• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S.epidermidis BC4 dan B.subtilis AB89

Formulasi adalah campuran antara biomassa agens pengendali hayati dengan bahan-bahan yang dapat meningkatkan keefektifan dan kemampuan hidup agens pengendali hayati. Formulai agens pengendali hayati dapat berupa produk kering atau cair. Tujuan pembuatan formulasi adalah memudahkan dalam pengemasan, transportasi, aplikasi di lapangan, dan menambah keefektifan dari bahan aktif yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian, populasi bakteri B. subtilis AB89 tidak stabil di dalam formulasi baik pada formulasi tepung maupun formulasi cair. Populasi awal B. subtilis AB89 sebelum formulasi disimpan adalah 5.0×106 cfu/mL (Tabel 2). Populasi B. subtilis AB89 turun setelah disimpan selama satu minggu, kemudian pada minggu ke-2, 4 dan 8 setelah penyimpanan populasi B. subtilis

AB89 stabil pada kisaran 104 cfu/mL. Pada penelitian ini, formulasi cair diturunkan kemasamannya hingga pH 4 dan suhu penyimpanan 4 ºC. B. subtilis

AB89 pada umumnya tumbuh pada suhu 45 ºC dengan pH 5.7 (Leary dan Chun 1988).

Populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil baik pada formulasi cair maupun formulasi tepung. Populasi awal S. epidermidis BC4 sebelum disimpan adalah 3.3×106 pada formulasi cair dan 2.0×108 pada formulasi tepung (Tabel 2). Populasi S. epidermidis BC4 pada formulasi tepung stabil selama penyimpanan yaitu pada kisaran 108 sedangkan pada formulasi cair, populasi S. epidermidis

BC4 meningkat setelah satu minggu penyimpanan. Populasi S. epidermidis BC4 kemudian stabil hingga minggu ke-8 penyimpanan.

Tabel 2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu

Kode Formulasi

Waktu simpan (Minggu)

0 1 2 4 8

Populasi bakteri cfu/ml

BC1 3.3 × 106 2.9 × 108 9.2 × 108 4.9 × 108 3.0 × 108

BS 5.6 × 106 2.9 × 104 3.4 × 104 3.3 × 104 8.6 × 104

Populasi bakteri cfu/g

TBC1 2.0 × 108 1.4 × 108 1.6 × 108 1.4 ×108 2.5 × 108

TBS 5.0 × 106 3.8 × 104 1.4 × 104 1.9 × 103 2.5 × 104

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi padat S. epidermidis BC4, TBS= formulasi padat B. subtilis AB89, K= Kontrol.

Viabilitas bakteri dalam formulasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah lama penyimpanan dan bahan pembawa. Bahan pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah xanthan gum dan talc powder. Penambahan xanthan gum ke dalam formulasi diharapkan dapat mendukung kelangsungan hidup bakteri di dalam formulasi sebagai penyuplai nutrisi.

9

Xanthan gum mengandung D-Glukosa, D-Mannosa, D-Glucuronic acid,

Acetyl lingked Pyruvat acid dan d-Acetyl group yang merupakan komposisi dari pentasakrida. Xanthan gum juga memiliki sifat tidak mudah terdegradasi oleh enzim dan stabil pada kondisi asam maupun basa (Laela dan Sharma 2000).

Xanthan gum merupakan heteropolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri

Xanthomonas campestris. Pada Xanthomonas campestris sendiri xanthene (lendir) digunakan untuk mempertahankan diri dari faktor lingkungan (Kloepper dan Schroth 1981).

Talc powder merupakan mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia Mg3SiO10(OH)2 (Nakkeeran et al. 2005). Talc powder digunakan sebagai bahan pembawa formulasi karena harganya murah dan mudah didapatkan. Pemanfaatan

talc powder sebagai bahan pembawa formulasi Pseudomonas fluerescens yang dicampur dengan xanthan gum 20% tidak menurunkan populasi bakteri pada penyimpanan selama 240 hari dengan suhu 4 ºC (Kloepper dan Schroth 1981).

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat

Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca disajikan pada Tabel 3. Perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis

BC4 baik tepung maupun cair menunjukkan tingkat kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5).

Gambar 5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan minggu ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam

Tabel 3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat

Kode formulasi

KP (%)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

BC1 6.67 ± 0.00b2 13.33 ± 0.00b 23.33 ± 5.77b 30.00 ± 5.77a 43.33 ± 5.77a 53.33 ± 11.54a 56.67 ± 11.54a BS 0.00 ± 5.77b 10.00 ± 5.77b 20.00 ± 10.00b 23.00 ± 20.00a 40.00 ± 17.32a 50.00 ± 23.09a 50.00 ± 26.45a TBC 0.00 ± 0.00b 3.33 ± 5.77c 13.33 ± 5.77b 20.00 ± 5.77a 30.00 ± 17.32a 36.67 ± 10.00a 40.00 ± 10.00a TBS 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00c 10.00 ± 10.00b 16.67 ± 10.00a 26.67 ± 5.77a 36.67 ± 15.27a 36.67 ± 11.54a

K 16.67 ± 5.77a 33.33 ± 5.77a 43.33 ± 15.27a 43.33 ± 15.27a 50.00 ± 17.32a 53.33 ± 15.27a 60.00 ± 20.00a

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dan indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Kode formulasi Nilai AUDPC (% hari) Indeks penekanan penyakit (%)

BC1 851.7 ± 61.7b2 54.93 BS 840.0 ± 76.2b 55.55 TBC 1225.0 ± 286.5ab 35.18 TBS 1225.0 ± 242.5ab 35.18 K 1890.0 ± 485.0a - 1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Pada pengamatan 1 MST, tingkat kejadian penyakit masih rendah. Serangan penyakit layu bakteri hanya ditemukan pada tanaman kontrol dan perlakuan formulasi cair S. epidermidis BC4. Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%, perlakuan formulasi berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Pada pengamatan 2 dan 3 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan berbeda nyata dengan kontrol. Pada pengamatan 4, 5, 6, dan 7 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Berdasarkan nilai AUDPC, aplikasi BC dan BS berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4). Kedua formulasi tersebut menghasilkan nilai indeks penekanan terhadap penyakit sebesar 54.94% dan 55.55%. Menurut Nurjanani (2011) nilai indeks penekanan penyakit antara 40% sampai 60% menunjukkan bahwa formulasi tersebut agak efektif dalam mengendalikan penyakit.Perlakuan terbaik dalam menekan kejadian penyakit layu bakteri pada penelitian ini adalah aplikasi formulasi cair B. subtilis AB89 (BS).

B. subtilis AB89 selain berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan menginduksi aktivitas enzim peroksidase pada tanaman tomat. B. subtilis AB89 juga menghasilkan siderofor yang berperan dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme lain (Nawangsih 2006). Silva et al. (2004) menyatakan bahwa tingginya aktivitas peroksidase biasanya berasosiasi dengan lambatnya proses infeksi dan berhubungan dengan lignifikasi serta pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang memiliki efek anti mikroba. Hammond-Kosack dan Jones (1996) menyatakan H2O2 secara langsung dapat bersifat toksik terhadap mikroorganisme dan dapat juga berperan dalam memperkuat dinding sel dengan pembentukan prekursor lignin melalui aktivitas enzim peroksidase.

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan formulasi

B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan tinggi maksimum tanaman tomat pada penelitian ini terjadi pada minggu ke-3 setelah tanam (Gambar 6).

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%, perlakuan BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol pada pengamatan minggu ke-2 setelah tanam. Pada pengamatan minggu ke-3 setelah tanam, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 5). Pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 setelah tanaman, pertambahan tingginya tidak berbeda nyata. Berdasarkan nilai AUHPGC, perlakuan formulasi dengan kode BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Nilai keefektifan pemacuan pertumbuhan masing-masing formulasi sebesar 52.82%, 47.27%, dan 42.53%.

12

Gambar 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis

AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam

B. subtilis AB89 merupakan Plant Growth Promoting Rizobacteria (PGPR) yang berhasil diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari perakaran tomat. PGPR adalah bakteri pengoloni akar yang memberikan efek menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah sebagai biostimulan, yaitu dengan menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indolasetat (indoleasetic acid=IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral, memengaruhi pembintilan atau menguasai bintil akar (Fernando et al. 2005). B. subtilis

memiliki kemampuan yang baik dalam menghasilkan IAA dan melarutkan fosfat (Almoneafy et al 2012). IAA dan fosfat memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman.

Bakteri endofit mengolonisasi jaringan tanaman yang sehat dan tidak menyebabkan gejala atau kerusakan pada inang (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit dapat memacu pertumbuhan tanaman melalu produksi fitohormon (Feng et al. 2006) dan juga dapat meningkatkan resistensi terhadap patogen (Raiter et al.

2002). Berdasarkan hasil penelitian, formulasi cair S. epidermidis BC4 menghasilkan nilai AUHPGC tertinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nawangsih et al. (2011) yaitu isolat BC4 dan BC10 menyebabkan nilai AUHPGC tertinggi. Hal ini menujukkan bahwa S. epidermidis BC4 meningkatkan pertumbuhan tanaman terbaik. S. epidermidis BC4 merupakan bakteri endofit spesies baru yang diisolasi dari tanaman tomat. Penelitian tentang S. epidermidis

BC4 belum banyak dilakukan sehingga informasi mengenai bakteri ini sedikit. S. epidermidis BC4 diduga menghasilkan fitohormon tertentu yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

Tabel 5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap pertambahan tinggi tanaman tomat

Kode formulasi

Pertambahan tinggi tanaman (cm) Total pertambahan

tinggi tanaman (cm)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

BC1 3.53 ± 0.24a2 10.48 ± 0.76a 19.18 ± 1.59a 5.63 ± 1.30a 2.21 ± 0.25a 3.08 ± 0.38a 1.80 ± 0.70a 45.94 ± 1.38a

BS 2.97 ± 0.56a 10.67 ± 2.66a 19.68 ± 3.18a 5.43 ± 2.15a 0.81 ± 1.05a 2.34 ± 1.19a 2.54 ± 1.90a 44.46 ± 8.49a

TBC 3.96 ± 0.05a 8.81 ± 0.84ab 17.21 ± 3.45ab 4.28 ± 0.34a 0.90 ± 1.70a 1.53 ± 0.93a 1.13 ± 0.32a 37.85 ± 5.11ab

TBS 3.79 ± 0.39a 10.77 ± 1.30a 17.38 ± 1.73ab 4.80 ± 2.01a 2.04 ± 0.95a 2.33 ± 1.04a 2.27 ± 0.40a 43.39 ± 5.36a

K 2.77 ± 0.90a 6.35 ± 0.94b 11.62 ± 2.20b 3.26 ± 2.19a 2.29 ± 2.57a 2.7a ± 0.27a 1.22 ± 1.70a 30.32 ± 5.22b

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dan keefektifan pemacuan pertumbuhan pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Kode Formulasi AUHPGC (cm hari) Keefektifan pemacuan pertumbuhan (%)

BC1 302.9 ± 11.2a2 52.82 BS 291.9 ± 51.5a 47.27 TBC 247.0 ± 37.5ab 24.62 TBS 282.5 ± 36.6a 42.53 K 198.2 ± 36.7b - 13

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati

Tabel 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati

Peubah Jenis formulasi

Cair+BC41 Cair+BS Tepung+BC4 Tepung+BS

Penekanan kejadian penyakit layu

bakteri

Pertambahan tinggi tanaman

Populasi bakteri selama

penyimpanan

1

BC4= S. epidermidis BC4, BS= B. subtilis AB89

Berdasarkan hasil analisis pengaruh formulasi terhadap peubah yang diamati (Tabel 7), formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi BC. Formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit layu bakteri, pertambahan tinggi tanaman, dan populasi bakteri selama penyimpanan. Formulasi tepung yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit dan pertambahan tinggi tanaman. Formulasi cair yang mengandung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman. Formulasi tepung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap populasi bakteri selama penyimpanan.

SIMPULAN

Aplikasi formulasi bakteri mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca. Formulasi cair S. epidermidis BC4 dan B. subtilis AB89 yang mengandung xanthan gum memberikan penekanan terhadap penyakit lebih tinggi dibandingkan formulasi tepung dan kontrol. Formulasi BC, BS dan TBS memacu pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi TBC dan Kontrol. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair meningkat pada minggu pertama dan stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 konstan selama penyimpanan dalam formulasi tepung. Populasi B. subtilis AB89 menurun pada minggu pertama kemudian stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan baik pada formulasi cair maupun pada formulasi tepung. Formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4.

SARAN

Untuk meningkatkan potensi agens antagonis dalam formulasi perlu dilakukan aplikasi berkala pada tanaman dan kesesuaian waktu dalam aplikasi. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan aplikasi formulasi setelah penyimpanan sehingga dapat dilihat potensi agens antagonis berkurang atau tidak selama penyimpan. Kadar air pada formulasi tepung perlu dihitung.

15

DAFTAR PUSTAKA

Almoneafy AA, Xie GL, Tian WX, Xu LH, Zhangi GQ, Ibrahim M. 2012. Characterization and evaluation of Bacillus isolates for their potential plant growth and biocontrol activities against tomato bacterial wilt. African J Biotech.11(28): 7193-7201.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2012. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [diunduh 2013 Desember 2]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php ?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70

Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor.

The Epidomiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London (GB): Kluwer Academic Publisher. hlm 42-72.

[EPPO] European and Mediterian Plant Protection Organization. 2013. Data Sheet of Quarantine Pest Ralstonia solanacearum. European Union. [diunduh 2013 Desember 2] http://www.eppo.int/quarantine/ bacteria/ Ralstonia _solanacearumPSDMSO_ds.pdf.

Feng Y, Shen D, Song W. 2006. Rice endophyte Pantoea agglomerans YS19 promotes host plant growth and affectsallocations of host photosynthates. J Appl Microbiol. 100(5): 938-945.

Fernando DWG, Nakkeeran S, Yilanzhang. 2005. Biosynthesis of antibiotics by PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol And Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer: hlm 67-109.

Hallmann J, Mahaffee WF, Kloepper JW, Quadthallmann A. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol.43(10): 895-914.

Hammond-Kosack KE, Jones JDG. 1996. Resistance gene-dependent plant defense responses. J Plant Cell.8(10):1773-1791.

Jones KA, Burges HD. 1998. Technology of formulation and application. Di dalam: Beneficial Microorganisms, Nematodes and Seed Treatments. London (GB): Klower Academic Publisher.

Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of rhizobacteri for inoculation of potato seed pieces. Phytopathol 71(6): 590-592.

Laela JK, Sharma G. 2000. Studies on xanthan production from Xanthomonas campestris. Bioprocess Engineering. 23(2000): 687-689.

Leary JV, Chun WWC. 1988. Bacillus. Di dalam: Schaad W, editor. Pathogenic Bacteria. Ed ke-2. Minnesota (US): APS Press hlm 120-127.

Nakkeeran S, Fernando DWG, Siddiqui ZA. 2005. Plant growth promoting rhizobacteria formulations and its scope in commercialization for the management of pests and diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer. hlm 257-296. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk

mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16

Nawangsih AA, Damayanti I, Wiyono S, Kartika JG. 2011. Selection and characterization of endophytic bacteria as biocontrol agents of tomato bacterial wilt disease. J Hayati 2(18): 66-70.

Nurjanani 2011. Kajian pengendalian penyakit bakteri Ralstonia solanacearum

menggunakan agens hayati pada tanaman tomat. J Superman 11(4): 1-8. Raiter B, Pfeifer U, Schwab H, Sessitsch A. 2002. Response of endophytic

bacterial communities in potato plants to infection with Erwinia carotovora

subsp. atroseptica. Appl EnvironMicrobiol 68(5): 2261-2268.

Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-Vieira BA, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. J Biocontrol 29(2): 288-295.

Supriyadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. J Litbang Pert 25(3): 75-80.

Supriyadi. 2011. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum): dampak, bioekologi dan peranan teknologi pengendaliannya. J Pengemb Inov Perta

4(4): 279-293.

Tahat MM, Sijam K. 2010. Ralstonia solanacearum: the bacteria wilt causal agent. Asian J Plant Dis. 4: 385-393.

Wang JF dan Lin CH. 2005. Intregrated management of tomato bacterial wilt. Taiwan (TW): AVRDC publication.

18

Lampiran 4 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit pada tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 13.3333333 6.6666667 0.44 0.6561 Perlakuan 4 640.0000000 160.0000000 10.67 0.0027 Eror/Galat 8 120.0000000 15.0000000 Total Terkoreksi 14 773.3333333 Minggu 2 Blok 2 120.000000 60.000000 6.00 0.0256 Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 51.00 <.0001 Eror/Galat 8 80.000000 10.000000 Total Terkoreksi 14 2240.000000 Minggu 3 Blok 2 120.000000 60.000000 0.55 0.5997 Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 4.64 0.0313 Eror/Galat 8 880.000000 110.000000 Total Terkoreksi 14 3040.000000 Minggu 4 Blok 2 13.333333 6.666667 0.03 0.9671 Perlakuan 4 1333.333333 333.333333 1.68 0.2464 Eror/Galat 8 1586.666667 198.333333 Total Terkoreksi 14 2933.333333 Minggu 5 Blok 2 40.000000 20.000000 0.08 0.9198 Perlakuan 4 1106.666667 276.666667 1.17 0.3927 Eror/Galat 8 1893.333333 236.66666 Total Terkoreksi 14 3040.000000 Minggu 6 Blok 2 520.0000000 260.0000000 1.07 0.3879 Perlakuan 4 893.3333333 223.3333333 0.92 0.4985 Eror/Galat 8 1946.666667 243.333333 Total Terkoreksi 14 3360.000000 Minggu 7 Blok 2 1013.333333 506.666667 2.11 0.1836 Perlakuan 4 1240.000000 310.000000 1.29 0.3502 Eror/Galat 8 1920.000000 240.000000 Total Terkoreksi 14 4173.333333

Lampiran 2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC)

Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 119560.000 59780.000 0.36 0.7057 Perlakuan 4 2281276.667 570319.167 3.48 0.0630 Eror/Galat 8 1312873.333 164109.167 Total Terkoreksi 14 3713710.000

19 Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca

pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 2.05212000 1.02606000 2.90 0.1131 Perlakuan 4 3.19504000 0.79876000 2.26 0.1521 Eror/Galat 8 2.83228000 0.35403500 Total Terkoreksi 14 8.07944000 Minggu 2 Blok 2 15.39377333 7.69688667 9.43 0.0079 Perlakuan 4 42.85237333 10.71309333 13.13 0.0014 Eror/Galat 8 6.52982667 0.81622833 Total Terkoreksi 14 64.77597333 Minggu 3 Blok 2 23.4897600 11.7448800 2.28 0.1651 Perlakuan 4 123.2895733 30.8223933 5.97 0.0158 Eror/Galat 8 41.2947067 5.1618383 Total Terkoreksi 14 188.0740400 Minggu 4 Blok 2 9.77233333 4.88616667 1.89 0.2124 Perlakuan 4 10.93666667 2.73416667 1.06 0.4359 Eror/Galat 8 20.65933333 2.58241667 Total Terkoreksi 14 41.36833333 Minggu 5 Blok 2 2.64357333 1.32178667 0.52 0.6144 Perlakuan 4 6.45646667 1.61411667 0.63 0.6533 Eror/Galat 8 20.41109333 2.55138667 Total Terkoreksi 14 29.51113333 Minggu 6 Blok 2 0.68848000 0.34424000 0.43 0.6651 Perlakuan 4 4.10856000 1.02714000 1.28 0.3537 Eror/Galat 8 6.41412000 0.80176500 Total Terkoreksi 14 11.21116000 Minggu 7 Blok 2 2.76033333 1.38016667 0.93 0.4316 Perlakuan 4 4.66400000 1.16600000 0.79 0.5632 Eror/Galat 8 11.81000000 1.47625000 Total Terkoreksi 14 19.23433333

Total Pertambahan tinggi Tanaman

Blok 2 16.7830000 8.3915000 0.23 0.8018

Perlakuan 4 492.8335067 123.2083767 3.33 0.0692

Eror/Galat 8 295.6559333 36.9569917

Total Terkoreksi 14 805.2724400

Lampiran 4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve

(AUHPGC) Sumber DB JK KT F hit Pr > F Minggu 1 Blok 2 1134.50500 567.25250 0.36 0.6561 Perlakuan 4 21740.35871 5435.08968 3.44 0.0027 Eror/Galat 8 12624.08903 1578.01113 Total Terkoreksi 14 35498.95274

Dokumen terkait