• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan air di lahan gambut kelapa sawit TBE bertujuan dalam mempertahankan water level atau ketinggian air dengan sasaran ketinggian air -30 cm dibawah permukaan tanah (dpt). Hal tersebut dimaksudkan agar air dapat selalu tersedia untuk tanaman, lahan gambut dapat terus dilestarikan dan air tersedia untuk sistem transportasi air baik untuk transport TBS ataupun transport lainnya. Karena sumber air di TBE, PT BNS satu-satunya adalah berasal dari air hujan maka perlu dilakukannya pengelolaan air yang baik untuk mempertahankan air. Lahan gambut memiliki sifat fisik porous yang berarti lahan gambut tidak dapat memegang air dalam jangka waktu yang lama. Kemudian lahan gambut juga bersifat irreversible drying yang artinya dapat menyebabkan kering tak balik (gambut mati) jika gambut kekeringan dan dapat mudah terjadi kebakaran. Pada lahan gambut juga dapat terjadi peat subsidence atau yang dimaksud penurunan permukaan gambut, hal tersebut dapat terjadi secara alami melalui proses dekomposisi bahan organik gambut yang belum sepenuhnya terdekomposisi, juga dapat dikarenakan level air yang tidak terjaga (level air rendah). Maka dari itu diperlukan adanya penanganan air di lahan gambut untuk mempertahankan kelestarian lahan gambut itu sendiri.

Sistem Drainase

Pengaturan air di lahan gambut perlu memperhatikan sistem drainase untuk mempertahankan air agar tersedia untuk tanaman dan untuk menjaga agar tidak terjadi banjir di lahan yang dapat mempersulit pekerjaan kebun. Sistem drainase yang dibuat di TBE terdiri dari kanal utama (KUT), kanal cabang (KCB) dan kanal cabang baru (KCB Baru), kanal kolektor, parit tengah dan field drain. Perawatan sistem drainase berupa kanal dan parit dilakukan 33% dari jumlah panjang kanal/parit setiap tahun dengan tujuan agar kanal/parit dapat selalu berfungsi secara optimal, baik untuk tanaman maupun untuk transport.

Kanal utama

Kanal utama (KUT) merupakan sistem drainase sekaligus berperan sebagai kanal transportasi kebun. Sarana transportasi kebun dari dan ke PKS, emplasemen dan akses keluar masuk antar estate, juga berfungsi sebagai kanal kolektor. Transport TBS TBE melalui KUT dari overskip km 07 dan km 10 menuju Teluk Bakau Factory (TBF) dilakukan dengan menggunakan pontoon ditarik dengan tugboat. Dimensi ukuran KUT adalah 12 m x 4 m x 8 m yang artinya dengan kedalaman kanal 4 m, lebar dasar kanal 8 m dan lebar atas kanal 12 m. Rasio KUT di TBE adalah 3 m KUT setiap ha lahan (3 : 1) dengan total panjang KUT di TBE adalah 11.5 km.

Pemeliharaan KUT dilakukan diantaranya dengan melakukan sanitasi KUT, yakni dengan mengangkat sedimentasi di dasar kanal KUT dengan bantuan alat berat PC 200 dan kemudian meratakan sedimentasi tersebut untuk membuat collection road pada bibir KUT. Selain itu juga dilakukan pengendalian secara manual jika ada gulma air pada KUT dan memelihara sarang buaya sebagai tanaman air penahan gelombang dalam upaya konservasi KUT agar menekan terjadinya erosi pada bibir KUT. Pada bibir KUT juga ditanami Alstonia

angustiloba (pulai) dengan penanaman 1.5 m dari pinggir kanal dan jarak 4 m antar tanaman pulai. Penanaman pulai dimaksudkan untuk memiminalisir terjadinya longsor akibat gelombang transportasi air dengan mengikat agregat tanah disekitar tanaman pulai.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 20 Kanal utama (a), konservasi pinggir KUT dengan sarang buaya (b), Alstonia angustiloba (c), perawatan KUT dengan excavator (d)

Kanal cabang dan kanal cabang baru

Kanal cabang (KCB) dan kanal cabang baru (KCB Baru) merupakan sistem drainase kebun sekaligus sebagai saluran transportasi TBS dan logistik dari dan ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Dimensi ukuran KCB dan KCB Baru adalah 4 m lebar atas kanal, 3 m lebar dasar kanal dan 3 m kedalaman kanal (4 m x 3 m x 3 m). Rasio KCB dan KCB Baru adalah 20 m kanal setiap 1 hektar lahan (20 :1) dengan total panjang KCB dan KCB Baru di TBE adalah 74 km. Kanal cabang baru dibuat pada lahan replanting baru tahun 2013 sampai sekarang dengan maksud memperpendek jarak evakuasi buah dan pekerjaan perawatan. Pekerjaan evakuasi TBS dari pasar rintis menuju TPH menjadi lebih mudah dikarenakan jarak evakuasi buah diperpendek dari 250 m menjadi 125 m karena TPH dapat dibuat pada bibir KCB Baru.

Gambar 21 Layout blok lama dan blok baru

Perawatan KCB dan KCB Baru dilakukan dengan cara manual dan mekanis dengan bantuan alat berat. Perawatan kanal secara mekanis dengan bantuan alat berat PC 200 long arm dengan tujuan sanitasi KCB/KCB Baru untuk mengangkat sedimentasi tanah didasar kanal. Selain itu sanitasi juga berguna untuk memperlancar sirkulasi air kanal dan menambah kedalaman kanal dengan mengangkat sedimentasi tanah tersebut. Perawatan KCB/KCB Baru juga dilakukan dengan mengendalikan gulma air yang ada seperti kiambang (Salvinia molesta) dan eceng gondok (Eichorrnia crasipess) yang dapat mengambat beroperasinya transportasi kebun seperti bargas. Pengendalian gulma air dilakukan dengan cara manual yakni dengan metode penggunaan jaring untuk gulma air dengan populasi yang cukup banyak atau dengan menggunakan serokan untuk mengendalikan gulma yang kondisi populasinya tidak banyak (spost control).

Gambar 22 KCB/KCB Baru (kiri), perawatan KCB (tengah), perawatan KCB spot-upkeep (kanan) KCB KCB KCB KCB KCB Baru 250 m 125 m Parit tengah Parit tengah Field drain U

Layout blok lamaB Layout blok baruB

Keterangan :

KUT : Kanal Utama

KCB : Kanal Cabang

Kanal kolektor

Kanal kolektor merupakan saluran drainase yang juga berfungsi sebagai kanal pengumpul air dari KCB dan KCB Baru. Kanal ini juga berfungsi sebagai sarana transportasi bargas pada sisi paling timur dan barat dari suatu blok, yang merupakan jalur masuk bargas ke KCB Baru jika KCB Baru tidak tembus ke KUT karena adanya jalan utama. Dimensi ukuran kanal kolektor adalah 4 m x 3 m x 3 m dengan panjang total kanal kolektor di TBE adalah 6.7 km.

Parit tengah

Parit tengah merupakan saluran drainase dalam blok yang berfungsi sebagai penyalur air dari field drain jika terjadi kelebihan air pada field drain. Parit tengah dibuat untuk menjaga ketinggian air di dalam blok sehingga air dapat dipastikan tersedia untuk tanaman. Dimensi ukuran parit tengah adalah 1 m x 1m x 1 m dengan rasio 40 m parit setiap 1 hektar lahan (40 : 1). Pada perbatasan parit tengah dengan kanal kolektor, terdapat sistem overflow yang bertujuan jika ketinggian air pada parit tengah melebihi batasnya maka secara otomatis air akan keluar menuju kanal kolektor sehingga ketinggian air dalam parit tengah dapat terjaga dengan baik (tidak terjadi banjir atau kelebihan air).

Field drain

Field drain atau parit lapangan, merupakan sistem drainase dalam blok yang berfungsi menjaga ketersediaan air untuk tanaman dan mencegah terjadinya banjir pada pasar rintis agar evakuasi buah tidak terhambat karena banjir. Aliran air permukaan dalam gawangan atau pasar rintis bergerak menuju field drain karena adanya pembumbunan (camber) pada gawangan sehingga mempermudah drainase aliran permukaan. Dimensi ukuran field drain adalah 1 m x 1m x 0.8 m dengan rasio 339 m field drain setiap 1 hektar lahan (339 : 1) atau 1 : 4 dimana terdapat 1 saluran field drain setiap 4 baris tanaman.

Perawatan field drain dilakukan baik dengan cara mekanis yakni dengan bantuan alat berat maupun dengan cara manual. Perawatan field drain secara mekanis dibantu oleh alat berat PC 45 (BobCat) dengan tujuan mengangkat sedimentasi tanah di dasar field drain dan sekaligus mengendalikan gulma yang tumbuh di dalam saluran field drain. Perawatan manual pada field drain dilakukan salah satunya dengan cara pembabatan secara manual pada gulma yang tumbuh di bibir field drain, dengan tujuan agar gulma tidak menghambat aliran permukaan air menuju field drain.

Penulis melakukan pengamatan mengenai dimensi ukuran field drain yang sesungguhnya di lahan TBM-1 dan TBM-2, tepatnya di blok D002, E002 dan E003 yang berada di divisi I TBE. Tujuan pengamatan adalah untuk melihat perbedaan dimensi ukuran field drain pada TBM-1 dan TBM-2 dengan ukuran standar. Pengamatan dilakukan pada total 12 saluran field drain, dengan masing- masing 4 saluran field drain setiap bloknya. Parameter yang diukur adalah kedalaman saluran, lebar saluran dan ketinggian air dalam field drain sebagai data pendukung. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing field drain, yakni pada pangkal, tengah dan ujung sehingga diperoleh total pengukuran sebanyak 36 kali pada 3 blok yang diamati.

Berikut adalah layout pengamatan dimensi ukuran field drain

Gambar 24 Layout pengamatan dimensi ukuran field drain Keterangan :

Tabel 2 Rata-rata hasil pengukuran kedalaman, lebar dan ketinggian air dalam field drain*

Blok contoh Tahun tanam Kedalaman (cm) Lebar (cm) Ketinggian air (cm dpt) D002 2013 96.67 122.92 -41.67 E002 2014 121.67 124.58 -41.25 E003 2014 122.08 120.83 -42.50 Keterangan :

cm dpt : cm dibawah permukaan tanah

Rata-rata hasil pengukuran tersebut diperoleh dari data lengkap yang terlampir pada lampiran 5. x x x x x x x x x x x x 10 Pokok 5 pokok 5 pokok 5 pokok

K

U

T

KCB

KCB

KCB Baru

Field Drain Titik pengamatan Rute pengamatan

KUT : Kanal Utama KCB : Kanal Cabang KCB Baru : Kanal Cabang Baru

Dari hasil pengamatan dimensi ukuran field drain pada lahan TBM-1, yakni pada blok E002 dan E003 (tahun tanam 2014) dapat diketahui bahwa kedalaman field drain masih berada diatas 1 m, hal ini dikarenakan penggalian pada saat pembuatan field drain saat replanting melebihi ukuran standar kedalaman yaitu 1 m. Namun hal ini tidak mempengaruhi fungsi field drain sebagai sistem drainase dalam blokselama kedalaman saluran tidak jauh berbeda dari 1 m. Sedangkan pada lahan TBM-2, yakni pada blok D002 (tahun tanam 2013) dapat diketahui bahwa kedalaman field drain rata-rata adalah 96.67 cm, walaupun tidak jauh berbeda dari ukuran standar nya namun terdapat pengurangan kedalaman saluran. Hal ini dapat diakibatkan karena sudah terbentuk nya sedimentasi di dasar field drain sehingga saluran menjadi semakin dangkal sehingga perlu dilakukannya pengangkatan sedimentasi dalam rangka perawatan field drain. Lebar rata-rata field drain pada ketiga blok yang diamati terlihat lebih lebar didanding ukuran standarnya yakni 1 m, hal tersebut dikarenakan terjadinya longsor yang terjadi pada bibir field drain sehingga terjadi pelebaran field drain setelah field drain berumur 1 hingga 2 tahun sejak replanting. Ketinggian air dalam field drain sudah terjaga pada rentang optimalnya yakni -30 cm dpt sampai -50 cm dpt. Data tersebut diambil pada tanggal 6 april 2015, dengan curah hujan mulai dari tanggal 1 hingga 5 april berturut-turut adalah 2.5 mm, 16.7 mm, 18.4 mm, 43.4 mm dan 1.3 mm.

Pengaturan Tinggi Muka Air

Pengelolaan air di TBE merupakan upaya mempertahankan level air sehingga level air di kanal maupun water table di kebun bisa tetap terjaga terus pada rentang optimalnya. Untuk mendukung hal tersebut, TBE membangun dan menerapkan infrastruktur dan pengelolaan yang baik untuk mempertahankan level air pada rentang optimalnya sehingga air dapat selalu tersedia untuk tanaman dan juga dapat menjaga kelestarian lahan gambut.

Pintu air spillway

Spillway merupakan pintu air utama di km 00 yang merupakan pintu air dari KUT ke Sungai Kateman. Spillway berfungsi menjaga stabilitas level air terutama di kanal utama agar transportasi TBS, logistik, penyediaan air untuk tanaman dapat berlangsung dengan baik. Spillway juga berfungsi untuk mencegah penetrasi air laut sehingga kadar garam di KUT km 00 dapat dipertahankan serendah mungkin, karena air di KUT km 00 dipakai untuk pengolahan TBS di PKS. Sasaran water level di KUT dekat spillway adalah +25 cm dpt.

Pintu air pada spillway berjumlah delapan pintu, hal tersebut diterapkan untuk menjaga level air di KUT sebaik mungkin sehingga water level dapat terjaga dengan baik pada rentang optimalnya. Acuan tindakan buka tutup spillway adalah berdasarkan water level di KUT km 05. Jika level air di km 05 < -30 cm dpt maka pintu air ditutup, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekeringan di kanal kebun. Namun jika level air di km 05 > -30 cm dpt maka pintu air dibuka, hal tersebut dilakukan untuk mengurangi volume air di kanal kebun agar tidak terjadi banjir di lahan. Perawatan spillway dilakukan dengan cara monitoring setiap harinya untuk melihat dan membersihkan jika terdapat sampah, kayu, brondolan dan janjang serta mengatasi kebocoran pintu. Kemudian hasil

monitoring tersebut dilaporkan jika ada kerusakan seperti spillway pecah, tiang pintu air patah, ke kantor besar TBE.

Gambar 25 Spillway

Water zoning

Water zoning merupakan pengelompokan wilayah pengaturan ketinggian air berdasarkan topografi dan elevasi yang relatif sama. Water zoning PT BNS dapat dilihat pada lampiran 7. Water zoning dibuat karena terdapat perbedaan elevasi yang cukup nyata pada beberapa lokasi di PT BNS, sehingga air pada zona atas yang elevasinya lebih tinggi dibanding zona bawah dapat selalu tersedia agar terhindar dari bahaya kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Selain itu juga berfungsi untuk mempertahankan debit air di masing-masing zona agar tetap mencukupi bagi pertumbuhan tanaman dan menjamin lancarnya proses transportasi TBS karena air cukup tersedia.

Pada proses pembuatan zoning system, kecepatan dan arah aliran air serta debit air perlu diperhatikan untuk menentukan letak bendungan. Setelah informasi zona sudah ditetapkan, pembuatan bendungan dan over flow dapat dilakukan, over flow berfungsi untuk menyalurkan air pada zona atas menuju zona bawah jika air pada zona atas berlebih.

Gambar 26 Perbedaan tinggi air zona atas dan zona bawah (kiri), pipa overflow (kanan)

Pintu air (water gate)

Pintu air (water gate) merupakan fasilitas pengelolaan air yang berperan dalam mengatur keluar masuknya aliran air dari dan ke parit perbatasan dengan masyarakat dalam upaya mempertahankan level air kebun. Penulis melakukan patroli pintu air yang dipasang di parit perbatasan dengan masyarakat di TBE, adapun layout dan lokasi water gate di TBE dapat dilihat pada lampiran 8.

Berikut merupakan ilustrasi salah satu bentuk water gate di salah satu parit perbatasan dengan masyarakat.

Gambar 27 Mekanisme salah satu water gate (kiri), water gate (kanan) Penanda level air (water level marker)

Sasaran ketinggian air di TBE adalah -30 cm dpt sampai -50 cm dpt karena air tidak hanya untuk tanaman kelapa sawit namun diperuntukan juga untuk transportasi terutama transportasi TBS melalui kanal kebun. Pada prakteknya jika water level di TBE (km 05) lebih dari -30 cm dpt maka pintu air spill way dibuka sampai ketinggian air normal kembali. Namun juka water level di km 05 kurang dari -30 cm dpt maka pintu air spill way ditutup sampai ketinggian air normal kembali. Untuk memantau ketinggian air di TBE, dilakukan pemasangan water level marker sebagai alat untuk mengukur ketinggian air di kanal, seperti di KUT, KCB/KCB Baru, dan kanal kolektor. Water level marker ditempatkan di beberapa titik di TBE, seperti di km 05 KUT dan km 06 KCB divisi I dan di km 11 divisi IV. Water level marker di km 05 menjadi acuan mengenai tindakan buka tutup pintu air spillway di km 00.

Gambar 28 Ilustrasi dan penggambaran water level marker (kiri), water level marker (kanan)

Fluktuasi ketinggian air di TBE secara alamiah disebabkan oleh curah hujan yang turun karena curah hujan sebagai satu-satunya sumber air untuk tanaman dan untuk transportasi di TBE. Maka dari itu penulis melakukan analisa mengenai pengaruh curah hujan terhadap ketinggian air di TBE dengan menggunakan data curah hujan di TBE 5 tahun terakhir dan data water level 5 tahun terakhir yang dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil analisis regresi linier sederhana menunjukan bahwa curah hujan berpengaruh nyata dengan nilai signifikan 0.021 (< 0.05) terhadap level air. Hal ini dapat dilihat dilihat pada model berikut

Y = -54.46+ 0.0982X Y : Level air di kanal (cm dpt)

X : Curah hujan (mm) (bibir kanal) (muka air) Titik nol Water level (cm dpt) Positive value negative value

Model tersebut menunjukan bahwa kenaikan 1 mm curah hujan maka akan meningkatkan level air sebesar 0.0964 cm dpt. Nilai R2 sebesar 28% yang menunjukan bahwa pada analisa kali ini curah hujan hanya berpengaruh 28% terhadap water level di kanal, sedangkan 72% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengaturan water gate spillway, water gate perbatasan dengan masyarakat dan kondisi bendungan. Water gate yang berada di perbatasan dengan parit masyarakat sekitar kebun dilihat juga mempengaruhi kondisi water level TBE, diperlukan adanya pengawasan terhadap pintu air agar air kanal kebun tidak dapat dengan bebas disalurkan ke parit masyarakat tanpa diketahui oleh asisten di divisi terkait. Pintu air tersebut harus dipastikan dalam kondisi tertutup terutama saat kondisi water level kebun dibawah rentang optimalnya sehingga air dalam kebun dapat terjaga dan tidak terjadi water loss di kebun.

Water level yang tidak terkontrol akan menyebabkan penurunan permukaan tanah gambut (peat subsidence) dengan cepat, dalam hal ini peat subsidence akan lebih cepat terjadi jika water level rendah dan dibawah rentang optimalnya. Data peat subsidence di TBE disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3 Hasil pengukuran peat subsidence TBE tahun 2013-2015 No. Bulan cek Peat subsidence Penurunan

(cm)

Rata-rata (cm)

1 Agustus 2013 I (Blok E001) 2.00

2.00 II (Emplasemen utama) 2.00

2 Februari 2014 I (Blok E001) 2.00

2.00 II (Emplasemen utama) 2.00

3 Agustus 2014 I (Blok E001) 2.00

1.25 II (Emplasemen utama) 0.50

4 Februari 2015 I (Blok E001) 0.50

1.00 II (Emplasemen utama) 1.50

Patok peat subsidence terletak pada blok E001 divisi I TBE dan di emplasemen utama TBE km 05. Pengecekan peat subsidence dilakukan setiap 6 bulan sekali yakni pada bulan Februari dan Agustus. Peat subsidence dapat menyebabkan pokok kelapa sawit menjadi doyong bahkan roboh, hal ini dapat mengurangi produksi TBS.

Gambar 29 Patok peat subsidence (kiri), pokok doyong akibat peat subsidence (kanan)

Level air penting diketahui karena water level sangat perlu dijaga pada rentang optimalnya melalui upaya pengelolaan air sehingga kelestarian lahan gambut dapat terjaga dan produksi TBS maksimal. Untuk melihat pengaruh water

level terhadap produksi, penulis kembali melakukan analisis regresi linier sederhana dengan menggunakan data water level dan produksi 5 tahun terakhir yang terlampir pada lampiran 6. Berdasarkan hasil analisis diperoleh model linier sederhana sebagai berikut.

Y = 5087 + 19.26X Y : Produksi TBS (ton)

X : Level air di kanal (cm dpt)

Model tersebut menggambarkan bahwa kenaikan level air sebesar 1 cm dptmaka akan meningkatkan produksi sebesar 19.26 ton yang berarti bahwa level airberpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi (0.007 < 0.05).

Water table

Kebutuhan air tanaman kelapa sawit berasal dari air hujan dan kandungan air dalam tanah gambut yang biasa dipantau melalui kedalaman air tanah atau permukaan air tanah (water table). Water table optimal untuk ketersediaan air tanaman adalah pada kisaran -50 cm dpt sampai -70 cm dpt karena kedalaman perakaran kelapa sawit rata-rata memiliki kedalaman -40 cm dpt. Water table juga memastikan bahwa air di dalam blok tidak kurang sehingga kekeringan gambut dapat dicegah. Water table diukur dari permukaan tanah menggunakan pizzometer yang terbuat dari pipa paralon PVC dengan diameter 8 cm dan panjang 130 cm. Pizzometer ditempatkan dengan cara dimasukan pada tanah dengan kedalaman 1 m, kemudian pada titik tersebut dapat diamati water table dengan menggunakan pengukur berskala 0-90 cm.

Gambar 30 Mekanisme pengukuran water table (kiri), pizzometer (kanan) Rasio penempatan pizzometer di TBE adalah 1 pizzometer setiap 50 ha lahan kelapa sawit (1 : 50) dengan total pizzometer yang dipasang oleh penulis di TBE adalah sebanyak 67 buah. Adapun penulis melakukan percobaan terkait pengukuran water table di beberapa titik di blok D005 divisi II untuk melihat tingkat penetrasi air kanal ke dalam blok pada jarak 10 m, 125 m dan 250 m dari bibir KCB.

Berikut adalah layout percobaan pengukuran water table di blok D005 divisi II. Permukaan Tanah Water Table (cm dpt) Titik nol cm dpt

Gambar 31 Layout percobaan pengukuran water table di blok D005 divisi II Keterangan :

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran water table pada blok te

Tabel 4 Pengamatan water table D005 divisi II (cm dpt)

Pizzometer Apri l Mei Rata-rata No Jalur Jarak dari KCB (m) Minggu ke- 4 1 2 3 4 cm dpt 45 10 -54.00 -47.00 -40.00 -38.00 -33.00 -44.67 125 -82.00 -72.00 -45.00 -41.00 -43.00 -56.60 250 -80.00 -75.00 -49.00 -42.00 -45.00 -58.20 Rata-rata -72.00 -64.67 -47.00 -41.50 -40.33 -53.10 135 10 -61.00 -53.00 -44.00 -36.00 -39.00 -46.60 125 -67.00 -59.00 -45.00 -37.00 -40.00 -49.60 250 -69.00 -65.00 -47.00 -40.00 -45.00 -53.20 Rata-rata -65.67 -59.00 -45.00 -38.00 -41.00 -49.80 225 10 -53.00 -46.00 -25.00 -23.00 -23.00 -34.00 125 -59.00 -55.00 -31.00 -21.00 -22.00 -37.60 250 -66.00 -64.00 -40.00 -25.00 -29.00 -44.80 Rata-rata -59.33 -55.00 -32.00 -23.00 -25.00 -38.80 Rata-rata 10 -56.00 -48.67 -34.50 -29.50 -31.67 -40.07 125 -69.33 -62.00 -40.33 -33.00 -35.00 -47.93 250 -71.67 -68.00 -45.33 -35.67 -39.67 -52.07 RATA-RATA -65.67 -59.56 -41.44 -34.06 -35.44 -47.23 0 m 125 m 250 m 1

K

U

T

KCB 7 KCB 6.5 1 2 3 3 1 2 3 1 2 J a lu r 4 5 J a lu r 1 3 5 J a lu r 2 2 5 10 m Letak piezzometer

Jarak dari bibir KCB 1 = 10 m

2 = 125 m 3 = 250 m

KUT : Kanal Utama

KCB 6.5 : Kanal Cabang di KM 6.5 KCB 7 : Kanal Cabang di KM 07

Terlihat pada Tabel 4 bahwa semakin kedalam, tren penetrasi air KCB semakin berkurang, hal ini ditunjukan dengan water table pada titik-titik 250 m dari bibir KCB lebih rendah dibandingkan titik 10 m dan 125 m. begitu pula pada titik 125 m dari bibir KCB memiliki water table lebih rendah dibandingkan pada titik 10 m. Perbedaan tinggi rendahnya water table pada beberapa titik tersebut dapat mempengaruhi produktivitas pokok kelapa sawit disekitarnya, pokok kelapa sawit yang berada disekitar titik dengan water table relatif tinggi akan memiliki produksi TBS yang lebih baik dibandingkan yang berada di sekitar titik dengan water table lebih rendah.

Dokumen terkait