• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pentingnya kanvas model bisnis (business model canvas / BMC) dan sebuah prototipe pada tahap start-up adalah sebagai tools atau alat bantu yang dapat meminimalisir biaya dan resiko kegagalan serta memberikan efisiensi waktu selama tahapan trial eror untuk menemukan pasar yang sesuai bagi produk inovasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan prototype produk daging artifisial yang paling mendekati preferensi konsumen. Preferensi konsumen sendiri muncul dari adanya kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan keterbatasan (disability) yang dirasakan.

Kanvas Model Bisnis Pertama

Pendekatan User Centered Design dilakukan dengan menggunakan tools

berupa kanvas model bisnis dan prototipe produk. Pembuatan kanvas model bisnis mengacu pada rancangan Osterwalder & Pigneur (2012). Kanvas model bisnis terdiri atas sembilan blok penyusun. Kesembilan blok tersebut mencakup empat bidang utama bisnis yaitu pelanggan, penawaran, infrastruktur, dan kelayakan keuangan. Kanvas model bisnis pertama diringkas dalam Lampiran 6 dan dijabarkan sebagai berikut:

6

Proposisi nilai (value propositions)

Proposisi nilai merupakan manfaat yang ditawarkan perusahaan pada pelanggan. Proposisi nilai merupakan alasan mengapa pelanggan harus lebih memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan bukan perusahaan lain. Dalam kasus daging artifisial yang sebelumnya telah ada di pasaran telah disajikan nilai kepraktisan, daya tahan produk yang lama, kemudahan dalam transportasi, serta karakteristik produk yang dikatakan menyerupai daging.

Daging artifisial tersebut dijual dalam bentuk kering dengan bobot berkisar antara 100 – 200 g seharga Rp 15 000 – Rp 20 000. Sebelum dimasak, terlebih dahulu daging artifisial harus direhidrasi menggunakan air sebanyak 2 – 3 kali volumenya. Seluruh daging artifisial tersebut terbuat dari texturized soy protein

dengan bahan baku protein kedelai. Daya terima masyarakat terhadap produk tersebut masih sangat rendah. Hipotesis permasalahan penyebab rendahnya daya terima masyarakat adalah karena karakteristik produk yang kurang nyaman di mulut, berbau langu, serta memiliki rasa dan aftertaste yang pahit dan gatal.

Kekurangan yang ditemui pada produk tersebut menjadi ide dasar untuk menciptakan produk daging artifisial yang lebih baik. Adapun proposisi nilai yang akan disajikan yaitu: 1) terbuat dari 100% bahan nabati yaitu kacang tunggak, 2) aman dan halal tanpa menggunakan bahan kimia 3) bernutrisi tinggi, tinggi protein dan serat, rendah lemak, dan bebas kolesterol, 4) diproses secara higienis, serta 5) memiliki rasa, bentuk, tekstur, warna dan aroma yang mirip dengan daging sapi.

Segmen pelanggan (customer segments)

Segmen pelanggan yang dituju merupakan kalangan yang paling potensial sebagai pelanggan produk daging artifisial. Hipotesis segmen pelanggan paling potensial adalah vegetarian dan masyarakat berkebutuhan khusus. Pemilihan kedua segmen tersebut berdasarkan intensitas pembelian daging artifisial oleh segmen tersebut. Selain itu, kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan masalah dalam pemenuhan kebutuhan proteinnya. Vegetarian memiliki pantangan protein hewani dan membutuhkan protein nabati sedangkan masyarakat berkebutuhan khusus kebanyakan bermasalah dengan protein hewani karena keterbatasan akibat faktor kesehatan dan gaya hidup.

Hubungan dengan pelanggan (customer relationships)

Sebagai produk dengan sasaran konsumen khusus, maka hubungan yang akan dijalin dapat dikelompokkan menjadi 3 macam berdasarkan maksud yang ingin dicapai. Pertama untuk akuisisi pelanggan (customer acquisition) agar didapatkan pelanggan baru, menambah pelanggan yang sudah ada, serta merebut pelanggan kompetitor. Kedua yaitu retensi pelanggan (customer retention) untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tidak beralih ke kompetitor. Ketiga adalah peningkatan penjualan (boosting sales) sebagai langkah akhir agar tercapai posisi stabil dan memperoleh keuntungan yang semakin besar.

Bentuk akuisisi pelanggan dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya: 1) memperkenalkan produk dalam acara seminar dan expo komunitas, 2)

menyediakan sampel produk, 3) melibatkan pelanggan dalam setiap upaya perbaikan mutu produk (customer involvement). Sedangkan untuk upaya retensi pelanggan dapat dilakukan melalui: 1) keanggotaan dalam komunitas

(membership), 2) pelayanan keanggotaan (service), 3) memberikan tips dan resep

mengolah, 4) pelayanan purna jual (customer care). 6) kemudahan dalam akses dan pemesanan berikutnya, serta 7) pembekalan kelebihan dan diajak bergabung ke jaringan bisnis. Selanjutnya dalam upaya peningkatan volume penjualan, usaha yang dapat dilakukan misalnya: 1) memberikan potongan harga, 2) pemberian kartu membership gratis, 3) undian berhadiah jika membeli dalam jumlah ataupun intensitas tertentu.

Saluran (channels)

Agar produk daging artifisial dapat dikenal, diakses dan diperoleh dengan mudah oleh pelanggan, maka dibutuhkan adanya saluran (channel). Saluran yang dimaksud dapat berupa saluran komunikasi, dan saluran distribusi atau jaringan penjualan. Saluran komunikasi dapat dilakukan melalui website, media sosial, telpon dan pesan singkat. Sedangkan distribusi dan jaringan penjualan dapat memanfaatkan jasa komunitas vegetarian seperti Indonesia Vegetarian Society

(IVS).

IVS sebagai komunitas yang telah terstruktur rapih dengan banyak cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dapat dijadikan sebagai saluran (channel). Selain itu, hampir seluruh restoran vegetarian telah menjadi partner IVS. Anggota komunitas dengan senang hati akan menawarkan jasanya sebagai agen pengecer guna mempermudah anggota komunitasnya untuk memperoleh produk daging artifisial yang lebih sehat. Selain itu, keberadaan sosok yang berpengaruh dalam komunitas juga dapat dianggap sebagai saluran (channel) karena melalui jasa figur tersebut, informasi mengenai produk dan value preposition dapat tersampaikan dengan baik. Selain itu, peran restoran vegetarian atau penyedia pangan vegetarian sangat dibutuhkan sebagai saluran pengenalan dan penjualan produk daging artifisial karena gerbang pelanggan merasakan sesuatu yang berbeda dan berkesan salah satunya adalah karena restoran favoritnya.

Aliran pendapatan (revenue streams)

Aliran pendapatan merupakan penghasilan yang didapat dari masing masing segmen pelanggan. Secara umum, penghasilan yang dijadikan parameter aliran pendapatan adalah penghasilan dalam bentuk uang tanpa dikurangi biaya pokok produksi. Penjualan produk merupakan salah satu cara untuk dapat menghasilkan uang. Asumsi awal harga penjualan produk daging artifisial mengacu pada harga produk daging artifisial yang telah ada di pasaran yaitu rata-rata Rp 15 000 untuk ukuran kemasan 100 g. Setiap kemasan biasa habis dikonsumsi dalam sehari. Lebih lengkapnya dapat dikaitkan dengan pembahasan pada bab selanjutnya mengenai ukuran pasar (market size). Selain melalui penjualan produk, aliran pendapatan dapat diperoleh melalui paten dan penjualan atau pemanfaatan limbah perusahaan yang tidak terpakai.

8

Sumber daya kunci (key resources)

Sumber daya kunci pada model bisnis produk daging artifisial terdiri atas aspek bahan baku, sumber daya manusia, teknologi dan proses, serta pemasaran. Kunci kelancaran pasokan bahan baku terletak pada hubungan harmonis dengan pemasok. Hubungan dengan pemasok harus diperkuat dengan sistem kemitraan yang bersahabat. Harus tersedia lebih dari dua pemasok untuk dapat mencukupi kebutuhan target pelanggan. Adapun kunci sumber daya manusia yang paling dibutuhkan adalah operator yang mengoperasikan mesin dengan teknologi canggih seperti ekstruder. Sedangkan kunci teknologi dan proses mutlak harus diperhatikan karena proses produksi daging artifisial sangat kritis. Proses produksi daging artifisial sebisa mungkin menghindari penggunaan bahan tambahan pangan, terutama bahan kimia dan mutu produk harus terjaga hingga sampai di tangan konsumen. Terakhir, kunci kegiatan pemasaran sejalan dengan saluran (channel) yang tersedia. Retailer, figur khusus dan restoran vegetarian harus melakukan perannya secara aktif dan masif untuk menjaga agar hubungan bisnis antara produsen dan konsumen dapat terjaga serta goal aliran pendapatan (revenue

streams) dapat semaksimal mungkin.

Aktivitas kunci (key activities)

Suatu bisnis memiliki aktivitas kunci agar model bisnisnya dapat berjalan seoptimal mungkin sesuai goal yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. Adapun aktivitas kunci pada model bisnis produk daging artifisial antara lain: pengadaan bahan baku, produksi, marketting dan distribusi. Bahan baku dipasok dengan sistem kemitraan dengan setidaknya lebih dari dua pemasok bahan baku. Kegiatan produksi dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pembuatan tepung kecambah, pembuatan texturized protein serta formulasi daging artifisial. Pemasaran dan distribusi dapat dilakukan dengan menggunakan jasa partner, dalam hal ini adalah anggota IVS sebagai agen / retailler, figur khusus serta restoran vegetarian berdasarkan kontrak perjanjian kerja sama bisnis.

Kemitraan kunci (key partners)

Hubungan kemitraan yang perlu dibangun adalah dengan petani atau

pemasok bahan baku kacang tunggak. Sebab, meskipun potensinya tercatat

banyak di Indonesia, namun kacang tunggak tidak seperti kedelai yang ditanam secara massal pada lahan khusus. Adanya kemitraan langsung dengan petani sangat perlu dibangun untuk memperkecil gap harga yang seringkali dipermainkan oleh pengepul. Dengan adanya kemitraan dengan petani, kemungkinan besar petani untuk menanam kacang tunggak secara kontinyu akan besar karena adanya peluang bisnis dan pasar untuk komoditi yang mereka tanam. Selain itu, kemitraan lain yang penting untuk diwujudkan adalah kemitraan dengan anggota IVS termasuk figur khusus yang berpengaruh dalam IVS. Sebagai organisasi vegetarian terbesar di Indonesia yang bahkan telah diakui dunia, jaringan pasar di IVS sangat menjanjikan untuk dapat dimanfaatkan sebagai sarana pemasaran sekaligus distribusi produk daging artifisial. Selain itu, kemitraan IVS juga telah mencakup hampir seluruh restoran vegetarian di Indonesia.

Struktur biaya (cost structures)

Analisis biaya untuk menentukan harga pokok produk daging artifisial dilakukan menggunakan metode full costing. Metode full costing

mengikutsertakan aspek biaya yang berpengaruh pada produk secara keseluruhan. Aspek pembiayaan yang dihitung dalam metode full costing meliputi direct material, direct labor dan overhead cost. Selain itu, dalam metode full costing

juga dimasukkan biaya pemasaran, distribusi dan return product. Analisis biaya disajikan lengkap pada Lampiran 6.

Selanjutnya kanvas model bisnis pertama diuji dalam tahapan tes permasalahan dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Jumlah responden yang digunakan mengacu pada Blank dan Dorf (2012) sebenyak 50 responden. Jumlah tersebut dianggap sudah cukup karena telah dapat menghasilkan data yang stasioner. Pengujian masalah dilakukan dengan mengacu daftar pertanyaan pada Lampiran 4.

Prototipe Daging Artifisial Pertama

Prototipe produk daging artifisial pertama diwujudkan dalam bentuk produk berfitur minimum atau minimum valuable product (MVP 0) yang akan diujikan dalam tahapan uji masalah. Prototipe pertama akan menjadi dasar pengembangan untuk tahapan atau iterasi selanjutnya. Karakteristik prototipe daging artifisial pertama akan menonjolkan bentuk gelondongan dengan serat menyerupai serat daging, terbuat 100% dari tepung kecambah kacang tunggak melalui proses teksturisasi menggunakan ekstruder berulir tunggal, dan dibuat tanpa menggunakan bahan kimia. Lebih jelasnya mengenai proses pembuatan dan hasil uji proksimat dan karakteristik fisik yang dilakukan pada prototipe pertama dijelaskan pada Lampiran 7.

Pengubahan bahan baku dari sebelumnya isolat kedelai menjadi kecambah kacang tunggak dilakukan untuk menghasilkan produk daging artifisial yang lebih enak, praktis dan sehat. Perubahan bahan baku tersebut juga diikuti oleh perubahan proses produksi. Faktanya, apabila menggunakan bahan baku kedelai maka akan diikuti proses ekstraksi minyak menggunakan pelarut. Setelah diekstraksi, kedelai masih mengalami ekstraksi dan pemurnian protein agar dihasilkan isolat ataupun konsentrat protein menggunakan bahan kimia lain yang tidak aman untuk kesehatan.

Selain itu, agar terhindar dari bahan kimia berbahaya, tidak seharusnya proses pembuatan daging artifisial menggunakan bahan protein murni. Selain karena alasan keamanan dan kesehatan, harga protein murni seperti isolat dan konsentrat juga tergolong mahal. Penggunaan kacang tunggak sebagai pengganti kedelai dilakukan karena kacang tunggak memiliki kandungan protein yang tinggi dengan kandungan minyak yang rendah, sehingga tidak memerlukan proses ekstraksi atau defatting (Deshpande dan Damodaran (1990), Rukmana dan Yuniarsih (2000)). Selain itu, kacang tunggak banyak tersedia di daerah tropis seperti Indonesia namun karena namanya tidak sepopuler kedelai, sehingga pemanfaatannya masih sebatas sebagai sayur atau lalapan.

10

Penggunaan kacang tunggak sebagai salah satu bahan pembuatan daging artifisial, menjadikan proses produksi daging artifisial hanya akan terdiri atas tiga tahapan proses. Tahapan tersebut antara lain: pembuatan tepung kecambah kacang tunggak, pembuatan texturized protein, dan pembuatan daging artifisial. Perubahan karakteristik bahan, dari sebelumnya kedelai menjadi kacang tunggak berakibat dapat dihilangkannya proses ekstraksi atau defatting, sehingga kontak fisik bahan dengan pelarut dapat dihindari.

Tes Permasalahan (Test The Problem)

Tes permasalahan dilakukan kepada 50 responden potensial berdasarkan penilaian pada Lampiran 17, yaitu vegetarian. Sebanyak 42 orang dari total 50 responden merupakan anggota tetap Indonesia Vegetarian Society (IVS) dan 8 orang sisanya merupakan pelanggan tetap restoran vegetarian. Adapun sebagian besar dari 50 responden tersebut didominasi oleh responden wanita yang berusia paruh baya sebanyak 38 orang, sisanya adalah responden laki-laki. Kebanyakan responden yang diwawancara memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu telah menjadi vegetarian selama lebih dari 5 tahun, memiliki tingkat pendidikan minimal telah menamatkan SMA, tidak sensitif terhadap harga, peduli pada pola hidup sehat dan rajin mengikuti event yang diadakan Indonesia Vegetarian

Society (IVS). Alam uji permasalahan juga dilakukan uji penerimaan hedonik

secara monadik untuk mengetahui respon dini responden terhadap prototipe daging artifisial.

Melalui observasi dan wawancara mendalam, dapat diketahui responden menemui beberapa masalah dalam mengkonsumsi daging artifisial yang selama ini telah ada di pasaran. Adapun daftar masalah yang ditemui responden disajikan dalam Tabel 1.

Selama menemui masalah dengan daging artifisial, responden juga telah memiliki alternatif solusi tertentu untuk menyelesaikan masalahnya. Diantara alternatif solusi yang mereka pilih, pada Tabel 2 dijabarkan solusi yang paling sering responden gunakan untuk menghadapi masalah terkait konsumsi daging artifisial.

Tabel 1 Daftar permasalahan responden

Permasalahan Frekuensi (orang)

Rasa tidak normal, aftertaste pahit dan gatal 38

Tekstur aneh, berbau tengik dan asam 32

Sulit diolah, merasa tidak aman dan sehat 27 Tidak cocok disajikan dengan nasi (sebagai lauk) 19

Susah diperoleh dan musiman 15

Syeithan atau daging gluten merupakan alternatif daging artifisial paling digemari vegetarian sebagai alternatif pengganti daging artifisial yang telah ada di pasaran. Sedangkan yuba atau kembang tahu merupakan pengganti ham bagi vegetarian karena rasanya yang gurih namun sangat sulit didapatkan. Selain itu tidak semua vegetarian mampu melakukan solusi-solusi tersebut. Vegetarian memerlukan solusi yang praktis, instan namun tetap sesuai dengan prinsip bervegetarian yang menjaga kesehatan. Vegetarian lebih menyukai makanan yang segar dan tidak mengandung banyak bahan kimia.

Responden vegetarian menunjukkan respon positif dan tingkat ketertarikan yang tinggi apabila dapat dihadirkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan protein namun tetap terjaga mutunya, kealamiannyat, enak dan menyehatkan. Lebih jelasnya, fitur produk yang diinginkan oleh responden vegetarian dirangkum dalam Tabel 3.

Selain mengharapkan fitur utama seperti pada Tabel 3, responden juga menginginkan hadirnya fitur tambahan yang apabila dipenuhi akan menjadikan produk memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan produk pesaing ataupun produk yang telah ada di pasaran. Kehadiran tambahan dapat melengkapi Tabel 3 Fitur yang diharapkan terdapat pada produk daging artifisial

Fitur yang diharapkan Frekuensi (orang) Rasa dan tekstur daging yang dapat diterima lidah 50

Aman, higienis, dan halal 48

Tidak berpengawet, pewarna, perisa (MSG) 47

Tidak mengandung bahan hewani 43

Dapat dimasak normal seperti daging 43

Mudah dimasak 39

Ada jaminan ketersediaan dan pelayanan yang baik 33 Dapat dijadikan lauk atau disajikan bersama nasi 28 Mudah diperoleh dan dijual oleh agen terpercaya 24 Tabel 2 Daftar solusi yang telah dilakukan oleh responden

Solusi yang dilakukan Frekuensi (orang) Mengkonsumsi sumber protein lain (kacang & jamur) 47

Membuat atau membeli syeithan atau yuba 26 Makan di restoran penyedia menu vegetarian 21 Mengurangi porsi dan membatasi konsumsinya 11 Dimasak dengan diberbanyak campuran bahan lain 3

12

nilai nilai yang belum optimal dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Adapun fitur tambahan dijabarkan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, dapat diketahui bahwa responden memiliki prioritas tertentu dalam memilih produk yang mereka minati. Adapun prioritas penilaian responden disajikan dalam Gambar 3 dengan urutan dari paling tinggi ke rendah yaitu rasa, tekstur, keamanan, gizi, kemudahan dan harga.

Perubahan Prototipe Daging Artifisial Pertama

Setelah melalui uji penerimaan hedonik yang dilakukan pada tahapan uji permasalahan (test the problem), prototipe daging artifisial pertama mendapatkan banyak masukan dari responden. Responden menyukai pemilihan kacang tunggak sebagai bahan pengganti kedelai dalam memproduksi daging artifisial. Selain itu, responden sangat mendukung penggunaan proses produksi yang sama sekali tidak melibatkan bahan kimia seperti pewarna, pengawet dan penyedap rasa. Namun, karakteristik dan penampakan prototipe perlu ditingkatkan agar penerimaannya dapat lebih baik. Untuk itu, perubahan yang dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran serat daging artifisial agar terlihat lebih halus. Lebih jelas mengenai perubahan yang terjadi dan hasil uji yang dilakukan pada prototipe pertama terdapat pada Lampiran 9 dan ringkasan mengenai perubahan proposisi nilai pada kanvas model bisnis pertama dilampirkan pada Lampiran 8.

Gambar 2 Prioritas penilaian responden

Tabel 4 Fitur tambahan yang diharapkan hadir pada produk daging artfisial

Fitur tambahan Frekuensi

Ada jaminan keamanan dan teregistrasi di BPOM / Dinkes 38 Dijual melalui agen yang terpercaya (teman) dan mudah diakses 29

Ada pelayanan konsumen yang bersahabat 27

Cocok untuk dimasak dengan varian rasa dan cara apapun 27

Harga setiap agen sama rata 23

Kemasan menarik dan tidak sekali pakai atau dapat didaur ulang 21 Ada kerja sama dengan pakar kesehatan dan gizi untuk konsultasi 11

45%

30% 10% 10%5%

Rasa & Tekstur Keamanan Gizi Kemudahan Harga

Uji Solusi (Test the solution)

Pengujian solusi (test the solution) merupakan tahap penyelesaian masalah yang dialami konsumen. Pada tahap ini model bisnis yang telah diperbarui, diujikan kepada 50 responden potensial untuk mengetahui tingkat penerimaan model bisnis di kalangan konsumen. Sesuai prinsip pendekatan User Centered Design yang dilakukan secara iteratif, pengujian solusi (test the solution) dapat dilakukan berulang kali hingga didapatkan hasil yang paling sesuai dengan preferensi konsumen. Adapun iterasi yang dilakukan pada uji solusi pada penelitian ini adalah sebanyak empat kali, termasuk iterasi selama uji masalah (test the problem).

Tahapan uji solusi selalu diikuti oleh tahapan perubahan prototipe atau

minimum valuable product (MVP) dan perubahan kanvas model bisnis (BMC).

Penjelasan lengkap mengenai iterasi yang dilakukan disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Secara keseluruhan, iterasi yang dilakukan mencakup proposisi nilai yang dihantarkan pada customer segment vegetarian. Pada iterasi ke-1, perubahan dilakukan dengan merubah ukuran serat daging menjadi lebih kecil dan halus. Setelah dilakukan uji solusi yang hasilnya dilampirkan pada Lampiran 8, ternyata serat yang kecil dan halus tidak begitu mempengaruhi penilaian responden. Selanjutnya dilakukan iterasi ke-2 dengan perubahan dilakukan pada bentuk gelondongan menjadi menyerupai daging cincang dan dilakukan perubahan bahan baku dari sebelumnya 100% tepung kecambah kacang tunggak menjadi campuran gluten dan tepung kecambah. Pada tahap ini konsumen memberikan penilaian yang baik dan penerimaan responden meningkat seperti yang telah ditunjukkan pada Lampiran 10. Hal ini disebabkan gluten merupakan bahan pangan yang sudah terbiasa responden konsumsi sebagai pengganti daging artifisial.

Selanjutnya dilakukan iterasi ke-3 dengan menambahkan flavor daging nabati pada adonan karena pada tahapan sebelumnya responden memberikan penilaian yang rendah pada aroma daging artifisial. Flavor nabati yang digunakan terbuat dari kacang kacangan yang difermentasi garam. Selain itu perubahan bentuk dari yang sebelumnya seperti daging cincang yang dianggap kurang rapih dan seragam menjadi berbentuk pipih seperti ham. Hasil penilaian iterasi ke-3 ditunjukkan pada Lampiran 12.

Terakhir pada iterasi ke-4, perubahan yang dilakukan yaitu merubah konsep daging kering menjadi daging artifisial yang lebih segar dan dapat diolah menyerupai daging sebenarnya. Perubahan ini dilakukan karena permintaan

Tabel 5 Iterasi kanvas model bisnis dan prototipe Iterasi

ke-

Keterangan Kanvas Model Bisnis Prototipe 1 BMC & MVP 0  BMC & MVP 1 Lampiran 8 Lampiran 9 2 BMC & MVP 1  BMC & MVP 2 Lampiran 10 Lampiran 11 3 BMC & MVP 2  BMC & MVP 3 Lampiran 12 Lampiran 13 4 BMC & MVP 3  BMC & MVP 4 Lampiran 14 Lampiran 15

14

responden yang menganggap jika daging artifisial kering seperti kurang etis dan tidak menyajikan kesan mengolah daging seperti pada umumnya. Sensasi memotong daging merupakan nilai tambah atau fitur khusus yang mampu menarik minat konsumen untuk memilih produk daging artifisial.

Keseluruhan iterasi prototipe yang dilakukan memegang prinsip bahwa tidak boleh ada bahan kimia yang terlibat dalam proses serta memberikan apa yang responden inginkan berdasarkan rangkaian uji solusi yang dilakukan. Hal tersebut sejalan dengan alasan utama responden ber-vegetarian yaitu untuk menjaga kesehatan. Responden memilih selain faktor rasa, keamanan, gizi, dan kualitas produk juga menjadi prioritas utama penilaian mereka. Untuk itu iterasi yang dilakukan masih berada pada tahapan memperbaiki rasa, penampakan dan fitur utama daging artifisial yang diminta oleh responden.

Perubahan karakteristik produk yang didapatkan selama dilakukan iterasi akan saling berdampak pada proposisi nilai yang dihantarkan pada kanvas model bisnis. Perubahan baik pada kanvas model bisnis dan prototipe daging artifisial selama dilakukan iterasi dijelaskan secara singkat pada Tabel 6.

Secara keseluruhan, penyelesaian masalah responden dalam uji solusi (test the solution) dilakukan dengan memodifikasi fitur utama produk yang diharapkan oleh responden, yaitu rasa, tekstur, aroma dan keamanan. Secara keseluruhan, perubahan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah responden disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Ringkasan uji solusi selama dilakukan iterasi Solusi pada

iterasi ke-

Solusi terkait prototipe Solusi terkait kanvas model bisnis

1  Ukuran serat daging diperkecil agar terlihat halus

 Segmen pelanggan yang dibidik difokuskan pada vegetarian

2  Responden menyukai produk yang dibuat dari campuran gluten dan tepung kecambah

 Proposisi daging nabati terbuat dari 100% bahan alami dan berfitur layaknya daging 3  Ditambahkan flavor

beraroma daging yang terbuat dari bahan nabati

Dokumen terkait