• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Timur"

Copied!
468
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Dalam peta ekonomi politik Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi yang masih tertinggal dari provinsi lainnya bukan saja dalam hal pembangunan fisik tetapi juga terkait dengan pembangunan dan pengembangan sumberdaya manusianya. Menurut Bank Dunia (1999), Human Development Index (HDI) Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya 54,3 (urutan ketiga terendah secara nasional setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya yang sekarang berganti nama menjadi Provinsi Papua). Lambannya pembangunan dan pengembangan sumberdaya manusia di provinsi kepulauan ini berdampak pada rendahnya kemampuan sosial, ekonomi, dan berbagai akses kesejahteraan lainnya sebagaimana yang dimiliki oleh warga di wilayah lain terutama di Indonesia bagian barat. Ketimpangan kebijakan pembangunan antara Indonesia bagian barat dan timur hampir di semua sektor kehidupan termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusia menjadikan wilayah ini menjadi salah satu zona ekonomi dan sosial yang tidak kompetitif secara nasional (Sayogyo, 1994).

Ketimpangan pembangunan antara wilayah di Indonesia telah mengakibatkan jarak sosial dan ekonomi yang semakin lebar di antara wilayah barat dan timur. Bahkan menurut Sayogyo, sebagai subsistem sosial ekonomi, sejak tahun 1970-an, Provinsi Nusa Tenggara Timur tergolong terisolasi dari arus pembangunan ekonomi Indonesia yang dampaknya sangat terasa hingga sekarang. Isolasi sosial, ekonomi dan fisik telah menyebabkan provinsi ini tergolong sebagai provinsi yang miskin dan tertinggal. Menurut Kuncoro (2004), penduduk miskin di Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai tahun 2001 mencapai 1.317.500.000 orang (33,01 persen dari kurang lebih 4 juta penduduk). Pada tahun 2003 pendapatan per kapita penduduk sebesar Rp. 2,2 juta/tahun atau Rp. 183.300/ bulan (BPS NTT).

(2)

Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada bulan Juni-September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember-Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Namun musim hujan di Nusa Tenggara Timur berlangsung lebih singkat (Januari sampai dengan Maret dan Desember), dan 8 bulan lainnya relatif adalah kering. Keadaan ini menyebabkan Nusa Tenggara Timur tergolong wilayah yang kering dan berdampak pada merosotnya produktivitas pertanian di daerah ini (Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, 2003).

Penyebaran curah hujan di seluruh wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga tidak merata. Curah hujan tertinggi terdapat di Flores bagian barat, Timor bagian tengah dan Sumba Barat, yaitu antara 1200 – 3000 mm/tahun. Di Flores Timur, Alor dan Sumba Timur curah hujan rata-rata antara 800 – 1000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sekitar 100 – 150 hari/tahun. Rendahnya curah hujan ini juga menjadi faktor utama penyebab kurang majunya pertanian di provinsi ini selain karena keterbatasan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Kendatipun tersedia lahan yang luas, namun jika tidak didukung oleh ketersediaan air, maka usaha pertanian tetap akan menjadi sia-sia.

(3)

kesuburan kimiawi tanah relatif masih tinggi, namun karena kekurangan air maka tingkat kesuburannya tergolong rendah (lahan marginal), dan (g) jenis tanah umumnya mediteran merah kuning, grumusal andosol, regosol dan tanah kompleks.

Topografi Nusa Tenggara Timur yang umumnya terdiri dari tanah pegunungan dan daerah perbukitan serta padang luas yang tandus, kering dan tidak subur dengan intensitas curah hujan yang sangat rendah menjadi hambatan lain dalam membangun wilayah ini selain masih rendahnya komitmen pemerintah pusat dalam membuka isolasi fisik, sosial dan ekonomi yang menerpa wilayah ini dari dahulu sampai sekarang. Kebijakan pembangunan yang tidak merata antara wilayah barat dan timur Indonesia menyebabkan sebagian besar wilayah Timur Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur terisolasi bukan saja secara fisik tetapi juga secara sosial, ekonomi dan budaya (Sayogyo, 1994). Ketidakmerataan dalam pembangunan infrastruktur, sarana transportasi dan komunikasi menyebabkan wilayah ini sangat lamban untuk bertumbuh dan berkembang sebagaimana wilayah lainnya.

Hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara keterbatasan sumberdaya alam dengan kualitas sumberdaya manusia di Nusa Tenggara Timur telah menyebabkan provinsi ini tergolong sebagai salah satu wilayah yang termiskin dan tertinggal di Indonesia. Keterbatasan kemampuan kualitas sumberdaya manusia di provinsi ini berpengaruh pada keseluruhan kinerja dan etos kerja warga yang pada gilirannya berdampak pada rendahnya kesejahteraan sosial dan ekonomi. Padahal sumberdaya manusia atau human resources adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasional (the people who are ready, willing and able to contribute to organizational goals) yang tidak hanya terbatas pada industri atau perusahaan, tetapi juga organisasi di berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, hukum, sosial, budaya, lingkungan, masyarakat ataupun negara (Ndraha, 1999).

(4)
(5)

tetapi atas nama sebuah organisasi pemerintahan. Penyuluh pertanian diangkat oleh negara dengan persyaratan-persyaratan tertentu dan ketika ia diberi tugas sebagai penyuluh ia harus melaksanakan tugasnya dengan kompetensi-kompetensi tertentu yang telah ditetapkan oleh organisasinya. Karena itu tatkala seorang penyuluh pertanian melaksanakan tugasnya ia tidak hanya mengandalkan kemampuan internal individunya seperti pendidikan formal, jumlah pelatihan yang pernah diperoleh, pengalaman bekerja, motivasi dan semangat, tetapi juga dukungan berbagai faktor determinan lain seperti dukungan kebijakan, komitmen politik, dukungan lingkungan sosial dan sebagainya.

Sekedar kembali mengingat sejarah masa lalu, pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian di Indonesia pernah mencapai puncaknya terutama di era tahun 1980-an ketika komitmen politik pemerintah sangat tinggi terhadap pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian. Pengakuan Badan Pangan Dunia (FAO), tahun 1983 ketika Indonesia mampu menjadi negara swasembada pangan khususnya beras tidak saja pengakuan terhadap kemajuan pertanian itu sendiri, tetapi juga pengakuan terhadap kemajuan penyuluhan. Arifin (2005:11-12) mengatakan bahwa selama 16 tahun pertama masa administrasi Presiden Soeharto, sektor pertanian telah menjadi basis utama strategi pembangunan dan berperan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Investasi besar-besaran dalam sektor infrastruktur, sarana dan prasarana dasar seperti jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi dan lain-lain seakan menjadi menu dasar dalam strategi pembangunan ekonomi waktu itu.

(6)

akan terlaksana dengan baik apabila faktor-faktor yang berhubungan dan berkaitan secara langsung dan tidak langsung dibangun secara bersamaan, (4) dihasilkannya teknologi pertanian dan rekayasa sosial yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (5) berkembangnya struktur pedesaan yang progresif, seperti penyuluh pertanian, Koperasi Unit Desa (KUD), lembaga-lembaga perkreditan, lembaga pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, dan (6) dibentuknya suatu kelembagaan yang terkenal dengan sebutan Bimas (Bimbingan massal) yang mempertemukan dan menyinkronkan beberapa lembaga pembangunan pertanian untuk dapat bekerja secara isi mengisi, saling membutuhkan dan saling menguntungkan dan dikoordinir oleh Departemen Pertanian, Gubernur dan Bupati/Walikota. Soedijanto (2004) mengatakan bahwa pada saat itu pembangunan pertanian yang berbasis beras itu dijadikan sektor pembangunan yang paling penting dengan pendekatan Trimatra yakni (1) usahatani terpadu, (2) komoditi terpadu, dan (3) wilayah terpadu, melalui 4 (empat) usaha pokok yaitu: (1) intensifikasi, (2) ekstensifikasi, (3) rehabilitasi, dan (4) diversifikasi.

Dari uraian di atas tampak bahwa kemajuan pembangunan pertanian dan penyuluhan pertanian di masa lalu termasuk di Nusa Tenggara Timur ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu (1) kesiapan sumberdaya manusia (penyuluh pertanian, aparatur pemerintah, peneliti, lembaga-lembaga masyarakat dan sebagainya), (2) kesiapan kelembagaan (terstruktur dari pusat sampai dengan daerah), dan (3) dukungan politik yang tinggi (baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah). Komitmen politik ini berdampak pada kesiapan peraturan dan kebijakan, dana, pembangunan infrastruktur, kelembagaan ekonomi/keuangan dan sebagainya.

Permasalahan Penelitian

(7)

kurang adanya dukungan politik Pemda yang signifikan dan intensif terhadap kegiatan penyuluhan pertanian.

Dari aspek sumberdaya manusia penyuluh pertanian, provinsi yang terdiri dari limabelas kabupaten dan satu kota ini hanya memiliki 1.081 orang penyuluh pertanian Pegawai Negeri Sipil, tidak sebanding dengan jumlah desa 2.585 desa/kelurahan (BPS Nusa Tenggara Timur, 2003). Perbandingan jumlah penyuluh pertanian dengan desa 1:2,4; sebagian besar penyuluh pertanian (57 persen) hanya berpendidikan SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas). Di tiga kabupaten lokasi penelitian, yakni Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Manggarai, jumlah penyuluh pertanian juga tidak sebanding dengan jumlah desa. Kabupaten Kupang mempunyai 99 penyuluh pertanian dengan jumlah desa/keluraha n 186 (perbandingan 1:1,8); sebagian besar penyuluh pertanian (86,8 persen) berpendidikan SPMA. Kabupaten Timor Tengah Selatan mempunyai 122 penyuluh pertanian dengan jumlah desa/kelurahan 215 (perbandingan 1:1,8); sebagian besar penyuluh pertanian (85,7 persen) berpendidikan SPMA. Kabupaten Manggarai mempunyai 98 penyuluh pertanian, desa/kelurahan 254 (perbandingan 1:2,6); sebagian besar (77,5 persen) berpendidikan SPMA.

Tingkat pendidikan sebagian besar penyuluh pertanian yang terbatas ini semakin kurang berdaya menghadapi perubahan-perubahan kemasyarakatan termasuk di bidang usahatani. Diklat yang diharapkan menjadi media pengembangan dan peningkatan kompetensi kurang memberi nilai tambah yang berarti kepada kemampuan penyuluh pertanian karena kualitas dan kuantitasnya yang terbatas. Kurikulum diklat yang selama ini diberikan kepada penyuluh pertanian masih dominan berasal dari pusat dan kurang mengakomodasi kebutuhan penyuluh pertanian dan petani di daerah. Dampak lanjutan yang terjadi adalah rendahnya kompetensi penyuluh pertanian yang berakibat pada kurang efektifnya mereka di dalam menjalankan tugas.

(8)

ditangani oleh sub Bidang Sumberdaya Manusia Badan Ketahanan Pangan Provinsi. Di tingkat kabupaten, kelembagaan penyuluhan sangat beragam bentuk dan statusnya: ada yang berbentuk ”Badan”, ”Kantor,” ”Sub Bidang”, ”Kelompok Jabatan Fungsional” dan sebagainya. Sebagian besar struktur kelembagaan penyuluhan di kabupaten/kota maksimal Eselon III dan berakibat pada rendahnya ”posisi tawar” tatkala ia berkoordinasi dengan lembaga lain yang memiliki struktur eselonering yang lebih tinggi. Struktur kelembagaan yang terbatas ini juga berakibat pada dilikuidasinya unit-unit struktur yang lebih kecil yang menangani penyuluhan dan penyuluh. Dampak dari penggabungan beberapa struktur adalah perampingan personil termasuk penyuluh yang di era otonomi daerah cenderung berpindah ke unit-unit/kantor lain dan meninggalkan tugasnya sebagai penyuluh.

Penyuluhan pertanian semakin menjadi terputus karena Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di hampir semua kecamatan di Nusa Tenggara Timur yang dahulu sebelum otonomi daerah sangat eksis dan menjadi pusat informasi jasa penyuluhan banyak yang tidak berfungsi. Ada sebagian kecamatan yang masih memiliki gedung BPP tetapi tidak ada aktivitasnya. Ada juga sebagian kantor camat yang memberikan salah satu ruangannya untuk penyuluh pertanian mengkoordinasikan tugasnya di desa-desa, namun pelaksanaan manajemennya tidak efektif. Padahal BPP adalah tempat yang strategis bukan saja bagi penyuluh pertanian tetapi juga bagi petani yang ingin mencari informasi penting terkait dengan pertanian.

(9)

yang bertugas di wilayahnya, tanpa mengetahui kemana perginya penyuluh pertanian itu.

Dari aspek penyelenggaraan penyuluhan, ditemukan berbagai persoalan seperti ketidakmampuan penyuluh pertanian menyusun program penyuluhan pertanian oleh karena ketidakjelasan pelaksanaan kebijakan penyuluhan. Hal ini sangat terasa di era kejatuhan Orde Baru tahun 1998 sampai dengan tahun 2003. Pada masa-masa transisi ini penyul uhan sama sekali tidak berjalan dan semua penyuluh pertanian menunggu dalam ketidakjelasan. Mardikanto mengatakan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian oleh pemerintah tak diminati masyarakat. Penyebabnya bukan hanya lemahnya profesionalisme penyuluh pertanian, tetapi karena kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan kian beragamnya kegiatan penyuluhan oleh berbagai pihak. Peran penyuluh pertanian pemerintah mulai memudar dan mencapai titik terparah saat penyuluhan pertanian diserahkan ke daerah karena desentralisasi (Kompas, 27 Januari, 2006:22).

Selain permasalahan-permasalahan di atas, kompetensi penyuluh pertanian yang ada juga sudah tidak memadai sesuai dengan dinamika perubahan yang ada. Pada umumnya Penyuluh Pertanian yang ada terbiasa dengan budaya petani produsen. Warna penyuluhan yang diberikan kepada petani ini lebih mengarah ke usahatani. Sementara dalam perkembangannya, sebagian petani telah melangkah maju menjadi petani pengusaha dengan budaya bisnisnya. Karena itu penyuluhan pertanian telah bersifat agrobisnis dan agroindustri. Hal itu berarti ciri khas penyuluhan pertanian itu telah berubah menjadi penyuluhan agribisnis. Kesenjangan kompetensi ini mengakibatkan banyak program penyuluhan baik yang ada di kabupaten/kota, kecamatan, apalagi desa tidak bisa disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kompetensi Penyuluh Pertanian yang kurang memadai ini pada gilirannya menghasilkan output penyuluhan yang tidak memuaskan kelompok sasaran. Di tingkat petani saat ini ada sikap acuh terhadap penyuluh (Soedijanto, 2004: 49).

(10)

kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya terhadap kinerja penyuluhan?, dan (4) Bagaimana strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian?

Tujuan Penelitian

(1) Menganalisis faktor-faktor yang menentukan/berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian.

(2) Menjelaskan kaitan antara kompetensi penyuluh dengan kinerja penyuluhan. (3) Menjelaskan kaitan antara karakteristik individu petani dengan penilaiannya

terhadap kinerja penyuluhan.

(4) Merumuskan rekomendasi strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian yang tepat bagi Nusa Tenggara Timur di era Otonomi Daerah.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua implikasi manfaat yakni : (1) manfaat teoritis dan (2) manfaat praktis.

(1) Manfaat Teoritis

Dari segi pengembangan keilmuan, penelitian ini berkontribusi dalam mempertajam keterkaitan dengan pengembangan kompetensi penyuluh pertanian.

(2) Manfaat Praktis

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Penyuluhan Pembangunan

Konsep dan pengertian penyuluhan pembangunan sebagai ilmu,

dikemukakan oleh Slamet (2003 :32-33), seorang pakar dan pelopor penyuluhan pembangunan Indonesia di bawah ini:

“Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia pembangunan terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik. Sebagai suatu disiplin ilmu, penyuluhan pembangunan memulai proses perkembangannya dengan meminjam dan merangkum konsep-konsep ilmiah dari berbagai disiplin ilmu lain yang relevan, seperti ilmu pendidikan, psikologi, antropologi, sosiologi, psikologi sosial dan manajemen. Oleh karena penyuluhan pembangunan selalu menitikberatkan pada perbaikan kualitas kehidupan manusia, lahir dan bathin, maka kegiatan yang dilakukan pun selalu erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, pertanian, kesehatan dan ilmu-ilmu kesejahteraan sosial lainnya”.

Dengan menelusuri asal usul perkembangannya, Slamet mengatakan bahwa ilmu penyuluhan pembangunan pada awal kegiatannya disebut dan dikenal sebagai Agricultural Extension (penyuluhan peranian), terutama di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Belanda. Karena berkembang ke bidang lain, maka namanya berubah menjadi Extension Education dan di beberapa negara lain disebut Development Communication. Meskipun antara tiga istilah itu ada perbedaan, namun pada dasarnya semua mengacu pada disiplin ilmu yang sama. Di Indonesia, disiplin ilmu ini disebut ilmu penyuluhan pembangunan sebagai pengembangan dari ilmu penyuluhan pertanian (Sumardjo, 1999: 33).

(12)

semula menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu-ilmu pertanian, ekonomi, sosiologi dan komunikasi yang dirangkum oleh ilmu penyuluhan pembangunan (Slamet, 2003:33, Sumardjo, 1999:32).

Menurut Slamet dan Asngari (1969), penyuluhan adalah suatu usaha pendidikan non formal, merupakan suatu sistem pendidikan praktis, yang orang-orangnya belajar sambil mengerjakan (Sumardjo: 1999: 34). Karena penyuluhan adalah suatu sistem pendidikan non formal, maka di dalam kegiatannya berbagai konsep pendidikan dijadikan kerangka teoritis dan diramu sedemikian rupa sehingga menjadi suatu operasional pendidikan yang memberikan manfaat pemberdayan bagi kelompok sasaran. Di dalam proses penyuluhan itu terdapat komunikasi informasi timbal balik di antara penyuluh dan yang disuluh. Van den Ban dan Hawkins (1999 : 25) mengatakan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dalam memberikan pendapat sehingga diperoleh keputusan yang benar. Secara harafiah penyuluhan berasal dari kata

suluh yang berarti obor ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal kata tersebut dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan ataupun penjelasan kepada mereka yang menyukainya, agar tidak lagi berada dalam kegelapan mengenai suatu masalah tertentu. Dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa penyuluhan merupakan bentuk komunikasi dalam penyampaian pesan dari penyuluh kepada sasaran. Lahirnya penyuluhan pertanian merupakan jawaban terhadap tantangan dari pertumbuhan dan kemajuan masyarakat dalam pembangunan untuk melayani kebutuhan petani yang menjadi pelaku utama proses perubahan pertanian. Mulailah perkembangan dari pengertian penyuluhan, yaitu tidak hanya sebagai ilmu dan seni untuk menyampaikan suatu subjek pengetahuan, tetapi juga pengertian penyuluhan pertanian sebagai lembaga yang melayani kebutuhan petani akan informasi, ilmu, dan teknologi, dan memanfaatkan lingkungan (Dudung, 1994).

(13)

dalam meningkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan taraf hidup. Karena itulah penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) bagi para petani dan keluarganya bertujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu dan sanggup untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Slamet, 2003). Mengacu pada pendapat Savile, Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa penyuluhan adalah suatu bentuk pengembangan masyarakat terutama dalam bidang pertanian dengan menggunakan proses pendidikan sebagai alat untuk mengatasi masalah dalam masyarakat. Penyuluhan bukanlah sekedar penerapan tentang kebijakan penguasa, bukan program untuk mencapai tujuan yang tidak merupakan kepentingan pokok kelompok sasaran. Penyuluhan adalah: (1) program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat madani, (2) sistem yang berfungsi secara berkelanjutan dan bersifat ad hoc, dan (3) program yang menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya. Penyuluhan pertanian sebagai suatu pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) bagi para petani dan keluarganya memiliki tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warganegara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu dan sanggup untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakat (Slamet, 2003).

(14)

bersama-sama di bawah bimbingan orang-orang di antara mereka sehingga berlaku penyelesaian dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka. Dalam falsafah yang ketiga yaitu penyuluhan sebagai proses kontinyu, penyuluhan harus dimulai dari keadaan petani pada waktu itu ke arah tujuan yang mereka kehendaki, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan yang sena ntiasa berkembang yang dirasakan oleh sasaran penyuluhan. Bila penyuluh melihat adanya kebutuhan, tetapi kebutuhan itu belum dirasakan oleh sasaran penyuluhan, padahal kebutuhan tersebut dinilai sangat vital dan mendesak, maka penyuluh perlu berusaha terlebih dahulu untuk menyadarkan sasaran akan kebutuhan yang ada tersebut (real need) menjadi felt need, kebutuhan yang dirasakan oleh sasaran (Sumardjo, 1999:35).

Selain menyadari falsafah penyuluhan, penyuluh juga harus mengetahui prinsip-prinsip penyuluhan, sehingga kegiatan penyuluhan benar-benar berpijak pada prinsip-prinsip penyuluhan yang benar. Mengutip Dahama dan Bhatnagar, Sumardjo (1999:37) mengemukakan sekurang-kurangnya 12 prinsip penyuluhan yang penting diperhatikan oleh penyuluh dalam menjalanka n tugasnya, yaitu (1) penyuluhan akan efektif kalau mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat (principles of interest and needs); (2) penyuluhan harus mampu menyentuh organisasi masyarakat sasaran, keluarga/kerabatnya (grass-roots principle of organization); (3) penyuluhan harus menyadari adanya keragaman budaya yang memerlukan keragaman pendekatan (principle of cultural difference); (4) kegiatan penyuluhan perlu dilaksanakan dengan bijak karena akan menimbulkan perubahan

budaya (principle of cultural change); (5) penyuluhan harus mampu

menggerakkan partisipasi masyarakat untuk bekerja sama dalam merencanakan

dan melaksanakan program penyuluhan (principle of cooperation and

(15)

yang disesuaikan dengan kondisi (lingkungan fisik, kemampua n ekonomi dan sosial budaya) spesifik sasaran (adaptability principle in the use of extention

teaching methods); (10) penyuluhan harus mampu mengembangkan

kepemimpinan (principle of leadership); (11) penyuluhan harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial (whole family principle) karena alasan-alasan : (a) penyuluhan ditujukan untuk seluruh keluarga, (b) setiap anggota keluarga berpengaruh dalam pengambilan keputusan, (c) penyuluhan menimbulkan saling pengertian, (d) penyuluhan menyangkut kemampuan pengelolaan keuangan keluarga, (e) penyuluhan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha tani, (f) penyuluhan mencakup pendidikan untuk anggota muda, (g) penyuluhan mengembangkan kegiatan keluarga, (h) penyuluhan memperkokoh kesatuan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi maupun keluarga, dan (i) penyuluhan mengembangkan pelayanan terhadap keluarga, kelompok dan masyarakat; dan (12) penyuluhan dimaksudkan untuk mewujudkan tercapainya kepuasan sasarannya (principle of satisfaction).

Akumulasi berbagai proses terjadi secara serempak dalam suatu kegiatan penyuluhan. Mardikanto (Rejeki & Herawati, 1993) menyebut sekurang-kurangnya ada lima proses yang terjadi dalam suatu kegiatan penyuluhan yaitu : (1) proses penyebaran informasi, (2) proses penerangan, (3) proses perubahan perilaku, (4) proses pendidikan, dan (5) proses rekayasa sosial. Dalam proses informasi, penyuluh menyampaikan berbagai pesan (message) dan informasi pembangunan kepada kelompok sasaran. Penyampaian informasi ini bertujuan agar kelompok sasaran mengetahui tentang sesuatu yang belum diketahui (proses penerangan). Penyuluhan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata ’’suluh,”

(16)

menjadi mampu. Penyuluhan bukan semata-mata transformasi ilmu, dimana petani hanya sebagai pendengar, tetapi ilmu yang ditransfer itu dimengerti dan dipahami secara aktif oleh petani dan dari proses belajar terjadi “feed back” terhadap pesan yang disampaikan, ada perubahan perilaku dalam bidang pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Penyampaian pesan, informasi tentang segala sesuatu yang belum diketahui itu bersifat mendidik, mengajarkan dan membimbing masyarakat untuk mengubah perilakunya dari yang kurang menguntungkan menjadi yang positif demi pembangunan diri, keluarga dan masyarakatnya. Penyuluh menyampaikan sesuatu yang berguna dan positif untuk masyarakat, disampaikan secara santun tanpa memaksakan kehendak. Masyarakat diberi pencerdasan, penyadaran dalam bentuk muatan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai serta sikap hidup yang bermanfaat. Di sinilah terjadi proses pendidikan. Semua proses yang disampaikan itu menuju kepada suatu “rekayasa sosial”, suatu perubahan sosial, perubahan cara berpikir, pola sikap dan pola ketrampilan yang menjadikan suatu masyarakat sebagai masyarakat yang memiliki pengetahuan untuk mengubah hidup dan kehidupannya.

Tugas dan Peranan Penyuluh Pertanian

Menurut Padmanagara, tugas ideal seorang penyuluh adalah : (1) menyebarkan informasi yang bermanfaat, (2) mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan sesuai bidang penyuluhannya, (3) memberikan rekomendasi yang lebih menguntungkan untuk perbaikan kehidupan sasaran penyuluhan, (4) mengusahakan berbagai fasilitas usaha yang lebih menggairahkan sasaran penyuluhan, dan (5) menimbulkan keswadayaan dan keswakarsaan dalam usaha perbaikan. Oleh sebab itu, tugas penyuluhan dinilai berhasil apabila klien secara aktif belajar, bukan saja dalam ruangan belajar tertentu, tetapi juga di ladang, kebun atau tegalan, tempat mereka bekerja setiap hari. Bahkan tempat belajar yang baik justru berada di kebun saat mereka melakukan praktek langsung (Bunyatta, dkk, 2006).

(17)

pertanian harus memiliki kemampuan (1) meningkatkan partisipasi petani, pengusaha dan pedagang pertanian sebagai pelaku utama agribisnis, (2) memaksimalkan peran organisasi petani dan pelaku agribisnis lainnya, (3) memperkuat kemampuan petani dan pelaku agribisnis lainnya untuk menghimpun dirinya dalam paguyuban, forum, asosiasi atau organisasi baik secara horisontal maupun vertikal, (4) memulihkan kepercayaan petani dan pelaku agribisnis lainnya terhadap pemerintah terutama pemerintah daerah, (5) untuk berfokus pada pembangunan sistem agribisnis, bukan berfokus pada pembangunan komoditas, (6) untuk keluar dari jebakan alam pikiran “ego sektoral” yang me nghasilkan pengkotak-kotakan sub sektor yang semakin tajam, (7) meningkatkan efisiensi manajemen penyuluhan pertanian baik di pusat maupun di daerah, (8) melengkapi struktur dan kelembagaan penyuluhan pertanian terutama di daerah, dan (9) menghilangkan citra penyuluhan sebagai proses transfer teknologi, tetapi sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dengan menggunakan metode partisipatif.

Seorang penyuluh pertanian memiliki multi peran yang bersifat dinamis dan fleksibel. Menurut Ginting (1999), penyuluh memiliki peran yang sangat banyak, diantaranya adalah sebagai: (1) guru, (2) agen pengubah prilaku, (3) pemberi dan pelaksana komunikasi dua arah antara peneliti dan petani, (4) merupakan mediator antara penemuan hasil riset pertanian dan praktek, (5) penghubung antar usaha tani dan suplay input yang efektif, (6) penemu dan pengembang kepemimpinan yang potensial, dan (7) katalis dari perubahan pembangunan.

(18)

integritas pribadi, (4) memiliki kerendahan hati, dan (5) tanggung jawab profesional (Suhardiyono, 1992).

Multi peran yang dimainkan oleh seorang penyuluh pertanian sangat menentukan keberhasilannya di dalam mendidik, melatih, membimbing, dan memberdayakan kelompok sasaran. Menurut Soekandar (Marzuki, 1999), multi peran itu dapat dikategorikan sebagai : (1) pemrakarsa/initiator, yang selalu menyarankan gagasan-gagasan baru dan pandai menjelaskan persoalan-persoalan, (2) pemberi jalan/fasilitator, yang memberi atau pandai mencari kesempatan untuk menerangkan/mendiskusikan masalah-masalah, (3) pemberi hati/encorager, yang selalu memberi hati atau dorongan, (4) penyelaras/harmonizer,yang selalu menengahi pertengkaran/konflik, mempertemukan pihak-pihak yang berlawanan, (5) penilai, yang selalu menilai hasil kegiatan, (6) penganalisa, yang menganalisa segala kemungkinan, (7) penyimpul, yang mempersatukan saran-saran dan pembicaraan dari berbagai pihak, (8) pembagi bahan/expeditur, yang memeriksa dan membagikan bahan-bahan untuk pertemuan dari dan ke segala pihak, (9) pencari keterangan, yang mencari dan menginginkan lebih banyak fakta dan keterangan, (10) pemberi fakta, yang memberi keterangan dan fakta mengenai lapangan, (11) pemberi kedudukan/status, yang memberikan dorongan agar petani menjadi anggota kelompok tani, dan (12) penengah, yang selalu menengahi perbedaan-perbedaan pendapat.

Penyuluh Pertanian adalah orang yang mengemban tugas untuk memberi dorongan kepada petani agar me ngubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang baru kepada perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Menurut Suhardiyono (Marzuki, 1999), tanggung jawab yang besar untuk membawa perubahan yang progresif di bidang pertanian terletak ditangan para penyuluh.

Mutu dan Kinerja Penyuluhan

(19)

bahkan sama. Kinerja adalah semua hasil kerja yang dituntut dihasilkan oleh pejabat atau petugas berkaitan dengan jabatannya atau tugas pekerjaannya. Pencapaian kinerja seorang pejabat atau petugas akan menjadi ukuran tinggi atau rendahnya prestasi kerja pejabat tersebut dalam menduduki jabatannya atau prestasi petugas tersebut dalam melaksanakan tugas pekerjaannya (Soedijanto, 2004:12). Mutu adalah wujud konkrit dari kinerja itu (apakah berbobot atau tidak). Derajad pencapaiannya bisa diukur melalui sejauh mana orang-orang atau kelompok orang yang menjadi tujuan atau sasaran suatu pekerjaan itu merasa puas, merasa senang, merasa apa yang diinginkannya terpenuhi.

Untuk menghasilkan jasa pelayanan yang bermutu, pertama-tama kita harus mengetahui apa yang dimaksudkan dengan mutu ditinjau dari aspek manajemen mutu terpadu. Slamet (2005) mendefinisikan mutu sebagai keseluru- han sifat-sifat barang dan jasa yang mampu memenuhi (menyamai atau melebihi) kebutuhan dan/atau harapan seseorang. Atau dengan kata lain, mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Secara runut filosofi manajemen mutu menurut pakar penyuluhan pembangunan ini dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) setiap pekerjaan menghasilkan benda dan /atau jasa, (2) benda dan jasa itu diproduksi karena ada yang memerlukan, (3) orang-orang yang memerlukan benda dan/ atau jasa itu disebut pelanggan (customer), (4) produk dan jasa itu merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh pelanggan, (5) benda dan jasa itu harus dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggannya, dan (6) benda dan jasa yang dapat memenuhi harapan pelanggannya disebut benda dan jasa yang bermutu.

(20)

pengertian seperti misalnya kesesuaian terhadap spesifikasi atau kesesuaian terhadap standar.

Pengertian mutu juga dikemukakan oleh Crosby (Mutis dan Gasperz, 1994). Ia mengatakan bahwa mutu atau kualitas sebagai conformance to requirements (pemenuhan tingkat standar yang ditentukan oleh para ko nsumen terhadap suatu barang atau jasa). Deming mengatakan bahwa quality control

does not mean achieving perfection” (pengendalian kualitas bukan berarti

mencapai kesempurnaan), melainkan upaya untuk mencapai tingkat produksi sesuai dengan sesuatu yang diharapkan oleh pasar. The American Society for Quality and The American National Standard Institute mendefinisikan mutu sebagaithe totality of features and characteristics of product or service that bear on its ability to satisfy a given need” (keseluruhan feature dan karakteristik yang ada pada produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan). Harington mengatakan, “kualitas atau mutu sebagai meeting or excceding costumer

expectation at a cost that represent value to them” (memenuhi bahkan

melampaui harapan pelanggan atas dasar ketepatan biaya sesuai dengan nilai yang ada). ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000) menginterpretasikan mutu sebagai perpaduan antara sifat-sifat dan karakteristik yang menentukan sampai seberapa jauh keluaran dapat memenuhi kebutuhan pembeli. Pembeli yang menilai sampai seberapa jauh sifat-sifat dan karakteristik keluaran memenuhi kebutuhannya. Karena itu pengertian mutu bermakna : (a) mutu mencakup hal atau melebihi harapan pelanggan; (b) mutu berlaku untuk produk, jasa, orang, proses dan lingkungan; dan (c) mutu adalah suatu keadaan yang selalu berubah (artinya apa yang saat ini bermutu mungkin pada waktu lain tidak lagi disebut bermutu). Dari semua hal tersebut, mutu dapat didefinisikan sebagai keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan.

(21)

keseluruhan sifat-sifat barang dan jasa (dalam hal ini penyuluhan) mampu memenuhi (menyamai atau melebihi) kebutuhan dan/atau harapan kelompok sasaran. Mutu penyuluhan adalah keistimewaan produk seperti yang disampaikan oleh Juran (1995) dan Crosby (Mutis dan Gasperz, 1984). Penyuluhan adalah produk yang ditawarkan kepada kelompok sasaran. Jika penyuluhan itu memenuhi kebutuhan kelompok sasaran, mampu memecahkan masalah mereka, mampu mengubah pola pikir mereka, mampu mengubah sikap mereka, maka penyuluhan itu disebut produk isitimewa yang memberikan kepuasan kepada petani. Karena itu Penyuluh Pertanian harus menyadari bahwa kegiatan penyuluhan adalah salah satu bentuk penawaran jasa informasi yang berorientasi pada mutu dan kepuasan pelanggan; penyuluhan adalah penawaran produk yang berorientasi pada kepuasan petani sebagai kelompok sasarannya.

(22)

pembinaan kepemimpinan petani, wanita tani, dan pemuda tani, dan (6) tingkat kepuasan petani terhadap layanan informasi penyuluhan.

Kompetensi Penyuluh Pertanian

Kata kompetensi adalah terjemahan dari kata Inggris “competency”. The American Heritage Dictionary mendefinisikan “competency”sebagai “the state or quality of being properly or well qualifie”. Dalam definisi ini, kompetensi berarti mutu yang seharusnya, atau syarat atau standar yang baik dari suatu pekerjaan. Menurut Lucia dan Lepsinger (1999: 2-3), definisi ini masih bersifat umum dan belum menguraikan secara lengkap substansinya. Keduanya kemudian mempertegas definisi kompetensi menurut Klemp, yakni, “an underlying characteristic of a person which results in effective and/or superior performance on the job,”, kompetensi adalah sifat dasar seseorang yang berpengaruh pada kinerja kerjanya yang efektif dan sangat menonjol. Secara lebih lengkap, definisi kompetensi dikemukakan oleh Parry mengacu kepada pendapat para pakar dalam konferensi tentang kompetensi di Johannesburg tahun 1995, yakni, “a cluster of related knowledge, skills, and attitudes that affects a major part of one’s job (a role or responsibility), that correlates with performance on the job, that can be

measured againts well accepted standards, and that can be improved via training and development”(Lucia dan Lepsinger: 1999: 5).

Di sini, kompetensi didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang berhubungan satu sama lain yang berpengaruh pada sebagian besar pekerjaan seseorang (peranan atau tanggungjawab), yang berkorelasi dengan kinerja dan dapat diukur dan diterima sebagai suatu standar kinerja yang baik; dan pengetahuan, ketrampilan dan sikap itu dapat diperbaiki melalui pelatihan dan pengembangan.

(23)

pelatihan-pelatihan. Dari ketiga elemen kompetensi itu (pengetahuan, ketrampilan dan sikap), dimensi sikap atau sifat-sifat personal adalah yang paling kompleks dan tidak mudah diukur sebagaimana pengetahuan dan ketrampilan. Hal itu disebabkan oleh luasnya wilayah sifat personal itu. Sifat-sifat individual bisa berupa bakat, talenta bawaan sejak lahir atau kehendak/dorongan nurani; atau juga kepribadian seseorang. Dalam kepribadian terdapat unsur-unsur individual yang berbeda dengan individu lain seperti rasa percaya diri, stabilitas emosi, kepekaan, keyakinan diri dan sebagainya. Manifestasi dari semua unsur yakni sifat-sifat pribadi (personal characteristic), bakat bawaan (aptitude), pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) akan terwujud dalam rupa pola tingkah laku (behaviour).

Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang dipersyaratkan.” Dalam pengertiannya yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah untuk mengembangkan manusia yang bermutu yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana dipersyaratkan dalam suatu pekerjaan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan (Suparno, 2001: 14).” Kompeten diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan (Rujukan dari Diknas, 2003, diacu oleh Sumardjo, Faperta IPB, 2005).

(24)

segala sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Pengetahuan-pengetahuan khusus yang mencerminkan berbagai kompetensi belum dapat dikatakan sebagai kompetensi kerja. Secara harafiah, pengetahuan mengacu kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang lain.

Dalam hubungannya dengan proses belajar, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu ketika proses belajar berlangsung. Dikatakan perbuatan yang bersifat rasional karena kompetensi tampak dalam perilaku yang dapat diamati, meskipun sering pula terlihat proses yang tidak nampak seperti pengambilan pilihan sebelum perbuatan dilakukan. Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa dan bagaimana” perbuatan tersebut dilakukan. Lebih lanjut dikatakan kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kompetensi yang dibutuhkan seorang Penyuluh Pertanian

Dalam menjalankan tugasnya, Penyuluh Pertanian harus memiliki kompetensi atau kemampuan, mutu, kecerdasan intelektual (unsur kognitif), kecerdasan sikap, moralitas, integritas kepribadian (unsur afektif) dan ketrampilan yang tinggi dan menonjol (unsur psikomotorik). Menurut Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 19/Kep/MK Waspan/5/1999, tugas pokok Penyuluh Pertanian adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan penyuluhan pertanian. Seorang Penyuluh Pertanian yang profesional harus dapat menunjukkan dan terutama mewujudkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok tersebut.

Kompetensi Menyiapkan Penyuluhan

(25)

pertanian; penyusunan program penyuluhan; dan penyusunan rencana kerja penyuluhan.

Mengidentifikasi Potensi Wilayah dan Agroekosistem

Bagi seorang penyuluh pertanian, identifikasi potensi wilayah dan agroekosistem sebuah tempat dimana penyuluhan diadakan adalah sangat penting dan mendasar karena berdasarkan data tentang potensi wilayah dan agroekosistem itulah, penyuluh pertanian kemudian dapat menyusun materi penyuluhannya dan metode yang akan digunakannya. Dari data tentang potensi wilayah dan agroekosistem, penyuluh pertanian akan menemukan berbagai hal tentang keadaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia atau tidak tersedia, karaktersitik budaya dan norma setempat, keadaan topografi tanah dan penggunaannya, keadaan iklim dan curah hujan dan sebagainya. Data tentang potensi wilayah dan agroekosistem ini bisa dikumpulkan oleh seorang penyuluh pertanian baik berupa data primer yakni hasil pengamatan, wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten, maupun hasil pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber seperti monografi desa, dokumen-dokumen tertulis dari Kabupaten/Kecamatan/ desa, Badan Pusat Statistik dan lain-lain.

Data potensi wilayah dan agroekosistem yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara teratur, sistematis dan rapih. Berdasarkan data yang lengkap, obyektif dan mendetail itu, penyuluh pertanian dapat menyusun perencanaan programa penyuluhan, metode penyuluhan dan sebagainya. Kemampuan mengumpulkan dan mengolah data ini sangat penting karena dengan data yang lengkap tentang masyarakat, penyuluh pertanian dapat memperoleh gambaran yang utuh tentang kondisi masyarakat secara riil. Hal lain yang harus dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam persiapan penyuluhan adalah memandu penyusunan rencana tanaman usaha tani kelompok tani-nelayan, merekapitulasi rencana usaha tani wilayah dan agroekosistem dan membuat peta usahatani wilayah dan agroekosistem

(26)

Menyusun Program Penyuluhan

Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 41.1/Kpts/OT.210/2/2000 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya, disebutkan bahwa program penyuluhan pertanianadalah rencana kerja tentang kegiatan penyuluhanpertanian yang memadukan aspirasi petani-nelayan dan masyarakat pertanian dengan potensi wilayah dan program pembangunan pertanian, yang menggambarkan keadaan sekarang, tujuan yang ingin dicapai, masalah-masalah dan alternatif pemecahannya serta cara mencapai tujuan yang disusun secara partisipatif, sistematis dan tertulis setiap tahun. Definisi program penyuluhan hampir sama bahkan sama dengan definisi perencanaan program penyuluhan seperti yang disampaikan oleh para ahli.

Venugopal (1957) mengatakan bahwa perencanaan program adalah suatu prosedur kerja bersama -sama masyarakat dalam upaya merumuskan masalah dan upaya pemecahannya demi tercapainya tujuan dan sasaran yang diinginkan. Dalam membuat perencanaan atau program penyuluhan, penyuluh pertanian tidak bekerja sendiri tetapi bersama masyarakat dan didukung oleh para spesialis, peneliti, konsultan dan stakeholder lain. Masyarakat dilibatkan karena merekalah yang mengetahui kebutuhannya. Oleh karena itu, mereka secara bersama merumuskan, mengkaji masalah yang dihadapi, memikirka n pemecahannya, merumuskan cara memecahkan masalah dan memilih alternatif yang paling meyakinkan. Kemampuan mengkoordinasikan perencanaan/penyusunan program penyuluhan itu harus dimiliki oleh seorang Penyuluh. Martinez (1987) mengatakan bahwa perencanaan program adalah upaya merumuskan, mengembangkan dan melaksanakan program-program dan berkelanjutan, tidak terputus-putus sampai mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan program ini harus menjadi suatu dokumen tertulis yang menjadi pedoman dalam pelaksanaannya. Di dalam dokumen ini semua sumberdaya dikerahkan, jadwal ditetapkan, program-program dirumuskan, personil pelaksana dan penanggung- jawab, jadwal evaluasi dan monitoring dan lain-lain.

(27)

kelemahan sumberdaya (SDA, SDM, finansial, kelembagaan dan sebagainya). Selanjutnya permasalahan dikaji dan ditemukan dan mengidentifikasinya. Setelah masalah ditemukan, maka ditetapkan cara mengatasi masalah dan tujuan yang mau dicapai. Dari hasil analisis yang dilakukan secara komprehensif itu barulah disusun rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, penentuan indikator keberhasilan, evaluasi dan monitoring.

Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan

Rencana kerja penyuluh pertanian adalah jadwal kegiatan yang disusun oleh para penyuluh pertanian berdasarkan program penyuluhan pertanian setempat yang mencantumkan hal-hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan petani-nelayan. Program/rencana kerja penyuluhan pertanian yang baik adalah program/rencana kerja yang dibuat berdasarkan fakta, data, potensi wilayah yang akurat dan benar. Sebelum menetapkan rencana kerja penyuluhannya, penyuluh sebaiknya mengkaji semua potensi dan sumberdaya dengan menggunakan analisis SWOT (Slamet, 2004). Ketajaman dalam membuat analisis rencana kerja penyuluhan akan sangat bermanfaat dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien (Asngari, 2004).

Kompetensi Melaksanaan Penyuluhan Pertanian

Menyusun Materi Penyuluhan Pertanian

Sebagai seorang pemberdaya bagi petani, penyuluh pertanian harus mampu menyusun materi penyuluhan pertanian sesuai dengan kebutuhan petani. Materi penyuluhan adalah segala pesan yang dikomunikasikan oleh seorang penyuluh pertanian kepada masyarakat sasarannya. Dengan kata lain, materi penyuluhan adalah pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi pembangunan (Mardikanto, 1993: 95).

(28)

berhadapan dengan berbagai latar belakang dan karakteristik pendengar yang tidak memudahkannya untuk menyiapkan materi penyuluhan yang me muaskan semua pihak. Materi penyuluhan berisi ilmu pengetahuan, inovasi-inovasi pembangunan yang disampaikan kepada petani dalam suatu waktu dan keadaan tertentu yang juga akan ditanggapi secara beragam. Kendatipun kelompok pendengarnya beragam, namun seorang penyuluh pertanian tetap dituntut untuk menyiapkan materi penyuluhan yang diasumsikan mampu memenuhi kebutuhan sebagian besar pendengarnya.

Kemampuan memahami berbagai latarbelakang pendengar dan kemudian menyesuaikannya dengan materi penyuluhan yang akan disiapkan mutlak perlu bagi seorang penyuluh pertanian. Arboleda memberikan acuan agar setiap penyuluh pertanian mampu membeda-bedakan ragam materi penyuluhan yang ingin disampaikan pada setiap kegiatannya ke dalam beberapa bagian, yaitu (1) materi pokok, adalah materi yang benar-benar dibutuhkan dan harus diketahui oleh sasaran utamanya. Materi pokok sedikitnya mencakup 50 persen dari seluruh materi yang ingin disampaikan pada saat yang sama; (2) materi yang penting, yaitu materi yang berisi dasar pemahaman tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh sasarannya. Materi ini diberikan sedikitnya 30 persen dari seluruh materi yang ingin disampaikannya; (3) materi penunjang yaitu materi yang masih berkaitan dengan kebutuhan yang dirasakan, yang sebaiknya diketahui oleh sasaran untuk memperluas cakrawala pemahamannya tentang kebutuhan yang dirasakannya itu. Materi ini maksimal sebanyak 20 persen dari seluruh materi yang diberikan; dan (4) materi yang mubazir adalah materi yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada kaitannya dengan kebutuhan sasaran. Karena itu dalam penyuluhan, materi jenis ini harus dihindari (Mardikanto, 1994:107-108). Materi penyuluhan disampaikan baik secara verbal dan langsung kepada sasaran, maupun melalui media cetak dan elektronik. Melalui media cetak misalnya tulisan di surat kabar/majalah atau media elektronik seperti siaran pedesaan melalui radio.

Penerapan Metode Penyuluhan Pertanian

(29)

penyuluhan pertanian kelompok dan (3) metode penyuluhan pertanian massal (Samsudin, 1994:43). Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan non formal yang sangat kompleks yang melibatkan keseluruhan kepribadian seseorang, baik dari sisi penyuluh maupun sisi petani atau kelompok sasaran. Keterlibatan rasio, emosi, cipta, karsa, kondisi kejiwaan, kondisi sosial ekonomi dalam berbagai tingkatan kualitasnya membuat suatu metode penyuluhan tidak bisa diklaim sebagai yang paling efektif dari yang lainnya. Berdasarkan itu pula, maka Kang dan Song menyimpulkan tentang tidak adanya satupun metode yang selalu efektif untuk diterapkan dalam setiap kegiatan penyuluhan. Bahkan menurut mereka, dalam banyak kasus kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan menerapkan beragam metode sekaligus yang saling menunjang dan melengkapi (Mardikanto, 1994:109).

Dalam menerapkan metode penyuluhan pertanian perseorangan, seorang penyuluh pertanian melakukan hubungan/kontak langsung dengan individu tani. Hubungan ini bisa dilakukan melalui surat menyurat, percakapan, telepon, kunjungan ke rumah atau ladang/sawah petani tersebut, pemberian penghargaan/pengakuan secara perseorangan. Keuntungan metode ini adalah bahwa petani dan penyuluh bisa secara intensif melakukan pertukaran informasi, mudah pengorganisasiannya. Kekurangannya: membutuhkan banyak penyuluh, dana dan waktu serta pengaruhnya relatif sukar diukur, komunikator tersamar (Abbas, 1995:45).

Dalam penyuluhan pertanian dengan metode pendekatan kelompok, penyuluh pertanian mendatangi petani yang sudah terbagi dalam kelompok-kelompok tani. Petani secara berkelompok-kelompok diberikan pelatihan, kursus, karyawisata, demonstrasi, simulasi, kunjungan lapangan, perlombaan kelompok dan sebagainya. Kelebihan metode ini adalah relatif lebih efisien, pendekatan aktivitas bersama, komunkator tidak tersamar. Kekurangannya adalah adanya permasalahan dalam pembentukan kelompok, kesulitan dalam pengorganisasian aktivitas diskusi, memerlukan pembinaan calon pemimpin kelompok yan cakap dan dinamis.

(30)

menyampaikan materi penyuluhan secara massal baik melalui tatap muka secara langsung maupun tidak langsung melalui media massa cetak ataupun elektronik. Keuntungannya adalah tidak terlalu resmi, penuh kepercayaan, langsung dapat dirasakan pengaruhnya. Kekurangannya adalah memakan waktu lebih banyak, biaya lebih besar dan bersifat kurang efisien (Samsudin, 1994:45).

Pengembangan Swadaya dan Swakarya Petani-Nelayan

Dalam pengembangan swadaya dan swakarya petani-nelayan, seorang penyuluh pertanian dituntut untuk mampu: (1) menumbuhkan organisasi petani nelayan berupa pengembangan dan pembinaan kelompok tani-nelayan dan mengembangkan dan membina kelompok asosiasi; (2) meningkatkan kemampuan kelompok tani nelayan dari kelompok pemula menjadi kelompok lanjut, dari lanjut menjadi madya dan dari madya ke kelompok utama; (3) melakukan penilaian perlombaan pertanian; (4) memandu kegiatan swadaya pertanian berupa karyawisata/widyawisata, kursus tani, sekolah lapang, dan demonstrasi (baik demonstrasi plot, demonstrasi farm maupun demonstrasi area).

Pembentukan, pembinaan dan pengembangan kelompok tani-nelayan sangat penting guna mempersatukan para petani dalam satu wadah kerja sama yang bisa memberikan keuntungan bagi penyelesaian masalah yang dihadapi. Penyuluh pertanian sebagai “guru” dan sahabat petani menanamkan motivasi bagaimana mengembangkan wadah kelompok sebagai media kerja sama dan wahana terciptanya solidaritas sosial di antara petani.

Kompetensi Mengevaluasi dan Melaporkan Hasil Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian

(31)

menjalankan program dan bagaimana rekomendasi pemecahan masalah dan lain-lain (Boyle, 1981). Evaluasi merupakan alat manajemen yang berorientasi pada tindakan dan proses. Informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga relevan dan efektif serta konsekuensinya ditentukan secara sistematis dan seobyektif mungkin. Evaluasi adalah data dan analisis mengenai :(a) tujuan program, (b) standar atau kriteria, (c) keadaan atau situasi yang ada, dan (d) masalah yang dihadapi dalam pencapaian tujuan. Menurut Mardikanto (1993), evaluasi merupakan suatu kegiatan terencana dan sistematis yang meliputi: (a) pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta; (b) penggunaan pedoman yang telah ditetapkan; dan (c) pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Boyle (1981) mengidentifikasi lima hal yang dikaji dalam evaluasi suatu program yakni (1) kualitas (quality):sejauh mana kualitas program itu dan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap program itu? Apakah mutunya memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak?; (2) menilai kelayakan program. Apakah program itu sesuai dengan keinginan masyarakat? Apakah harapan masyarakat terhadap program itu terpenuhi? Apakah program itu layak diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat?; (3) efektivitas program. Apakah program itu dijalankan dengan efektif?; Apakah sesuai dengan tujuan yang diinginkan atau hanya sebuah proyek yang sebetulnya tidak efektif; (4) efisien. Bagaimana penggunaan sumberdaya (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, keuangan, fasilitas dan lain-lain) dalam pelaksanaan program itu? Apakah efisien atau tidak? ; dan (5) manfaat program. Bagaimana manfaat langsung dan nyata program itu bagi masyarakat.

Hal yang sama berlaku pada evaluasi kegiatan penyuluhan. Dalam

evaluasi penyuluhan, terdapat prinsip-prinsip yang menjadi landasan

(32)

dilakukan baik terhadap metode penyuluhan yang digunakan maupun terhadap hasil kegiatan penyuluhan; (f) evaluasi perlu untuk mengukur baik hasil kualitatif maupun hasil kuantitatif yang dicapai dari suatu kegiatan penyuluhan; (g) evaluasi mencakup enam hal pokok yang perlu dipertimbangkan dengan teliti, yakni: tujuan program penyuluhan, metode/kegiatan yang digunakan, pengumpulan, analisa, dan interpretasi data, membandingkan hasil yang dicapai dengan yang diharapkan, pengambilan keputusan, dan penggunaan hasil evaluasi untuk menyusun program penyuluhan selanjutnya; dan (h) evaluasi harus dijiwai oleh prinsip mencari kebenaran.

Ada beberapa kriteria dalam pengukuran evaluasi yaitu: (a) effectivenes,

melihat kinerja program ditinjau dari tujuan/keputusan/konsekuensi yang ingin dicapai; (b) efficiency, melihat hubungan antara hasil program dan biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan program-memaksimumkan nilai hasil program per unit biaya/meminimumkan biaya per unit hasil; (c) cost effectiveness,

membandingkan biaya yang sepadan dengan tingkat layanan/melaksanakan kegiatan dengan upaya yang minim; (d) productivity, upaya meningkatkan efisiensi sumberdaya manusia dan sumberdaya untuk melaksanakan program yang mengarah kepada kualitas layanan yang lebih tinggi; (e) cost-benefit analysis,

mengukur seluruh biaya yang dikorbankan dan keuntungan yang diperoleh dari program (dalam bentuk rupiah/jumlah uang); (f) adequacy, mengukur derajad pencapaian suatu tujuan program/tingkatan layanan yang dapat mengatasi masalah; (g) appropriateness, melihat nilai suatu tujuan program/strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan program; (h) equity, melihat sebaran keuntungan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan oleh program tersebut dan (i) responsiveness, melihat derajad pencapaian program sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya, dalam hal ini bagaimana respons masyarakat/ kelompok sasaran terhadap program itu.

Kompetensi Mengembangkan Penyuluhan

(33)

yang harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat terutama petani yang menjadi sasaran penyuluhan itu (Sumardjo, 1999; Suparta, 2001). Karena penyuluhan selalu dinamis maka penyuluh harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan, mengkaji, menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Dalam pengembangan penyuluhan, penyuluh harus mampu menyusun pedoman/petunjuk pelaksanaan penyuluhan, perumusan kajian arah kebijaksanaan pengembangan penyuluhan/ sistem kerja penyuluhan.

Kompetensi Berkomunikasi

Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan berko munikasi. Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (Effendy,2000). Dengan kata lain, menurut Laswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2000). Komunikasi adalah proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu dengan yang lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Kincaid). Dalam proses belajar seperti kegiatan penyuluhan terdapat proses komunikasi. Unsur-unsur komunikasi dalam belajar atau penyuluhan adalah adanya komunikator (guru/penyuluh), pesan (materi ajar/mata pelajaran/ materi penyuluhan), chanel (media pengajaran/penyuluhan), komunikan (siswa/ masyarakat sasaran penyuluhan), dan efek (umpan balik guru-murid, penyuluh-masyarakat sasaran). Dalam komunikasi itu terjadi proses kognitif antara komunikator dengan komunikan, antara Penyuluh dengan masyarakat sasaran.

(34)

adalah orator yang mampu mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sasaran oleh karena kepandaiannya dalam mengkomunikasikan ide, gagasan, pesan dan informasi pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai orator, Penyuluh Pertanian harus memiliki kefasihan berbicara dan berkomunikasi, memahami psikologi pendengarnya, mampu menggunakan alat-alat dan media komunikasi secara baik, memiliki semangat dan kepercayaan diri yang tinggi, memiliki kejujuran dan integritas pribadi, mampu membangkitkan semangat dan motivasi pendengarnya sehingga selalu ingin belajar tentang segala sesuatu yang penting untuk kehidupannya.

Kompetensi Berinteraksi Sosial

Penyuluh Pertanian adalah seorang pribadi yang berhubungan dengan banyak orang, baik anggota organisasi penyuluhan, LSM, lembaga peneliti, tenaga ahli, konsultan, lembaga-lembaga pemerintahan, petani, nelayan maupun to koh-tokoh masyarakat. Karena ia bersinggungan dengan multi individu dengan berbagai latarbelakang, maka Penyuluh Pertanian harus memiliki kemampuan bergaul, mampu membina hubungan dan relasi, trampil dan luwes dalam bersikap dengan semua orang. Kemampuan membina hubungan sosial antar manusia dalam berbagai strata tanpa membeda-bedakannya atas dasar suku, budaya, agama, etnik, pendidikan, status sosial disebut kemampuan atau kompetensi sosial. Kemampuan membina hubungan yang sehat baik secara vertikal dengan atasan atau bawahan maupun secara horizontal dengan rekan atau teman yang berada setara tidak terlepas dari konsep hubungan antarpersonal.

(35)

tanpa membesar-besarkan ketidaksepakatan, (3) menyampaikan informasi kepada orang lain tanpa menimbulkan kebingungan, kesalahpahaman, penyimpangan atau perubahan lainnya yang disengaja, (4) terlibat dalam pemecahan masalah yang terbuka tanpa menimbulkan sikap bertahan atau menghentikan proses, (5) membantu orang-orang lainnya untuk mengembangkan gaya hubungan personal dan antarpersonal yang efektif, (6) ikut serta dalam interaksi sosial informal tanpa terlibat dalam muslihat atau gurauan atau hal-hal lainnya yang mengganggu komunikasi yang menyenangkan. Pemikiran Pace dan Boren ini sangat relevan dengan tugas seorang Penyuluh.

Kemampuan membina hubungan sosial berarti kemampua n menempatkan diri dan orang lain secara proporsional tanpa adanya perasaan dan anggapan superior atau inferior satu terhadap yang lain. Menurut Pace, Boren dan Peterson (Pace dan Faules, 1993:202-2003), hubungan antarpersonal cenderung menjadi lebih baik bila kedua belah pihak melakukan hal-hal berikut : (1) menyampaikan perasaan secara langsung dan dengan cara yang hangat dan ekspresif, (2) menyampaikan apa yang terjadi dalam lingkungan pribadi mereka melalui penyingkapan diri (self-disclosure), (3) menyampaikan pemahaman yang positif, hangat kepada satu sama lainnya dengan memberikan respons-respons yang relevan dan penuh pengertian, (4) bersikap tulus kepada satu sama lainnya dengan menunjukkan sikap menerima secara verbal maupun non verbal, (5) selalu menyampaikan pandangan positif tanpa syarat terhadap satu sama lainnya melalui respons-respons yang tidak menghakimi dan ramah, (6) berterus terang mengapa menjadi sulit atau bahkan mustahil untuk sepakat satu sama lainnya dalam perbincangan yang tidak menghakimi, cermat, jujur dan membangun.

(36)

Karakteristik Individu Penyuluh Pertanian

Karakteristik individu penyuluh pertanian adalah identifikasi internal yang melekat pada diri seorang penyuluh pertanian seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, umur, bidang keahlian, jenis kelamin, pengalaman kerja sebagai penyuluh (jumlah masa kerja), sifat kosmopolitan yang dimiliki, pendapatan dan motivasi (intrinsik dan ekstrinsik) akan mempengaruhi kompetensi dan kinerja penyuluhan.

Pendidikan Formal dan Non Formal. Cooms et al. (1973) menawarkan konsepsi pendidikan seumur hidup atau dinyatakan bahwa hidup itu adalah belajar. Mereka membagi pendidikan dengan tiga jalur antara lain, (1) pendidikan formal (pendidikan melalui bentuk sekolah), (2) pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah yang masih diorganisasikan), (3) pendidikan informal (pendidikan dalam masyarakat dan keluarga tanpa pengorganisasian tertentu). Cooms dengan kawan-kawannya kemudian mendefinisikan pendidikan non formal sebagai suatu aktivitas pendidikan yang diorganisasikan yang ada di luar sistem pendidikan formal yang sudah mapan, berorientasi pada ciri-ciri warga belajar dalam mencapai tujuan pendidikannya (Ruwiyanto, 1994).

Umur. Umur adalah faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses belajar dan efisiensi belajar baik langsung maupun tidak langsung. Umur 25 tahun adalah umur yang optimal untuk belajar. Pada umur 46 tahun, kemampuan belajar mulai menurun dan akan menurun drastis pada umur 60 tahun. Variasi umur yang dimiliki oleh Penyuluh Pertanian akan juga berpengaruh pada pengembangan kompetensi dan kinerjanya.

(37)

Masa kerja sebagai penyuluh pertanian dengan sendirinya ikut membentuk pengetahuan, sikap, watak, karakter dan ketrampilan. Makin lama seseorang menekuni suatu bidang tertentu, pengetahuanya tentang bidang itu pun semakin tinggi. Dengan pengetahuan yang dikembangkan melalui pengalamannya, seorang Penyuluh Pertanian akan mampu membentuk kompetensi pribadinya dan kinerja serta etos kerjanya. Pengalaman yang banyak membentuk kompetensi dan kecerdasan, sikap dan ketrampilan.

Sifat Kosmopolitan. Sifat kosmopolitan adalah sikap keterbukaan terhadap ide, gagasan, pengetahuan, informasi yang datang dari luar suatu sistem sosial. Sifat kosmopolitan ini terbentuk karena adanya akomodasi dan adaptasi terhadap ide, gagasan atau informasi yang berasal dari luar atau tempat lain. Hubungan dan relasi sosial yang luas tanpa dibatasi oleh ruang, waktu, tempat, sekat-sekat primordialisme, budaya yang dianut akan membentuk sikap-sikap kosmopolitan. Sikap-sikap kosmopolitan ini adalah sumber belajar yang dapat mempertajam kualitas dan kemampuan nalar, kecerdasan, kompetensi dan kecakapan seseorang yang pada akhirnya akan juga mempengaruhi kinerja seseorang.

Pendapatan. Pendapatan adalah jumlah pendapatan atau “reward” yang diperoleh seseorang dari hasil kerjanya. Pendapatan di sini bisa bersifat pendapatan tetap setiap bulan ataupun pendapatan tidak tetap. Makin tinggi pendapatan ekonomi, makin tinggi pula kesempatan ia membelanjakan uangnya baik untuk kebutuhan sandang, pangan dan papan, maupun untuk kebutuhan rekreasi atau aktualisasi diri. Orang yang memiliki pendapatan yang cukup lebih memiliki peluang untuk mengakses berbagai kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan mengembangka n dan meningkatkan kualitas pengetahuan dan kecakapannya.

Motivasi

Bagi siapapun, termasuk Penyuluh Pertanian, suatu kegiatan tertentu dilaksanakan karena didorong oleh keinginan tertentu yang disebut motivasi. Mc.Donald (Djamarah : 2002) mengatakan bahwa motivation is an energy

(38)

goal reactions (motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan). Afeksi dan reaksi untuk mencapai tujuan tertentu ini menjadi pemicu bagi orang untuk berusaha, berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Pemicu tindakan itu disebut motivasi seperti yang dikatakan oleh Terry (1997) bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang untuk melakukan tindakan.

Motivasi yang ada pada manusia baik motivasi intrinsik yakni dorongan dari dalam diri untuk melakukan sesuatu dan motivasi ekstrinsik yakni dorongan dari luar diri untuk melakukan sesuatu melekat pada setiap orang, termasuk Penyuluh Pertanian. Keinginan untuk belajar dan meningkatkan kecerdasan, kecakapan, sikap dan ketrampilan didorong oleh motivasi tertentu yang bisa bersifat intrinsik ataupun ekstrinsik. Seorang penyuluh pertanian didorong oleh motivasi intrinsiknya agar memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidang penyuluhan selalu mempertajam nalarnya dengan belajar, membaca, mengikuti diklat, seminar, diskusi, demonstrasi dan sebagainya. Dorongan intrinsik ini bisa menjadi lebih kuat jika ada pula dorongan ekstrinsik yang menyertainya. Misalnya: penyuluh pertanian yang memiliki kecerdasan, kompetensi yang tinggi akan lebih mudah untuk naik pangkat atau dipromosi dan pendapatan ekonominya pun akan lebih meningkat. Atau juga dorongan intrinsik ini menjadi lebih kuat karena adanya persaingan yang tinggi di antara penyuluh pertanian, atau adanya desakan dari pihak luar seperti atasan, keluarga, teman agar kecerdasan dan kompetensi selalu ditingkatkan. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik selalu berjalan bersama-sama. Dalam penelitian ini, motivasi penyuluh pertanian dianalisis untuk melihat pengaruhnya terhadap kompetensi dan kinerja penyuluhan.

Pendidikan dan Pelatihan Penyuluhan

(39)

mendefinisikan pendidikan non formal sebagai suatu aktivitas pendidikan yang diorganisasikan yang ada di luar sistem pendidikan forma l yang sudah mapan, berorientasi pada ciri-ciri warga belajar dalam mencapai tujuan pendidikannya (Ruwiyanto, 1994).

Lebih lanjut para ahli pendidikan itu mengatakan bahwa pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialis dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media massa. Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya..

Baik pendidikan formal, informal dan non formal mengandung substansi yang sama yakni unsur pendidikan, terlepas dari unsur keteraturan, terorganisasi, tersistematis, berjenjang dan terstruktur, disengaja atau tidak disengaja. Di dalam proses belajar itu ada komunikasi yang menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran, penafsiran, pemahaman dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi (ketrampilan intelektual dan sosial), pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan serta kemauan untuk berbuat atau merespon sesuatu rangsangan (stimuli). Proses perubahan (belajar) itu dapat terjadi dengan disengaja atau tidak disengaja (Sudjana, 2004).

Adanya perubahan dalam ketiga dimensi perilaku manusia itu yakni kognisi, afeksi dan psikomotor menunjukkan bahwa proses belajar adalah suatu proses pendidikan. “The International Standard Classification of Education

(40)

terorganisasi dan berkelanjutan yang dirancang untuk menumbuhkan belajar (“education as organized and sustained communication designed to bring about learning”). Sikap dan perilaku belajar itu bukan sekedar belajar untuk mengetahui sesuatu (learning how to know), melainkan belajar untuk memecahkan masalah (learnings how to solve problems), malah yang paling esensial adalah belajar untuk kemajuan kehidupan diri dan lingkungannya (learning to live to be). Dengan demikian, pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang dengan pengalaman itu seseorang atau kelompok orang dapat memahami sesuatu yang sebelumnya mereka tidak pahami. Pengalaman terjadi karena adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam masyarakat (Kleis, 1974).

Pengembangan kompetensi penyuluh pertanian dilakukan melalui ketiga jenis pendidikan sebagaimana yang telah dikatakan oleh Cooms dkk itu. Untuk kepentingan penelitian ini, pengembangan kompetensi penyuluh pertanian terutama melalui pendidikan formal dan non formal. Pengembangan kompetensi penyuluh pertanian melalui pendidikan formal dilakukan melalui kebijaksanaan tugas belajar atau izin belajar. Penyuluh pertanian yang berlatar belakang pendidikan SLTA dapat melanjutkan pendidikan forma lnya ke jenjang yang lebih tinggi seperti Akademi atau Sarjana (S1). Atau penyuluh pertanian yang telah berpendidikan Sarjana (S1) dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pascasarjana (S2 atau S3).

(41)

keseragaman yang lebih longgar dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman pendidikan formal. Pendidikan non formal memiliki bentuk dan isi program yang bervariasi sedangkan pendidikan formal umumnya memiliki bentuk dan isi program yang seragam untuk setiap satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Perbedaan ini pun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam mendiagnosis, merencanakan dan mengevaluasi proses, hasil dan dampak program pendidikan. Tujuan program pendidikan non formal tidak seragam sedangkan tujuan pendidikan formal seragam untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan non formal tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan formal (Sudjana, 2004).

Pendidikan dan pelatihan yang disingkat dengan diklat bagi Penyuluh Pertanian bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan kapasitas yang telah dimiliki. Sebagai seorang figur yang “menjual” jasa infomasi penyuluhan, penyuluh pertanian dan organisasi penyuluhan yang melaksanakan penyuluhan pertanian harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh pelanggannya dalam hal ini petani. Kussriyanto (1993:10) mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan pekerja dapat mempunyai dampak paling langsung terhadap produktivitas. Little (Soepeno, 1981:27) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pendidikan berkaitan dengan produktivitas adalah suatu kebenaran yang begitu jelas membuktikan dirinya sehingga hanya sedikit orang yang mempertanyakan. Pendidikan dapat membentuk pegawai menjadi ahli sehingga dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai situasi, memilih cara yang paling tepat dalam melaksanakan tugas pokoknya, memilih alternatif yang baik dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

(42)

Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dari banyak definisi tentang kurikulum, untuk penelitian ini, penulis mengutip beberapa definisi dari beberapa ahli. Willes Bundy (Atmodiwirio, 2002) mendefinisikan kurikulum sebagai suatu tujuan atau sekumpulan nilai-nilai yang digerakkan melalui suatu proses pengembangan yang mencapai puncaknya dalam pengalaman di kelas untuk siswa. Tanner dan Tanner (1975) mengartikan kurikulum sebagai pernyataan belajar yang direncanakan, dibimbing, ada hasil yang diinginkan, diformulasikan melalui rekonstruksi pengetahuan dan pengalaman secara sistematik di bawah bantuan sekolah untuk kelanjutan dan pertumbuhan belajar dalam kompetensi pribadi sosial. Tyler (1957) mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh pelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari beberapa definisi itu dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah keseluruhan materi pelajaran yang disusun secara sistematik dan diberikan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

Dalam konteks diklat penyuluhan, kurikulum adalah keseluruhan materi diklat yang telah disusun secara sistematik dan diajarkan kepada peserta diklat melalui proses belajar mengajar orang dewasa. Kurikulum penyuluhan berbasis kompetensi penyuluhan yang berarti kurikulum yang diberikan sesuai dengan profesi penyuluh. Penyuluh Pertanian adalah orang-orang dewasa yang telah berpengalaman, karena itu kurikulum diklat penyuluhan berorientasi pada penambahan pengetahuan, pembentukan sikap dan ketrampilan yang telah dimiliki. Dengan materi diklat itu mereka dapat menambah wawasan pengetahuan, sikap dan ketrampilannya.

Proses Belajar

Gambar

Tabel 1.  Elemen-elemen karakter sosial individu penyuluh pertanian yang ideal
Tabel 1. (Lanjutan)
Tabel 2 (Lanjutan)
Tabel 3  (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah ada pengaruh simultan disiplin belajar dan lingkungan teman sebaya terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IPS di SMA

Terdapat pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perawat terhadap Kinerja pelaksanaan Asuhan Keperawatan di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2015, dimana dari hasil

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat dikatakan bahwa analisis kontrastifmerupakan ilmu linguistik yang bersifat membandingkan dan bertujuan menemukan serta

memberi tawaran apakah padi yang saya tanam mau dijual dengan sistem tebasan, kadang juga ada perantara yang mendatangi rumah memberi tawaran kepada saya

Perkembangan sel B, immunoglobulin gene rearrangement dan hubungannya dengan limfoma dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 5... Perkembangan sel T dan T-cell

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis dan Perancangan Sistem

Beberapa instrumen pasar Modal antara lain menurut Tandelilin (2001 : 18) ; 1) Saham, merupakan salah satu jenis sekuritas yang cukup popular diperjual belikan di pasar

Investasi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kesempatan kerja di Indonesia, karena investasi sering diarahkan ke padat modal (capital intensive) yang digunakan