• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Teori Ekonomi New Keynessian

Para pengkritik teori real business cycle umumnya berasal dari penganut aliran new keynessian. Banyak dari meraka percaya bahwa fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek disebabkan oleh terjadinya fluktuasi dalam permintaan agregat akibat lambatnya upah dan harga dalam menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berubah. Dengan kata lain teori ini percaya bahwa upah dan harga bersifat kaku/sulit berubah, sehingga peranan pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal sangat diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Karena teori ini dibangun di atas ,odel permintaan agregat dan penawaran agregat tradisional, maka dalam teori ini dikatakan bahwa perubahan harga dari biaya beli sekesil apapun akan memilki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Toeri ini telah memasukkan guncangan pada sisi penawaran, ketidakstabilan moneter dan guncangan terhadap permintaan uang dan modelnya (Mankiw, 2000).

Metode Penelitian Empirik Business cycle 1. Hodrick-Prescott Filter (HPF)

Hodrick-Prescott Filter (HPF) merupakan pendekatan statistik yang secara khusus mengestimasi trend dan komponen siklikal atau menghilangkan komponen trend dan siklikal dalam suatu data deret waktu (time series). Fakta secara empirik (stylized fact) menunjukan bahwa business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan siklikal dari data time series makroekonomi . dalam analisis HPF, komponen siklikal variabel makroekonomi dapat dilihat pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi.

2. Cross Corelation

Cross corelation merupakan suatu pendekatan untuk melihat detrended berdasarkan lag (periode ke belakang) dan lead (periode ke depan). Detrended merupakan cara untuk memisahkan komponen trend, sehingga sebelum cross corelation maka ditentukan terlebih dahulu variabel trend dan siklikal berdasarkan hasil analisis HPF. Cross corelation dapat memperlihatkan antara lag detrended dan lead detrended pada suatu variabel. Cross corelation menunjukan detrended dengan komponen siklikal mempunyai korelasi atau tidak.

15 A. Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle

Setiap variabel-variabel ekonomi yang termasuk ke dalam salah satu dari indikator dini yang telah dijelaskan di atas, memiliki hubuingan yang bermacam- macam terhadap business cycle. Berikut ini akan dijabarkan mengenai hubungan antara indikator-indikator dengan business cycle, yang terbagi menjadi tiga, yaitu:

Procyclical, hubungan dimana arah pergerakan dari indikator-indikator ekonomi sama dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Ketika perekonomian membaik, maka dapat dipastikan bahwa indikatornya akan mengalami peningkatan (Gambar 9)

Countercyclical, hubungan diman indikator-indikator ekonomi memiliki arah gerak yang berlawanan dengan perekonomian suatu negara yang sedang terjadi (Gambar 10)

Acyclical, indikator-indikator ekonomi tidak memiliki hubungan dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Adapun kondisi perekonomian tersebut, baik dalam kondisi yang cukup bagus maupun dalam kondisi buruk, perubahan yang terjadi dalam indikator tersebut tetap tidak terpengaruh dan berada pada trend-nya sendiri.

Sumber : Gail (1998)

Gambar 9 Pergerakan procyclical variabel a dan b

Sumber : Gail (1998)

16

Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian Bafadal (2005) yang berjudul “Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makro Ekonomi” dengan menggunakan model ekonommetrika time series yakni Vector Error Corection Model (VECM) dan menggunakan data tiga bulanan tahun 1980-2003. Hasil penelitian menunjukan bahwa utang dalm negeri sebagai komponen pembiayaan anggaran mulai sejak krisis 1998. Kondisi fiskal adalah sustain dalam jangka panjang dan rasio defisit terhadap produk domestic bruto (PDB) sebesar 4.35 persen dan rasio total utang terhadap PDB sebesar 75 persen. peningkatan defisit dan cicilan utang akan menurunkan PDB dalam jangka pendek dan jangka panjang. Stabilitas PDB akan dicapai setelah tiga tahun guncangan terjadi.

Penelitian Riyadi (2012) yang berjudul “Early Warning System Krisis Utang di Indonesia : Pendekatan Business Cycle Theory”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terjadinya krisis utang di Indonesia pada periode waktu mendatang sangatlah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy) yang masih rentan terhadap goncangan makroekonomi global. Model early warning system yang terbentuk dari penelitian ini dapat bekerja dengan cukup baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia meskipun proses kaliberasi terhadap variabel-variabel penyusunnya masih perlu dilakukan secara berkala.

Penelitian yang dilakukan Berg and Sachs (1988), Lee (1991), Balkan (1992), Lanoie and Lemarbre (1996), dan Marchesi (2003) dalam Riyadi (2012) mendefinisikan krisis utang hanya menggunakan konsep debt rescheduling yang dilakukan suatu negara. Penggunaan konsep debt rescheduling ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi secara tepat kapan periode waktu suatu negara tertentu melakukan penjadwalan ulang atas pembayaran utang luar negerinya.

Penelitian Hubbard (2011) yang berjudul “Consequences of Government Deficits and Debt” yang melakukan penelitian untuk kasus pada negara Amerika Serikat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada tiga kekhawatiran utama dari utang yakni: (1) kenaikan kumulatif utang yang begitu besar atau bahkan kecil dapat berpengaruh besar terhadap suku bunga riil, (2) besarnya pengaruh utang pemerintah pada suku bunga dapat meningkatkan ketergantungan terhadap tabungan asing, (3) tinggi pengeluaran pemerintah untuk membayar kewajiban utang sangat mungkin membuat beban pajak yang lebih tinggi, mengurangi pembentukan modal, pertumbuhan ekonomi dan standar kehidupan.

Penelitian Daryanto (2004) yang berjudul “Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang meneliti pengaruh utang luar negeri Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu 1977-2001 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) menyimpulkan bahwa utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya pemerintah dalam mengalokasikan dana pinjaman yang diperoleh dari luar negeri. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pengelolaan utang luar negeri yang dilakukan pemerintah tidak optimal.

17 Hal ini dilihat dari nilai ekspor yang jauh lebih rendah dari utang luar negeri pemerintah, alokasi pengeluaran pembangunan yang jumlahnya jauh lebih kecil dari utang luar negeri pemerintah, jumlah utang luar negeri yang setiap tahunnya hampir sama bahkan melebihi jumlah domestic saving, dan lain-lain. Penelitian ini menyebutkan bahwa pengelolaan utang luar negeri pada orde reformasi cenderung lebih baik dibandingkan orde baru meskipun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tetap negatif.

Penelitian Georgiev (2012) yang berjudul “Implications of public debt on Economic growth and development” yang meneliti hubungan antara utang, investasi dan pembangunan ekonomi dalam konteks Eropa khususnya Italia dan Portugal yang dianalisis lebih dalam perihal kebijakan fiskal dan manajemen utang. Analisis ini didasarkan pada statistic deskriptif, regresi dan data panel yang terdiri dari 17 negara Eropa dengan menggunakan jenjang waktu dari tahun 1980 hingga tahun 2012. Penelitian ini menunjukan bahwa Italia dan Portugal berada pada kondisi tidak berkelanjutan dalam decade terakhir disertai dengan defisit fiskal yang besar, ekspor neto yang negatif, dan kenaikan suku bunga. Utang public sebagai variabel independen tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung, tetapi menggeser investasi melalui suku bunga yang tinggi dan meningkatnya ketidakpastian yang pada akhirnya secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap PDB.

Penelitian Ezeabasili et.al (2011) yang berjudul “Nigeria’s External Debt and Economic Growth: An Error Correction Approach” yang mengkaji hubungan antara utang luar negeri Nigeria dan pertumbuhan ekonomi antara tahun 1975 hingga 2006 dengan pendekatan kointegrasi menunjukan bahwa adanya satu hubungan kointegrasi pada 1 dan 5 persen level kointegrasi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa untuk kasus Nigeria, peningkatan 1 persen utang luar negeri akan menyebabkan penurunan PDB sebesar 0,027 persen.

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini utang pemerintah merupakan variabel eksogen utama sedangkan fokus penelitian ini menganalisis respon pertumbuhan (business cycle) dan variabel ekonomi makro Indonesia lainnya sebagai tranmisi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi terhadap utang pemerintah. Postur anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) secara garis besar di susun oleh penerimaan dan pengeluaran, apabila penerimaan lebih besar dari pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami surplus anggaran, jika penerimaan sama dengan pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami anggaran berimbang, sedangkan jika penerimaan lebih kecil dari pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami defisit anggaran.

Apabila pemerintah mengalami defisit anggaran, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah antara lain melalui Utang, menjual asset/privatisasi, maupun dengan cara mencetak uang, namun hal yang paling sering dilakukan pemerintah yakni membiayai defisit dengan cara melakukan utang. Utang yang dilakukan pemerintah dalam membiayai belanja pemerintah secara teori dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan

18

[Y=C+I+G+NX] maupun dari sisi Penawaran [Y= F(K,L)], namun utang pemerintah juga dapat menimbulkan beban utang dan bunga utang yang akan membebani anggaran pemerintah dan pada akhirnya justru menghambat pertumbuhan. Dengan menggunakan tools ekonometrika akan memberikan jawaban apakah utang pemerintah akan memberikan pengaruh positif ataupun negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan variabel ekonomi makro lainnya.

Gambar 11 Kerangka pemikiran

Dokumen terkait