• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA

BERBAHAN AKTIF

Bacillus subtilis

AB89 DAN

Staphylococcus

epidermidis

BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT

LAYU BAKTERI PADA TOMAT

EKA WIJAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan

Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Layu Bakteri pada Tomat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Eka Wijayanti

(4)
(5)

ABSTRAK

EKA WIJAYANTI. Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif

Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH.

Ralstonia solancearum adalahpatogen penyebab penyakit layu bakteri pada tomat yang sulit untuk dikendalikan. Alternatif pengendalian yang sedang dikembangkan saat ini adalah penggunaan agens hayati. Beberapa agens hayati yang telah diuji keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri adalah

Bacillus subtilis AB89 (PGPR) dan Staphylococcus epidermidis BC4 (endofit). Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilitas bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati Ralstonia solanacearum pada tomat. B. subtilis AB89 (BS) dan bakteri endofit S. epidermidis BC4 (BC) masing-masing diformulasikan secara tunggal dalam bentuk cair (BS dan BC) dan tepung (TBS dan TBC) dengan bahan pembawa talc powder dan/atau xanthan gum. Berdasarkan hasil pengujian, formulasi cair BS dan BC lebih efektif menekan kejadian penyakit dibandingkan dengan formulasi tepung dan kontrol dengan nilai indeks penekanan penyakit berturut-turut sebesar 55.55% dan 54.94%. Formulasi cair BC, BS dan formulasi tepung TBS meningkatkan pertambahan tinggi tanaman dengan nilai keefektifan pertumbuhan berturut-turut sebesar 52.82%, 47.27% dan 42.53%. Berdasarkan uji viabilitas bakteri di dalam formulasi, populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil pada formulasi tepung maupun cair selama 8 minggu penyimpanan. B. subtilis AB89 pada formulasi tepung dan cair populasinya menurun pada minggu ke-1 setelah penyimpanan, kemudian stabil hingga 8 minggu penyimpanan.

(6)
(7)

ABSTRACT

EKA WIJAYANTI. Development of Biopesticide Formulations Containing

Bacillus subtilis AB89 and Staphylococcus epidermidis BC4 for Controlling the Bacterial Wilt Disease on Tomato. Under the direction of ABDJAD ASIH NAWANGSIH.

Ralstonia solancearum is a pathogen of bacterial wilt disease on tomato. One of the alternatives for disease control is the application of biocontrol agents. Biocontrol agents which have been able to control the disease are Bacillus subtilis

AB89 (PGPR) and Staphylococcus epidermidis BC4 (endophyte). This research was conducted to evaluate the viability of those bacteria in formulation and the effectiveness of the formulation to control the bacterial wilt disease of tomato. B. subtilis AB89 (BS) and S. epidermidis BC4 (BC) ware formulated singly in liquid (BS and BC) and powder (TBS and TBC) formulation contained talc powder and/or xanthan gum. The liquid formulation of B. subtilis AB89 (BS) and S. epidermidis BC4 (BC) effectively suppressed the incidence of the disease, with control effectiveness was up to 55.55% and 54.94%, respectively. The liquid formulation BC, BS and the powder formulation TBS were able to promote the plant growth. Populations of S. epidermidis BC4 was stable within powder and liquid formulations during 8 weeks of storing. Population of B. subtilis AB89 in powder and liquid formulations declined on 1 week after storage, but stable until 8 weeks after storage.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

PENGEMBANGAN FORMULASI BIOPESTISIDA

BERBAHAN AKTIF

Bacillus subtilis

AB89 DAN

Staphylococcus

epidermidis

BC4 UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT

LAYU BAKTERI PADA TOMAT

EKA WIJAYANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat Nama : Eka Wijayanti

NIM : A34090069

Disetujui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengendalian hayati, dengan judul Pengembangan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif Bacillus subtilis AB89 dan

Staphylococcus epidermidis BC4 untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri pada Tomat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi selaku dosen pembimbing, Prof Dr Ir Dadang selaku dosen penguji tamu, Dra Dewi Sartiami, MSi selaku dosen pembimbing akademik, dosen-dosen di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan serta teknisi rumah kaca yang membantu selama proses penilitian dan penyusunan laporan tugas akhir ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, sahabat-sahabat terbaik (Tami, Nopi, Opi, Meda, Eti, Arbi, Herlin), teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan (Elok, Auzan, Arfi, Dika, Nadzir, Kak Tatit, Kak Ida, Kak Yuni, Kak Syaiful, Ibu Sri), teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 46, teman-teman Al Iffah, Birena Al-Hurriyyah, tim Windows 8 dan pihak-pihak lain yang telah berperan dalam mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian serta penyusunan laporan tugas akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Penelitian ini didanai dari Proyek Penelitian Unggulan Strategis Nasional dengan Biaya DIPA IPB Nomor: 023-04.2.189772/2013 tanggal 05 Desember 2012 dengan Ketua Peneliti: Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi.

Penulis berharap laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya dan salah satu diantaranya adalah petani. Atas segala kesalahan, penulis memohon kebijaksanaan dari semua pihak untuk memaafkannya.

Bogor, Februari 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3 Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 3 Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 4

Penyiapan Tanaman Uji 4

Perbanyakan Inokulum Patogen 5

Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada

Tanaman Tomat 5

Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam

Formulasi 6

Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit 6

Uji Pemacuan Pertumbuhan 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S. epidermidis

BC4 dan B.subtilis AB89 8

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat 9 Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 11

terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman 11

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati 14

SIMPULAN 14

SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria keefektifan pengendalian 7

2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai

formulasi selama 8 minggu. 8

3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat 10 4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) pada perlakuan

formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 10 5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

terhadap laju pertambahan tinggi tanaman tomat 13 6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) pada

perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 13 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh lebih baik

dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati 14

DAFTAR GAMBAR

1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan) 1 2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S.

epidermidis BC4 (c,d) 3

3 Formulasi padat dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S.

epidermidis BC4 (b,d) 4

4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC 5 5 Grafik tingkat kejadian penyakit layu bakteri pada pengamatan minggu

ke-1 sampai minggu ke-7 setelah tanam 9

6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis

AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit tanaman tomat di rumah kaca

pada minggu ke-1 sampai ke-7 18

2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC) 18 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca pada

minggu ke-1 sampai minggu ke-7 19

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia. Tomat mengandung vitamin, karbohidrat, protein, lemak dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain berfungsi sebagai sayuran, tomat juga digunakan sebagai bahan minuman, bahan pewarna makanan, kosmetik dan obat-obatan. Menurut BPS (2013) produksi tomat di Indonesia masih tergolong rendah yaitu 893 504 ton pada tahun 2012. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2011 yang produksinya mencapai 954 046 ton. Rendahnya produksi tomat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam budidaya tomat adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Ralstonia solanacearum merupakan salah satu OPT penting pada tanaman tomat. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan R. solanacearum ialah sebesar 5-100% (Nurjanani 2011). Serangan yang ditimbulkan oleh patogen ini adalah layu pada daun termuda ketika cuaca sangat panas selama beberapa hari tanpa mengalami penguningan. Layu keseluruh bagian tanaman akan cepat mengikuti jika kondisi lingkungan mendukung. Tanaman menjadi kerdil dan pada batang akan tumbuh akar adventif (Gambar 1). Perubahan warna terjadi pada jaringan pembuluh menjadi coklat dan jika batang dipotong melintang, keluar massa bakteri berwarna putih (oose) (EPPO 2013).

Gambar 1 Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman tomat; daun layu tanpa penguningan (kiri) dan muncul akar adventif (kanan)

R. solanacearum sulit dikendalikan karena patogen ini memiliki ras yang banyak dan mampu bertahan lama di dalam tanah. Selain itu, R. solanacearum

juga memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas. R. solanacearum

(20)

2

Pengendalian penyakit dengan menggunakan agens hayati memiliki peranan yang potensial untuk dikembangkan. Pengendalian dengan menggunakan hayati relatif efektif dan ramah terhadap lingkungan. Beberapa agens hayati telah diuji keefektifannya dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tomat. Agens hayati tersebut adalah Pseudomonas fluorescens RH4003, Bacillus subtilis AB89,

Trichoderma viride, Staphylococcus epidermidis BC4. Berdasarkan analisis resiko yang dilakukan oleh Supriyadi (2006), P. fluorescens, B. subtilis dan Trichoderma

spp. aman bagi manusia dan lingkungan.

Pengendalian dengan menggunakan agens hayati belum banyak dilakukan oleh petani karena dinilai kurang praktis dan tidak tahan lama dalam penyimpanan sehingga perlu dilakukan formulasi agens hayati. Formulasi adalah pencampuran organisme dalam bahan pembawa yang dilengkapi dengan bahan tambahan untuk memaksimalkan kemampuan bertahan hidup di penyimpanan, mengoptimalkan aplikasi organisme target, dan melindungi organisme agens hayati setelah aplikasi (Jones dan Burges 1998). Agens hayati yang digunakan dalam penelitian ini adalah B. subtilis AB89 dan Staphylococcus epidermidis BC4.

B. subtilis AB89 merupakan bakteri plant growth promoting rizobacteria

(PGPR) yang diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari rizosfer tomat sehat pada pertanaman tomat yang terserang penyakit layu bakteri. B. subtilis AB89 berpotensi untuk dikembangkan karena berdasarkan uji penghambatan dengan mekanisme antibiosis, B. subtilis AB89 mampu menekan pertumbuhan R. solanacearum pada berbagai media agar. B. subtilis AB89 juga dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri di rumah kaca sebesar 62%.

S. epidermidis BC4 adalah bakteri endofit gram negatif yang diisolasi dari dalam jaringan akar tomat di Cipanas oleh Nawangsih (2011). Uji penghambatan terhadap R. solanacearum secara in vitro menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4 mampu menghasilkan zona hambatan dengan diameter terpanjang dibandingkan dengan isolat lainnya. Uji penekanan kejadian penyakit di rumah kaca juga menunjukkan bahwa S. epidermidis BC4 mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri dengan indeks penekanan penyakit sebesar 33.33% (Nawangsih 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilatas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 di dalam formulasi tepung dan cair selama penyimpanan, serta menguji keefektifan formulasi tersebut sebagai agens pengendali hayati R. solanacearum pada tomat.

Manfaat Penelitian

(21)

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 2013 sampai bulan September 2013.

Peremajaan Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Isolat bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB. B. subtilis AB89 diremajakan pada media Triptic Soy Agar (TSA) dan S. epidermidis BC4 pada media Nutrient Agar (NA) dengan menggunakan metode kuadran. Peremajaan bakteri dilakukan secara berulang 2 sampai 3 kali sehinga koloni kembali bugar (dilihat dari kecepatan pertumbuhan bakteri di dalam media). Koloni yang telah bugar selanjutnya digunakan untuk membuat formulasi. B. subtilis AB89 merupakan bakteri gram positif dengan koloni berwarna putih dan pinggiran bergerigi seperti berkerak (tidak rata), sedangkan S. epidermidis BC4 merupakan bakteri gram negatif dengan koloni berwarna merah muda, berbentuk bulat, dan pinggiran licin (Gambar 2).

Gambar 2 Biakan murni dan koloni tunggal B. subtilis AB89 (a,b) dan S. epidermidis BC4 (c,d)

Pembuatan Suspensi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

(22)

4

Pembuatan Formulasi Bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Formulasi tepung

Suspensi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 yang telah diinkubasikan selama 24 jam dicampur dengan larutan xanthan gum steril 20% (dalam aquades). Menurut Kloepper dan Schroth (1981), perbandingan antara suspensi bakteri dan xanthan gum yang digunakan adalah 1:1. Suspensi bakteri sebanyak 100 mL ditambahkan pada 100 mL XG 20% steril, kemudian diinkubasikan selama 20 menit. Campuran tersebut ditambahkan pada 1 kg talc powder, kemudian diaduk hingga merata. Formulasi dikering-anginkan di dalam

laminar air flow selama ±1 jam dan selanjutnya disimpan pada suhu 14 ºC (Gambar 3).

Formulasi cair

Sebanyak 0.1 g xanthan gum ditambahkan ke dalam 1 L media cair NB dan TSB. Campuran tersebut diturunkan pH-nya dengan mengunakan H2SO4 hingga

diperoleh pH 4. Penurunan keasaman formulasi bertujuan untuk membuat bakteri inaktif/dorman. Media kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Suspensi bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Pelet yang diperoleh diambil kemudian dicampurkan pada media cair. Jumlah suspensi bakteri yang disentrifugasi adalah 100 mL (B. subtilis

AB89) dan 2 mL (S. epidermidis BC4). Formulasi yang terbentuk kemudian diinkubasikan pada inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu ruang dengan kecepatan 100 rpm. Formulasi cair disimpan pada suhu 4 ºC (Gambar 3).

Gambar 3 Formulasi tepung dan formulasi cair B. subtilis AB89 (a,c) dan S. epidermidis BC4 (b,d)

Penyiapan Tanaman Uji

Benih tomat yang digunakan dalam pengujian adalah varietas Arthaloka. Varietas ini dipilih karena relatif rentan terhadap R. solanacearum (Nawangsih 2006). Benih yang akan ditanam dipilih benih yang sehat dan tidak memiliki cacat secara morfologi. Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam pada pot tray yang berisi 32 lubang. Satu lubang ditanami satu benih tomat. Persemaian dilakukan selama 2 minggu. Bibit disiram sesuai dengan kebutuhan dan dilihat dari tingkat kelembaban tanah.

a b c

c

(23)

5 Perbanyakan Inokulum Patogen

Inokulum patogen yang digunakan dalam penelitian berasal dari tanaman sakit pada pertanaman tomat di Cipanas. Pengecekan tanaman sakit dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal batang tanaman sakit kemudian direndam di dalam air. Tanaman yang terserang layu bakteri akan mengeluarkan oose

(massa bakteri) dari pangkal batang yang dipotong. Oose digoreskan pada media

Tetrazolium Chloride (TZC) dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni tunggal yang diambil adalah yang virulen dengan ciri berwarna merah muda dan dikelilingi lendir yang berwarna putih (Gambar 4).

Perbanyakan inokulum patogen dilakukan dengan cara memotong-motong tanaman sakit kemudian ditambah dengan air. Potongan tanaman sakit dicampurkan ke dalam pot berisi tanah steril yang akan digunakan untuk menanam tomat. Perbanyakan dengan cara ini dilakukan untuk menjaga tingkat virulensi R. solanacearum pada saat pengujian karena tingkat virulensi R. solanacearum cepat menurun bila tidak terdapat inang.

Gambar 4 Koloni tunggal R. solanacearum pada media TZC Sumber: Wang dan Lin (2005)

Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada Tanaman Tomat

Media tanam yang digunakan dalam uji penekanan kejadian penyakit adalah tanah steril, pupuk kandang dan tanah yang telah diinfestasi R. solanacearum. Tanah steril dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dicampur secara merata. Isi polybag (30 cm x 30 cm) dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1/3 bagian bawah diisi dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang, 1/3 bagian tengah diisi dengan tanah yang diinfestasi R. solanacearum dan 1/3 bagian atas diisi kembali dengan campuran tanah steril dan pupuk kandang. Perlakuan pada uji ini meliputi formulasi cair B. subtilis (BS) dan S. epidermidis BC4 (BC), formulasi tepung B. subtilis (TBS) dan S. epidermidis BC4 (TBC) dan tanah yang tidak diberi perlakuan formulasi (K) dengan 3 ulangan. Jumlah tanaman yang digunakan untuk setiap ulangan adalah 10 tanaman.

(24)

6

Uji Viabilitas B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dalam Formulasi

Pengujian viabilitas bakteri dalam formulasi dilakukan pada minggu ke-1, ke-2, ke-4 dan ke-8 setelah penyimpanan. Pengujian dilakukan dengan metode pengenceran berseri dan pencawanan (plate count method) pada media TSA (B. subtilis AB89) dan media NA (S. epidermidis BC4). Jumlah koloni yang terbentuk menunjukkan jumlah bakteri yang bertahan hidup selama masa penyimpanan. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk cfu/mL dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

x = jumlah koloni pada pengenceran tertentu p = faktor pengenceran

v = volume suspensi yang disebar (ml)

Uji Penekanan terhadap Kejadian Penyakit

Perkembangan kejadian penyakit diamati setiap minggu sejak munculnya gejala. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 1998):

KP = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman yang terserang patogen N = jumlah tanaman yang diamati

Setelah kejadian penyakit diketahui kemudian dihitung nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dengan rumus sebagai berikut (Cooke 1998):

KP = kejadian penyakit t = hari

Nilai AUDPC yang telah diketahui kemudian digunakan untuk menghitung indeks penekanan penyakit. Indeks penekanan penyakit adalah suatu angka yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat keefektifan pengendalian suatu agens biokontrol terhadap patogen. Indeks penekanan penyakit dihitung dengan rumus:

DIc = AUDPC pada kontrol

(25)

7 Tabel 1 Kriteria keefektifan pengendalian

Nilai indeks penekanan penyakit (IP) Kategori keefektifan IP ≥ 80%

Pengamatan uji pemacuan pertumbuhan dilakukan dengan mengukur laju pertambahan tinggi tanaman setiap minggunya. Data pertambahan tinggi tanaman selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC). Nilai AUHPGC dihitung menggunakan rumus (Cooke 1998):

Keefektifan pemacuan pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus:

Yperlakuan = Nilai AUHPGC pada perlakuan

Ykontrol = Nilai AUHPGC pada kontrol

Analisis Data

(26)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri S.epidermidis BC4 dan B.subtilis AB89

Formulasi adalah campuran antara biomassa agens pengendali hayati dengan bahan-bahan yang dapat meningkatkan keefektifan dan kemampuan hidup agens pengendali hayati. Formulai agens pengendali hayati dapat berupa produk kering atau cair. Tujuan pembuatan formulasi adalah memudahkan dalam pengemasan, transportasi, aplikasi di lapangan, dan menambah keefektifan dari bahan aktif yang digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian, populasi bakteri B. subtilis AB89 tidak stabil di dalam formulasi baik pada formulasi tepung maupun formulasi cair. Populasi awal B. subtilis AB89 sebelum formulasi disimpan adalah 5.0×106 cfu/mL (Tabel 2). Populasi B. subtilis AB89 turun setelah disimpan selama satu minggu,

Populasi bakteri S. epidermidis BC4 stabil baik pada formulasi cair maupun formulasi tepung. Populasi awal S. epidermidis BC4 sebelum disimpan adalah 3.3×106 pada formulasi cair dan 2.0×108 pada formulasi tepung (Tabel 2). Populasi S. epidermidis BC4 pada formulasi tepung stabil selama penyimpanan yaitu pada kisaran 108 sedangkan pada formulasi cair, populasi S. epidermidis

BC4 meningkat setelah satu minggu penyimpanan. Populasi S. epidermidis BC4 kemudian stabil hingga minggu ke-8 penyimpanan.

Tabel 2 Populasi bakteri B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 pada berbagai formulasi selama 8 minggu

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi padat S. epidermidis BC4, TBS= formulasi padat B. subtilis AB89, K= Kontrol.

(27)

9

Xanthan gum mengandung D-Glukosa, D-Mannosa, D-Glucuronic acid,

Acetyl lingked Pyruvat acid dan d-Acetyl group yang merupakan komposisi dari pentasakrida. Xanthan gum juga memiliki sifat tidak mudah terdegradasi oleh enzim dan stabil pada kondisi asam maupun basa (Laela dan Sharma 2000).

Xanthan gum merupakan heteropolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri

Xanthomonas campestris. Pada Xanthomonas campestris sendiri xanthene (lendir) digunakan untuk mempertahankan diri dari faktor lingkungan (Kloepper dan Schroth 1981).

Talc powder merupakan mineral yang sangat lunak dengan komposisi kimia Mg3SiO10(OH)2 (Nakkeeran et al. 2005). Talc powder digunakan sebagai bahan

pembawa formulasi karena harganya murah dan mudah didapatkan. Pemanfaatan

talc powder sebagai bahan pembawa formulasi Pseudomonas fluerescens yang dicampur dengan xanthan gum 20% tidak menurunkan populasi bakteri pada penyimpanan selama 240 hari dengan suhu 4 ºC (Kloepper dan Schroth 1981).

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Tomat

Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca disajikan pada Tabel 3. Perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis

BC4 baik tepung maupun cair menunjukkan tingkat kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5).

(28)

Tabel 3 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap kejadian penyakit layu bakteri pada tomat

Kode formulasi

KP (%)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

BC1 6.67 ± 0.00b2 13.33 ± 0.00b 23.33 ± 5.77b 30.00 ± 5.77a 43.33 ± 5.77a 53.33 ± 11.54a 56.67 ± 11.54a BS 0.00 ± 5.77b 10.00 ± 5.77b 20.00 ± 10.00b 23.00 ± 20.00a 40.00 ± 17.32a 50.00 ± 23.09a 50.00 ± 26.45a TBC 0.00 ± 0.00b 3.33 ± 5.77c 13.33 ± 5.77b 20.00 ± 5.77a 30.00 ± 17.32a 36.67 ± 10.00a 40.00 ± 10.00a TBS 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00c 10.00 ± 10.00b 16.67 ± 10.00a 26.67 ± 5.77a 36.67 ± 15.27a 36.67 ± 11.54a

K 16.67 ± 5.77a 33.33 ± 5.77a 43.33 ± 15.27a 43.33 ± 15.27a 50.00 ± 17.32a 53.33 ± 15.27a 60.00 ± 20.00a

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 4 Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dan indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

Kode formulasi Nilai AUDPC (% hari) Indeks penekanan penyakit (%)

BC1 851.7 ± 61.7b2 54.93

BS 840.0 ± 76.2b 55.55

TBC 1225.0 ± 286.5ab 35.18

TBS 1225.0 ± 242.5ab 35.18

K 1890.0 ± 485.0a -

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

(29)

Pada pengamatan 1 MST, tingkat kejadian penyakit masih rendah. Serangan penyakit layu bakteri hanya ditemukan pada tanaman kontrol dan perlakuan formulasi cair S. epidermidis BC4. Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%, perlakuan formulasi berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3). Pada pengamatan 2 dan 3 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan berbeda nyata dengan kontrol. Pada pengamatan 4, 5, 6, dan 7 MST, semua perlakuan formulasi yang diberikan tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Berdasarkan nilai AUDPC, aplikasi BC dan BS berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 4). Kedua formulasi tersebut menghasilkan nilai indeks penekanan terhadap penyakit sebesar 54.94% dan 55.55%. Menurut Nurjanani (2011) nilai indeks penekanan penyakit antara 40% sampai 60% menunjukkan bahwa formulasi tersebut agak efektif dalam mengendalikan penyakit.Perlakuan terbaik dalam menekan kejadian penyakit layu bakteri pada penelitian ini adalah aplikasi formulasi cair B. subtilis AB89 (BS).

B. subtilis AB89 selain berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan menginduksi aktivitas enzim peroksidase pada tanaman tomat. B. subtilis AB89 juga menghasilkan siderofor yang berperan dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme lain (Nawangsih 2006). Silva et al. (2004) menyatakan bahwa tingginya aktivitas peroksidase biasanya berasosiasi dengan lambatnya proses infeksi dan berhubungan dengan lignifikasi serta pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal

bebas yang memiliki efek anti mikroba. Hammond-Kosack dan Jones (1996) menyatakan H2O2 secara langsung dapat bersifat toksik terhadap mikroorganisme

dan dapat juga berperan dalam memperkuat dinding sel dengan pembentukan prekursor lignin melalui aktivitas enzim peroksidase.

Pengaruh Aplikasi Formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman

Aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan formulasi

B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan tinggi maksimum tanaman tomat pada penelitian ini terjadi pada minggu ke-3 setelah tanam (Gambar 6).

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%, perlakuan BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol pada pengamatan minggu ke-2 setelah tanam. Pada pengamatan minggu ke-3 setelah tanam, semua perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 5). Pada pengamatan minggu ke-1, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 setelah tanaman, pertambahan tingginya tidak berbeda nyata. Berdasarkan nilai AUHPGC, perlakuan formulasi dengan kode BC, BS, dan TBS menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Nilai keefektifan pemacuan pertumbuhan masing-masing formulasi sebesar 52.82%, 47.27%, dan 42.53%.

(30)

12

Gambar 6 Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis

AB89 dan S. epidermidis BC4 selama tujuh minggu setelah tanam

B. subtilis AB89 merupakan Plant Growth Promoting Rizobacteria (PGPR) yang berhasil diisolasi oleh Nawangsih (2006) dari perakaran tomat. PGPR adalah bakteri pengoloni akar yang memberikan efek menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Secara umum, mekanisme PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah sebagai biostimulan, yaitu dengan menghasilkan atau mengubah konsentrasi hormon tanaman seperti asam indolasetat (indoleasetic acid=IAA), asam giberelat, sitokinin, dan etilen atau prekursornya (1-aminosiklopropena-1-karboksilat deaminase) di dalam tanaman, tidak bersimbiotik dalam fiksasi N2, melarutkan fosfat mineral, memengaruhi

pembintilan atau menguasai bintil akar (Fernando et al. 2005). B. subtilis

memiliki kemampuan yang baik dalam menghasilkan IAA dan melarutkan fosfat (Almoneafy et al 2012). IAA dan fosfat memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman.

Bakteri endofit mengolonisasi jaringan tanaman yang sehat dan tidak menyebabkan gejala atau kerusakan pada inang (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit dapat memacu pertumbuhan tanaman melalu produksi fitohormon (Feng et al. 2006) dan juga dapat meningkatkan resistensi terhadap patogen (Raiter et al.

2002). Berdasarkan hasil penelitian, formulasi cair S. epidermidis BC4 menghasilkan nilai AUHPGC tertinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nawangsih et al. (2011) yaitu isolat BC4 dan BC10 menyebabkan nilai AUHPGC tertinggi. Hal ini menujukkan bahwa S. epidermidis BC4 meningkatkan pertumbuhan tanaman terbaik. S. epidermidis BC4 merupakan bakteri endofit spesies baru yang diisolasi dari tanaman tomat. Penelitian tentang S. epidermidis

(31)

Tabel 5 Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap pertambahan tinggi tanaman tomat

Kode formulasi

Pertambahan tinggi tanaman (cm) Total pertambahan

tinggi tanaman (cm)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

BC1 3.53 ± 0.24a2 10.48 ± 0.76a 19.18 ± 1.59a 5.63 ± 1.30a 2.21 ± 0.25a 3.08 ± 0.38a 1.80 ± 0.70a 45.94 ± 1.38a

BS 2.97 ± 0.56a 10.67 ± 2.66a 19.68 ± 3.18a 5.43 ± 2.15a 0.81 ± 1.05a 2.34 ± 1.19a 2.54 ± 1.90a 44.46 ± 8.49a

TBC 3.96 ± 0.05a 8.81 ± 0.84ab 17.21 ± 3.45ab 4.28 ± 0.34a 0.90 ± 1.70a 1.53 ± 0.93a 1.13 ± 0.32a 37.85 ± 5.11ab

TBS 3.79 ± 0.39a 10.77 ± 1.30a 17.38 ± 1.73ab 4.80 ± 2.01a 2.04 ± 0.95a 2.33 ± 1.04a 2.27 ± 0.40a 43.39 ± 5.36a

K 2.77 ± 0.90a 6.35 ± 0.94b 11.62 ± 2.20b 3.26 ± 2.19a 2.29 ± 2.57a 2.7a ± 0.27a 1.22 ± 1.70a 30.32 ± 5.22b

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidan berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 Nilai Area Under Height of Plant Growth Curve (AUHPGC) dan keefektifan pemacuan pertumbuhan pada perlakuan formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4

1

Kode formulasi: BC = formulasi cair S. epidermidis BC4, BS = formulasi cair B. subtilis AB89, TBC= formulasi tepung S. epidermidis BC4, TBS= formulasi tepung

B. subtilis AB89, K= Kontrol. 2

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Kode Formulasi AUHPGC (cm hari) Keefektifan pemacuan pertumbuhan (%)

BC1 302.9 ± 11.2a2 52.82

BS 291.9 ± 51.5a 47.27

TBC 247.0 ± 37.5ab 24.62

TBS 282.5 ± 36.6a 42.53

K 198.2 ± 36.7b -

(32)

Analisis Pengaruh Formulasi terhadap Peubah yang Diamati

Tabel 7 Hasil analisis formulasi yang memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol terhadap peubah yang diamati

Peubah Jenis formulasi

Cair+BC41 Cair+BS Tepung+BC4 Tepung+BS

Penekanan kejadian penyakit layu

bakteri √ √

Pertambahan tinggi tanaman √ √ √

Populasi bakteri selama

penyimpanan √ √

1

BC4= S. epidermidis BC4, BS= B. subtilis AB89

Berdasarkan hasil analisis pengaruh formulasi terhadap peubah yang diamati (Tabel 7), formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi BC. Formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit layu bakteri, pertambahan tinggi tanaman, dan populasi bakteri selama penyimpanan. Formulasi tepung yang mengandung S. epidermidis BC4 berpengaruh terhadap penekanan kejadian penyakit dan pertambahan tinggi tanaman. Formulasi cair yang mengandung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman. Formulasi tepung B. subtilis AB89 hanya berpengaruh terhadap populasi bakteri selama penyimpanan.

SIMPULAN

Aplikasi formulasi bakteri mampu menekan kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman tomat di rumah kaca. Formulasi cair S. epidermidis BC4 dan B. subtilis AB89 yang mengandung xanthan gum memberikan penekanan terhadap penyakit lebih tinggi dibandingkan formulasi tepung dan kontrol. Formulasi BC, BS dan TBS memacu pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan formulasi TBC dan Kontrol. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 dalam formulasi cair meningkat pada minggu pertama dan stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan. Populasi bakteri S. epidermidis BC4 konstan selama penyimpanan dalam formulasi tepung. Populasi B. subtilis AB89 menurun pada minggu pertama kemudian stabil pada minggu berikutnya selama penyimpanan baik pada formulasi cair maupun pada formulasi tepung. Formulasi yang paling baik dalam penelitian ini adalah formulasi cair yang mengandung S. epidermidis BC4.

SARAN

Untuk meningkatkan potensi agens antagonis dalam formulasi perlu dilakukan aplikasi berkala pada tanaman dan kesesuaian waktu dalam aplikasi. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan aplikasi formulasi setelah penyimpanan sehingga dapat dilihat potensi agens antagonis berkurang atau tidak selama penyimpan. Kadar air pada formulasi tepung perlu dihitung.

(33)

15

DAFTAR PUSTAKA

Almoneafy AA, Xie GL, Tian WX, Xu LH, Zhangi GQ, Ibrahim M. 2012. Characterization and evaluation of Bacillus isolates for their potential plant growth and biocontrol activities against tomato bacterial wilt. African J Biotech.11(28): 7193-7201.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2012. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. [diunduh 2013 Desember 2]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php ?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=70

Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor.

The Epidomiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London (GB): Kluwer Academic Publisher. hlm 42-72.

[EPPO] European and Mediterian Plant Protection Organization. 2013. Data Sheet of Quarantine Pest Ralstonia solanacearum. European Union. [diunduh 2013 Desember 2] http://www.eppo.int/quarantine/ bacteria/ Ralstonia _solanacearumPSDMSO_ds.pdf.

Feng Y, Shen D, Song W. 2006. Rice endophyte Pantoea agglomerans YS19 promotes host plant growth and affectsallocations of host photosynthates. J Appl Microbiol. 100(5): 938-945.

Fernando DWG, Nakkeeran S, Yilanzhang. 2005. Biosynthesis of antibiotics by PGPR and its relation in biocontrol of plant diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol And Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer: hlm 67-109.

Hallmann J, Mahaffee WF, Kloepper JW, Quadthallmann A. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol.43(10): 895-914.

Hammond-Kosack KE, Jones JDG. 1996. Resistance gene-dependent plant defense responses. J Plant Cell.8(10):1773-1791.

Jones KA, Burges HD. 1998. Technology of formulation and application. Di dalam: Beneficial Microorganisms, Nematodes and Seed Treatments. London (GB): Klower Academic Publisher.

Kloepper JW, Schroth MN. 1981. Development of a powder formulation of rhizobacteri for inoculation of potato seed pieces. Phytopathol 71(6): 590-592.

Laela JK, Sharma G. 2000. Studies on xanthan production from Xanthomonas campestris. Bioprocess Engineering. 23(2000): 687-689.

Leary JV, Chun WWC. 1988. Bacillus. Di dalam: Schaad W, editor. Pathogenic Bacteria. Ed ke-2. Minnesota (US): APS Press hlm 120-127.

Nakkeeran S, Fernando DWG, Siddiqui ZA. 2005. Plant growth promoting rhizobacteria formulations and its scope in commercialization for the management of pests and diseases. Di dalam: Siddiqu ZA, editor. PGPR: Biocontrol and Biofertilization. Dordrecht (NL): Springer. hlm 257-296. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk

(34)

16

Nawangsih AA, Damayanti I, Wiyono S, Kartika JG. 2011. Selection and characterization of endophytic bacteria as biocontrol agents of tomato bacterial wilt disease. J Hayati 2(18): 66-70.

Nurjanani 2011. Kajian pengendalian penyakit bakteri Ralstonia solanacearum

menggunakan agens hayati pada tanaman tomat. J Superman 11(4): 1-8. Raiter B, Pfeifer U, Schwab H, Sessitsch A. 2002. Response of endophytic

bacterial communities in potato plants to infection with Erwinia carotovora

subsp. atroseptica. Appl EnvironMicrobiol 68(5): 2261-2268.

Silva HSA, Romeiro RS, Macagnan D, Halfeld-Vieira BA, Pereira MCB, Mounteer A. 2004. Rhizobacterial induction of systemic resistance in tomato plants: non-specific protection and increase in enzyme activities. J Biocontrol 29(2): 288-295.

Supriyadi. 2006. Analisis risiko agens hayati untuk pengendalian patogen pada tanaman. J Litbang Pert 25(3): 75-80.

Supriyadi. 2011. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum): dampak, bioekologi dan peranan teknologi pengendaliannya. J Pengemb Inov Perta

4(4): 279-293.

Tahat MM, Sijam K. 2010. Ralstonia solanacearum: the bacteria wilt causal agent. Asian J Plant Dis. 4: 385-393.

(35)
(36)

18

Lampiran 4 Analisis ragam tingkat kejadian penyakit pada tanaman tomat di rumah kaca pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 13.3333333 6.6666667 0.44 0.6561

Perlakuan 4 640.0000000 160.0000000 10.67 0.0027

Eror/Galat 8 120.0000000 15.0000000

Total Terkoreksi 14 773.3333333

Minggu 2

Blok 2 120.000000 60.000000 6.00 0.0256

Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 51.00 <.0001

Eror/Galat 8 80.000000 10.000000

Total Terkoreksi 14 2240.000000

Minggu 3

Blok 2 120.000000 60.000000 0.55 0.5997

Perlakuan 4 2040.000000 510.000000 4.64 0.0313

Eror/Galat 8 880.000000 110.000000

Total Terkoreksi 14 3040.000000

Minggu 4

Blok 2 13.333333 6.666667 0.03 0.9671

Perlakuan 4 1333.333333 333.333333 1.68 0.2464

Eror/Galat 8 1586.666667 198.333333

Total Terkoreksi 14 2933.333333

Minggu 5

Blok 2 40.000000 20.000000 0.08 0.9198

Perlakuan 4 1106.666667 276.666667 1.17 0.3927

Eror/Galat 8 1893.333333 236.66666

Total Terkoreksi 14 3040.000000

Minggu 6

Blok 2 520.0000000 260.0000000 1.07 0.3879

Perlakuan 4 893.3333333 223.3333333 0.92 0.4985

Eror/Galat 8 1946.666667 243.333333

Total Terkoreksi 14 3360.000000

Minggu 7

Blok 2 1013.333333 506.666667 2.11 0.1836

Perlakuan 4 1240.000000 310.000000 1.29 0.3502

Eror/Galat 8 1920.000000 240.000000

Total Terkoreksi 14 4173.333333

Lampiran 2 Analisis ragam Area Under Disease Progress curve (AUDPC)

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 119560.000 59780.000 0.36 0.7057

Perlakuan 4 2281276.667 570319.167 3.48 0.0630

Eror/Galat 8 1312873.333 164109.167

(37)

19 Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan tinggi tanaman tomat di rumah kaca

pada minggu ke-1 sampai ke-7

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 2.05212000 1.02606000 2.90 0.1131

Perlakuan 4 3.19504000 0.79876000 2.26 0.1521

Eror/Galat 8 2.83228000 0.35403500

Total Terkoreksi 14 8.07944000

Minggu 2

Blok 2 15.39377333 7.69688667 9.43 0.0079

Perlakuan 4 42.85237333 10.71309333 13.13 0.0014

Eror/Galat 8 6.52982667 0.81622833

Total Terkoreksi 14 64.77597333

Minggu 3

Blok 2 23.4897600 11.7448800 2.28 0.1651

Perlakuan 4 123.2895733 30.8223933 5.97 0.0158

Eror/Galat 8 41.2947067 5.1618383

Total Terkoreksi 14 188.0740400

Minggu 4

Blok 2 9.77233333 4.88616667 1.89 0.2124

Perlakuan 4 10.93666667 2.73416667 1.06 0.4359

Eror/Galat 8 20.65933333 2.58241667

Total Terkoreksi 14 41.36833333

Minggu 5

Blok 2 2.64357333 1.32178667 0.52 0.6144

Perlakuan 4 6.45646667 1.61411667 0.63 0.6533

Eror/Galat 8 20.41109333 2.55138667

Total Terkoreksi 14 29.51113333

Minggu 6

Blok 2 0.68848000 0.34424000 0.43 0.6651

Perlakuan 4 4.10856000 1.02714000 1.28 0.3537

Eror/Galat 8 6.41412000 0.80176500

Total Terkoreksi 14 11.21116000

Minggu 7

Blok 2 2.76033333 1.38016667 0.93 0.4316

Perlakuan 4 4.66400000 1.16600000 0.79 0.5632

Eror/Galat 8 11.81000000 1.47625000

Total Terkoreksi 14 19.23433333

Total Pertambahan tinggi Tanaman

Blok 2 16.7830000 8.3915000 0.23 0.8018

Perlakuan 4 492.8335067 123.2083767 3.33 0.0692

Eror/Galat 8 295.6559333 36.9569917

Total Terkoreksi 14 805.2724400

Lampiran 4 Analisis ragam Area Under Height of Plant Growth Curve

(AUHPGC)

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Minggu 1

Blok 2 1134.50500 567.25250 0.36 0.6561

Perlakuan 4 21740.35871 5435.08968 3.44 0.0027

Eror/Galat 8 12624.08903 1578.01113

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 24 April 1990 dari ayah Kusmin dan ibu Lilik Nurhayati. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA N I Geger Madiun pada tahun 2009 kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis menjabat sebagai sekretaris departemen Birena Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah pada tahun 2010-2011 sekaligus menjadi staff divisi syiar Forum Koordinasi Rohis Departemen (FKRD-A). Pada tahun 2011-2012 penulis menjadi sekretaris umum LSO Birena DKM Al Hurriyyah sekaligus menjadi staff divisi Kominfo Forum Koordinasi Rohis Departemen (FKRD-A). Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi staff divisi PSDM Birena Al Hurriyyah serta SC Forum Silaturrahir Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan. Beberapa kepanitiaan yang pernah penulis ikuti diantaranya adalah panitia Pesantren Kilat Ramadan Birena Al Hurriyyah 2011, anggota divisi Humas Open House IPB 2010, sekretaris II kepanitiaan Migratoria Proteksi Tanaman tahun 2011, Sekretaris divisi Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Fakultas Pertanian (MPF A) pada tahun 2011, Penanggung Jawab Kelompok Masa Perkenalan Departemen Proteksi Tanaman (MPD) pada tahun 2011, sekretaris

Gambar

Tabel 4  Nilai Area Under Disease Progress Curve (AUDPC) dan indeks penekanan penyakit pada perlakuan formulasi B
Gambar 6  Grafik pertambahan tinggi tomat pada perlakuan formulasi B. subtilis
Tabel 5  Pengaruh aplikasi formulasi B. subtilis AB89 dan S. epidermidis BC4 terhadap pertambahan tinggi tanaman tomat

Referensi

Dokumen terkait

bagaimana hubungan antara bahasa yang digunakan dengan pikiran manusia. sehingga menghasilkan perubahan yang

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap instruksional; kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap ini antara lain : mengajukan pertanyaan kepada kelas

283 MLBI MULTI BINTANG INDONESIA Tbk SIDP1 - SIRCA DATAPRO PERDANA, PT 1000. 284 MLIA MULIA INDUSTRINDO Tbk BLCM1 - BLUE CHIP MULIA,

Pengawasan yang di lakukan ini di harapakan mampu mencegah dan meminimalkan terjadi bentuk kesalahan yang terjadi , serta usaha segera dapat disungguhan berbagai

kelestarian berdasarkan metode pengaturan hasil yang digunakan di KPH Cepu, (2) menyusun model pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek gangguan berupa pencurian kayu di

Pengabdian masyarakat ini menghasilkan suatu percontohan menarik bahwa budidaya jahe merah sebenarnya memiliki prospek bisnis yang baik di masa depan, mudah untuk ditanam dalam

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan ekstrak limbah nilam padat dan cair terhadap hama wereng coklat, mengetahui preferensi ekstrak