• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden dan Analisis Deskriptif

Responden yang dijadikan sampel penelitian berjumlah 176 orang guru. Responden merupakan guru yang berasal dari 4 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 8 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 3 Madrasah Aliyah (MA) yang berstatus negeri maupun swasta. Data lengkap responden ditampilkan pada tabel 5. Sebelum menguraikan hasil analisis kuantitaif melalui pendekatan SEM, terlebih dahulu dipaparkan deskripsi hasil pendalaman informasi melalui wawancara dengan perangkat instrumen yang berisi pertanyaan terbuka. Tabel 4 menjelaskan simpulan pendapat responden yang memberikan keterangannya.

Tabel 4. Analisis persepsi responden

Pertanyaan Jumlah

Responden

Pernyataan Responden (Persepsi)

Pentingkah peran pengawas sekolah dan kompetensi manajerial kepala sekolah bagi peningkatan kinerja guru ?

137 Peran pengawas sekolah dan kompetensi manajerial kepala sekolah sangat penting dalam meningkatkan kinerja para guru

26 Peran pengawas sekolah dan kompetensi manajerial kepala sekolah penting dalam meningkatkan kinerja para guru

13 Peran pengawas sekolah dan kompetensi manajerial kepala sekolah tidak berpengaruh terhadap peningkatkan kinerja para guru

Apa saran yang ingin anda sampaikan kepada pengawas sekolah ?

149 Sangat berharap pengawas sekolah meningkatkan intensitas waktu pembinaan dan bimbingan yang dilakukan pengawas

28 Perdalam komunikasi kepada individu guru yang membutuhkan perhatian khusus.

Bagaiamana dengan jadual pembinaan atau supervisi ?

142 Mengharapkan pengawas sekolah memiliki jadual supervisi rutin dan disepakati bersama dengan guru-guru, tidak melalui kepala sekolah 34 Jadual disusun fleksibel tapi disepakati oleh guru

dan diketahui kepala sekolah Kendala yang

dihadapi dalam berkomunikasi dengan

pengawas?

152 Minimnya waktu yang dimiliki oleh pengawas sekolah

24 Jadual yang tidak sesuai dan keterbatasan informasi yang dimiliki oleh pengawas sekolah

Tabel 5. Karakteristik responden

No Identitas Responden Jumlah Persentase 1 Jenis Kelamin Laki-laki 71 40.3

Perempuan 105 59.7 2 Status Kepegawaian Honorer 41 23.3

PNS 127 72.2

Swasta 1 0.6

Swasta Tetap 7 4

3 Pendidikan Terakhir SMA 3 1.7

Diploma 8 4.5 S1 140 79.5 S2 22 12.6 S3 3 1.7 4 Tingkat Sekolah MI 31 17.6 MTS 111 63.1 MA 34 19.3

5 Lama Mengajar 1 – 5 tahun 38 21.6 6 – 10 tahun 72 40.9 >10 tahun 66 37.5

Total Responden 176 100

Analisis SEM

Model Struktural dan Model Pengukuran

Berdasarkan kajian teori, maka dapat dibuat diagram alur hubungan kausalitas antar konstruk beserta indikatornya. Diagram jalur dibuat dengan bantuan software AMOS18. Diagram jalur tersebut terdiri dari tiga konstruk dan enam belas indikator. Kemudian setelah dilakukan analisis SEM, maka diperoleh model struktural berdasarkan diagram jalur yang dibentuk, yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Model struktural

Gambar 6 menjelaskan bahwa ingin diketahui pengaruh pengawas sekolah terhadap kinerja guru dan kompetensi manajerial kepala sekolah. Selain itu ingin diketahui juga pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru. Untuk itu, dalam hal ini pengawas sekolah berperan sebagai variabel eksogen. Sedangkan vaiabel kompetensi manajerial kepala sekolah dan kinerja guru berperan sebagai variabel endogen. Pada konstruk variabel pengawas sekolah terdiri atas lima indikator yang diberi label x1, x2, x3, x4, dan x5. Begitu juga dengan konstruk variabel kompetensi manajerial kepala sekolah terdiri atas lima indicator yang diberi label x6, x7, x8, x9, dan x10. Sedangkan pada konstrak variabel kinerja guru terdiri atas enam indikator yang diberi label y1, y2, y3, y4, y5, dan y6.

Kesesuaian Model Pengukuran

Model yang baik sangat dipengaruhi oleh validitas indikator dan reliabilitas konstruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap validitas dan reliabilitas tersebut. Validitas adalah ukuran sampai sejauh mana suatu indikator secara akurat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini dilakukan uji validitas baik terhadap indikator maupun terhadap konstrak. Uji validitas indikator dapat dilihat pada Tabel 4. Dalam melakukan uji validitas indikator, maka terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkolerasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Masrum (1979) menyatakan apabila koefisien korelasi menunjukan angka ≥ 0.3. maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut adalah valid.

Tabel 6. Hasil uji validitas indikator pada masing-masing konstrak Konstrak Indikator Nilai Korelasi

Pengawas Sekolah x1 0.823 x2 0.829 x3 0.832 x4 0.820 x5 0.672 Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah x6 0.677 x7 0.724 x8 0.769 x9 0.672 x10 0.585 Kinerja Guru y1 0.491 y2 0.646 y3 0.511 y4 0.477 y5 0.423 y6 0.281

Tabel 6 menjelaskan bahwa seluruh indikator kecuali indikator y6 memiliki nilai korelasi ≥ 0.3. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator kecuali y6 dapat dikatakan valid. Akan tetapi, walaupun y6 memiliki nilai korelasi < 0.3, y6 tetap diikutsertakan di dalam model dengan pertimbangan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya sudah diuji validitasnya oleh peneliti sebelumnya. Dilakukan uji reliabilitas konstrak yang bertujuan untuk mengetahui tingkat konsistensi dari suatu indikator dalam mengukur konstrak latennya. Bollen (1989) menyatakan bahwa pengukuran reliabilitas kontrak dilakukan menggunakan Contruct Relibility (CR) dan

Variance Extracted (VE). Menurut Ghozali (2008), sebuah konstrak mempunyai reliabilitas yang baik jika memiliki nilai VE ≥ 0.5 dan CR ≥ 0.6. Untuk itu, hasil uji relibilitas terhadap masing-masing konstrak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7. Hasil uji reliabilitas terhadap konstrak

Konstruk Kode Loading factor VE CR

Pengawas Sekolah x1 0.868 0.792 0.922 x2 0.891 x3 0.885 x4 0.844 x5 0.689 Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah x6 0.625 0.772 0.840 x7 0.733 x8 0.849 x9 0.798 x10 0.747 Kinerja Guru y1 0.750 0.748 0.689 y2 0.880 y3 0.533 y4 0.404 y5 0.390 y6 0.329

Diketahui dari Tabel 7, bahwa tiap konstrak memiliki nilai VE ≥ 0.5, yaitu masing-masing sebesar 0.792, 0.772, dan 0.748. Kemudian di tiap-tiap kontrak juga memiliki nilai CR ≥ 0.6, yaitu masing-masing sebesar 0.922, 0.840, dan 0.689. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh konstrak yang terdiri atas Pengawas sekolah, kompetensi manajerial kepala sekolah, dan kinerja guru dapat dikatakan telah reliable atau dapat dikatakan indicator-indikatornya mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur variabel latennya.

Evaluasi Kriteria Kebaikan Model (Goodness of Fit)

Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model. Umumnya terhadap berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan. Hasil evaluasi kriteria goodness of fit

Tabel 8. Hasil uji kebaikan model (goodness of fit)

Kreiteria Hasil Nilai kritis Kesimpulan Chi-square 199.662

≥0,05 Tidak baik

p-value 0.000

RMSEA 0.075 ≤0,08 Baik

RMR 0.096 Mendekati nol Baik

GFI 0.857 ≥0,90 Dapat Diterima

AGFI 0.808 ≥0,90 Dapat Diterima

CMIN/DF 1.977 ≤2,00 Baik

Dari Tabel 8, dapat diketahui bahwa hampir seluruh kriteria kebaikan model (goodness of fit) dapat dinyatakan baik dan dapat diterima, kecuali nilai p-value dari uji chi-square. Nilai GFI disini berperan sama seperti koefisien determinasi (R2). Untuk itu dapat dikatakan bahwa sebesar 85.70% keragaman dari variabel endogen dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk.

Analisis Pengaruh Langsungdan Tidak Langsung

Analisis ini digunakan untuk melihat kekuatan pengaruh antar konstruk, baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung. Menurut Ferdinand (2000) pengaruh langsung (direct effect) merupakan koefisien dari semua garis dengan anak panah satu ujung. Sedangkan pengaruh tidak langsung (indirect effect) adalah pengaruh yang muncul melalui sebuah variabel antara.

Tabel 9. Pengaruh langsung

Pengawas Sekolah Kompetensi Manajerial kepsek Kinerja Guru Kompetensi Manajerial kepsek 0.427 0.000 0.000 Kinerja Guru 0.089 0.381 0.000

Dari Tabel 9 dapat diketahui pengaruh langsung dalam model. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap variabel kinerja guru, yaitu variabel pengawas sekolah dan variabel kompetensi manajerial kepala sekolah. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja guru adalah variabel kompetensi manajerial kepala sekolah yaitu sebesar 0.381. Variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap kompetensi manajerial kepala sekolah hanya variabel pengawas sekolah yaitu sebesar 0.427.

Tabel 10. Pengaruh tidak langsung

Pengawas

Sekolah

Kompetensi

Manajerial Kepsek Kinerja guru Kompetensi

Manajerial Kepsek 0.000 0.000 0.000

Kinerja guru 0.163 0.000 0.000

Selanjutnya dalam penelitian ini juga diukur pengaruh tidak langsung antar variabel, yaitu variabel pengawas sekolah terhadap variabel kinerja guru melalui variabel kompetensi manajerial kepala sekolah seperti pada tabel 10, untuk itu dapat diketahui pengaruh hubungan pengawas sekolah terhadap kinerja guru secara tidak langsung melalui kompetensi manajerial kepala sekolah sebesar 0.163.

Pengujian Hipotesis

Langkah berikutnya adalah evaluasi terhadap model struktural yang mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisien-koefisien yang diduga, dengan hipotesis:

H0: βi=0 lawan H1 : βi ≠ 0

di mana βi merupakan parameter model struktural untuk variabel laten ke-i. Kriteria uji adalah menerima H0 jika nilai P lebih besar dari taraf nyata 5%, yang berarti terdapat hubungan yang tidak signifikan antar variabel-variabel laten. Sebaliknya menolak H0 jika nilai P kurang dari taraf nyata 5%, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antar variabel-variabel laten. Hasil evaluasi terhadap model struktural dirangkum pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil uji hipotesis

Hipotesis Variabel 1 Variabel 2 P Taraf

Nyata Keterangan

H1 Pengawas Sekolah Kinerja Guru 0.319 0.050 Terima H0

H2

Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Kinerja Guru 0.001 0.050 Tolak H0

H3 Pengawas Sekolah Kompetensi Manajerial

Kepala Sekolah 0.000 0.050 Tolak H0

Peran Pengawas Sekolah terhadap Kinerja Guru

Pada hasil uji terhadap hipotesis pertama (H1) diperoleh nilai P sebesar 0.319, jika dibandingkan dengan taraf nyata 5%, maka nilai P > 0.05 sehingga H0 diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara peran pengawas sekolah terhadap kinerja guru. Berdasarkan teori yang dikemukakan Sahertian (2010) bahwa dalam proses pendidikan, pengawasan atau

supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Sahertian juga menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan peran pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya terutama melakukan supervisi terhadap guru. Hasil uji ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rupaedi (2012) yang menyimpulkan bahwa skor rata-rata terendah persepsi guru adalah pada peran pengawas sebagai supervisor yaitu -1,84. Nilai negatif mengandung arti peran yang dilakukan pengawas tidak sesuai dengan kondisi idealnya.

Pengamatan mendalam yang dilakukan oleh penulis yang didukung wawancara dengan guru juga menemukan fakta-fakta di lapangan yang mendukung kesimpulan dari hasil uji ini. Fakta tersebut diantaranya adalah terbatasnya waktu dan intensitas pengawasan dan pembinaan yang dilakukan pengawas sekolah terhadap guru-guru. Tidak semua guru dapat dengan leluasa berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan pengawas sekolah, guru-guru masih kesulitan meski sekedar untuk bertanya dan memohon bimbingan pengawas, apalagi mengharapkan bimbingan yang bersifat intensif dari pengawas. Hal ini akhirnya memacu guru-guru untuk lebih banyak berusaha sendiri dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan kinerjanya. Harapan guru akan bimbingan dan pengawasan dari pengawas sekolah begitu besar, namun faktanya bahwa harapan tersebut masih belum dapat dipenuhi oleh pengawas sekolah yang memang masih banyak memiliki keterbatasan dalam beberapa aspek.

Analisis Peran Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru

Pada hasil uji terhadap hipotesis kedua (H2) diperoleh nilai P sebesar 0.01, jika dibandingkan dengan taraf nyata 5%, maka nilai P < 0.05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari peran kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru. Relevan dengan yang dikemukakan oleh Mulyasa (2012) bahwa perilaku instrumental kepala sekolah merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan secara langsung diklarifikasikan dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku kepala sekolah yang positif dapat mendorong, mengarahkan, dan memotivasi seluruh warga sekolah untuk bekerja sama dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah. Hasil uji hipotesis kedua (H2) ini juga memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2009) yang menyimpulkan ada keterkaitan antara supervisi yang dilakukan kepala sekolah dengan kinerja guru.

Hasil ini juga menguatkan hasil penelitian Yogaswara yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah terhadap kinerja guru. Hasil uji ini juga selaras dengan hasil pengamatan mendalam yang dilakukan oleh penulis. Beberapa faktor yang mendukung terhadap hipotesis ini diantaranya adalah faktor intensitas dan kualitas komunikasi yang sudah terjalin

dengan baik antara kepala sekolah dan guru. Supervisi langsung ataupun tidak langsung yang dilakukan kontinyu oleh kepala sekolah juga menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja para guru. Di banyak sekolah sudah membuktikan bahwa kepala sekolah yang kompeten dapat mendorong terciptanya kinerja guru atau karyawan menjadi lebih baik.

Analisis Peran Pengawas Sekolah terhadap Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah

Pada hasil uji terhadap hipotesis ketiga (H3) diperoleh nilai P sebesar 0.000, jika dibandingkan dengan taraf nyata 5%, maka nilai P < 0.05 sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari peran pengawas sekolah terhadap kompetensi manajerial kepala sekolah. Hasil uji di atas selaras dengan teori yang menyatakan bahawa dalam organisasi publik, bawahan bekerja selalu bergantung pada pimpinan. Bila pimpinan tidak memiliki kemampuan memimpin, maka tugas-tugas yang sangat kompleks tidak dapat dikerjakan dengan baik. Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut dapat mencapai sasarannya. Suatu organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku anggotanya atau anak buahnya (Alimuddin 2002).

Pengawas sekolah yang mampu melaksanakan perannya dengan baik tentu dapat mempengaruhi seorang kepala sekolah yang menjadi binaannya. Intensitas dan kualitas komunikasi yang terbangun antara pengawas dan kepala sekolah dapat menjadi faktor penting yang berpengaruh pada baik buruknya kompetensi manajerial seorang kepala sekolah. Faktor-faktor lain yang mendukung kesimpulan H3 ini juga ditemukan setalah penulis menganalisis bahwa pengawas sekolah dalam menjalankan tugasnya cenderung lebih banyak berkomunikasi dan berinteraksi dengan kepala sekolah dibanding dengan guru. Begitu sebaliknya, guru lebih banyak berinteraksi dengan kepala sekolah. Segala informasi yang dimiliki oleh pengawas sekolah banyak disampaikan melalui kepala sekolah, meskipun itu informasi yang terkait langsung dengan guru. Intensitas dan kualitas komunikasi pengawas sekolah dengan kepala sekolah yang relatif lebih baik berimplikasi terjadinya interaksi dan koordinasi yang produktif. Terlihat ada kesepahaman antara pengawas sekolah dan kepala sekolah dalam mengemban dan melaksankan tupoksinya masing-masing.

Implikasi Manajerial

Pengawas sekolah hendaknya meningkatkan pemahamannya terhadap tugas pokok dan fungsi yang diembannya, karena dengan pemahaman yang dimilikinya diharapkan pengawas sekolah dapat menjalankan perannya lebih optimal. Meningkatkan intensitas komunikasi baik dengan kepala sekolah maupun guru binaannya menjadi faktor penting yang harus dilakukan dalam kerangka

menjalankan tugas kepengawasannya baik dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program sebagai pengawas sekolah. Kompetensi manajerial kepala sekolah yang terbukti mempengaruhi kinerja guru harus menjadi catatan penting bagi para kepala sekolah. Kesadaran akan pentingnya meningkatkan kompetensi manajerial harus muncul dari dalam diri para kepala sekolah. Kesadaran bahwa sebagai seorang kepala sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai manager sekaligus

leader di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum juga harus mampu menjalankan fungsi-fungsi pokok manajemen dari membuat perencanaan pembelajaran sampai dengan melaksanakan evaluasi yang benar-benar terukur. Guru juga harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan kepala sekolah dan pengawas sekolah agar memudahkan pencapaian prestasi yang sudah menjadi target dalam perencanaannya.

Pembinaan dan pengawasan pengawas terhadap kepala sekolah mengenai kompetensi manajerial perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan karena hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja guru. Kementerian Agama khususnya kantor wilayah provinsi DKI Jakarta perlu terus meningkatkan kualifikasi para pengawas sekolah yang ada di bawah naungannya. Hal ini dapat dilakukan mulai dari tahapan seleksi berkualitas pada saat melakukan rekrutmen calon pengawas sekolah sampai dengan peningkatan kompetensi pengawas sekolah yang dilakukan melalui pendidikan dan latihan (diklat) secara kontinyu. Mengingat pentingnya peran yang dimiliki para pengawas sekolah, maka tata kelola dan pemberdayaan peran pengawas sekolah perlu terus ditingkatkan. Kemenag sebagai lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab harus mampu melakukan upaya tersebut melalui program-program kerja yang mengarah pada pencapaian tujuan tersebut.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait