• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sampai penelitian ini dilakukan, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak antara 8o – 12o Lintang Selatan dan 118o – 125o Bujur Timur terdiri dari 15 Kabupaten dan satu Kota. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru yaitu Kabupaten Lembata (tahun 1999), pemekaran dari Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Rote Ndao (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Manggarai Barat (tahun 2003), pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Ada tiga Kabupaten pemekaran baru lagi yang telah disetujui DPR RI tahun 2006, yakni Kabupaten Nagekeo pemekaran dari Kabupaten Ngada, Kabupate n Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat.

Gambar 2 Peta Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Luas wilayah daratan adalah 4.734.990 km2 tersebar di 566 pulau (42 pulau yang dihuni dan 524 pulau tidak dihuni). Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah. Sesuai dengan peta di atas, batas-batas Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut : sebelah Utara dengan laut Flores, sebelah Selatan dengan lautan Hindia, sebelah Barat dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, dan sebelah Timur berbatasan dengan Negara Timor Leste (bekas Provinsi Timor Timur). Di samping itu Provinsi Nusa

Tenggara Timur adalah bagian terselatan dari wilayah Republik Indonesia, dan dalam posisi dunia provinsi ini merupakan wilayah srategis yang berdampingan dengan benua Australia. Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terbagi dalam 15 kabupaten dan 1 kota terdiri dari 197 kecamatan dan 2.585 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk adalah 3.924.871 jiwa.

Dari luas wilayah daratan 4.734.990 Ha, sebanyak 1.655.466 Ha atau 34,96% dijadikan lahan usaha pertanian dengan pembagian 1.528.258 Ha atau 32,28% lahan kering, dan 127.208 Ha atau 2,69% lahan basah (sawah). Lahan kering yang diperuntukkan bagi usaha pertanian terdiri dari lahan dengan kategori S1 (sangat sesuai untuk lahan pertanian) seluas 202.810 Ha, S2 (sesuai untuk lahan pertanian) seluas 478.880 Ha, dan S3 (sesuai bersyarat untuk lahan pertanian) seluas 846.568 ha.

Kabupaten Kupang terletak antara 121030 Bujur Timur dan 124011 Bujur Timur dan antara 9019 Lintang Selatan dan 10057 Lintang Selatan di bagian utara dan barat berbatasan dengan Laut Sawu, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia serta sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Negara Timor Leste. Kabupaten Kupang mencakup 27 pulau (lima pulau yang dihuni dan 22 lainnya belum dihuni). Permukaan tanahnya umumnya berbukit-bukit, bergunung-gunung dan sedikit dataran rendah dengan musim hujan pendek yang jatuhnya sekitar bulan Desember-April; beriklim kering akibat angin Muson. Kabupaten dengan jumlah penduduk 406.334 orang ini terdiri dari 22 Kecamatan, 165 desa, 21 kelurahan, 728 dusun, 1265 rukun kampung dan 2532 rukun tetangga dengan luas wilayah seluruhnya 5.898,18 km2 (Kupang dalam Angka, 2004).

Kabupaten Timor Tengah Selatan terletak pada koordinat 1240,49’.01” – 1240.04’.00 Bujur Timur dan 9-10 Lintang Selatan, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Timor, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Belu. Luas wilayahnya 3.947,00 km2, terdiri dari 21 Kecamatan dan 215 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 411.294 jiwa (Timor Tengah Selatan dalam Angka, 2004).

Kabupaten Manggarai terletak di pulau Flores bagian barat. Luas wilayahnya 7.136,40 km2 dengan jumlah penduduk 499.087 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 12 Kecamatan, 254 desa/kelurahan (Manggarai dalam Angka, 2005). Kabupaten yang penduduknya lebih dari 80% petani ini terdiri dari tanah pegunungan dan perbukitan dengan curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun. Karena itu, maka tanahnya subur dan sangat cocok untuk bercocok tanam. Hasil utamanya adalah padi, vanili, kopi, cengkeh, jambu mete, kemiri dan sebagainya. Sewaktu masih bergabung dengan Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dikenal sebagai lumbung pangan untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kondisi Penyuluhan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Struktur Kelembagaan

Sejak diberlakuka nnya otonomi daerah tahun 2001, pelaksanaan penyuluhan pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami kemunduran oleh karena rendahnya perhatian pemerintah daerah. Minimnya perhatian pemda ini nampak dari bentuk kelembagan dan organisasi penyuluhan yang tidak hanya bervarisi di setiap kabupaten/kota, tetapi juga rendahnya Eselonering pejabatnya yang tidak memungkinkan dilakukannya koordinasi yang sejajar dengan lembaga-lembaga lain.

Di tingkat provinsi, kelembagaan penyuluhan pertanian dilaksanakan oleh Bidang Bina Sumberdaya Manusia Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai dengan Peraturan Daerah Nusa Tenggara Timur Nomor 11 Tahun 2000. Di Kabupaten/Kota, kelembagaan penyuluhan pertanian sangat bervariasi, ada yang berbentuk Badan, Kantor, atau salah satu Sub Dinas tertentu. Di Kabupaten Kupang dinamakan Sub Dinas informasi Penyuluhan dan Bimas Ketahanan Pangan (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan), di Kabupaten Timor Tengah Selatan dinamakan Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (salah satu Subdin dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura), dan di Kabupaten Manggarai dinamakan Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian.

Adanya variasi bentuk kelembagaan penyuluhan ini menunjukkan keberagaman persepsi dan cara pandang pemerintah daerah terhadap penyuluhan pertanian. Ada pemda yang menganggap penyuluhan pertanian adalah penting seperti Kabupaten Ngada dan Ende sehingga lembaganya berbentuk badan sehingga sejajar dengan lembaga lain seperti dinas-dinas teknis. Dalam birokrasi kesejajaran ini penting karena memudahkan koordinasi dengan lembaga-lembaga setingkat. Jika lembaganya hanya berbentuk Kantor seperti di Alor, Lembata, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat, apalagi hanya sebagai Sub Dinas dan Bidang seperti di Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu, Rote Ndao, Flores Timur, Kupang, maka ia tidak bisa berdiri setingkat dengan lembaga lain seperti Dinas atau Badan. Koordinasinya akan berjalan tidak efektif. Seorang Kepala Kantor, Kepala Sub Dinas (Sub Din) atau Kepala Bidang yang adalah Eselon III tidak bisa berkoordinasi secara ”pantas” dengan Kepala Badan atau Kepala Dinas yang adalah Eselon II dalam hal penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Dengan kata lain ”bargaining positionnya” lemah. Sementara di pihak lain, pemerintah provinsi tidak bisa mengintervensi pemerintah kabupaten/ kota untuk mengubah struktur kelembagaannya.

Di tingkat kecamatan di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, jumlah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) tidak sebanding dengan jumlah Kecamatan yang ada. Idealnya satu kecamatan memiliki satu BPP (rasio 1 : 1). Kenyataannya masih banyak kecamatan di provinsi ini yang sudah tidak memiliki BPP lagi, padahal kehadiran BPP di kecamatan akan sangat membantu pelaksanaan penyuluhan di desa-desa. BPP menjadi tempat tersedianya sumber informasi penyuluhan untuk petani di desa-desa sehingga tidak perlu ke kabupaten/kota.

Dari 197 kecamatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ada bangunan fisik BPP hanya di 79 kecamatan. Yang belum ada bangunan fisiknya berjumlah 118 Kecamatan. Dari 79 BPP, yang baik dan berfungsi hanya 32 BPP, yang rusak dan tidak berfungsi ada 47. Dari kondisi kelembagaan penyuluhan di kecamatan ini, bisa diasumsikan betapa mandegnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di wilayah ini. Di tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai diperoleh gambaran sebagai

berikut. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada 8 kecamatan yang memiliki BPP dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki. Ke delapan BPP yang ada berfungsi sebagaimana mestinya. Di kabupaten Timor Tengah Selatan, dari 21 kecamatan, hanya enam kecamatan yang mempunyai BPP, 15 kecamatan tidak memiliki. Dari BPP yang ada, tiga BPP dalam kondisi baik dan berfungsi, tiga BPP tidak berfungsi. Di Kabupaten Manggarai, dari 12 kecamatan yang ada, lima kecamatan yang memiliki BPP dan tujuh kecamatan belum ada. Dari lima BPP, dua yang masih berfungsi dan tiga tidak berfungsi.

Sumberdaya Manusia Penyuluh

Jumlah penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil hingga tahun 2006 tercatat 1.081 orang yang terdiri dari 26 orang yang berada di Provinsi dan 1.055 orang tersebar di 15 Kabupaten dan 1 Kota. Di tiga lokasi penelitian, jumlah Penyuluh Trampil dan Penyuluh Ahli disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran Penyuluh Pertanian berdasarkan Jabatan Trampildan Ahli di kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

No Kabupaten/Kota Jabatan

Trampil % Ahli % Jumlah 1

2 3

Kupang

Timor Tengah Selatan Manggarai 86 96 76 86,9 85,7 77,6 13 16 22 13,1 14,3 12,4 99 112 98 Jumlah 258 51 309

Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT,2006)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa jabatan fungsional Penyuluh Pertanian dari tiga Kabupaten sebagian besar adalah Penyuluh Pertanian Trampil yang berjumlah 258 (83,5%) dan Penyuluh Pertanian Ahli ada 51 orang (16,5%). Hal ini menunjukkan rendahnya minat penyuluh pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Atau ada minat, tetapi tidak didukung oleh kemampuan pembiayaan. Dominasi Penyuluh Trampil adalah lulusan Pendidikan Menengah Atas. Hal itu berarti kualifikasi pendidikan bagi jabatan fungsional Penyuluh Pertanian ini belum seluruhnya memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menkowasbangpan No : 19/KEP/MK.WASPAN/ 5/1999 yaitu pendidikan minimal bagi Penyuluh Pertanian minimal Diploma III.

Kualifikasi pendidikan Penyuluh Pertanian di tiga Kabupaten di atas dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Kualifikasi Pendidikan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai Tahun 2006

No Kab/Kota Pendidikan Jumla h SLTA (SPMA) D1 D2 D3 D4 S1 S2 1 2 3 Kupang Timor Tengah Selatan Manggarai 51 67 60 0 0 0 0 0 0 34 26 12 3 1 0 8 17 26 3 1 0 99 112 98 Jumlah 178 0 0 72 4 51 4 309

Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penyuluhan di NTT (Badan Bimas Ketahanan Pangan NTT, 2006)

Data Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penyuluh di tiga kabupaten penelitian hanya berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Menengah Atas (57,6 persen), Diploma (24,6 persen), dan Sarjana (17,8 persen).

Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyuluhan

Ada banyak definisi pendidikan dan pelatihan (selanjutnya disebut diklat) yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya definisi yang dikemukakan oleh Robinson (1988), Laird (1985) dan The Trainer’s Library (1987). Robinson (1988) mengataka n diklat adalah proses kegiatan pembelajaran antara pengalaman untuk mengembangkan pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan, ketrampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Proses pembelajaran ini menghasilkan suatu pengalaman, suatu disiplin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang menerima sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya (Laird, 1985). Besarnya peranan diklat dalam mengembangkan kompetensi seseorang ditentukan oleh keseluruhan disain diklat tersebut yang menurut The Trainers’s Library (1987) bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pegawai, ketrampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan organisasi tercapai.

Diklat bagi penyuluh pertanian pada dasarnya memiliki tujuan agar ada peningkatan dalam aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang akan menjadi

modal sosial dalam pelaksanaan tugas. Karena penyuluh pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil maka diklat penyuluhan lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian sebagai Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Diklat adalah gabungan dari dua kata kunci yakni pendidikan dan pelatihan. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran/latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat kinerjanya (Atmodiwirio, 2002). Pelatihan menurut konsep Lembaga Administrasi Negara lebih menekankan pada proses peningkatan kemampuan seorang individu dalam melaksanakan tugasnya.

Diklat sebagai media pencerdasan belum disadari peranannya oleh semua orang atau pun kelembagaan; atau telah disadari namun orang terjebak ke dalam suatu dilema yang disebut Krause sebagai mitos yang keliru (Irianto, 2001). Mitos pertama adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa semua pekerja (pegawai) yang ada sudah memiliki pengalaman yang mnemadai dan karena itu tidak perlu diklat (our people are experienced; they do not need to be trained). Mitos kedua adalah bahwa pelatihan sudah pernah diadakan, namun tidak memiliki hasil yang signifikan bagi kemajuan organisasi (we tried it and it didnot work). Mitos yang ketiga adalah manajer (pimpinan lembaga) beranggapan bahwa organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mampu mengadakan pelatihan. Dengan biaya yang besar rasanya tidak adil kalau pelatihan tetap diadakan karena ada pos belanja lain yang lebih memerlukan dana. Mitos keempat adalah manajer (pimpinan organisasi) tidak memiliki waktu lagi untuk melatih karyawan (pegawai) (we do not have time).

Keempat mitos yang diciptakan oleh Krause, seorang praktisi manajemen yang memiliki banyak pengalaman di bidang pelatihan di Amerika Serikat itu tidak jarang menghantui banyak pimpinan lembaga baik swasta ataupun pemerintahan. Mitos yang keliru itu menurut Krause menghantui setiap manajer atau pimpinan lembaga yang tidak memiliki visi dan misi untuk memajukan organisasi melalui peningkatan kompetensi para karyawannya. Karena itu seorang

pemimpin atau manajer harus bisa keluar dari ”mitos yang keliru” itu agar pegawai atau karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti diklat guna meningkatkan kinerjanya.

Jebakan mitos Krause di atas secara analogis terjadi dalam konteks penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur terutama setelah pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001. Menurut para penyuluh pertanian, sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 diklat bagi penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur hampir tidak diadakan lagi. Pergolakan politik pasca jatuhnya Orde Baru sampai dengan masa transisi penyerahan wewenang kepada daerah melalui kebijakan otonomi daerah mengganggu kelancaran roda pemerintahan termasuk diklat yang selama ini diselenggarakan oleh Departemen Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis Balai Diklat Noelbaki di Kupang.

Setelah periode otonomi daerah penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian di Provinsi kepulauan ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Padahal diklat adalah salah satu media peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan penyuluh pertanian yang lebih dari 50 persen hanya berpendidikan Sekolah Lanjutan Atas. Beberapa tahun terakhir ini penyelenggaraan diklat bagi penyuluh pertanian mulai diadakan lagi namun frekwensinya sangat kecil. Pada tahun 2005 hanya ada tujuh diklat yang diikuti oleh sebagian kecil penyuluh pertanian di Nusa Tenggara Timur sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Ada dua kategori diklat yang diadakan yakni diklat teknis dan diklat fungsional. Diklat teknis dan beberapa diklat fungsional tidak hanya diikuti oleh penyuluh pertanian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, tetapi juga dari Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Dari Tabel 12 terlihat bahwa para peserta diklat juga terbatas. Hal ini berarti secara kuantitatif, diklat itu kurang signifikan dengan jumlah penyuluh pertanian yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk pada tiga kabupaten yang menjadi lokasi penelitian.

Pola diklat gabungan dari tiga wilayah ini juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihannya adalah adanya pertukaran pengalaman, ide, dan gagasan di antara mereka. Salah satu kelemahannya adalah bahwa pola campuran ini terkait juga dengan perbedaan karakteristik wilayah yang ada.

Karena itu perlu ada diklat khusus tersendiri bagi para penyuluh Nusa Tenggara Timur.

Tabel 12 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2005 di Kupang No Nama Pelatihan Peserta Jumlah

(orang)

Provinsi/Kabupaten Asal Peserta

Lama

Diklat Sumber Dana A. DIKLAT TEKNIS

1. Diklat Pengelolaan Pakan Ternak

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat Tata Guna Air

dan Konservasi Lahan

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 3 Diklat Pengolahan

Hasil Pertanian

PPL 30 NTT, NTB, Bali 14 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang B. DIKLAT FUNGSIONAL

1 Diklat Penyetaraan D3 bagi PPL

PPL 60 15 Kab/Kota NTT 60 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat Dasar

Fungsional Penyuluh bagi PPL dan Penyuluh Swakarsa

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

3 Diklat Manajemen HMT

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 4 Diklat Pengelolaan

BPP

PPL 30 NTT, NTB, Bali 7 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 5 Diklat Kepemanduan PPL 50 NTT 3 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 6 Diklat MP3 PPL 30 NTT 105 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 7 Diklat tentang gender PPL 50 NTT 12 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

Selanjutnya pada tahun 2006, diklat bagi penyuluh pertanian semakin menurun (Tabel 13). Hanya ada 3 jenis diklat yang dilaksanakan dan pesertanya tidak hanya penyuluh PNS/honorer, tetapi juga penyuluh swakarsa.

Tabel 13 Kegiatan Diklat bagi Penyuluh Pertanian Tahun 2006 di Kupang No Nama Pelatihan Peserta Jumlah

(orang)

Kabupaten Asal Peserta

Lama

Diklat Sumber Dana 1. TOT Pendampingan bagi petugas PPL dan Penyuluh Swakarsa

50 15 Kab/Kota 4 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 2 Diklat

Metodologi Penyuluhan Partisipatif (MP3)

PPL 30 15 Kab/Kota 105 hari Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang 3 Diklat Pendampingan Kelompok PPL dan Penyuluh Swakarsa 100 kelompok a 20 org 15 Kab/Kota NTT 24 kali pertemuan

Dana Rutin BDA Noelbaki-Kupang

Dari tahun 2001-2006 terlihat bahwa dukungan Pemerintah daerah terhadap pelaksanaan diklat bagi penyuluh pertanian sangat rendah. Dalam hal ini pemda tidak bisa disalahkan karena wewenang penyelenggaraan diklat ada pada

Departemen Pertanian. Hal yang bisa dilakukan adalah perlunya kerja sama antara Departemen Pertanian dengan pemda dalam mengkoodinasi penyelenggaraan diklat di daerah. Pemda sebagai ”user” tentu bertanggungjawab atas upaya pencerdasan masyarakatnya baik yang duduk dalam pemerintahan maupun masyarakat umum seperti petani, nelayan, pedagang, tukang dan sebagainya. Departemen Pertanian melalui Balai Diklatnya adalah penyedia jasa diklat yang perlu memperluas visi dan misinya dalam rangka meningkatkan kemampuan manusia Indonesia di daerah.

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Manggarai

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.26 Tahun 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Kupang berbentuk Bidang Informasi Penyuluhan (Eselon III) dan menjadi bagian dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan. Dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang, hanya ada delapan kecamatan yang memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 14 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Ke delapan BPP yang ada berjalan secara normal. Selebihnya belum memiliki gedung BPP sendiri. Kegiatan penyuluhan berpusat di Kantor Camat dengan tenaga yang terbatas dan mekanisme kerja yang kurang teratur dan tertata dengan baik. Akibatnya penyuluhan menjadi tersendat-sendat. Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang berjumlah 99 orang dan menyebar di tingkat kabupaten dan delapan BPP. Wilayah kerja dari delapan BPP tersebut mencakup 22 kecamatan. Tabel 14 memperlihatkan penyebaran wilayah kerja Penyuluh Pertanian di setiap Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani.

Pada Tabel 14 terlihat rasio yang tidak seimbang antara jumlah penyuluh pertanian dengan jumlah desa yang menjadi wilayah kerjanya. Padahal idealnya sesuai dengan Undang-Undang Penyuluhan No.16 tahun 2006, seorang penyuluh

melayani satu desa. Dengan terbatasnya jumlah penyuluh pertanian ini amat sulit bagi mereka melayani masyarakat secara maksimal.

Tabel 14 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Kupang Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja

No

Kabupaten

Wilayah Kerja/kecamatan

Sebaran Penyuluh Pertanian

Nama BPP Jlh Penyuluh Jlh Desa Perbandingan 1 Raeloro

Sabu Barat 2 12 0,2:1 desa

Sabu Timur 4 14 0,3:1 desa

Raijua 3 5 0,6:1 desa

Sabu Liae 4 8 0,5:1desa

Hawu Mehara 4 8 0,5:1 desa

2

Oenesu

Kupang Barat 5 11 0,5:1 desa

Semau 4 10 0,4:1 desa

3 Oeteta Sulamu 6 5 1,2:1 desa

4

Oben

Kupang Tengah 6 10 0,6:1 desa

Nekamese 4 11 0,4:1 desa 5 Tesbatan Amarasi 3 7 0,4:1 desa

Amarasi Barat 4 8 0,5:1 desa

Amarasi Timur 5 4 1,3:1 desa

Amarasi Selatan 3 5 0,6:1 desa

Amabi Oefeli Timur 4 8 0,5:1 desa 6

Amfoang

Amfoang Utara 3 9 0,3:1 desa

Amfoang Barat Laut 3 6 0,5:1 desa 7

Takari

Takari 2 7 0,3; 1 desa

Amfoang Selatan 4 10 0,4:1 desa

8

Naibonat

Amfoang Barat Daya 4 4 1:1 desa

Kupang Timur 10 14 0,7:1 desa

Fatuleu 7 11 0,6:1 desa

Jumlah 99 186 0,5:1 desa

Keterangan: kecamatan yang tercetak Italic (miring) adalah lokasi penelitian

Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan

Berdasarkan SK Bupati No.130/KEP/HK/2005, tanggal 27 September 2005, struktur kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Timor Tengah Selatan berbentuk Sub Dinas Penyuluhan, Perlindungan, Sarana dan Prasarana (Eselon III) dan menjadi bagian dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Dari 21 kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, hanya ada enam kecamatan yang memiliki BPP dan 15 kecamatan yang lain belum memiliki BPP. Dari enam BPP yang ada, tiga BPP yang baik dan berfungsi dan tiga tidak berfungsi lagi. Penyuluh Pertanian di Kabupaten ini berjumlah 155 orang yang terdiri dari 112 orang PNS dan 43 orang Honorer. Penyuluh-penyuluh tersebut

menyebar di tingkat kabupaten dan 21 BPP seperti terlihat pada Tabel 15. Data Tabel 15 menunjukkan juga ketidakseimbangan antara jumlah penyuluh dengan jumlah desa yang dilayani.

Tabel 15 Sebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006 berdasarkan wilayah kerja

No Nama BPP Wil.Kerja (kecamatan) Sebaran Penyuluh Pertanian

PNS Honorer Jlh Desa Perbandingan

1 SoE Kota SoE 10 2 11 1,1:1 desa

2 Nulle Amanuban Barat 12 4 14 1,1:1 desa 3 Niki-niki Amanuban Tengah 7 3 10 1:1 desa 4 Mauleum Amanuban Timur 4 1 15 0,3:1 desa

5 Kie Kie 3 1 11 0,4: 1 desa

6 Oinlasi Amanatun Selatan 5 2 12 0,6:1 desa 7 Ayotupas Amanatun Utara 3 2 10 0,5:1 desa

8 Kuanfatu Kuanfatu 3 2 8 0,6: 1 desa

9 Siso Mollo Selatan 7 4 16 0,7: 1 desa

10 Netpala Mollo Utara 10 3 13 1:1 desa

11 Oebelo Amanuban Selatan 6 2 14 0,6: 1 desa

12 Polen Polen 4 3 9 0,8: 1 desa

13 Fatumnasi Fatumnasi 5 3 8 1: 1 desa

14 Boking Boking 5 1 13 0,5: 1 desa

15 Batu Putih Batu Putih 6 4 7 1,4: 1 desa

16 Kualin Kualin 3 1 7 0,6: 1 desa

17 Kolbano Kolbano 2 1 11 0,3: 1 desa

18 Oenino Oenino 4 1 5 1:1 desa

19 Kot'olin Kot'olin 3 1 5 0,8:1 desa

20 Nunkolo Nunkolo 4 1 9 0,6:1 desa

21 Toi'anas Toi'anas 4 1 7 0,7: 1 desa

Jumlah 112 43 225 0,6: 1 desa

Penyebaran Penyuluh Pertanian di Kabupaten Manggarai

Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.36 tahun 2000, struktur kelembagaan penyuluhan berbentuk Kantor dan disebut Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian. Dari 12 Kecamatan yang ada, lima Kecamatan memiliki Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan 7 Kecamatan yang belum memiliki BPP. Dari lima BPP yang ada, dua yang masih baik dan berfungsi dan tiga yang rusak dan tidak berfungsi lagi. Untuk kelancaran pelaksanaan penyuluhan di Kabupaten Manggarai, Pemda merekrut 70 penyuluh honorer selain 98 Penyuluh PNS. Khusus untuk penyuluh PNS terdapat 76 Penyuluh Trampil dan 22 Penyuluh ahli. Penyebaran wilayah kerja dari para penyuluh pertanian di Kabupaten Manggarai baik yang PNS maupun yang honorer dapat dilihat pada Tabel 16.

Dokumen terkait