagai pembanding, vitamin C diketahui berfungsi sebagai antioksidan alami dan digolongkan menjadi golongan antioksidan sekunder. Vitamin C juga diketahui memiliki kemampuan antioksidan yang

sangat kuat. Menurut Dalimartha dan Soedibyo (1998), antioksidan sekunder dapat menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Kurva standar asam askorbat beserta persamaan liniernya dapat dilihat pada Gambar 7. Kurva standar vitamin C memiliki nilai b yang positif, hal ini menunjukan bahwa kurva standar merupakan kurva peningkatan. Berdasarkan Gomez dan Gomez (2007), koefisien b merupakan kemiringan garis atau menyatakan perubahan rata-rata variabel y untuk setiap perubahan variabel x sebesar satu satuan.

Gambar 7. Kurva Hubungan Konsentrasi dengan Persen Inhibisi Antioksidan pada Standar Vitamin C (Asam Askorbat)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi asam askorbat maka semakin banyak senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa radikal bebas. Sehingga nilai absorbansi sampel akan menurun dan persen inhibisi antioksidan meningkat (Tabel 11).

Tabel 11. Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Standar Vitamin C (Asam Askorbat) Konsentrasi (ppm) Absorbansi Sampel Aktivitas Penangkap Radikal (%) DPPH IC50 (ppm) 0 0 0 6.051 1 1.248 3.778 2 1.154 11.025 4 0.898 30.725 6 0.706 45.605 8 0.437 66.307 10 0.131 89.938

Menurut Mardawati et al. (2008) secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50, kuat jika IC50

bernilai antara 50 - 100, sedang jika IC50 bernilai antara 100 - 150, dan lemah jika IC50 bernilai antara 151 - 200. Pada tabel 11 diketahui senyawa asam askorbat mempunyai nilai IC50 yang kecil yaitu 6.051, nilai IC50 vitamin C < 50. Sehingga dapat dikatakan bahwa asam askorbat memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

Aktivitas antioksidan pada sampel perlakuan 0 gram N dan 1 200 gram N memiliki nilai DPPH IC50 kurang dari 50, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki kemampuan antioksidan sangat kuat. Sedangkan pada sampel perlakuan 600 gram N ekstrak kulit manggis memiliki nilai DPPH IC50

antara 50-100, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis memiliki kemampuan antioksidan yang kuat. Namun aktivitas antioksidan dari ketiga ekstrak kulit manggis perlakuan N tidak lebih besar jika dibandingkan dengan antioksidan vitamin C (asam askorbat) yang digunakan sebagai standar dengan nilai DPPH IC50 sebesar 6.051 ppm.

Tingginya aktivitas antioksidan pada tanaman yang tidak dipupuk nitrogen diduga dipengaruhi oleh jumlah senyawa polifenol yang juga cukup banyak terkandung pada perlakuan tersebut yaitu sebesar 3.06 mg AG/10 g kulit kering (Tabel 10). Hal ini diduga jenis senyawa polifenol pada kulit manggis yang memiliki kemampuan antioksidan aktif terhadap radikal bebas dari DPPH berjumlah cukup banyak. Sehingga pembacaan pada spektrofotometer

menunjukkan nilai DPPH IC50 yang rendah dibandingkan perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 29.331 ppm (Tabel 10).

Penambahan konsentrasi sampel pada ketiga perlakuan merubah kepekatan warna ungu dari DPPH. Perlakuan nitrogen 0 gram per tanaman memiliki perubahan warna yang sangat jelas (Gambar 8). Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas penangkapan radikal bebas pada sampel N0 (0 gram) lebih kuat dibandingkan perlakuan yang lainnya dengan nilai DPPH IC50 29.331 ppm (Lampiran 3).

(a) (b)

(c)

Gambar 8. Perubahan Warna Larutan Sampel Perlakuan (a) 0 gram N, (b) 600 gram N, dan (c) 1 200 gram N pada Analisis

Korelasi antara Kadar Polifenol dan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Manggis

Hubungan kadar polifenol yang setara dengan asam galat per gram CE dan kadar polifenol per 10 g kulit kering manggis, memiliki hubungan yang sangat erat dan berkorelasi positif yaitu sebesar 0.812. Diasumsikan bahwa dengan semakin meningkatnya kandungan polifenol per gram CE maka kandungan polifenol per 10 gram kulit kering juga akan meningkat.

Antara kadar polifenol per gram CE dan kadar polifenol per 10 g kulit kering manggis terdapat korelasi yang negatif dengan konsentrasi aktivitas antioksidan untuk mencapai DPPH IC50 (Tabel 12) masing-masing sebesar -0.109 dan -0.242. Diasumsikan bahwa peningkatan kandungan senyawa polifenol per gram CE dan per 10 g kulit kering manggis akan menurunkan nilai (ppm) konsentrasi antioksidan untuk mencapai DPPH IC50 (aktivitas antioksidan akan semakin kuat). Zheng (2001) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan memiliki korelasi dengan komponen total senyawa fenolik.

Tabel 12. Korelasi antara Kadar Polifenol dan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Manggis

Peubah Kadar Polifenol DPPH IC50

(mg AG/g CE) (mg AG/10 g KK) (ppm)

Kadar Polifenol (mg AG/g CE) 1.000 0.812** -0.109

Kadar Polifenol (mg AG/10 g KK) 0.812** 1.000 -0.242

Keterangan : ** : sangat nyata berkorelasi pada taraf kepercayaan 99 %

(mg AG/g CE), (mg AG/10 gKK), dan (ppm) : satuan yang digunakan oleh masing-masing peubah ketika dianalisis korelasi

Pengaruh Pemupukan Fosfor

Perlakuan dosis pupuk fosfor (P) yang terdiri dari tiga taraf dosis yaitu 0 gram P2O5 per tanaman, 600 gram P2O5 per tanaman, dan 1 200 gram P2O5 per tanaman berdasarkan uji F pada taraf kesalahan 5 % tidak menunjukkan pengaruh nyata pada semua peubah pengamatan (Tabel 13).

Tabel 13. Rekapitukasi Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk P terhadap Peubah-Peubah yang Diamati

Peubah Pengamatan 0 g P2O5 600 g P2O5 1 200 g P2O5 KK

Bobot buah manggis tn tn tn 5.85

Bobot aril + biji tn tn tn 3.30

Bobot tangkai tn tn tn 7.18

Diameter buah tn tn tn 1.18

Tebal kulit tn tn tn 9.58

Bobot kulit basah tn tn tn 22.60

Bobot kulit kering tn tn tn 25.10

Bobot krude ekstrak tn tn tn 19.47

pH tn tn tn 4.94 PTT tn tn tn 3.51 ATT tn tn tn 9.01 VIT C tn tn tn 28.45 Tingkat burik tn tn tn 24.74 Gk aril tn tn tn 18.89* Gk kulit tn tn tn 24.74

Kadar asam galat/g CE tn tn tn 17.93*

Kadar asam galat/ 10 g kk tn tn tn 15.78*

Keterangan : tn = tidak nyata ; * : hasil transformasi (√x + 0.5)

Karakter Fisik Buah Manggis

Pemberian dosis fosfor terhadap komponen kualitas tidak memberikan pengaruh terhadap beberapa peubah yang diamati yaitu bobot buah, bobot aril+biji, bobot kulit basah, bobot kulit kering, dan bobot tangkai. Hal ini sejalan dengan penelitian Abdillah (2009) yang menyatakan bahwa peningkatan dosis pupuk P2O5 hingga 1 200 g per tanaman juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot per buah manggis dan bobot kulit, namun cenderung meningkatkan nilai hasil dibandingkan tanaman yang tidak dipupuk P.

Dokumen terkait