• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Prototipe Daging Artifisial Dengan Pendekatan User Centered Design

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Prototipe Daging Artifisial Dengan Pendekatan User Centered Design"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE DAGING ARTIFISIAL

DENGAN PENDEKATAN

USER CENTERED DESIGN

AHMAD MUHAIMIN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Prototipe Daging Artifisial dengan Pendekatan User Centered Design adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Ahmad Muhaimin

(4)
(5)

ABSTRAK

AHMAD MUHAIMIN. Pengembangan Prototipe Daging Artifisial dengan Pendekatan User Centered Design. Dibimbing oleh MULYORINI RAHAYUNINGSIH dan LIESBETINI HADITJAROKO.

Umumnya daging artifisial terbuat dari isolat protein kedelai berbentuk

Texturized Soy Protein. Proses defatting dan ekstraksi minyak yang dilakukan dalam proses pembuatan isolat protein membuat kedelai banyak mengalami kontak dengan bahan kimia. Kontak fisik tersebut mempengaruhi karakteristik produk dan menurunkan tingkat penerimaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototipe daging artifisial dengan memahami fitur utama yang harus dimiliki produk untuk menjawab permasalahan vegetarian. Penelitian dilakukan dengan pendekatan User Centered Design dengan melibatkan vegetarian sebagai konsumen target. Pendekatan User Centered Design

menggunakan tools berupa kanvas model bisnis dan prototipe produk. Hasil akhir menunjukkan bahwa daging artifisial yang terbuat dari Texturized Soy Protein

dapat digantikan oleh prototipe produk daging artifisial yang terbuat dari gluten dan tepung kecambah kacang tunggak dengan tingkat penerimaan konsumen yang lebih tinggi dan karakter fisiologis yang lebih baik.

Kata kunci: daging artifisial, gluten dan kacang tunggak, user centered design

ABSTRACT

AHMAD MUHAIMIN. Prototyping of Artificial Meat Using User Centered Design Approach. Supervised by MULYORINI RAHAYUNINGSIH and LIESBETINI HADITJAROKO.

Artificial meat products are made from soy protein isolates by texturization process to be Texturized Soy Protein. Defatting and oil extraction is involved in the manufacturing that causes physical contact between soybean and chemicals, such as solvents. The physical contacts affect Texturized Soy Protein charracteristic and decrease custumers acceptence. This research aims to develop a artificial meat’s prototype to understand the main features that must be owned by the product to answer the problem vegetarian. Business Model Canvas iteration and Minimum Valuable Product is conducted in User Centered Design Approach method to meet customer segment vegetariants preference. The final results showed that artificial meat made of Texturized Soy Protein can be replaced by a artificial meat products made from gluten and cowpea flour with higher consumer acceptance and better physiological characteristics.

(6)
(7)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE DAGING ARTIFISIAL

DENGAN PENDEKATAN

USER CENTERED DESIGN

AHMAD MUHAIMIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

Judul Skripsi : Pengembangan Prototipe Daging Artifisial dengan Pendekatan

User Centered Design

Nama : Ahmad Muhaimin

NIM : F34110069

Disetujui oleh

Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi Pembimbing I

Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian mengenai pengembangan prototipe produk daging artifisial ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 hingga Mei 2015. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, MSi dan Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, Msi selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Recognition and Mentoring Program (RAMP) IPB yang telah

mempercayakan dana penelitian kepada penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar dari segi finansial.

3. Dr Elisa Anggraeni, Dr Aji Hermawan, Dr Ir Nurwanto selaku pihak yang seringkali memberikan masukan selama pengerjaan prototipe produk daging artifisial.

4. Dr Susianto selaku pimpinan Indonesia Vegetarian Society (IVS) beserta jajarannya yang telah memberikan akses dan kemudahan bagi penulis untuk mewawancarai anggotanya.

5. Ibu dan bapak yang selalu memberikan dukungan moril, motivasi dan doa agar karya ilmiah ini dapat segera diselesaikan.

6. Departemen Teknologi Industri Pertanian dan keluarga besar Aksel 25, Al- Hikmah, dan TIN angkatan 48 (Tinformers) yang memberikan semangat agar penulis dapat segera lulus.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Metode 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kanvas Model Bisnis Pertama 5

Prototipe Daging Artifisial Pertama 9

Tes Permasalahan (Test The Problem) 10

Perubahan Prototipe Daging Artifisial Pertama 12

Uji Solusi (Test the solution) 13

Pembaruan Kanvas Model Bisnis 17

Prototipe Daging Artifisial Terakhir 19

Ukuran Pasar (Market Size) 25

Verifikasi Model Bisnis 26

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 32

(16)

ii

DAFTAR TABEL

Daftar permasalahan responden ... 10

Daftar solusi yang telah dilakukan oleh responden ... 11

Fitur yang diharapkan terdapat pada produk daging artifisial ... 11

Fitur tambahan yang diharapkan hadir pada produk daging artfisial ... 12

Iterasi kanvas model bisnis dan prototipe ... 13

Ringkasan uji solusi selama dilakukan iterasi ... 14

Daftar solusi yang diberikan ... 15

Pembaruan kanvas model bisnis ... 18

Hasil analisa proksimat (% bk) ... 23

Pengaruh perlakuan suhu pada daging artifisial dan daging standar ... 24

Tingkatan kelas mutu dalam uji pelipatan ... 36

Hasil uji proksimat pada MVP 0 ... 41

Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 0 ... 41

Hasil analisis sifat fisik MVP 0 ... 41

Hasil uji proksimat pada MVP 1 ... 42

Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 1 ... 43

Hasil analisis sifat fisik MVP 1 ... 43

Hasil uji proksimat pada MVP 2 ... 44

Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 2 ... 45

Hasil analisis sifat fisik MVP 2 ... 45

Hasil uji proksimat pada MVP 3 ... 46

Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 3 ... 47

Hasil analisis sifat fisik MVP 3 ... 47

Hasil uji proksimat pada MVP 4 ... 48

Hasil uji organoleptik penerimaan secara monadik pada MVP 4 ... 49

Hasil analisis sifat fisik MVP 4 ... 49

DAFTAR GAMBAR

Skema pengembangan prototipe daging artifisial 4

Prioritas penilaian responden 12

Hasil uji organoleptik monadik pada: a. rasa , b. tekstur , c. aroma 16

tingkat ketertarikan 16

Tingkat kepraktisan 16

Tingkat harga 17

Saluran penjualan 17

Metode pembuatan tepung kecambah kacang tunggak 19

(17)

Metode pembuatan daging artifisial 22

Ukuran pasar daging artifisial 25

Penampang ekstruder berulir tunggal (Steel et.al. 2012) 32

DAFTAR LAMPIRAN

Skema kerja ekstruder 32

Prosedur uji proksimat 32

Prosedur uji fisik produk daging artifisial 35

Pertanyaan dalam uji masalah (test the problem) 36

Trial eror pembuatan daging artifisial 39

Kanvas Model Bisnis (BMC) 0 40

Skema pembuatan dan analisis MVP 0 40

Kanvas Model Bisnis (BMC) 1 42

Skema pembuatan dan analisis MVP 1 42

Kanvas Model Bisnis (BMC) 2 44

Skema pembuatan dan analisis MVP 2 44

Kanvas Model Bisnis (BMC) 3 46

Skema pembuatan dan analisis MVP 3 46

Kanvas Model Bisnis (BMC) 4 48

Skema pembuatan dan analisis MVP 4 48

Pertanyaan wawancara uji solusi 50

Data responden dalam uji permasalahan 39

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaya hidup sehat, “back to nature” dan peduli lingkungan semakin populer

di masyarakat (Hughes dan Margetts 2011). Hal ini menjadi salah satu alasan bagi beberapa kelompok masyarakat mengubah pola pangannya menjadi lebih banyak mengkonsumsi pangan nabati, organik dan raw food (Cooper 2008). Masyarakat mulai khawatir pada bahaya dan efek jangka panjang pangan yang diolah menggunakan bahan kimia serta bahan tambahan pangan seperti pewarna, penyedap rasa dan pengawet (Reilly et al 2002).

Salah satu komponen gizi pangan yang paling dibutuhkan namun rawan dan sangat mempengaruhi kesehatan tubuh adalah protein (Matthews 2006). Salah satu bahan pangan sumber protein yang paling digemari adalah daging. Namun, tidak semua orang mampu membeli atau bersedia mengkonsumsi daging, seperti halnya kaum vegetarian. Selain karena alasan kesehatan, kepercayaan, kemampuan finansial dan gaya hidup, menjadi vegetarian juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor eksternal lainnya (Gussow 1994).

Saat ini menjadi vegetarian telah diakui sebagai gaya hidup yang mampu mencegah dan menjauhkan diri dari bahaya kolesterol dan penyakit ‘modern’ lainnya (Susianto et al (2007) dan Bosshardt (2011)). Meskipun menghindari protein hewani, kebutuhan protein vegetarian tetap dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi sumber protein lain yang berasal dari bahan nabati seperti kacang kacangan, serealia dan produk olahannya. Salah satu produk pangan vegetarian yang terkenal adalah daging artifisial, yang dapat dijumpai dalam bentuk daging analog, chunk, slice, ham, ball, cube dan scrumble. Umumnya daging artifisial yang telah dijual di pasaran merupakan Texturized Soy Protein (TSP)yang dijual dalam bentuk kering (Endrez 2010). Sebelum diolah, TSP harus direhidrasi sehingga mengembang 2 - 3 kali ukuran semula.

Saat ini, seluruh TSP dibuat menggunakan bahan baku isolat ataupun konsentrat protein. Bahan utama yang umum digunakan untuk membuat isolat dan konsentrat protein adalah bungkil kedelai sebagai hasil samping ekstraksi minyak kedelai (Fukushima (2004) dan Endrez (2010)). Umumnya, proses ekstraksi minyak kedelai menggunakan heksana sebagai bahan pelarut. Kontak fisik antara bahan baku isolat atau konsentrat dengan bahan kimia tidak hanya terjadi dengan heksana, melainkan dengan NaOH, HCl dan bahan kimia lain untuk meningkatkan konsentrasi protein dan memperbaiki penampakan isolat protein kedelai (Budaya 2003).

Proses produksi dan bahan baku daging artifisial yang demikian seringkali menjadi bahasan dalam forum kesehatan atau forum diskusi vegetarian. Seringkali diskusi dan forum kesehatan menghasilkan larangan dan berisi penjelasan dampak negatif setelah mengkonsumsi daging artifisial yang dibuat dari TSP (Moon et al

(20)

2

Caranya dengan mengendapkan gluten terigu, lalu dipotong dadu atau dibentuk bola dan merendamnya dalam larutan kecap atau kaldu nabati (Susianto et al

2007).

Tidak semua vegetarian mampu dan memiliki cukup waktu untuk membuat daging artifisial sendiri di rumah. Sebagai alternatif mereka mengkonsumsi daging artifisial olahan restoran atau membeli produk daging artifisial instan yang terbuat dari TSP. Asgar et al (2010) juga menyatakan bahwa selama ini daya terima vegetarian terhadap daging artfisial TSP sangat rendah. Kehadiran daging artifisial dengan karakteristik yang baru dan lebih sehat sangat dinantikan oleh vegetarian.

Penggunaan tepung kecambah kacang tunggak pada daging artifisial merupakan solusi tepat untuk menghasilkan kandungan gizi produk yang seimbang (Susianto et al. 2007). Kacang tunggak yang telah dikecambahkan memiliki nilai gizi yang tinggi karena asam aminonya telah meningkat dan lebih mudah dicerna (Jirapa et al. 2011). Selain itu, potensi kacang tunggak yang besar merupakan peluang untuk dapat diangkat menjadi produk inovasi yang unik dan memiliki nilai khas Indonesia. Daerah penghasil kacang tunggak terbesar di Indonesia menurut Rukmana dan Yuniarsih (2000) adalah Jawa Timur yaitu rata rata 200 000 ton per tahun. Trustinah dan Kasno (2002) menyatakan bahwa setiap hektar lahan yang ditanami kacang tunggak mampu menghasilkan 1 hingga 2 ton setiap kali panen.

Pendekatan User Centered Design atau Human Centered Design dilakukan dengan melibatkan konsumen target sejak awal sehingga proses pengembangan dapat dilakukan secara iteratif dan kontinyu (Travis 2009). Pendekatan User

Centered Design adalah pendekatan yang dapat menghasilkan prototipe produk

memiliki karakter paling mendekati keinginan konsumen (desirability), layak secara finansial, manajemen dan proses (feasibility) serta dapat dengan mudah dijangkau oleh konsumen (viability) (IDEO 2011).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prototipe daging artifisial dengan memahami fitur utama yang harus dimiliki produk untuk menjawab permasalahan vegetarian. Selain itu, penelitian ini bertujuan menjadikan produk daging artifisial menjadi produk yang dapat bernilai ekonomis.

Manfaat Penelitian

(21)

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bogor, dan Bandung. Daerah

Bogor seperti di lingkungan kampus IPB Dramaga, Restoran Vegetarian “Karunia Baru”, Indonesia Vegetarian Society (IVS) Cabang Bogor di jalan Roda dan SEAFAST Centre IPB. Jakarta di antaranya Restoran Vegetarian “Waytuki”,

lingkungan kampus Universitas Indonesia, IVS Pusat Royal Progress International Hospital (RPIH). Bandung di beberapa restoran dan pusat kegiatan komunitas vegetarian seperti “Ruang Ming”, “Ahimsa” dan “Chang Sou”. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari hingga bulan Mei 2015.

Metode

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan User Centered Design

karena akan melibatkan pengguna potensial sejak awal. Dengan demikian proses pengembangan prototipe dapat lebih iteratif dan dapat meminimumkan resiko dan biaya start-up (Lowdermilk (2013) dan Travis (2009)). Pendekatan ini mengharuskan peneliti untuk langsung terjun ke lapangan dan mendorong peneliti untuk langsung berinteraksi untuk memahami permasalahan yang dialami konsumen melalui observasi dan wawancara mendalam. Data yang didapatkan kebanyakan berupa data kualitatif dan sedikit data kuantitatif. Adapun skema penelitian akan dijelaskan pada Gambar 1.

Tahapan pertama berupa perumusan hipotesis awal. Pada tahap ini hipotesis dirangkum ke dalam kanvas model bisnis 0 (BMC 0) berdasarkan hasil observasi objek pasar. Selain itu pada tahap awal juga dipersiapkan produk berfitur minimum pertama (MVP 0) sebagai dasar pengembangan produk selanjutnya. Setelah itu, masuk ke tahap dua yaitu tes permasalahan (test the problem). Hipotesis pada kanvas model bisnis 0 (BMC 0) dan MVP 0 diujikan kepada responden apakah komponen yang dimuat sudah sesuai dengan kebutuhan mayoritas responden (50n + 1) atau belum. Apabila hasil yang didapat belum sesuai dengan kebutuhan mayoritas responden, maka kembali ke tahap awal yaitu memperbaiki model bisnis. Hasil perbaikan model bisnis diujikan kembali pada responden yang sama. Jika ada kesesuaian antara kebutuhan mayoritas responden dengan hipotesis awal pada kanvas model bisnis 0, maka penelitian berlanjut ke tahap uji solusi. Pada tahap ini setidaknya dihasilkan daftar permasalahan, solusi yang telah diterapkan, serta solusi apa yang diharapkan oleh konsumen.

(22)

4

belum sesuai, maka dilakukan perancangan ulang baik dari segi MVP ataupun kanvas bisnis model untuk kemudian diuji kembali kesesuaiannya dengan responden yang sama. Apabila mayoritas responden (50 n + 1) menyatakan MVP dan kanvas model bisnis telah sesuai, maka dapat diasumsikan telah didapatkan sebuah solusi yang sesuai bagi segmen konsumen berupa produk berfitur minimum dan kanvas model bisnisnya. Tahapan pengembangan baik BMC maupun MVP dilakukan secara iteratif.

Setelah MVP maupun BMC telah dapat dianggap sesuai, maka tahap akhir adalah dilakukan verifikasi. Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa model bisnis yang dirangkum dalam kanvas benar benar telah sesuai dengan hasil pengujian yang dilakukan. Terdapat beberapa faktor penilaian verifikasi model bisnis apakah suatu model bisnis telah sesuai atau belum. Faktor tersebut antara lain: kecocokan produk dengan pasar, terciptanya pelanggan sebuah produk serta cara pencapaiannya, serta adanya aliran pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan (Blank dan Dorf 2012).

Objek pasar

Observasi dan eksplorasi masalah

Uji masalah Rumusan hipotesis

BMC 0 (Lampiran 6) Ide dasar

Rekayasa proses /

Perbaikan proses, formula MVP 1 (Lampiran 9)

BMC 1 (Lampian 8) Uji Solusi

Analisis & observasi

BMC 2 (Lampiran 10) Perbaikan proses, formula MVP 2 (Lampiran 11)

Uji Solusi

Analisis & observasi

BMC 3 (Lampiran 12) Perbaikan proses, formula MVP 3 (Lampiran 13)

Uji Solusi

Analisis & observasi

BMC 3 (Lampiran 14) Perbaikan proses, formula MVP 3 (Lampiran 15)

Verifikasi

(23)

Analisis Data

Data yang diperoleh pada tes permasalahan (test the problem) dan tes solusi

(test the solution) dianalisis menggunakan teknik reduksi dan teknik kategorisasi.

Data yang diperoleh dari wawancara bersifat kualitatif deskriptif, untuk itu diperlukan pengkategorian guna mengelompokkan jawaban responden. Analisis data menggunakan teknik reduksi dan kategorisasi akan menunjukkan tingkat perkembangan kejenuhan jawaban responden. Hasil analisis data menentukan perlu atau tidaknya dilakukannya pengulangan uji (pivot) terhadap kanvas model bisnis. Apabila hasil analisis data telah menunjukkan adanya kejenuhan, maka penelitian dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Pada proses pembuatan prototipe produk daging artifisial dibuat produk berfitur minimum atau minimum valuable product (MVP) sebagai alat bantu

(tools) pengambilan keputusan responden dan akan berguna untuk

mengembangan fitur selanjutnya dari hasil observasi dan wawancara secara mendalam. Analisis data disesuaikan dengan masing-masing prosedur uji kuantitatif. Sampel yang dianalisis merupakan sampel bahan dan produk yang hampir mendekati preferensi konsumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pentingnya kanvas model bisnis (business model canvas / BMC) dan sebuah prototipe pada tahap start-up adalah sebagai tools atau alat bantu yang dapat meminimalisir biaya dan resiko kegagalan serta memberikan efisiensi waktu selama tahapan trial eror untuk menemukan pasar yang sesuai bagi produk inovasi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan prototype produk daging artifisial yang paling mendekati preferensi konsumen. Preferensi konsumen sendiri muncul dari adanya kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan keterbatasan (disability) yang dirasakan.

Kanvas Model Bisnis Pertama

Pendekatan User Centered Design dilakukan dengan menggunakan tools

(24)

6

Proposisi nilai (value propositions)

Proposisi nilai merupakan manfaat yang ditawarkan perusahaan pada pelanggan. Proposisi nilai merupakan alasan mengapa pelanggan harus lebih memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan bukan perusahaan lain. Dalam kasus daging artifisial yang sebelumnya telah ada di pasaran telah disajikan nilai kepraktisan, daya tahan produk yang lama, kemudahan dalam transportasi, serta karakteristik produk yang dikatakan menyerupai daging.

Daging artifisial tersebut dijual dalam bentuk kering dengan bobot berkisar antara 100 – 200 g seharga Rp 15 000 – Rp 20 000. Sebelum dimasak, terlebih dahulu daging artifisial harus direhidrasi menggunakan air sebanyak 2 – 3 kali volumenya. Seluruh daging artifisial tersebut terbuat dari texturized soy protein

dengan bahan baku protein kedelai. Daya terima masyarakat terhadap produk tersebut masih sangat rendah. Hipotesis permasalahan penyebab rendahnya daya terima masyarakat adalah karena karakteristik produk yang kurang nyaman di mulut, berbau langu, serta memiliki rasa dan aftertaste yang pahit dan gatal.

Kekurangan yang ditemui pada produk tersebut menjadi ide dasar untuk menciptakan produk daging artifisial yang lebih baik. Adapun proposisi nilai yang akan disajikan yaitu: 1) terbuat dari 100% bahan nabati yaitu kacang tunggak, 2) aman dan halal tanpa menggunakan bahan kimia 3) bernutrisi tinggi, tinggi protein dan serat, rendah lemak, dan bebas kolesterol, 4) diproses secara higienis, serta 5) memiliki rasa, bentuk, tekstur, warna dan aroma yang mirip dengan daging sapi.

Segmen pelanggan (customer segments)

Segmen pelanggan yang dituju merupakan kalangan yang paling potensial sebagai pelanggan produk daging artifisial. Hipotesis segmen pelanggan paling potensial adalah vegetarian dan masyarakat berkebutuhan khusus. Pemilihan kedua segmen tersebut berdasarkan intensitas pembelian daging artifisial oleh segmen tersebut. Selain itu, kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan masalah dalam pemenuhan kebutuhan proteinnya. Vegetarian memiliki pantangan protein hewani dan membutuhkan protein nabati sedangkan masyarakat berkebutuhan khusus kebanyakan bermasalah dengan protein hewani karena keterbatasan akibat faktor kesehatan dan gaya hidup.

Hubungan dengan pelanggan (customer relationships)

Sebagai produk dengan sasaran konsumen khusus, maka hubungan yang akan dijalin dapat dikelompokkan menjadi 3 macam berdasarkan maksud yang ingin dicapai. Pertama untuk akuisisi pelanggan (customer acquisition) agar didapatkan pelanggan baru, menambah pelanggan yang sudah ada, serta merebut pelanggan kompetitor. Kedua yaitu retensi pelanggan (customer retention) untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada agar tidak beralih ke kompetitor. Ketiga adalah peningkatan penjualan (boosting sales) sebagai langkah akhir agar tercapai posisi stabil dan memperoleh keuntungan yang semakin besar.

(25)

menyediakan sampel produk, 3) melibatkan pelanggan dalam setiap upaya perbaikan mutu produk (customer involvement). Sedangkan untuk upaya retensi pelanggan dapat dilakukan melalui: 1) keanggotaan dalam komunitas

(membership), 2) pelayanan keanggotaan (service), 3) memberikan tips dan resep

mengolah, 4) pelayanan purna jual (customer care). 6) kemudahan dalam akses dan pemesanan berikutnya, serta 7) pembekalan kelebihan dan diajak bergabung ke jaringan bisnis. Selanjutnya dalam upaya peningkatan volume penjualan, usaha yang dapat dilakukan misalnya: 1) memberikan potongan harga, 2) pemberian kartu membership gratis, 3) undian berhadiah jika membeli dalam jumlah ataupun intensitas tertentu.

Saluran (channels)

Agar produk daging artifisial dapat dikenal, diakses dan diperoleh dengan mudah oleh pelanggan, maka dibutuhkan adanya saluran (channel). Saluran yang dimaksud dapat berupa saluran komunikasi, dan saluran distribusi atau jaringan penjualan. Saluran komunikasi dapat dilakukan melalui website, media sosial, telpon dan pesan singkat. Sedangkan distribusi dan jaringan penjualan dapat memanfaatkan jasa komunitas vegetarian seperti Indonesia Vegetarian Society

(IVS).

IVS sebagai komunitas yang telah terstruktur rapih dengan banyak cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dapat dijadikan sebagai saluran (channel). Selain itu, hampir seluruh restoran vegetarian telah menjadi partner IVS. Anggota komunitas dengan senang hati akan menawarkan jasanya sebagai agen pengecer guna mempermudah anggota komunitasnya untuk memperoleh produk daging artifisial yang lebih sehat. Selain itu, keberadaan sosok yang berpengaruh dalam komunitas juga dapat dianggap sebagai saluran (channel) karena melalui jasa figur tersebut, informasi mengenai produk dan value preposition dapat tersampaikan dengan baik. Selain itu, peran restoran vegetarian atau penyedia pangan vegetarian sangat dibutuhkan sebagai saluran pengenalan dan penjualan produk daging artifisial karena gerbang pelanggan merasakan sesuatu yang berbeda dan berkesan salah satunya adalah karena restoran favoritnya.

Aliran pendapatan (revenue streams)

(26)

8

Sumber daya kunci (key resources)

Sumber daya kunci pada model bisnis produk daging artifisial terdiri atas aspek bahan baku, sumber daya manusia, teknologi dan proses, serta pemasaran. Kunci kelancaran pasokan bahan baku terletak pada hubungan harmonis dengan pemasok. Hubungan dengan pemasok harus diperkuat dengan sistem kemitraan yang bersahabat. Harus tersedia lebih dari dua pemasok untuk dapat mencukupi kebutuhan target pelanggan. Adapun kunci sumber daya manusia yang paling dibutuhkan adalah operator yang mengoperasikan mesin dengan teknologi canggih seperti ekstruder. Sedangkan kunci teknologi dan proses mutlak harus diperhatikan karena proses produksi daging artifisial sangat kritis. Proses produksi daging artifisial sebisa mungkin menghindari penggunaan bahan tambahan pangan, terutama bahan kimia dan mutu produk harus terjaga hingga sampai di tangan konsumen. Terakhir, kunci kegiatan pemasaran sejalan dengan saluran (channel) yang tersedia. Retailer, figur khusus dan restoran vegetarian harus melakukan perannya secara aktif dan masif untuk menjaga agar hubungan bisnis antara produsen dan konsumen dapat terjaga serta goal aliran pendapatan (revenue

streams) dapat semaksimal mungkin.

Aktivitas kunci (key activities)

Suatu bisnis memiliki aktivitas kunci agar model bisnisnya dapat berjalan seoptimal mungkin sesuai goal yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. Adapun aktivitas kunci pada model bisnis produk daging artifisial antara lain: pengadaan bahan baku, produksi, marketting dan distribusi. Bahan baku dipasok dengan sistem kemitraan dengan setidaknya lebih dari dua pemasok bahan baku. Kegiatan produksi dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pembuatan tepung kecambah, pembuatan texturized protein serta formulasi daging artifisial. Pemasaran dan distribusi dapat dilakukan dengan menggunakan jasa partner, dalam hal ini adalah anggota IVS sebagai agen / retailler, figur khusus serta restoran vegetarian berdasarkan kontrak perjanjian kerja sama bisnis.

Kemitraan kunci (key partners)

Hubungan kemitraan yang perlu dibangun adalah dengan petani atau

pemasok bahan baku kacang tunggak. Sebab, meskipun potensinya tercatat

(27)

Struktur biaya (cost structures)

Analisis biaya untuk menentukan harga pokok produk daging artifisial dilakukan menggunakan metode full costing. Metode full costing

mengikutsertakan aspek biaya yang berpengaruh pada produk secara keseluruhan. Aspek pembiayaan yang dihitung dalam metode full costing meliputi direct material, direct labor dan overhead cost. Selain itu, dalam metode full costing

juga dimasukkan biaya pemasaran, distribusi dan return product. Analisis biaya disajikan lengkap pada Lampiran 6.

Selanjutnya kanvas model bisnis pertama diuji dalam tahapan tes permasalahan dengan melakukan observasi dan wawancara mendalam. Jumlah responden yang digunakan mengacu pada Blank dan Dorf (2012) sebenyak 50 responden. Jumlah tersebut dianggap sudah cukup karena telah dapat menghasilkan data yang stasioner. Pengujian masalah dilakukan dengan mengacu daftar pertanyaan pada Lampiran 4.

Prototipe Daging Artifisial Pertama

Prototipe produk daging artifisial pertama diwujudkan dalam bentuk produk berfitur minimum atau minimum valuable product (MVP 0) yang akan diujikan dalam tahapan uji masalah. Prototipe pertama akan menjadi dasar pengembangan untuk tahapan atau iterasi selanjutnya. Karakteristik prototipe daging artifisial pertama akan menonjolkan bentuk gelondongan dengan serat menyerupai serat daging, terbuat 100% dari tepung kecambah kacang tunggak melalui proses teksturisasi menggunakan ekstruder berulir tunggal, dan dibuat tanpa menggunakan bahan kimia. Lebih jelasnya mengenai proses pembuatan dan hasil uji proksimat dan karakteristik fisik yang dilakukan pada prototipe pertama dijelaskan pada Lampiran 7.

Pengubahan bahan baku dari sebelumnya isolat kedelai menjadi kecambah kacang tunggak dilakukan untuk menghasilkan produk daging artifisial yang lebih enak, praktis dan sehat. Perubahan bahan baku tersebut juga diikuti oleh perubahan proses produksi. Faktanya, apabila menggunakan bahan baku kedelai maka akan diikuti proses ekstraksi minyak menggunakan pelarut. Setelah diekstraksi, kedelai masih mengalami ekstraksi dan pemurnian protein agar dihasilkan isolat ataupun konsentrat protein menggunakan bahan kimia lain yang tidak aman untuk kesehatan.

(28)

10

Penggunaan kacang tunggak sebagai salah satu bahan pembuatan daging artifisial, menjadikan proses produksi daging artifisial hanya akan terdiri atas tiga tahapan proses. Tahapan tersebut antara lain: pembuatan tepung kecambah kacang tunggak, pembuatan texturized protein, dan pembuatan daging artifisial. Perubahan karakteristik bahan, dari sebelumnya kedelai menjadi kacang tunggak berakibat dapat dihilangkannya proses ekstraksi atau defatting, sehingga kontak fisik bahan dengan pelarut dapat dihindari.

Tes Permasalahan (Test The Problem)

Tes permasalahan dilakukan kepada 50 responden potensial berdasarkan penilaian pada Lampiran 17, yaitu vegetarian. Sebanyak 42 orang dari total 50 responden merupakan anggota tetap Indonesia Vegetarian Society (IVS) dan 8 orang sisanya merupakan pelanggan tetap restoran vegetarian. Adapun sebagian besar dari 50 responden tersebut didominasi oleh responden wanita yang berusia paruh baya sebanyak 38 orang, sisanya adalah responden laki-laki. Kebanyakan responden yang diwawancara memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu telah menjadi vegetarian selama lebih dari 5 tahun, memiliki tingkat pendidikan minimal telah menamatkan SMA, tidak sensitif terhadap harga, peduli pada pola hidup sehat dan rajin mengikuti event yang diadakan Indonesia Vegetarian

Society (IVS). Alam uji permasalahan juga dilakukan uji penerimaan hedonik

secara monadik untuk mengetahui respon dini responden terhadap prototipe daging artifisial.

Melalui observasi dan wawancara mendalam, dapat diketahui responden menemui beberapa masalah dalam mengkonsumsi daging artifisial yang selama ini telah ada di pasaran. Adapun daftar masalah yang ditemui responden disajikan dalam Tabel 1.

Selama menemui masalah dengan daging artifisial, responden juga telah memiliki alternatif solusi tertentu untuk menyelesaikan masalahnya. Diantara alternatif solusi yang mereka pilih, pada Tabel 2 dijabarkan solusi yang paling sering responden gunakan untuk menghadapi masalah terkait konsumsi daging artifisial.

Tabel 1 Daftar permasalahan responden

Permasalahan Frekuensi (orang)

Rasa tidak normal, aftertaste pahit dan gatal 38

Tekstur aneh, berbau tengik dan asam 32

Sulit diolah, merasa tidak aman dan sehat 27 Tidak cocok disajikan dengan nasi (sebagai lauk) 19

Susah diperoleh dan musiman 15

(29)

Syeithan atau daging gluten merupakan alternatif daging artifisial paling digemari vegetarian sebagai alternatif pengganti daging artifisial yang telah ada di pasaran. Sedangkan yuba atau kembang tahu merupakan pengganti ham bagi vegetarian karena rasanya yang gurih namun sangat sulit didapatkan. Selain itu tidak semua vegetarian mampu melakukan solusi-solusi tersebut. Vegetarian memerlukan solusi yang praktis, instan namun tetap sesuai dengan prinsip bervegetarian yang menjaga kesehatan. Vegetarian lebih menyukai makanan yang segar dan tidak mengandung banyak bahan kimia.

Responden vegetarian menunjukkan respon positif dan tingkat ketertarikan yang tinggi apabila dapat dihadirkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan protein namun tetap terjaga mutunya, kealamiannyat, enak dan menyehatkan. Lebih jelasnya, fitur produk yang diinginkan oleh responden vegetarian dirangkum dalam Tabel 3.

Selain mengharapkan fitur utama seperti pada Tabel 3, responden juga menginginkan hadirnya fitur tambahan yang apabila dipenuhi akan menjadikan produk memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan produk pesaing ataupun produk yang telah ada di pasaran. Kehadiran tambahan dapat melengkapi Tabel 3 Fitur yang diharapkan terdapat pada produk daging artifisial

Fitur yang diharapkan Frekuensi (orang) Rasa dan tekstur daging yang dapat diterima lidah 50

Aman, higienis, dan halal 48

Tidak berpengawet, pewarna, perisa (MSG) 47

Tidak mengandung bahan hewani 43

Dapat dimasak normal seperti daging 43

Mudah dimasak 39

Ada jaminan ketersediaan dan pelayanan yang baik 33 Dapat dijadikan lauk atau disajikan bersama nasi 28 Mudah diperoleh dan dijual oleh agen terpercaya 24 Tabel 2 Daftar solusi yang telah dilakukan oleh responden

Solusi yang dilakukan Frekuensi (orang) Mengkonsumsi sumber protein lain (kacang & jamur) 47

(30)

12

nilai nilai yang belum optimal dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Adapun fitur tambahan dijabarkan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, dapat diketahui bahwa responden memiliki prioritas tertentu dalam memilih produk yang mereka minati. Adapun prioritas penilaian responden disajikan dalam Gambar 3 dengan urutan dari paling tinggi ke rendah yaitu rasa, tekstur, keamanan, gizi, kemudahan dan harga.

Perubahan Prototipe Daging Artifisial Pertama

Setelah melalui uji penerimaan hedonik yang dilakukan pada tahapan uji permasalahan (test the problem), prototipe daging artifisial pertama mendapatkan banyak masukan dari responden. Responden menyukai pemilihan kacang tunggak sebagai bahan pengganti kedelai dalam memproduksi daging artifisial. Selain itu, responden sangat mendukung penggunaan proses produksi yang sama sekali tidak melibatkan bahan kimia seperti pewarna, pengawet dan penyedap rasa. Namun, karakteristik dan penampakan prototipe perlu ditingkatkan agar penerimaannya dapat lebih baik. Untuk itu, perubahan yang dilakukan adalah dengan memperkecil ukuran serat daging artifisial agar terlihat lebih halus. Lebih jelas mengenai perubahan yang terjadi dan hasil uji yang dilakukan pada prototipe pertama terdapat pada Lampiran 9 dan ringkasan mengenai perubahan proposisi nilai pada kanvas model bisnis pertama dilampirkan pada Lampiran 8.

Gambar 2 Prioritas penilaian responden

Tabel 4 Fitur tambahan yang diharapkan hadir pada produk daging artfisial

Fitur tambahan Frekuensi

Ada jaminan keamanan dan teregistrasi di BPOM / Dinkes 38 Dijual melalui agen yang terpercaya (teman) dan mudah diakses 29

Ada pelayanan konsumen yang bersahabat 27

Cocok untuk dimasak dengan varian rasa dan cara apapun 27

Harga setiap agen sama rata 23

Kemasan menarik dan tidak sekali pakai atau dapat didaur ulang 21 Ada kerja sama dengan pakar kesehatan dan gizi untuk konsultasi 11

45%

30% 10% 10%5%

(31)

Uji Solusi (Test the solution)

Pengujian solusi (test the solution) merupakan tahap penyelesaian masalah yang dialami konsumen. Pada tahap ini model bisnis yang telah diperbarui, diujikan kepada 50 responden potensial untuk mengetahui tingkat penerimaan model bisnis di kalangan konsumen. Sesuai prinsip pendekatan User Centered Design yang dilakukan secara iteratif, pengujian solusi (test the solution) dapat dilakukan berulang kali hingga didapatkan hasil yang paling sesuai dengan preferensi konsumen. Adapun iterasi yang dilakukan pada uji solusi pada penelitian ini adalah sebanyak empat kali, termasuk iterasi selama uji masalah (test the problem).

Tahapan uji solusi selalu diikuti oleh tahapan perubahan prototipe atau

minimum valuable product (MVP) dan perubahan kanvas model bisnis (BMC).

Penjelasan lengkap mengenai iterasi yang dilakukan disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Secara keseluruhan, iterasi yang dilakukan mencakup proposisi nilai yang dihantarkan pada customer segment vegetarian. Pada iterasi ke-1, perubahan dilakukan dengan merubah ukuran serat daging menjadi lebih kecil dan halus. Setelah dilakukan uji solusi yang hasilnya dilampirkan pada Lampiran 8, ternyata serat yang kecil dan halus tidak begitu mempengaruhi penilaian responden. Selanjutnya dilakukan iterasi ke-2 dengan perubahan dilakukan pada bentuk gelondongan menjadi menyerupai daging cincang dan dilakukan perubahan bahan baku dari sebelumnya 100% tepung kecambah kacang tunggak menjadi campuran gluten dan tepung kecambah. Pada tahap ini konsumen memberikan penilaian yang baik dan penerimaan responden meningkat seperti yang telah ditunjukkan pada Lampiran 10. Hal ini disebabkan gluten merupakan bahan pangan yang sudah terbiasa responden konsumsi sebagai pengganti daging artifisial.

Selanjutnya dilakukan iterasi ke-3 dengan menambahkan flavor daging nabati pada adonan karena pada tahapan sebelumnya responden memberikan penilaian yang rendah pada aroma daging artifisial. Flavor nabati yang digunakan terbuat dari kacang kacangan yang difermentasi garam. Selain itu perubahan bentuk dari yang sebelumnya seperti daging cincang yang dianggap kurang rapih dan seragam menjadi berbentuk pipih seperti ham. Hasil penilaian iterasi ke-3 ditunjukkan pada Lampiran 12.

Terakhir pada iterasi ke-4, perubahan yang dilakukan yaitu merubah konsep daging kering menjadi daging artifisial yang lebih segar dan dapat diolah menyerupai daging sebenarnya. Perubahan ini dilakukan karena permintaan

Tabel 5 Iterasi kanvas model bisnis dan prototipe Iterasi

ke-

Keterangan Kanvas Model Bisnis Prototipe

(32)

14

responden yang menganggap jika daging artifisial kering seperti kurang etis dan tidak menyajikan kesan mengolah daging seperti pada umumnya. Sensasi memotong daging merupakan nilai tambah atau fitur khusus yang mampu menarik minat konsumen untuk memilih produk daging artifisial.

Keseluruhan iterasi prototipe yang dilakukan memegang prinsip bahwa tidak boleh ada bahan kimia yang terlibat dalam proses serta memberikan apa yang responden inginkan berdasarkan rangkaian uji solusi yang dilakukan. Hal tersebut sejalan dengan alasan utama responden ber-vegetarian yaitu untuk menjaga kesehatan. Responden memilih selain faktor rasa, keamanan, gizi, dan kualitas produk juga menjadi prioritas utama penilaian mereka. Untuk itu iterasi yang dilakukan masih berada pada tahapan memperbaiki rasa, penampakan dan fitur utama daging artifisial yang diminta oleh responden.

Perubahan karakteristik produk yang didapatkan selama dilakukan iterasi akan saling berdampak pada proposisi nilai yang dihantarkan pada kanvas model bisnis. Perubahan baik pada kanvas model bisnis dan prototipe daging artifisial selama dilakukan iterasi dijelaskan secara singkat pada Tabel 6.

Secara keseluruhan, penyelesaian masalah responden dalam uji solusi (test the solution) dilakukan dengan memodifikasi fitur utama produk yang diharapkan oleh responden, yaitu rasa, tekstur, aroma dan keamanan. Secara keseluruhan, perubahan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah responden disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Ringkasan uji solusi selama dilakukan iterasi Solusi pada

iterasi ke-

Solusi terkait prototipe Solusi terkait kanvas model bisnis

2  Responden menyukai produk yang dibuat dari 3  Ditambahkan flavor

beraroma daging yang 4  Daging artifisial segar

lebih disukai responden

(33)

Selain diberikan solusi tersebut, pada tahap ini responden juga secara langsung dapat merasakan hasil modifikasi produk daging artifisial. Penilaian konsumen dilakukan menggunakan prosedur uji organoleptik secara monadik, yaitu responden hanya dihadapkan pada pilihan iya atau tidak. Boyle dan Holben (2010) menyebutkan bahwa komunitas atau kelompok khusus seperti vegetarian memiliki karakter dan selera yang berbeda dibandingkan kelompok masyarakat yang lain. Pendekatan User Centered Design sangat tepat digunakan karena dapat langsung memahami preferensi pengguna.

Tipe organoleptik yang dilakukan yaitu acceptance test menggunakan metode monadic kepada 50 responden tetap uji masalah (Carpenter et al 2000, Stone and Sidel 2012). Adapun hasil uji organoleptik disajikan dalam Gambar 3.

Tabel 7 Daftar solusi yang diberikan

No Permasalahan Solusi

1 Rasa tidak normal, after taste pahit dan gatal

Digunakan campuran gluten dan tepung kecambah kacang tunggak sebagai bahan baku produk. Produk daging artifisial diproduksi menggunakan teknologi ekstrusi sehingga menghasilkan tekstur kenyal padat khas daging.

2 Tekstur aneh dan terlalu berongga

3 Bau tengik dan asam Tidak melibatkan proses ekstraksi minyak serta menggunakan gluten sebagai bahan baku. Gluten memiliki aroma gurih khas daging vegetarian.

4 Sulit diolah dan dimasak Dibuat dalam bentuk utuh, dapat dipotong sesuai selera dan dicampurkan dalam rebusan bumbu. Menghadirkan sensasi masak seperti memasak daging sungguhan.

7 Merasa tidak aman dan sehat

Dalam proses sama sekali tidak dilibatkan bahan kimia dan bahan tambahan pangan sintetis

8 Alergi dan keracunan (gangguan kesehatan)

(34)

16

Berdasarkan uji organoleptik acceptance test secara monadik tersebut dapat diketahui penerimaan responden yang cukup baik pada daging artifisial. Sebanyak 36 orang dari 50 responden atau 72% responden dapat menerima rasa daging artifisial. Sebanyak 41 orang dari 50 responden atau 82% responden dapat menerima tekstur daging artifisial dengan baik. Sebanyak 37 orang dari 50 responden atau 74% responden dapat menerima aroma daging artifisial dengan baik. Namun secara keseluruhan, produk daging artifisial mendapat penilaian yang baik dan mampu menggantikan TSP yang telah ada di pasar.

Setelah merasakan karakter khusus produk daging artifisial, responden diberikan pertanyaan mengenai kecocokan terhadap value preposition produk, ketertarikannya terhadap produk, penyalurnya (channel), harganya, serta saran untuk pengembangan produk. Hasil pengujian solusi mengenai ketertarikan responden terhadap produk disajikan oleh Gambar 4 dan tanggapan mengenai tingkat kepraktisan dengan kehadiran produk ditunjukkan oleh Gambar 5.

Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa 78% responden atau 39 dari 50 responden memiliki ketertarikan terhadap solusi yang ditawarkan. Sebanyak 37

Gambar 4 tingkat ketertarikan Gambar 5 Tingkat kepraktisan Gambar 3 Hasil uji organoleptik monadik pada: a. rasa , b. tekstur , c. aroma

78% 22%

tertarik

tidak tertarik

78% 22%

praktis tidak

a b

c

72% 28%

iya tidak

82% 18%

iya tidak

74% 26%

iya

(35)

orang dari 39 responden yang memiliki ketertarikan menyatakan bersedia untuk membeli produk secara kontinyu. Responden menilai hadirnya produk daging artifisial tersebut memberikan kepraktisan dalam memenuhi kebutuhan protein harian mereka. Selain menggantikan TSP yang telah ada di pasaran, produk daging artifisial juga mampu menggantikan syeithan (daging gluten terigu) yang sudah terbiasa mereka konsumsi. Dengan hadirnya produk daging artifisial responden tidak perlu lagi bersusah payah merendam terigu untuk mendapatkan gluten. Responden hanya perlu memotong daging artifisial sesuai selera layaknya mengolah daging pada umumnya.

Kebanyakan responden mengkonsumsi daging artifisial sebanyak 2 - 5 kali dalam seminggu. Ukuran kemasan yang responden inginkan adalah 100 g per kemasan karena memudahkan untuk mengolah serta dapat dibuka sekali pakai langsung habis. Harga yang diharapkan berkisar antara 5 – 10 ribu rupiah. Harga tersebut lebih murah dibandingkan harga TSP yang sudah ada yang berkisar antara 15 – 20 ribu rupiah. Saluran produk yang paling disukai responden adalah agen yang telah dipercaya seperti agen dalam IVS atau gerai khusus vegetarian. Penjualan produk melalui supermarket tidak disarankan karena produk memiliki pasar yang khusus dan akan berkurang nilai prestige nya apabila dijual melalui supermarket. Sedangkan penjualan melalui restoran sangat tidak disarankan karena customer target produk adalah wanita paruh baya atau ibu rumah tangga vegetarian yang hobi masak di rumah.

Selain mendapatkan tambahan materi untuk melakukan perubahan kanvas model bisnis, uji solusi juga membantu memperjelas karakteristik konsumen yang potensial untuk produk daging artifisial. Adapun karakteristik konsumen yang potensial untuk produk daging artifisial antara lain: wanita vegetarian, merupakan ibu rumah tangga atau wanita karir yang memiliki keterbatasan waktu untuk memasak, suka masak di rumah, dan peduli kesehatan.

Pembaruan Kanvas Model Bisnis

Perubahan kanvas model bisnis dari awal hingga akhir dilakukan melalui empat kali tahapan iterasi yang dijelaskan dalam Tabel 5. Setiap kali dilakukan iterasi selalu diikuti perubahan fitur prototipe diikuti oleh perubahan proposisi nilai pada kanvas model bisnis. Hasil akhir dari perubahan kanvas model bisnis dari kanvas model bisnis pertama disajikan dalam Tabel 10.

(36)

18

Tabel 8 Pembaruan kanvas model bisnis

Komponen Awal Akhir

Proposisi nilai

 Terbuat dari 100% nabati (kacang tunggak)

 Rasa, tekstur dan aroma normal khas daging

 Terbuat dari 100% nabati

 Aman, higienis, halal, tips dan resep, aftersales differentiation, broaden the network

Boosting sales: discount,

free membership, undian

berhadiah Saluran  Komunikasi: media

sosial, website, telpon Struktur biaya  Direct material, direct

(37)

Prototipe Daging Artifisial Terakhir

Prototipe terakhir merupakan prototipe yang didapatkan setelah dilakukan tiga kali iterasi sebelumnya. Secara lengkap, pembuatan prototipe daging artifisial terakhir dijelaskan setiap tahapannya sebagai berikut.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk membuat texturized protein antara lain: ekstruder pemasak dan pencetak model Scientific Laboratory Single Screw Type

IE25-30/I, blower oven, gilingan, blender dan fibrating screen yang telah diatur untuk ukuran 100 mesh. Peralatan uji antara lain pengering blower, tanur pengabuan, neraca analitik, penetrometer, dan alat alat gelas.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan texturized protein dan daging artifisial antara lain; kacang tunggak (Vigna unguiculata), flavor beraroma daging dari bahan nabati (meat-like flavour), garam, air, maizena, tapioka, margarin, merica bubuk, pala bubuk, bawang putih bubuk, kentang dan tepung gluten.

Pembuatan tepung kecambah kacang tunggak

Pembuatan tepung kecambah kacang tunggak dilakukan sesuai dengan prosedur pada Gambar 8 berikut:

Kacang tunggak direndam dalam air hingga 3 kali volumenya selama 8 jam dalam suhu ruang (23 - 250C). Kemudian kacang tunggak basah ditiriskan dalam wadah yang lebar, berlubang dan dangkal. Perkecambahan dilakukan selama 36 jam dalam suhu ruang (23 - 250C) serta rutin dilakukan penyiraman setiap 12 jam. Kecambah yang telah dihasilkan kemudian dikukus selama 15 menit. Setelah itu, kecambah dikeringkan menggunakan blower oven pada suhu 50 0C selama 6 jam. Penepungan kecambah kering dilakukan menggunakan penggiling dan disaring menggunakan fibrating screen pada ukuran lolos 100 mesh.

Penerapan proses perkecambahan sebelum dilakukan penepungan adalah untuk meningkatkan mutu gizi tepung. Dengan dilakukan perkecambahan, kuantitas dan mutu gizi protein akan meningkat. Selain itu perkecambahan juga akan meningkatkan kandungan vitamin dan mineral penting dalam kacang kacangan. Wichers (2010) menyebutkan bahwa perlakuan perkecambahan selama

Kacang Tunggak Perendaman Penirisan

(38)

20

minimal 12 jam pada kacang kacangan dapat menonaktifkan zat anti-gizinya. Selain itu, nilai gizi kacang tunggak dalam bentuk kecambah lebih tinggi dibandingkan masih dalam bentuk biji kering. Seperti yang dilaporkan oleh Ibrahim et al (2002) dan Uwaegbute et al (2000), perkecambahan kacang tunggak selama 24 jam mampu meningkatkan kadar vitamin dan mineralnya, vitamin B akan meningkat 2.5 - 3 kalinya, vitamin E atau tokoferol meningkat 4 - 5 kali, dan vitamin C meningkat 3 - 4 dari bentuk bijinya.

Selama perkecambahan, juga terjadi reaksi katabolisme untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman, seperti: hidrolisis pati dalam biji menjadi dekstrin dan maltosa, protein diuraikan menjadi asam amino penyusunnya, dan lemak akan diuraikan menjadi asam lemak (Jirapa et al (2011), Ibrahim et al

(2002)). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam lemak dan asam amino seperti: asam folat, asam glutamat, asam aspartat, lisin dan triptofan pada kecambah kacang kacangan.

Setelah dikecambahkan, kacang tunggak segera diblansir menggunakan uap air mendidih selama 15 menit, lalu dikeringkan dan dilakukan penepungan. Fungsi dari pemblansiran adalah untuk menonaktifkan enzim selama perkecambahan, mengurangi bau langu akibat aktivitas lipoksidase serta meningkatkan mutu cerna protein karena menginaktivasi tripsin inhibitor. Randemen pembuatan tepung kecambah kacang tunggak adalah 81% atau dari 1 kg kacang tunggak kering dihasilkan 0.81 kg tepung kecambah kacang tunggak. Adapun masa yang hilang terdiri dari masa kulit yang lepas, kacang tunggak yang rusak dan bahan pengotor sebesar 11 %. Sisanya sebesar 8 % berupa bagian vegetatif dan kulit yang hilang selama proses.

Pembuatan texturized protein

Menurut Sun et al (2011), faktor utama yang membentuk tekstur daging pada produk daging artifisial adalah texturized protein. Texturized protein dibuat menggunakan ekstruder single screw pada kelembaban tinggi. Menurut Sun et al

(2011), Yao et al (2004), Lin et al (2002a), Lin et al (2002b) dan Lin et al (2000), kelembaban tinggi dapat membentuk tekstur daging pada protein nabati. Skema ekstruder yang digunakan ditampilkan pada Lampiran 1. Sumber protein nabati yang digunakan pada penelitian ini adalah gluten dan kecambah kacang tunggak.

Pembuatan texturized protein tidak dapat dilakukan apabila menggunakan tepung kecambah kacang tunggak sebagai bahan tunggal. Produk yang didapatkan apabila menggunakan tepung kecambah kacang tunggak sebagai bahan tunggal sangat keras, memiliki waktu rehidrasi yang sangat lama, serta tidak mampu mengembang ketika dimasak. Selain itu rasa dan tekstur khas daging tidak didapatkan apabila menggunakan tepung kecambah kacang tunggak sebagai bahan tunggal. Harus dilakukan pencampuran menggunakan bahan lain untuk mendapatkan karakteristik daging yang diharapkan. Untuk itu juga digunakan gluten sebagai campuran.

(39)

Berdasarkan hasil trial eror didapatkan rasio terbaik campuran tepung kecambah dan gluten yaitu 1 : 3 (b/b). Pencampuran keduanya dilakukan dalam keadaan kering. Selanjutnya kadar air ampuran diatur hingga 70% dengan disemprotkan larutan garam 4%. Rentang kemampuan ekstruder untuk bekerja adalah pada kelembaban 50 hingga 70%. Jika kurang dari itu, ekstruder akan macet dan jika melebihi 70% maka adonan akan terlalu basah. Suhu barrel diatur pada 1400C dengan suhu inlet dan outlet pada 600C dengan kecepatan putaran screw 150 rpm dan menghasilkan waktu tinggal rata-rata selama 56 detik. Rentang kemampuan suhu ekstruder berada di antara 100 - 1400C. Jika dilakukan pada suhu di bawah 1000C maka adonan akan susah keluar dari die, sedangkan bila diatas 1400C maka dihasilkan adonan berbau gosong serta melampaui kapasitas ekstruder. Bentuk

texturized protein yang dihasilkan sesuai dengan bentuk die ekstruder, yaitu granula berdiameter 0.5 cm.

Pemilihan gluten sebagai campuran dilakukan karena gluten memiliki kemampuan untuk membentuk tekstur lembut dan kekenyalan layaknya daging segar. Gluten merupakan protein yang memiliki kohesivitas yang baik sehingga mampu membentuk masa yang bersifat viscoelastis (Wieser 2007). Gluten mampu memperbaiki karakteristik produk selama proses seperti meminimalkan loss

selama pengirisan. Selain itu, vegetarian telah terbiasa mengkonsumsi gluten

(syeithan) sebagai pengganti daging sehingga adaptasi konsumen terhadap produk

akan lebih mudah (Yuliarti 2008, Sukarani dan Kembarani 2007, Sumantri 2007, Susianto et al 2007, Yuliarti 2007).

Kombinasi antara gluten terigu dengan tepung kecambah kacang tunggak merupakan kombinasi yang tepat (Susianto et al 2007). Gluten kaya asam amino mengandung sulfur namun miskin asam amino lisin, sedangkan kacang tunggak merupakan salah satu legume yang memiliki keseimbangan asam amino yang baik serta memiliki tingkat bioavailability tinggi (Astawan 2009) namun kekurangan asam amino mengandung sulfur. Paduan keduanya dapat meningkatkan nilai atau mutu gizi protein daging artifisial. Dalam lampiran 4 dapat diketahui bahwa tingkat perbandingan terbaik campuran gluten dan tepung kecambah kacang tunggak adalah 3 : 1 atau 75% : 25% (b/b). Formula tersebutlah yang masih perlu dilakukan optimalisasi pada tahapan selanjutnya.

Texturized protein dibuat melalui pemasakan ekstrusi. Kelebihan

pemasakan ekstrusi dibandingkan metode lain yaitu dapat meminimalkan penurunan nilai gizi karena prinsip pemasakan ekstrusi adalah HTST (High Suhue

Short Time) (Moscicki dan Dick (2011) dan Wild et al (2014)). Selain itu, ekstrusi

Tepung kecambah :

(40)

22

juga dapat mempertahankan mutu gizi pangan, juga mereduksi senyawa anti gizi pada legume secara signifikan (Singh et al (2007) dan Tang dan Ma (2009)). Kelebihan lainnya adalah pemasakan ekstrusi dapat dilakukan secara kontinyu dan memiliki efisiensi yang tinggi.

Pemasakan ekstrusi dilakukan dengan melewatkan bahan pada kondisi yang mengkombinasikan efek tekanan, pemanasan, pengadukan, pemotongan dan pembentukan. Faktor yang paling mempengaruhi proses ekstrusi adalah kadar air bahan, suhu barrel, kecepatan putaran screw dan tekanan. Selama ekstrusi, suhu dan tekanan yang tinggi menyebabkan denaturasi protein, gelatinisasi pati dan restrukturisasi kompleks pati dan protein (Kumari 2011).

Pembuatan daging artifisial

Pembuatan daging artifisial dilakukan dengan mencampurkan texturized

protein dengan larutan tapioka 10% untuk merekatkan agregat texturized protein

dan 5% meat-like flavour berbahan nabati dari bobot total texturized protein. Selanjutnya adonan yang telah tercampur rata dibekukan dalam freezer selama 4 jam. Pembekuan bertujuan untuk mengkoagulasi protein dalam adonan. Setelah adonan dingin dan beku, dilakukan thawing selama 1 jam dalam suhu ruang. Selanjutnya untuk memastikan kematangan adonan serta sebagai upaya menjaga agar produk tidak mudah rusak, dilakukan pengukusan menggunakan uap air mendidih selama 30 menit. Pengukusan bertujuan selain untuk menyempurnakan denaturasi protein juga untuk membunuh mikroba yang berkemungkinan tumbuh pada produk. Selanjutnya produk di kemas secara vakum untuk mempertahankan umur simpannya.

Pembuatan daging artifisial dilakukan dengan mencampurkan TCP, larutan tapioka 10% dan meat-like flavor sesuai dengan prosedur pada Gambar 10.

Meat-like flavor sebanyak 5% dari bobot total texturized protein

ditambahkan dan dicampur hingga rata. Selanjutnya, dituangkan larutan tapioka 10% sebanyak setengah volume campuran sambil diaduk hingga rata. Adonan yang terbentuk dibekukan dalam freezer selama 4 jam. Thawing dalam air suhu ruang selama 1 jam dan dikukus selama 30 menit dilakukan untuk mempermudah

Texturized

(41)

pemotongan serta mengurangi kadar air adonan. Selanjutnya, dilakukan pengukusan dan diakhiri dengan penirisan sambil dilakukan pendinginan. Bentuk akhir produk daging artifisial adalah chunk. Sentuhan akhir seperti pengemasan vakum dilakukan agar daging artifisial dapat awet dan terjaga mutunya ketika dilakukan penyimpanan beku.

Analisa produk daging artifisial

Analisa yang dilakukan pada produk meliputi analisa proksimat, analisa fisik produk, serta analisa organoleptik yang dilakukan saat dilakukan uji solusi. Analisa uji proksimat dilakukan pada sampel berupa bahan baku, texturized protein, dan daging artifisial. Uji proksimat yang dilakukan terdiri atas analisis kadar air (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005), kadar protein (AOAC 2005), kadar lemak (AOAC 2005), serat kasar dan karbohidrat (by difference) yang dijelaskan dalam Lampiran 1. Selanjutnya produk daging artifisial dilakukan analisa fisik seperti prosedur yang terdapat dalam Lampiran 2, meliputi uji daya serap air, uji keempukan, susut bobot dan kekenyalan menggunakan uji pelipatan. Adapun hasil yang didapatkan dari analisa proksimat disajikan dalam Tabel 8 berikut.

Pada Tabel 12 terlihat bahwa perkecambahan dapat meningkatkan kadar protein kacang tunggak sekitar 5%. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Giami (1993) bahwa perkecambahan memang dapat meningkatkan kadar protein kasar, zat besi dan total fosfor, tetapi di sisi lain perkecambahan dapat menurunkan kadar karbohidrat, lemak dan total polifenol. Kadar lemak kacang tunggak yang rendah merupakan kelebihan kacang tunggak dibandingkan kedelai.

Berdasarkan uji proksimat pada produk, diketahui kadar protein produk sebesar 41.265% lebih tinggi dibandingkan TSP standar sebesar 37.756%. Selain itu, produk yang dihasilkan memiliki kelebihan berupa kadar lemaknya yang lebih rendah. Kadar serat kasar produk juga tergolong tinggi dan lebih tinggi dibandingkan TSP standar. Kadar serat kasar berbeda dengan serat pangan

(dietary fiber). Serat pangan merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat

dihidrolisis oleh proses asam ataupun enzimatis. Perhitungan serat pangan dapat didekati dengan menghitung kadar serat kasar dikalikan tiga (Tejasari 2005).

Selain dilakukan analisa proksimat, juga dilakukan analisa fisik terhadap produk daging artifisial. Analisa fisik yang dilakukan terdiri atas pengukuran daya ikat air, susut masak, keempukan serta kekenyalan daging. Daya ikat air atau

Tabel 9 Hasil analisa proksimat (% bk)

(42)

24

Water Holding Capacity (WHC) didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk

menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan atau selama diberikan gaya, misalnya pemotongan, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Aluko dan Yada 2006). Daging juga memiliki kemampuan menyerap air secara spontan pada lingkungan berair. Produk daging artifisial yang dihasilkan diukur kemampuan serap airnya sesuai dengan metode yang tertera pada Lampiran 2. Produk daging artifisial memiliki daya serap air rata-rata sebesar 112%, jauh lebih tinggi dibandingkan daging sapi yaitu 89%. Hal ini dipengaruhi disebabkan perbedaan struktur dan bentuk serat, ukuran partikel penyusun, bentuk ikatan dan struktur kimia protein (Hoogenkamp 2005). Semakin banyak air yang keluar atau semakin luas permukaan basah pada kertas saring menunjukkan kemampuan ikat air sampel semakin rendah.

Susut masak merupakan perhitungan bobot yang hilang selama pemasakan atau pemanasan yang dilakukan pada sampel. Analisis susut bobot pada sampel seperti daging artifisial penting untuk dilakukan karena berhubungan erat dengan sifat juicyness. Prosedur analisa susut bobot disajikan dalam Lampiran 2 dan didapatkan angka susut bobot daging pada menit ke 30 sebesar 30%, dalam menit ke 60 meningkat menjadi 43% dan selebihnya terus menerus terjadi susut bobot yang lebih besar karena ikatan dan struktur antar partikel daging artifisial melemah.

Sifat protein daging artifisial hampir serupa dengan daging sapi. Apabila daging artifisial diberikan perlakuan suhu tinggi semakin lama akan semakin empuk karena struktur ikatan proteinnya melemah. Perbedaan terjadi pada suhu pemanasan di atas 1000C, selama beberapa waktu nilai keempukan daging sapi menurun karena serat miofibrilnya mengkerut dan mengeluarkan air yang terdapat didalamnya. Kesamaan lain didapatkan jika kedua jenis daging diberikan perlakuan pendinginan. Keduanya akan mengeras dan berkurang keempukannya. Hasil uji pengaruh suhu terhadap daging artifisial dan daging standar disajikan dalam Tabel 13.

Keempukan daging dipengaruhi bentuk tenunan pengikat, struktur serabut, keberadaan lemak, serta faktor eksternal seperti pemanasan, chilling, refrigerasi

(Bourne 2011). Semakin banyak serat yang mudah terputus karena ikatan antar serat melemah menyebabkan meningkatnya tingkat keempukan. Dalam keadaan suhu ruang, daging artifisial dan daging sapi hampir memiliki nilai keempukan yang sama. Berbeda dengan TSP standar yang nilai keempukannya terlampau tinggi atau terlalu empuk seperti busa.

Uji kekenyalan dilakukan menggunakan metode pelipatan sebagai alternatif uji yang paling sederhana. Prosedur uji pelipatan dapat dilihat dalam Lampiran 2.

Tabel 10 Pengaruh perlakuan suhu pada daging artifisial dan daging standar Suhu (0C) Rata rata keempukan (mm/10 detik/ 50 g)

Daging artifisial Daging sapi TSP standar

0 35.70 45.70 28.70

30 50.78 58.25 112.25

80 79.50 65.70 110.50

(43)

Pelipatan dilakukan dalam keadaan suhu ruang (300C) dan dihasilkan daging artifisial memiliki mutu lipatan A. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan gluten sebagai campuran daging artifisial. Gluten memiliki daya kohesifitas yang tinggi serta bersifat viskoelastis. Dibandingkan dengan sosis dan kornet merek X yang berkelas mutu D, produk daging artifisial lebih kenyal dan elastis dibandingkan keduanya. Kekenyalan dapat dipengaruhi oleh tingkat dehidrasi, penyerapan air, penguapan, pemanasan, ukuran partikel, jenis protein, dan suhu pengolahan (Bourne 2011).

Ukuran Pasar (Market Size)

Pengukuran pasar dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi produk masuk dalam pasar. Besarnya pasar dikelompokkkan mengerucut menjadi tiga bagian, yaitu Total Addressable Market (TAM), Served Available Market

(SAM) dan Target Market (TM). Gambar 11 menunjukkan rangkuman TAM, SAM, dan TM produk daging artifisial.

Besar Total Addressable Market (TAM) didapat dari jumlah total vegetarian yang terdapat di Indonesia, yaitu sekitar 500 000 jiwa atau 0,002 % dari total penduduk Indonesia (IVS 2012). Apabila diasumsikan bahwa jumlah tersebut mengkonsumsi minimal 3 porsi daging artifisial perminggu, maka dalam sehari akan tersaji 214 285 porsi daging artifisial. Takaran minimal sajian protein harian rata-rata adalah 50 g (Susianto 2007). Dengan demikian, total daging artifisial yang dikonsumsi dalam sehari adalah 10.7 ton. Apabila harga daging artifisial dipatok per 100 g adalah Rp 10 000, maka total pendapatan yang dapat dihasilkan sebesar Rp 1,01 milyar per harinya.

Jumlah Served Available Market (SAM) merupakan jumlah pelanggan segment yang merasa kurang puas dan bermasalah dengan produk daging artifisial yang sudah ada di pasar. Berdasarkan hasil uji masalah, seluruh responden merasa membutuhkan solusi baru untuk menyelesaikan permasalahannya dengan produk daging artifisial yang sudah ada. Dengan demikian SAM produk daging artifisial dapat diasumsikan sebagai 100% dari jumlah TAM, sehingga total pendapatan

Gambar 11 Ukuran pasar daging artifisial TAM

• 214 285 porsi per hari

• Rp 1.01 milyar rupiah per hari

SAM

• 100% membutuhkan solusi baru

• Rp 303 milyar rupiah per tahun

TM

• 25% dari SAM

(44)

26

yang didapat untuk SAM di seluruh Indonesia adalah Rp 1.01 milyar per harinya atau Rp 303 milyar per tahunnya.

Asumsi yang digunakan sebagai target market produk daging artifisial adalah 25% saja dari Served Available Market (SAM) atau setara dengan jumlah vegetarian anggota Indonesia Vegetarian Society (IVS) di sekitar Jabodetabek, yaitu 100 000 jiwa. Dengan demikian pendapatan yang dapat diperoleh sebesar Rp 268 juta per hari atau Rp 80 milyar pertahun.

Verifikasi Model Bisnis

Verifikasi model bisnis adalah tahapan pengkajian ulang untuk memastikan bahwa model bisnis yang dirancang sudah memiliki komponen bisnis yang tepat. Terdapat tiga komponen model bisnis yang perlu diverifikasi, yaitu kecocokan produk dengan pasar, segmen konsumen dan cara mencapainya, dan peluang bisnis atau potensi pendapatan yang dapat dihasilkan dari model bisnis.

Kecocokan produk dengan pasar (product-market fit)

Blank dan Dorf (2012) menyebutkan untuk menguji kecocokan produk dengan pasar perlu dilakukan berdasarkan tiga komponen uji sebagai parameternya. Komponen tersebut yaitu tingkat kepentingan atau urgensi mayoritas konsumen terhadap permasalahan atau kebutuhan, tingkat kesolutifan produk dalam menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan mayoritas konsumen, dan tingkat potensi bisnis yang didapatkan dari besarnya target segmen konsumen yang tersedia.

Berdasarkan tes permasalahan terlihat bahwa tingkat kepentingan mayoritas konsumen sangat tinggi. Secara umum, penerimaan produk TSP yang selama ini ada di pasar masih rendah. Hal tersebut disebabkan rasa, tekstur, aroma dan dari segi keamanan produk yang kurang terjamin. Hal ini bertentangan dengan prinsip kebanyakan responden yang menjadi vegetarian dikarenakan faktor peduli pada kesehatan. Di sisi lain, kebanyakan responden vegetarian memiliki keterbatasan waktu untuk memenuhi kebutuhan daging artifisialnya. Mereka hanya memiliki dua alternatif yaitu membuat daging gluten sendiri di rumah atau membeli di restoran. Produk daging artifisial cocok hadir untuk vegetarian yang hobi memasak hidangan sehatnya sendiri di rumah. Dengan menggunakan daging artifisial ini vegetarian tidak perlu repot repot merendam terigu yang sangat banyak untuk mendapatkan 10% glutennya. Selain hemat, produk ini juga membantu menghemat waktu memasak hidangan daging vegetarian.

Pelanggan produk dan cara mencapainya

Gambar

Gambar  1 Skema pengembangan prototipe daging artifisial
Tabel 1  Daftar permasalahan responden
Tabel 7 Daftar solusi yang diberikan
Gambar  4 tingkat ketertarikan  Gambar  5 Tingkat kepraktisan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Titik pengukuran aliran udara yaitu : 1) Lubang pemasukan udara ( inlet ),.. 15 2) Tumpukan bagian bawah dan tengah sebanyak 4 titik yaitu dengan jarak 15 cm dari tepi bak,

Tingginya nilai rata-rata untuk hampir semua peubah pada bibit yang bermikoriza pada tingkat cekaman kekeringan 85% dan 70% air tersedia ini berkaitan dengan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Vera

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Sebagai masyarakat yang masih didominasi nilai-nilai patriarki, salah satu humor yang banyak berkembang dalam media sosial di Indonesia adalah humor yang berkaitan

Tiga parameter pola penggunaan ruang yang digunakan oleh kukang jawa, yaitu jenis tumbuhan yang digunakan kukang, ketinggian posisi kukang di atas permukaan tanah dan

Dimyati mengharapkan, dengan dikeluarkannya regulasi keuangan untuk kegiatan penelitian ini, maka pada 2020 Indonesia akan menjadi juara dalam publikasi internasional di

Judul Tesis Hubungan antara Ciri Kebugaran Trichogrammatoidea armigera Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae) di.. Laboratorium dan Keberhasilan Parasitisasi di