• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Bobot Ikan

Perkembangan bobot tubuh induk ikan baung selama percobaan terlihat adanya peningkatan bobot tubuh secara normal dari setiap perlakuan sampai akhir percobaan. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 2 telihat bahwa, secara keseluruhan ikan mempunyai perkembangan bobot tubuh yang sama untuk setiap perlakuan. 300,0 325,0 350,0 375,0 400,0 425,0 450,0 475,0 500,0 525,0 550,0 575,0 600,0 0 16 28 44 56 71 85 99 114 128 149 163 185

Waktu sampling (hari)

Berat rata-rata (g)

D1 D2 D3 D4

Gambar 2 Bobot rata -rata induk ikan baung, Hemibagrus nemurus selama 185 hari pemeliharaan.

Perkembangan Gonad

Seperti yang ditampilkan pada Tabel 6 terlihat bahwa ikan-ikan yang dipijahkan secara rata-rata mempunyai tingkat kematangan gonad dengan kriteria migrasi inti 44,1 – 49,2% dan prosentase diameter telur lebih besar dari 1,0 mm 80,9 – 84,2%. Dari keempat perlakuan , ikan yang dipijahkan mempunyai ting kat kematangan gonad yang sama (p>0,05).

Pengamatan waktu matang gonad dari ikan yang dipelihara menunju kkan bahwa secara keseluruhan ikan baung dapat matang gonad dalam waktu 4 – 8 minggu, dengan prosentase induk yang matang gonad rata-rata 83 - 87,1 %, dimana tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata waktu matang dan prosentase jumlah induk matang gonad antar perlakuan (p>0,05).

25

Tabel 6 Waktu matang , tingkat kematangan telur dan prosentase jumlah induk ikan baung, Hemibagrus nemurus matang gonad selama penelitian.

Tingkat kematangan telur (%) Pakan Waktu matang

(minggu) Migrasi inti (mGV) Diameter telur > 1 mm Jumlah Induk matang (%) D1 5,8 ± 0,7a 47,2 ± 3,69a 82,0 ± 2,89a 87,1 ± 5,72a D2 6,8 ± 0,8a 44,1 ± 3,35a 84,0 ± 2,63a 83,0 ± 5,72a D3 5,7 ± 0,8a 54,8 ± 3,45a 84,2 ± 2,71a 83,1 ± 5,72a D4 6,0 ± 0,7a 49,2 ± 3,56a 80,9 ± 2,80a 83,2 ± 5,72a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Kualitas Telur

Dari 15 ekor ikan yang dapat dipijahkan dua kali tersebut, terdapat perbedaan yang cukup jelas pada pemijahan yang kedua terutama pada ukuran diameter telur, derajat pembuahan dan penetasan telur sedangkan pada pemijahan pertama belum begitu jelas terlihat perbe daannya (Tabel 7 dan 8). Hal ini disebabkan karena pada pemijahan kedua induk sudah mendapat asupan pakan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pada waktu pemijahan pertama, sehingga kemungkinan masih adanya kontribusi pakan komersial dalam pembentukan telur pada pemijahan pertama tidak terlihat lagi.

Tabel 7 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan pertama.

Pakan Diameter telur (mm) Fekunditas (x1.000/kg) Derajat pembuahan (%) Derajat penetasan (%) D1 1,33 ± 0,03a 88,0 ± 9,60a 81,8 ± 6,08a 74,0 ± 6,50a D2 1,28 ± 0,04a 70,7 ± 13,6a 63,9 ± 8,60a 47,4 ± 9,20b D3 1,30 ± 0,03a 67,9 ± 9,60a 75,1 ± 6,08a 67,3 ± 6,50ab D4 1,31 ± 0,03a 70,0 ± 9,60a 81,1 ± 6,08a 73,5 ± 6,50a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Pada pemijahan pertama , ukuran diameter telur berkisar antara 1,28 – 1,33 mm dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05),

26

tetapi perbedaan baru terlihat setelah ikan memijah untuk yang kedua kalinya dengan ukuran diameter telur berkisar antara 1,30 - 1,36 mm (p<0,05). Ukuran diameter telur pada perlakuan D1 lebih besar dan sama dengan perlakuan D2, D4 dan lebih besar dari perlakuan D3 .

Tabel 8 Diameter, fekunditas, derajat pembuahan dan penetasan telur induk baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua.

Pakan Diameter telur (mm) Fekunditas (x1.000/kg) Derajat pembuahan (%) Derajat penetasan (%) D1 1,36 ± 0,01a 88,9 ± 15,1a 82,0 ± 5,50a 81,7 ± 5,86a D2 1,32 ± 0,02ab 66,3 ± 17,4a 55,0 ± 6,36b 50,3 ± 6,77b D3 1,30 ± 0,01b 76,0 ± 15,1a 61,1 ± 5,50b 59,1 ± 5,86b D4 1,32 ± 0,01ab 80,0 ± 15,1a 82,1 ± 5,50a 79,6 ± 5,86a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Nilai fekunditas pada pemijahan pertama berkisar antara 67.900 - 88.000 butir/kg induk sedangkan pada pemijahan ke dua berkisar antara 66.300 - 88.900 butir/kg induk, dimana nilai fekunditas pada ke dua pemijahan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

Derajat pembuahan pada pemijahan pertama tidak menunju kkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05), namun pada pemijahan yang ke dua pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang nyata terhadap derajat pembuahan (p<0,05). Pada pemijahan ke dua, derajat pembuahan perlakuan D1 sama dengan perlakuan D4 tetapi lebih besar dari perlakuan D2 dan D3 (Tabel 8). Pengaruh perlakuan pada setiap waktu pemijahan terhadap derajat penetasan telur memberikan perbedaan yang nyata baik pada pemijahan pertama maupun pada pemijahan kedua (p<0,05). Perbedaan terdapat pada perlakuan D1 dan D4 dengan perlakuan D2 dan D3 , namun tidak berbeda antara perlakuan D1 dengan D4 dan antara perlakuan D2 dengan D3. Pada pemijahan pertama derajat pembuahan perlakuan D1 sama dengan perlakuan D4 tetapi lebih tinggi dari pada perlakuan D2 dan D3. Demikian juga pada pemijahan kedua perlakuan D1 sama dengan perlakuan D4 tetapi lebih tinggi dari pada perlakuan D2 dan D3.

Prosentase larva normal yang diperoleh selama penelitian seperti yang ditampilkan pada Tabel 9, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

27

nyata antar perlakuan pada setiap pemijahan (p>0,05). Walaupun demikian ada kecenderungan di setiap pemijahan, perlakuan D1 dan D4 selalu lebih baik dari pada perlakuan lainnya dengan nilai terendah terdapat pada perlakuan D2. Tabel 9 Prosentase larva normal ikan baung, Hemibagrus nemurus pada

pemijahan pertama dan kedua.

Larva normal, % Pakan Pemijahan 1 Pemijahan 2 D1 90,7 ± 2,15a 89,2 ± 5,01a D2 89,8 ± 3,04a 74,3 ± 5,79a D3 87,6 ± 2,15a 79,2 ± 4,48a D4 87,7 ± 2,15a 90,3 ± 5,01a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Kadar Lipid dan Komposisi Asam Lemak Telur

Seperti yang ditampilkan pada Tabel 10 terlihat bahwa kadar lipid telur dan larva ikan baung cenderung meningkat antara pemijahan pertama dengan pemijahan kedua.

Tabel 10 Kadar lipid telur ikan baung Hemibagrus nemurus yang berhasil dipijahkan. Lipid telur (%) Pakan Pemiijahan 1 Pemijahan 2 D1 5,79 ± 0,66a 6,53 ± 0,36a D2 5,61 ± 0,93a 7,32 ± 0,42a D3 5,41 ± 0,66a 6,25 ± 0,36a D4 5,50 ± 0,76a 7,08 ± 0,36a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Pada pemijahan pertama kadar lipid telur berkisar antara 5,41 - 5,79%, sedangkan pada pemijahan kedua kadar lipid telur berkisar antara 6,25 - 7,32%. Walaupun demikian, kadar lipid telur pada setiap pemijahan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0,05).

Komposisi asam lemak yang ditampilkan pada Tabel 1 1, merupakan asam lemak esensial telur pada pemijahan kedua. Hal ini dimaksudkan untuk lebih

28

memjelaskan perbedaan yang terjadi antar perlakuan terutama pada derajat pembuahan dan penetasan telur.

Tabel 11 Komposisi asam lemak telur ikan baung, Hemibagrus nemurus pada pemijahan kedua . Pakan Asam lemak (% area) D1 D2 D3 D4 C14 : 0 (Miristat) 1,54 ± 0,10 b 1,44 ± 0,10 b 1,72 ± 0,10 ab 1,88 ± 0,10 a C16 : 0 (Palmitat) 23,9 ± 0,65 a 24,7 ± 0,65 a 24,2 ± 0,65 a 21,6 ± 0,65 b C16 : 1n-7 (Palmitoleat) 2,54 ± 0,10 a 2,54 ± 0,10 a 2,63 ± 0,10 a 2,04 ± 0,10 b C18 : 0 (Stearat) 9,29 ± 0,37 a 9,88 ± 0,37 a 9,65 ± 0,37 a 7,98 ± 0,37 b C18 : 1n-9 (Oleat) 18,6 ± 0,78 a b 20,8 ± 0,78 a 19,6 ± 0,78 a 16,6 ± 0,78 b C18 : 2n-6 (Linoleat) 12,9 ± 0,76 a b 11,6 ± 0,76 b 12,7 ± 0,76 a b 14,3 ± 0,76 a C18 : 3n-3 (Linolenat) 1,67 ± 0,31 a 1,70 ± 0,31 a 2,08 ± 0,31 a 2,28 ± 0,31 a C20 : 0 (Arahidat) 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a 0,07 ± 0,01 a C22 : 1n-9 (Erukat) 0,41 ± 0,04 b 0,43 ± 0,04 ab 0,42 ± 0,04 b 0,57 ± 0,04 a C20 : 5n-3 (EPA) 0,59 ± 0,07 c b 0,44 ± 0,07c 0,79 ± 0,07 b 1,20 ± 0,07 a C22 : 6n -3 (DHA) 10,5 ± 0,50 b 9,54 ± 0,50 b 9,53 ± 0,50 b 12,2 ± 0,50 a ?asam lemak jenuh 34,8 ± 0,83 a 36,1 ± 0,83 a 35,6 ± 0,83 a 31,5 ± 0,83 b

? asam lemak rantai tunggal 21,6 ± 0,82 ab 23,8 ± 0,82 a 22,7 ± 0,82 a 19,2 ± 0,82 b ? asam lemak n – 3 12,8 ± 0,79 b 11,7 ± 0,79 b 12,4 ± 0,79 b 15,7 ± 0,79 a ? asam lemak n - 6 12,9 ± 0,76 a b 11,6 ± 0,76 b 12,7 ± 0,76 a b 14,3 ± 0,76 a Nisbah asam lemak n-3/n- 6 1,00 ± 0,07 a 1,01 ± 0,07 a 0,98 ± 0,07 a 1,11 ± 0,07 a ? n – 3 HUFA 11,1 ± 0,54 b 9,98 ± 0,54 b 10,3 ± 0,54 b 13,4 ± 0,54 a Nisbah DHA/EPA 17,9 ± 0,83 b 21,8 ± 0,83 a 12,4 ± 0,83 c 10,3 ± 0,83 c Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p>0,05; Duncan’s multiple range test) ; rata-rata ± SE.

Dari komposisi asam lemak, terdapat perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan pada seluruh komposisi asam lemak (p<0,05), kecuali pada asam lemak linolenat (C18:3n -3), arahidat (C20:0) dan nisbah asam lemak n-3/n -6 (p>0,05). Jumlah asam lemak n -3 dan n-3 HUFA pada perlakuan D4 lebih besar dari pada perlakuan D1, D3 dan terendah terdapat pada perlakuan D2.

Pembahasan

Pemberian pakan yang berkualitas baik dengan profil asam lemak yang sesuai dengan kebutuhan ikan diharapkan dapat meningkatkan kecepatan waktu matang gonad dengan prosentase yang lebih tinggi serta meningkatnya kualitas telur dan larva yang dihasilkan.

29

Pertumbuhan ikan pada setiap waktu pengamatan untuk setiap perlakuan baik pakan dari tepung ikan lokal (D1) maupun dari tepung ikan impor (D4) serta dua perlakuan lainnya memberikan dampak yang sama terhadap pertambahan bobot ikan. Peningkatan bobot ikan merupakan implikasi dari terpenuhinya kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan setelah dikurangi untuk pemeliharaan tubuh. Menurut Lovell (1989), ikan akan menggunakan protein dan energinya untuk pemeliharaan tubuh terlebih dahulu dan kelebihannya akan digunakan untuk pertumbuhan. Disamping itu, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh perkembangan gonad.

Menurut Mayunar (2000 ), perkembangan gonad akan terjadi apabila terdapat kelebihan energi untuk pe rtumbuhan, sedangkan kekurangan gizi dapat menyebabkan telur mengalami atresia . Selain ketersedian protein dan energi, perkembangan gonad sangat dipengaruhi oleh mutu pakan yang lain (Watanabe

et al. 1984a; Mokoginta et al. 1995; Mokoginta et al. 1996) terutama asam lemak essensial (Alava et al. 1993). Disamping itu, Izquerdo et al. (2001) menjelaskan bahwa lipid dan komposisi asam lemak dalam pakan induk merupakan faktor utama yang menentukan terhadap keberhasilan reproduksi. Pada beberapa spesies ikan terutama ikan laut, HUFA (highly unsaturated fatty acids) dapat meningkatkan fekunditas, pembuahan dan kualitas telur. Secara umum, rendahnya kadar n-3 HUFA dalam pakan induk dapat menurunkan kualitas telur dan larva (Watanabe et al. 1984a,b ). Demikian juga Li et al. (2005) menyatakan bahwa kelebihan dan kekurangan n-3 HUFA dalam pakan dapat menimbulkan efek negatif terhadap kualitas telur dan larva ikan Plectorhynchus cinctus.

Keberhasilan ovulasi telu r pada ikan yang dipijahkan belum tentu menjamin terhadap keberhasilan dalam penetasan telur. Ikan dapat saja ovulasi tetapi telur tidak dapat menetas karena tidak terbuahi, atau terbuahi tetapi tidak dapat menetas. Kegagalan pembuahan dan penetasan ini sangat terkait kepada kandungan nutrien yang tersimpan didalam kuning telur selama proses vitelogenesis. Perkembangan embrio sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas nutrien yang disimpan di dalam kuning telur (Neyfakh dan Abramova 1974), dan keberha silan ontogenesis dihasilkan oleh adanya konversi materi kuning telur menjadi jaringan embrio (Zeitoun et al. 1977).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberian pakan dari tepung ikan lokal (D1) dan tepung ikan impor (D4) ternyata tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap derajat penetasan dan pembuahan dari ikan

30

yang dipijahkan. Sedangkan pemberian pakan dari tepung ikan lokal bebas lemak dan ditambah lemak hasil ekstrak (D2) serta pakan dari tepung ikan lokal bebas lemak dan ditambah kan minyak ikan (cod liver oil) (D3) juga tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata . Namun antara perlakuan D1 dan D4 dengan perlakuan D2 dan D3 meperlihatkan perbedaan yang nyata. Perbedaan ini lebih disebabkan karena terdapatnya perbedaan kandungan asam lemak esensial pada pakan yang diberikan dan proses ekstraksi lipid oleh aceton .

Kadar asam lemak pada pakan mempunyai korelasi dengan kadar asam lemak pada telur. Pada penelitian ini terlihat adanya peningkatan jumlah asam lemak n -3 (C18:3n-3; C20:5n-3 dan C22:6n-3) dan n-3 HUFA (C20:5n-3; C22:6n- 3). Hal ini disebabkan karena beberapa spesies ikan mempunyai kemampuan untuk mendesaturasi dan memperpanjang rantai karbon asam lemak C18 menjadi C20 atau lebih (n -3 HUFA), seperti yang dikemukakan Wilson (1 995). Meningkatnya jumlah asam lemak n-3 dan n-3 HUFA pada telur, tetapi kadar asam lemak n-6 menurun. Perubahan ini disebabkan karena setiap seri asam lemak berkompetisi untuk sistem enzim yang sama dan afinitas menurun dari seri asam lemak n-3 ke n-6 hingga n-9 (Mayes 2003). Fenomena yang sama juga terjadi pada ikan patin, kadar asam lemak n-3 pada telur meningkat seiring dengan meningkatnya kadar n-3 pada pakan, tetapi asam lemak n-6 pada telur menurun (Mokoginta et al. 2000).

Ikan baung yang dibe ri pakan tepung ikan lokal dan tepung ikan impor memperlihatkan derajat pembuahan dan penetasan yang sama , walaupun didalam tepung ikan impor atau perlakuan D4 mengandung asam lemak n-3 dan n-3 HUFA yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena ikan baung merupakan ikan air tawar mungkin tidak memerlukan jumlah asam lemak n-3 dan n-3 HUFA dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga dengan asam lemak yang sedikit lebih rendah menghasilkan derajat pembuahan dan penetasan telur yang sama antara D1 dan D4. Pada penelitian ini, jumlah asam lemak n-3; n-6 dan n-3 HUFA sebesar 10,7%; 30,6% dan 7,05% dari total asam lemak (setara dengan 0,83; 2,37; dan 0,55%; berurutan) pada kadar lipid 77,4 g.kg-1 bobot kering pakan menghasilkan derajat pembuahan dan penetasan telur yang lebih tinggi (D1). Tingginya derajat penetasan dan pembuahan pada perlakuan D1, kemungkinan besar disebabkan karena telah terpenuhinya kebutuhan asam lemak esensial dari golongan asam lemak n-3 dan n-3 HUFA untuk perkembangan embrio. Seperti pada ikan lele, untuk pematangan gonad dan peningkatkan kualitas telur,

31

diperlukan asam lemak linoleat (n-6) 1,85% dan asam lemak linolenat (n -3) 0,56% dalam pakannya (Mokoginta et al. 1995) namun adanya pemberian asam lemak n-3 terutama n-3 HUFA yang tinggi juga menghasilkan derajat penetasan telur yang sama dengan yang diberi 1,85% asam lemak C18:2n -6 dan 0,56% asam lemak C18:3n -3. Sedangkan untuk induk patin memerlukan asam lemak n-3 0,9% dan asam lemak n-6 2,2% (Mokoginta et al. 2000) dan kedua penelitian tersebut relatif sama dengan penelitian ini. Menurut Phromkunthong dan Midkhadee (2001) pemberian asam lemak n-3 dan n-6 sebesar 0,5% dan 1,0% pada benih ikan baung dapat meningkatkan pertumbuhannya.

Disamping itu, rendahnya derajat pembuahan dan penetasan pada perlakuan D2 dan D3 kemungkinan disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan asam lemak esensial n-3 dan n-3 HUFA atau menurunnya kualitas pakan akibat proses ekstraksi tepung ikan oleh aceton. Tepung ikan dan minyak ikan yang diperoleh dari hasil proses ekstraksi dengan aceton memperlihatkan perubahan pada komposisi asam lemak dan bilangan peroksidanya. Proses ekstraksi minyak ikan dengan aceton menyebabkan terjadinya oksidasi asam lemak dengan udara, asam lemak yang teroksidasi meyebabkan terjadinya perubahan profil asam lemak yaitu menurunnya jumlah n-3 HUFA, sama seperti yang dikemukakan Hung et al. (1983). Proses oksidasi asam lemak ini terlihat pada meningkatnya bilangan peroksida pada perlakuan D2 (2,50 meq/kg). Menurut Apriyantono et al. (1989), bilangan peroksida ini dapat digunakan sebagai indikator penentuan kualitas bahan atau pakan yang digunakan.

Jika diamati dari kandungan lipid telur terlihat bahwa, terjadi peningkatan kandungan lipid pada pemijahan pertama ke pemijahan kedua yang berarti meningkat pula asam lemak esensialnya . Meningkatnya kadar lipid telur pada pemijahan kedua ini, kemungkinan disebabkan karena induk ikan telah mengkonsumsi pakan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pada waktu pemijahan pertama, sehingga kelebihan energi untuk pertumbuhan akan disimpan didalam telur dalam bentuk lipid. Dengan semakin meningkatnya kandungan lipid telur pada pemijahan kedua semakin jelas pula terlihat perbedaan pada diameter telur yang diikuti oleh perbedaan pada derajat pembuahan dan penetasan telur yang dihasilkan. Tingginya derajat pembuahan dan penetasan pada pemijahan kedua disebabkan karena besarnya ukuran diameter telur. Pada ukuran diameter telur yang lebih besar dan tersimpannya nutrien pada kuning telur dalam jumlah yang lebih banyak maka akan tersedianya

32

energi yang lebih tinggi untuk awal kehidupan embrio, sehingga akan menghasilkan derajat penetasan dan kelangsungan hidup larva yang lebih tinggi. Seperti yang dikemukakan Woynarovich dan Horvarth (1989), bahwa kelangsungan hidup larva sangat bergantung pada kandungan kuning telur yang ada sehingga semakin besar ukuran telur akan menghasilkan kelangsungan hidup larva yang lebih besar.

Walaupun terdapat perbedaan pada derajat pembuahan dan penetasan telur namun tida k menunjukkan perbedaan yang nyata pada fekunditas dan gonadosomatik indeks yang dihasilkan. Secara keseluruhan terlihat bahwa induk ikan baung menghasilkan telur dalam jumlah yang sama pada setiap perlakuan. Samanya jumlah telur yang dihasilkan, kemungkinan disebabkan karena ikan memperoleh pakan dengan kadar protein dan energi yang sama serta terpenuhinya asam lemak esensial untuk memproduksi telur (oosit). Menurut Kamler (1992) protein merupakan komponen dominan kuning telur, jumlah dan komposisinya akan menetukan besar kecilnya ukuran telur, sedangkan komposisi kimia kuning telur bergantung kepada status nutrien yang diberikan . Dengan protein dan energi yang sama dan berbeda pada kandungan nutrien yang diberikan, kondisi ini yang mungkin akan mepengaruhi perbedaan pada kualitas telur. Karena kualitas telur lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas kuning telur. Sementara itu, kualitas kuning telur lebih banyak dipengaruhi oleh akumulasi asam lemak esensial didalam telur selama proses vitelogenesis.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa , perbedaan kandungan asam lemak pada setiap perlakuan mengakibatkan adanya perbedaan pada diameter telur, derajat pembuahan dan derajat penetasan telur; namun tidak berbeda pada fekunditas dan gonadosomatik indeks yang dihasilkan. Penggunaan tepung ikan lokal sebagai bahan pakan induk ikan baung untuk pematangan gonad dan peningkatan kualitas telur tidak menunjukan perbedaan dengan tepung ikan impor, hal ini disebabkan karena ketersediaan asam lemak esensial dari golongan asam lemak n-3 dan n-3 HUF A yang cukup . Tetapi, penggunaan tepung ikan bebas minyak menghasilkan derajat pembuahan dan penetasan telur yang lebih rendah. Disamping itu, ikan baung merupakan ikan air tawar mungkin tidak memerlukan asam lemak n-3 dan n-3 HUFA dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga pada kandungan asam lemak esensial yang sedikit lebih rendah menghasilkan derajat pembuahan dan penetasan telur yang sama.

33

Dokumen terkait