• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan Utang Pemerintah dengan Variabel Pertumbuhan dan Beberapa Variabel Makro Ekonomi

Pengaruh atau keterkaitan utang pemerintah dengan variabel pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM). VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2007) restriksi tambahan ini harus diberikan apabila terdapat keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. Oleh karena itu, sebelum melakukan estimasi perlu dilakukan beberapa uji statistik untuk dapat menentukan metode yang digunakan.

Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Analisis data time series seringkali memiliki masalah mengenai kestasioneran data. Hal ini sangat penting karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model regresi akan menciptakan regresi lancing (spurious regresion). Regresi langsung akan terjadi ketika hasil regresi menunjukan hubungan antara variabel yang signifikan secara statistik, namun sebenarnya hubungan tersebut hanyalah contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal yang jelas. Regresi ini dapat mengakibatkan misleading dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi.

Uji kestasioneran data merupakan tahap yang penting dalam melihat apakah suatu variabel yang dianalisis mengandung akar unit (unit root) atau tidak. Dengan menggunakan ADF dapat ditentukan apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Tahap awal pengujian adalah dengan melihat kestasioneran data pada tingkat level. Apabila dari pengujian tersebut terdapat variabel yang tidak stasioner maka perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference hingga

29 seluruh variabelnya stasioner. Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih kecil secara actual dari ManKinnon test critical values. Dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen, maka didapat hasil uji stasioneritas tingkat level variabel-variabel penelitian hampir seluruhnya tidak stasioner pada tingkat level, hanya variabel pinjaman pemerintah yang stasioner pada tingkat level seperti yang tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Uji akar unit pada level

Variabel

ADF Statistik

Nilai Kritis MacKinnon

Keterangan

1% 5% 10%

lekspor -1.0015 -3.5504 -2.9135 -2.5945 Tidak Stasioner Lutang -0.3214 -3.5441 -2.9109 -2.5931 Tidak Stasioner Lpdb 0.147834 -3.55267 -2.91452 -2.59503 Tidak Stasioner Lloan -3.58848 -3.54406 -2.91086 -2.59309 Stationer Lsbn -0.13518 -3.54406 -2.91086 -2.59309 Tidak Stasioner Lxrate -1.08018 -3.54821 -2.91263 -2.59403 Tidak Stasioner sb_acuan -1.04197 -3.5461 -2.91173 -2.59355 Tidak Stasioner

Berdasarkan hasil pengujian pada tingkat level dapat diketahui bahwa dengan menggunakan taraf nyata 5 persen seluruh variabel tidak stasioner. Untuk itu perlu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa seluruh variabel stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test statistic variabel-variabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Hasil uji akar unit selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 4 Uji akar unit pada first difference

Variabel ADF Statistik Nilai Kritis MacKinnon Keterangan

1% 5% 10% Lekspor -8.155 -3.5504 -2.9135 -2.5945 Stationer Lutang -8.3593 -3.5461 -2.9117 -2.5936 Stationer Lpdb -7.82419 -3.55267 -2.91452 -2.59503 Stationer Lloan -7.67955 -3.5461 -2.91173 -2.59355 Stationer Lsbn -7.06167 -3.54821 -2.91263 -2.59403 Stationer Lxrate -3.90323 -3.5504 -2.91355 -2.59452 Stationer sb_acuan -3.3235 -3.54821 -2.91263 -2.59403 Stationer

30

Uji Stabilitas VAR

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stabilitas VAR. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model VAR stabil atau tidak. Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan guna melihat validitas dalam analisis Impulse Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Kestabilan model VAR dalam uji ini dilihat dari nilai modulus dari seluruh roots of characteristic polynominal yang kurang dari satu (Gujarati,2003). Tabel 5 dan Tabel 6 memperlihatkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini stabil pada lag optimalnya yaitu lag empat untuk persamaan pengaruh utang dan lag lima untuk persamaan pengaruh pinjaman dan SBN. Hal ini didasarkan pada nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai kurang dari satu.

Tabel 5 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh utang pemerintah

Root Modulus 0.981110 0.981110 0.876106 + 0.316335i 0.931466 0.876106 - 0.316335i 0.931466 0.911570 + 0.128915i 0.920641 0.911570 - 0.128915i 0.920641 0.026198 + 0.866416i 0.866812 0.026198 - 0.866416i 0.866812 0.442089 - 0.729036i 0.852605 0.442089 + 0.729036i 0.852605 -0.253431 + 0.813983i 0.852523 -0.253431 - 0.813983i 0.852523 0.150053 - 0.831996i 0.845419 0.150053 + 0.831996i 0.845419 0.745934 - 0.380804i 0.837514 0.745934 + 0.380804i 0.837514 0.655690 + 0.496489i 0.822454 0.655690 - 0.496489i 0.822454 -0.793900 0.793900 -0.419560 - 0.667383i 0.788309 -0.419560 + 0.667383i 0.788309 -0.736381 - 0.192335i 0.761085 -0.736381 + 0.192335i 0.761085 -0.537207 - 0.367678i 0.650983 -0.537207 + 0.367678i 0.650983 -0.565300 0.565303 0.045981 + 0.549930i 0.551849 0.045981 - 0.549930i 0.551849 0.181853 + 0.378069i 0.419531 0.181853 - 0.378069i 0.419531 0.365062 0.365062

31

Tabel 6 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh pinjaman dan SBN

Root Modulus 0.991916 + 0.047086i 0.993033 0.991916 - 0.047086i 0.993033 0.840334 + 0.324519i 0.900818 0.840334 - 0.324519i 0.900818 0.165306 + 0.746011i 0.764107 0.165306 - 0.746011i 0.764107 0.369328 + 0.659638i 0.755993 0.369328 - 0.659638i 0.755993 0.589531 + 0.370234i 0.696146 0.589531 - 0.370234i 0.696146 -0.342385 + 0.496262i 0.602913 -0.342385 - 0.496262i 0.602913 0.106517 - 0.576818i 0.58657 0.106517 + 0.576818i 0.58657 -0.58105 0.581051 -0.448756 + 0.307740i 0.544138 -0.448756 - 0.307740i 0.544138 0.392818 0.392818 -0.27166 0.27166 -0.15023 0.150229

Penetapan Lag Optimum

Setelah melakukan uji kestasioneran data dan uji stabilitas VAR, maka tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan jumlah lag optimum dari sebuah sistem persamaan. Hal ini menjadi sangat penting mengingat dalam sistem persamaan simultan, suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel lainnya.

Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan criteria informasi Schwarz Criterion (SC) nilai terendah tercapai pada saat lag satu. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah satu untuk persamaan pengaruh utang. selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .

32

Tabel 7 Penetapan lag optimum pengaruh utang pemerintah

Lag Schwarz Criterion (SC)

0 -0.27718

1 -7.452120*

2 -7.45026

3 -6.95586

Catatan : * merupakan lag optimum

Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan criteria informasi Schwarz Criterion (SC) nilai terendah tercapai pada saat lag satu. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah satu untuk persamaan pengaruh pinjaman dan SBN. selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .

Tabel 8 Penetapan lag optimum pengaruh pinjaman dan SBN

Lag Schwarz Criterion (SC)

0 -2.49343

1 -9.584846*

2 -8.64616

3 -7.89714

Uji Koinegrasi (Cointegration Test)

Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 2004). Uji kointegrasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara nilai trace statistic dengan critical value yang digunakan yaitu 5 persen.

Tabel 9 Uji kointegrasi Johansen persamaan pengaruh utang

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.

None * 0.870536 215.5351 103.8473 0 At most 1 * 0.584713 94.91833 76.97277 0.0012 At most 2 0.270191 43.06995 54.07904 0.3264 At most 3 0.211715 24.48655 35.19275 0.4318 At most 4 0.10146 10.4507 20.26184 0.5956 At most 5 0.067743 4.138647 9.164546 0.3919

Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Sebelum melakukan uji kointegrasi, perlu dicari terlebih dahulu asumsi deterministik yang digunakan. Pada model penelitian ini, asumsi deterministik

33 yang digunakan adalah asumsi asumsi 2 [intercept and no tren]. hasil uji kointegrasi disajikan dalam tabel 9. Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 2 persamaan kointegrasi dalam model. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 10 Uji kointegrasi Johansen persamaan pinjaman dan SBN

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic

Critical Value Prob. None * 0.870536 215.535 103.847 0 At most 1 * 0.584713 94.9183 76.9728 0.0012 At most 2 0.270191 43.07 54.079 0.3264 At most 3 0.211715 24.4866 35.1928 0.4318 At most 4 0.10146 10.4507 20.2618 0.5956 At most 5 0.067743 4.138647 9.164546 0.3919

Pada persamaan pengaruh pinjaman dan SBN juga menunjukan bahwa terdapat kointegrasi di dalam model sebagaiman yang dapat dilihat pada Tabel 10. Pada model persamaan ini, asumsi deterministik yang digunakan adalah asumsi asumsi 2 [intercept and no tren].

Setelah melalui tahapan pengujian statistik pada data yang digunakan, dapat diperoleh informasi bahwa data yang digunakan pada kedua pesamaan baik yang menjelaskan pengaruh utang pemerintah maupun mengenai pengaruh pinjaman dan SBN hampir seluruhnya tidak stasioner pada tingkat level, namun terkointegrasi sehingga untuk mengestimasi pengaruh utang pemerintah terhadap variabel makro ekonomi dilakukan dengan menggunan Vector Error Correction Model (VECM).

Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Utang terhadap Pertumbuhan

Tabel 11 menyajikan hasil estimasi VECM dari persamaan pengaruh utang terhadap pertumbuha. Dari estimasi VECM yang telah dilakukan, dapat dilihat hubungan jangka panjang dari variabel makroekonomi, khususnya variabel utang pemerintah yang menjadi bahasan utama penelitian ini terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pada analisis jangka panjang VECM dari pertumbuhan yang digambarkan dengan bentuk logaritma natural dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, terlihat bahwa pertumbuhan utang pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output dengan nilai koefisien 0.582 sehingga peningkatan utang pemerintah sebesar 1 persen akan menyebabkan output nasional riil dalam jangka panjang meningkat sebesar 0.582 persen. hal ini mengandung arti bahwa utang yang dilakukan pemerintah berpengaruh signifikan dalam mendorong pertumbuhan output riil nasional. Bagaimana transmisi utang dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung dari bagaimana efektivitas penggunaan anggaran pemerintah dalam mendorong

34

perekonomian. Harus diakui bahwa hingga saat ini sulit untuk menelusuri secara jelas untuk apa utang pemerintah digunakan, karena komponen utang hanya ada di pos pembiayaan yang tidak terpisahkan dalam APBN. Fungsinya yakni untuk menutupi defisit anggaran pemerintah tanpa dijabarkan pos pengeluaran mana saja didalam postur APBN yang dibiayai oleh utang. Namun demikian, secara umum estimasi jangka panjang VECM pada Tabel 11 menunjukan bahwa utang memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Variabel lain yang juga secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan yakni ekspor bersih yang memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan dengan nilai koefisien 0.255 artinya pertumbuhan akan meningkat 0.255 persen ketika ada peningkatan ekspor bersih sebesar 1 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang berlaku secara umum dimana ekspor bersih sebagai salah satu komponen pembentuk PDB disamping konsumsi, Investasi dan belanja pemerintah (Y=C+I+G+NX) sehingga pertumbuhan pada variabel tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh variabel PDB riil.

Hasil estimasi jangka panjang VECM juga menunjukan bahwa variabel nilai tukar riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan nilai tukar riil menyebabkan naiknya daya saing produk Indonesia sehingga akan mendorong ekspor dan menekan impor atau dengan kata lain akan terjadi peningkatan ekspor bersih yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan output nasional.

Tabel 11 Hasil estimasi VECM utang terhadap pertumbuhan ekonomi

VARIABEL KOEFISIEN T-STATISTIK

LUTANG(-1) 0.58263 5.98494*

LEKSPOR(-1) 0.255077 3.6413*

LXRATE(-1) -0.490476 -3.4484*

SB_ACUAN(-1) -0.010534 -1.70001

Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%

Pengaruh positif utang terhadap pertumbuhan ekonomi ini tidak secara otomatis menjadikan keuangan negara menjadi lebih baik dan mengurangi defisit yang selama ini menjadi alasan utama pemerintah untuk berutang. Data kementerian keuangan justru menunjukan bahwa keuangan pemerintah berdasarkan keseimbangan primer yakni penerimaan negara dikurangi pengeluaran negara diluar pembayaran utang dan bunga utang menunjukan kecenderungan yang memburuk bahkan mencapai angka negatif sejak tahun 2012. Hal ini menunjukan bahwa tanpa memperhitungkan beban bunga di dalam APBN, penerimaan negara tidak mampu untuk membiayai belanjanya atau lebih besar pasak dari pada tiang seperti dapat dilihat pada Gambar 13.

35

Sumber : Kementerian Keuangan (diolah)

Gambar 13 Keseimbangan primer dan pertumbuhan ekonomi Indonesia Besarnya belanja subsidi terutama subsidi energi menyebabkan kebutuhan belanja pemerintah untuk pos pengeluaran ini semakin meningkat dan memaksa pemerintah untuk melakukan melakukan utang untuk membiayai defisit anggarannya, sebab secara alamiah, kemajuan ekonomi akan mendorong konsumsi energi yang lebih besar sehingga kebutuhan anggaran pemerintah untuk subsidi juga semakin meningkat. Besarnya belanja pemerintah untuk subsidi dapat dilihat pada Gambar 14.

Sumber : Kementerian Keuangan 2014 (diolah)

Gambar 14 Belanja pemerintah pusat

Sementara itu, penerimaan negara dari sektor pajak tidak meningkat signifikan mengingat rasio pajak terhadap PDB Indonesia saat ini hanya berkisar 12.6 persen. besarnya rasio pajak dapat dilihat pada Gambar 15 yang menunjukan

36

bahwa rasio pajak Indonesia telah menunjukan tren yang meningkat sejak tahun 2009 meskipun belum mampu mencapai rasio pajak tahun 2008 sebesar 13.3 persen. Rasio pajak yang masih relatif rendah ini seharusnya menjadi target utama pemerintah untuk membiayai belanjanya sehingga defisit anggaran dapat diminimalisir dan tidak terlalu bergantung pada utang.

Sumber : Kementerian Keuangan (diolah)

Gambar 15 Penerimaan pajak Indonesia

Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Pinjaman dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan

Secara umum hasil estimasi ini menunjukan bahwa utang pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Saat ini komposisi utang pemerintah terdiri dari pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN), sehingga menarik untuk dianalisis lebih dalam bagaimana pengaruh masing-masing komponen utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hasil estimasi jangka panjang VECM mengenai dampak pinjaman pemerintah dan surat berharga negara (SBN) terhadap pertumbuhan ekonomi menjelaskan bahwa ada perbedaan pengaruh utang dalam bentuk pinjaman dan utang dalam bentuk surat berharga negara. Meskipun secara umum utang pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi utang dalam bentuk pinjaman (loan) memiliki koefisien yang negatif sebesar 0.273 dan signifikan pada taraf nyata 10 persen artinya jika pinjaman pemerintah naik sebesar 1 persen, akan menyebabkan pertumbuhan turun sebesar 0.273 persen. sementara itu, komponen utang dalam bentuk SBN mempengaruhi pertumbuhan secara positif dan signifikan pada taraf 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0,454 artinya peningkatan surat berharga negara sebesar 1

37 persen akan meningkatkan pertumbuhan sebesar 0,454 persen seperti yang tergambar pada Tabel 12

Hasil estimasi ini menginformasikan bahwa komponen SBN lebih baik dibandingkan dengan komponen pinjaman dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, harus diakui saat ini sulit untuk mengetahui secara pasti penyebab fenomena terkait utang pemerintah disebabkan oleh sulitnya mencari informasi penggunaan utang dalam APBN sehingga efektivitas dalam penggunaan APBN sangat berpengaruh pada tingkat efektivitas utang pemerintah baik yang berupa pinjaman maupun surat berharga negara (SBN).

Tabel 12 Hasil estimasi VECM pinjaman dan SBN terhadap pertumbuhan ekonomi

VARIABEL KOEFISIEN T-STATISTIK

LEKSPOR(-1) 0.194807 1.07387

LLOAN(-1) -0.273145 -1.67164**

LSBN(-1) 0.454894 6.94035*

SB_ACUAN(-1) -0.015703 -2.45712*

LXRATE(-1) -0.392827 -2.62774*

Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5% ** signifikan pada taraf nyata 10%

Tabel 12 juga menunjukan pengaruh variabel ekonomi lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan, yakni variabel suku bunga acuan dan nilai tukar riil. hasil estimasi tersebut menunjukan bahwa variabel suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dengan nilai koefisien 0.015. Hal ini berarti naiknya suku bunga acuan sebesar 1 persen akan menyebabkan output nasional turun sebesar 0.015 persen. Pengaruh negatif suku bunga terhadap pertumbuhan disebabkan oleh turunya investasi akibat kenaikan suku bunga kredit yang mengikuti naiknya suku bunga acuan. Turunnya investasi inilah yang pada akhirnya akan menekan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Muhammad et al (2013).

Dampak Guncangan Utang Pemerintah, Pinjaman, dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan

Seperti yang dinyatakan oleh Sims bahwa cara yang paling baik dalam mencirikan struktur dinamis pada model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (shock). Impulse Response Function IRF dapat melakukan ini dengan menunjukan bagaimana respon dari setiap variabel endogen itu sendiri dan variabel lainnya.

38 .000 .004 .008 .012 .016 .020 .024 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Response of LPDB to Cholesky One S.D. LUTANG Innovation

Gambar 16 Respon pertumbuhan terhadap shock utang pemerintah

Respon pertumbuhan akibat adanya guncangan (shock) utang pemerintah sebesar satu standar deviasi disajikan pada Gambar 16. pada gambar tersebut terlihat bahwa apabila utang pemerintah mendapatkan shock satu standar deviasi maka akan menyebabkan pertumbuhan berfluktuasi pada periode awal dengan respon yang positif dan mencapai respon tertinggi sebesar 0.02 persen pada periode (triwulan) ketiga. Respon pertumbuhan terhadap shock utang stabil sejak periode (triwulan) kesembilan dengan respon sekitar 0.09 persen. Arah respon ini konsisten dengan hasil estimasi jangka panjang VECM.

-.008 -.004 .000 .004 .008 .012 .016 .020 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Response of LPDB to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation

Gambar 17 Respon pertumbuhan terhadap shock pinjaman pemerintah Respon pertumbuhan terhadap shock pinjaman pemerintah tidak seperti respon pertumbuhan terhadap total utang pemerintah. Pertumbuhan merespon positif guncangan pinjaman pemerintah pada periode pertama dan keempat,

39 namun selebihnya respon pertumbuhan terhadap guncangan pinjaman pemerintah adalah negatif dan stabil dengan besaran 0.0049 sejak periode (triwulan) tiga belas seperti yang ditunjukan oleh Gambar 17.

Respon negatif tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah mata uang asing terutama US dollar akibat pinjaman pemerintah tersebut sehingga hal ini mendorong naiknya nilai tukar riil. kenaikan nilai tukar ini akan menyebabkan melemahnya daya saing produk domestik dan menekan ekspor bersih hingga akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi tertekan atau melemah. Hal ini diperkuat dengan grafik respon nilai tukar riil yang merespon positif terhadap guncangan utang pemerintah seperti yang ditunjukan oleh Gambar 18. .000 .002 .004 .006 .008 .010 .012 .014 .016 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Response of LXRATE to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation

Gambar 18 Respon nilai tukar riil terhadap shock pinjaman pemerintah

.000 .005 .010 .015 .020 .025 .030 .035 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Response of LPDB to Cholesky One S.D. LSBN Innovation

40

Sementara itu, guncangan pada komponen utang lainnya yakni surat berharga negara (SBN) justru direspon positif oleh pertumbuhan Seperti pada Gambar 19. Respon inilah yang berpengaruh dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan utang pememerintah yang terdiri dari pinjaman dan SBN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perbedaan pengaruh kedua komponen ini juga terjadi terhadap suku bunga acuan. Guncangan SBN direspon lebih tinggi dibandingkan respon suku bunga acuan terhadap adanya guncangan pada komponen pinjaman. Respon suku bunga terhadap guncangan pinjaman sebesar 1 standar deviasi direspon stabil sebesar 0.14 persen sejak periode kesembilan, sedangkan guncangan SBN sebesar 1 standar deviasi direspon stabil sebesar 0.21 persen sejak periode ke sembilan.

Fenomena ini terjadi karena sebagian besar pinjaman berasal dari dana luar negeri sedangkan surat berharga negara didominasi oleh dana dalam negeri dan dalam nominal rupiah. Kementerian Keuangan (2014) meneyebutkan bahwa 99.6 persen pinjaman berasal dari luar negeri hanya sebesar 0.4 persen yang berasal dari dalam negeri. Sedangkan SBN, 64.4 persen berasal dari dana dalam negeri sedangkan sisanya yakni 35,6 persen berasal dari luar negeri atau dana asing. Kondisi ini berimplikasi pada respon suku bunga yang lebih tinggi terhadap guncangan SBN dibandingkan dengan guncangan pinjaman. Hal ini disebabkan terserapnya likuiditas di pasar uang domestik karena terserap dalam bentuk SBN sehingga mendorong suku bunga meningkat lebih tinggi. Respon suku bunga terhadap pinjaman dan SBN tersaji pada Gambar 20 dan Gambar 21

.00 .02 .04 .06 .08 .10 .12 .14 .16 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Response of SB_ACUAN to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation

. Gambar 20 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman

41 .00 .04 .08 .12 .16 .20 .24 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Response of SB_ACUAN to Cholesky One S.D. LSBN Innovation

Gambar 21 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman

Variance Decomposition Pertumbuhan Output Riil

Brooks (2002) menyatakan bahwa FEVD merupakan metode yang sedikit berbeda untuk mengalisis dinamika sistem VAR. FEVD memberi proporsi pergerakan dalam dalam variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel itu sendiri, disamping terhadap guncangan dari variabel- variabel lainnya.

Tabel 13 menyajikan hasil variance decomposition (VD) dari variabel PDB riil. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa varian PDB riil dominan dijelaskan oleh variabel ekspor dan nilai tukar riil masing-masing sebesar 25.8 persen dan 31.5 persen pada periode (triwulan ke 30). Tabel 13 juga mempertegas bahwa pengaruh SBN terhadap pertumbuhan output riil lebih dominan dibandingkan dengan pinjaman pemerintah.

Tabel 13 Variance decomposition PDB Riil Period S.E. LPDB LX RATE SB_ ACUAN LLOAN LEKS POR LSBN 1 0.08 52.31 0.36 25.52 5.86 15.95 0.00 2 0.09 43.79 5.03 28.51 4.97 15.89 1.81 3 0.11 35.67 4.79 22.45 3.91 22.25 10.93 4 0.12 30.42 6.93 19.95 3.24 25.23 14.22 5 0.13 26.06 10.56 17.98 2.86 26.47 16.07 6 0.14 22.54 13.02 17.35 2.56 27.48 17.05 7 0.15 19.97 15.16 17.14 2.33 28.04 17.36 8 0.15 18.02 16.89 16.85 2.19 28.47 17.57 9 0.16 16.50 18.17 16.64 2.07 28.87 17.75 10 0.17 15.27 19.21 16.44 1.97 29.20 17.90 11 0.18 14.25 20.08 16.24 1.89 29.50 18.05

42

Lanjutan Tabel 13 Variance decomposition PDB Riil

12 0.19 13.38 20.79 16.07 1.82 29.75 18.18 13 0.19 12.64 21.41 15.93 1.75 29.97 18.30 14 0.20 12.00 21.95 15.80 1.70 30.15 18.40 15 0.21 11.43 22.42 15.69 1.65 30.32 18.49 16 0.21 10.93 22.84 15.59 1.61 30.46 18.57 17 0.22 10.48 23.21 15.51 1.57 30.59 18.64 18 0.22 10.08 23.54 15.43 1.54 30.71 18.70 19 0.23 9.72 23.84 15.36 1.51 30.81 18.75 20 0.24 9.40 24.11 15.30 1.48 30.91 18.80 21 0.24 9.10 24.36 15.24 1.46 30.99 18.85 22 0.25 8.83 24.58 15.19 1.43 31.07 18.89 23 0.25 8.58 24.79 15.14 1.41 31.14 18.93 24 0.26 8.35 24.98 15.10 1.39 31.21 18.97 25 0.26 8.14 25.16 15.06 1.38 31.27 19.00 26 0.27 7.95 25.32 15.02 1.36 31.33 19.03 27 0.27 7.76 25.47 14.98 1.35 31.38 19.06 28 0.28 7.60 25.61 14.95 1.33 31.43 19.08 29 0.28 7.44 25.74 14.92 1.32 31.47 19.11 30 0.29 7.29 25.87 14.89 1.31 31.51 19.13

Cholesky Ordering: LXRATE SB_ACUAN LLOAN LEKSPOR LPDB LSBN

Analisis Korelasi Silang (Cross Corelation)

Data deret waktu (time series) pada umumnya memiliki pengaruh musiman dan irregular. Beaulieu dan Miron (1993) menyatakan bahwa secara empirik kajian fluktuasi siklikal harus mengeliminir ossillasi yang berfrekuensi musiman. Jenis fluktuasi seperti ini merupakan fakta fluktuasi alamiah yang menarik dari aktivitas agregat sepanjang siklus ekonomi.. Untuk itu, perlu adanya suatu metode yang dapat menghilangkan pengaruh musiman dan irregular tersebut agar dapat diambil kesimpulan yang baik dan tidak bias. Seperti pada Gambar 22 yang merupakan data PDB Riil (seperti Gambar 23) yang telah dilakukan seasonal adjustment untuk menghilangkan pengaruh musiman dan irregular.

43

Gambar 23 Grafik seasonal adjusment PDB riil triwulanan

Setelah menghilangkan pengaruh musiman dan irregular maka dengan menggunakan Hodrick Prescott filter (HPF) untuk memisahkan komponen trend dan siklikal dari suatu data. Tujuan penggunaan metode HPF bertujuan untuk menggambarkan evolusi trend dan siklikal sebuah variabel seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24 dan Gambar 25

44

Gambar 25 Grafik siklikal PDB riil

Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukan hasil detrended atau pemisahan antara trend an siklikal pada variabel PDB riil. hal yang sama juga dilakukan pada seluruh variabel penelitian. Hubungan variabel PDB riil dan utang pemerintah dengan variabel makroekonomi lain dapat dianalisis dengan menggunakan korelasi silang (cross correlation) yang dalam penelitian ini menggunakan Cross Correlation Pearson.

Seperti yang telah dijelaskan dalam Metodologi Penelitian, variabel ekonomi yang mempunyai korelasi positif dan mendekati satu dengan variabel referensi menunjukan variabel tersebut pro-siklikal (procyclical). Variabel yang mempunyai koefisien korelasi dengan nilai yang sama tetapi arahnya berlawanan disebut kontra-siklikal (countercyclical). Sedangkan variabel yang memiliki koefisien korelasi mendekati nol (tidak berbeda nyata dengan nol) menunjukan bahwa variabel tersebut tidak procyclical dan tidak pula countercyclical, variabel yang demikian disebut variabel acyclical. Dalam penelitian Supriana (2004) koefisien korelasi diakatan berbeda nyata dari nol ketika harga mutlak dari koefisien lebih besar dari 0.35.

Supriana (2004) menyatakan bahwa suatu variabel dikatakan leading indicator jika mencapai titik balik sebelum the rest of economy sehingga indikator ini dikatakan memiliki daya prediksi (predictive power). Indikator ini dikatakan barometer business cycle. Co-incident bergerak pada waktu bersamaan dengan ekonomi dan lagging indicator menunjukan bahwa ekonomi telah melalui titik balik.

Pada sub bab ini akan dilihat pola siklikal variabel makroekonomi dari timing-nya jika dibandingkan dengan variabel referensi business cycle (PDB rill) dan variabel utang pemerintah. Pada akhirnya akan terlihat variabel apa saja yang menjadi leading, lagging, atau co-incident indicator bagi PDB riil dan utang pemerintah. Selain itu dapat juga dilihat pola hubungan variabel-variabel tersebut. Apakah memiliki pola procyclical, countercyclical, atau acyclical.

45

Tabel 14 Pola siklikal variabel utang dan makro ekonomi terhadap variabel PDB riil Fase Pergerakan Cross Corelation Arah siklikal lead/lag Coefficient Leading indicator Loan - 5 -0.4602 Countercyclical Co-Incident Indicator Ekspor 0 -0.1364 Acyclical Lagging indicator SBN + 2 0.4804 Procyclical Utang + 2 0.4968 Procyclical Xrate + 3 0.4503 Procyclical Sb_acuan + 4 0.2537 Acyclical

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa korelasi antara variabel utang pemerintah dengan PDB riil adalah Lagging Indicator yaitu pergerakan utang pemerintah terjadi setelah pergerakan PDB riil dengan nilai koefisien 0.4968 dan lag

Dokumen terkait