• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2009 di rumah kaca, penanaman stek pucuk ini dilakukan pada bedeng yang diberi sungkup plastik dan tidak. Berikut gambar stek pucuk yang diberi sungkup plastik dan yang tidak diberi sungkup plastik.

Gambar 2. Stek Pucuk (a) tanpa sungkup, (b) dengan sungkup

Pemberian sungkup plastik bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan stek pucuk yaitu pada suhu 260C - 290C dengan kelembaban diatas 90% (Perum Perhutani, 1996). Stek yang tidak diberi sungkup plastik diharapkan dapat tumbuh dengan baik karena memudahkan penanamannya dalam praktek dilapang. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban dalam sungkup dan di luar sungkup ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Suhu dan Kelembaban Stek pucuk Didalam sungkup dan Diluar sungkup

Suhu Kelembaban

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

---0C--- --- % ---

Dalam sungkup 29,6 ± 1,35 40± 1,94 36,6± 1,96 91,8± 1,32 70,3± 2,16 84,2± 3,58

Luar sungkup 28,9± 1,45 38,9± 1,91 35,4± 1,51 88,5± 1,18 66,3± 1,64 82,2± 3,97

Berdasarkan data suhu dan kelembaban di rumah kaca yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kondisi ini kurang sesuai untuk pertumbuhan stek, oleh karena itu kelembaban harus terjaga dengan cara penyemprotan menggunakan sprayer tangan.

(b) (a)

Penanaman stek pucuk stylo dilakukan pada media bak yang ditutup plastik selama satu bulan, setelah satu bulan stek siap dipindahkan ke polybag. Proses penanaman stek pucuk hingga pemindahan ke polybag dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b) (c)

Gambar 3. Pemindahan Stek Pucuk ke Polybag (a) Stek pucuk dalam bak tertutup (b) Pemindahan stek pucuk dari bak ke polybag, dan (c) Penanaman

stek berumur satu bulan ke polybag

Media tanam yang digunakan adalah tanah latosol, pemilihan media tanah latosol dilakukan karena stylo dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, namun stylo dapat beradaptasi dengan sangat baik pada tanah yang asam dengan kandungan Al dan Mn yang tinggi dengan kisaran pH 4 - 8,3 (Manetje dan Jones, 1992). Menurut Rachim dan Suwardi (2002) tanah latosol memiliki pH yang rendah, struktur remah, dan konsistensinya gembur, namun kandungan bahan organik dan unsur haranya rendah serta terjadi proses akumulasi Al dan Fe. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perlakuan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Bakteri Pelarut Fosfat.

Salah satu faktor keberhasilan stek pucuk adalah media pertumbuhan, media pertumbuhan berfungsi sebagai penyangga stek selama masa pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek dan memungkinkan adanya penetrasi udara ke dasar stek (Hartman dan Ketser, 1983). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) media stek sebaiknya memiliki pH 4,5 -7, terdiri dari bahan longgar tetapi harus dapat menahan kelembaban, menahan aerasi dan drainase yang baik dan bebas dari cendawan maupun bakteri yang menyerang stek. Tanah latosol yang digunakan dalam penelitian sudah cukup memenuhi kriteria media tanam yang sesuai untuk penanaman stek pucuk, perlakuan sterilisasi tanah dilakukan untuk mencegah adanya

cendawan maupun bakteri yang dapat menyerang stek dan menghambat pertumbuhan akar.

Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis Rekapitulasi hasil sidik ragam persentase kematian tanaman, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, berat kering akar, dan persentase infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis Faktor Peubah Kematian (%) PTV (cm) PJDT (helai) BKT (gram) BKA (gram) Infeksi Akar (%) Media Tanam tn ** ** ** ** tn Mikroorganisme * ** ** ** ** **

Interaksi Media Tanam *

Mikroorganisme tn tn * tn * tn

Keterangan : *: berbeda nyata pada taraf uji F0.05, ** : berbeda sangat nyata pada taraf uji F 0,01, tn : tidak berbeda nyata, PTV : pertambahan tinggi vertikal, PJTD : pertambahan jumlah daun trifoliat, BKT : berat kering tajuk, BKA : berat kering akar

Pada Tabel 2. menunjukkkan terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) pada pertambahan jumlah daun trifoliat dan berat kering akar, sedangkan sterilisasi media tanam tidak berpengaruh nyata pada persentase kematian, namun pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan berat kering akar sterilisasi media tanam berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Penambahan mikroorganisme potensial tanah (bakteri pelarut fosfat dan FMA) berpengaruh nyata (P<0,05) menurunkan persentase kematian tanaman, sedangkan pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan berat kering akar penambahan mikroorganisme potensial tanah (bakteri pelarut fosfat dan FMA) berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil sidik ragam untuk penambahan mikroorganisme potensial tanah menunjukkkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) pada persentase infeksi akar, namun pada perlakuan media tanam dan interaksi antara kedua perlakuan menunjukkkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05).

Persentase Kematian Tanaman

Keberhasilan stek pucuk dapat dilihat dari kecilnya persentase kematian tanaman yang terjadi. Persentase kematian stek pucuk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Kematian Tanaman

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- % --- Tanpa Sterilisasi 6,25 3,13 0 0 2,34 Sterilisasi 25 0 0 0 6,25 Rataan 15,63a 1,57b 0b 0b 4,29

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara media tanam dan mikroorganisme potensial tanah pada persentase kematian tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) sedangkan perlakuan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase kematian tanaman hal tersebut dapat di lihat pada Lampiran 1. Hasil uji lanjut persentase kematian tanaman pada Tabel 3. menunjukkan stek pucuk yang tidak diberi perlakuan (kontrol) menyebabkan persentase kematian tanaman paling tinggi terjadi.

Pertambahan Tinggi Vertikal

Salah satu aspek dalam kualitas pertumbuhan tanaman adalah pertambahan tinggi vertikal. Pertambahan tinggi vertikal merupakan salah satu produk pertumbuhan tanaman, terjadinya pertambahan tinggi merupakan hasil dari pembelahan sel dan pembesaran jaringan sel tanaman. Pertambahan tinggi vertikal tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara media tanam dan mikroorganisme potensial tanah pada pertambahan tinggi vertikal tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap pertambahan tinggi vertikal tanaman hal tersebut dapat di lihat pada Lampiran 3.

Tabel 4. Pertambahan Tinggi Vertikal

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil uji lanjut pertambahan tinggi vertikal tanaman pada Tabel 4. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah yaitu bakteri pelarut fosfat + FMA paling tinggi mempengaruhi pertambahan tinggi vertikal tanaman namun tidak berbeda dengan perlakuan FMA. Perlakuan sterilisasi media tanam yang berpengaruh terhadap pertambahan tinggi vertikal adalah pada media tanam yang tidak disterilisasi dimana pertambahan tinggi vertikal tanaman lebih tinggi dibandingkan pada media tanam yang disterilisasi.

Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat

Daun merupakan salah satu aspek penting dalam pertumbuhan tanaman, karena daun berperan penting dalam proses fotosintesis dan transpirasi. Pertambahan jumlah daun trifoliat dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri

Pelarut Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- helai ---

Tanpa Sterilisasi 7,75±1,75cd 11,5±1,50ab 13,25±2,47a 13,50±2,35a 11,50±2,64

Sterilisasi 6,5±1,26de 5,00±1,34e 9,25±2,01bc 11,00±1,88ab 7,94±2,69

Rataan 7,13±0,88 8,25±4,59 11,25±2,83 12,25±1,78 9,72±2,52

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada pertambahan jumlah daun trifoliat menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), begitupula untuk perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan media tanam menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01), dapat

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- cm ---

Tanpa Sterilisasi 15,91±5,24 21,43±1,83 23,31±2,60 22,81±4,87 20,87±3,40A

Sterilisasi 15,38±0,95 14,25 ±1,08 19,67±1,44 22,10±3,53 17,85±3,67B

Rataan 15,65±0,37C 17,84±5,08BC 21,49±2,57AB 22,46±0,50A 19,36±2,14

dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut pada jumlah daun trifoliat dapat dilihat pada Tabel 5. menunjukkkan pertambahan jumlah daun paling tinggi terjadi pada perlakuan FMA dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang tidak disterilisasi, namun tidak berbeda dengan perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang tidak disterilisasi dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang disterilisasi. Pertambahan jumlah daun paling rendah terjadi pada perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang disterilisasi namun tidak berbeda dengan kontrol pada media tanam yang tidak disterilisasi.

Berat Kering Tajuk

Kualitas hijauan makanan ternak dapat dilihat dari berat kering tajuk, semakin tinggi berat kering yang dihasilkan maka kualitas hijauan akan semakin baik. Berat kering tajuk tanaman dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Berat Kering Tajuk

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada berat kering tajuk menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap berat kering tajuk tanaman hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut berat kering tajuk pada Tabel 6. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah paling tinggi mempengaruhi berat kering tajuk tanaman yaitu bakteri pelarut fosfat + FMA namun tidak berbeda dengan perlakuan FMA. Perlakuan sterilisasi media tanam yang berpengaruh terhadap berat kering tajuk adalah media tanam yang tidak disterilisasi

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri

Pelarut Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- gram --- Tanpa Sterilisasi 0,55±0,16 0,72±0,19 0,85±0,17 0,92±0,14 0,76±0,16 A Sterilisasi 0,38±0,10 0,32±0,14 0,61±0,11 0,71±0,14 0,51±0,18 B Rataan 0,47±0,12C 0,52±0,28BC 0,73±0,17AB 0,82±0,15A 0,635±0,18 20

dimana berat kering tajuk tanaman lebih besar dibandingkan berat kering tajuk tanaman pada media tanam yang disterilisasi

Berat Kering Akar

Berat kering akar merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman, karena akar berfungsi dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman selain itu berat akar tanaman merupakan parameter yang paling sesuai untuk mengetahui biomasa total akar didalam tanah. Berat kering akar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Berat Kering Akar

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- gram --- Tanpa Sterilisasi 0,06±0,03 cde 0,10±0,03bc 0,14±0,03a 0,13±0,03ab 0,11±0,04 Sterilisasi 0,05±0,01 de 0,03±0,01e 0,06±0,02cde 0,08±0,03cd 0,06±0,02 0,06±0,01 0,07±0,05 0,10±0,06 0,11±0,04 0,09±0,03

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada berat kering akar menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), begitupula untuk perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan media tanam menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01), dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut pada berat kering akar dapat dilihat pada Tabel 7. menunjukkkan berat kering akar paling tinggi terjadi pada perlakuan FMA dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang tidak disterilisasi. Berat kering paling rendah terjadi pada perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang disterilisasi, namun tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, dan FMA pada media tanam yang disterilisasi serta kontrol pada media tanam yang tidak disterilisasi.

Persentase Infeksi Akar

Simbiosis antara akar dan FMA dapat dilihat dari tingkat persentase infeksi akar yang terjadi. Kemampuan tanaman dalam menyerap hara dan mendistribusikannya ke tanaman inang berkaitan erat dengan tingkat infeksi akar yang terjadi. Persentase infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase Infeksi Akar

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- % ---

Tanpa Sterilisasi 5,34 8,94 36,08 25,22 18,89

Sterilisasi 9,25 0,50 24,77 29,60 16,03

Rataan 7,29B 4,72B 30,42A 27,41A 17,46

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada persentase infeksi akar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah menunjukkan hasil sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap persentase infeksi akar, berbeda dengan perlakuan sterilisasi pada media tanam yang menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05) hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut persentase infeksi akar pada Tabel 8. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah yaitu FMA paling tinggi mempengaruhi persentase infeksi akar namun tidak berbeda dengan perlakuan bakteri pelarut fosfat + FMA.

Hasil pengamatan menunjukkkan adanya infeksi akar yang terjadi pada perlakuan yang tidak diinokulasi FMA (kontrol dan bakteri pelarut fosfat). Adanya struktur FMA yang muncul pada akar yang tidak diinokulasi dapat berasal dari endofit yang berasal dari tanah (Fakuara, 1988).

Keberhasilan Stek Pucuk

Stylosanthes guianensis adalah salah satu hijauan makanan ternak yang potensial untuk dikembangkan, namun selama ini pengembangan Stylosanthes mengalami beberapa kendala terkait dengan benih yang dihasilkan. Produksi benih Stylosanthes guianensis lebih rendah dibandingkan dengan jenis Stylosanthes yang lain terkait dengan keterlambatannya dalam berbunga (Chakraborty, 2004). Selain itu benih yang didapat di Indonesia sebagian besar berasal dari impor dan harganya mahal. Oleh karena itu dilakukan pengembangan teknik penanaman stylo dengan cara vegetatif yaitu stek pucuk yang dewasa ini sudah dikembangkan secara luas.

Kematian stek pucuk pada penelitian ini paling tinggi terjadi pada kontrol, sedangkan penambahan mikroorganisme potensial tanah yaitu bakteri pelarut fosfat dan FMA nyata dapat menurunkan kematian stek pucuk. Sterilisasi media tanam pada penanaman stek pucuk bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyerang perakaran, namun pada penelitian ini kematian stek pada media tanam yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini dapat disebabkan oleh manfaat yang dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfat maupun FMA yang diinokulasikan ke tanaman. Histogram persentase kematian tanaman dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram persentase kematian stek pucuk

Keberhasilan stek pucuk ditandai dengan terbentuknya akar, pada fase perkembangan akar stek berada dalam kondisi yang sangat rentan karena mudah sekali mengalami kekeringan, serangan patogen akar, dan membutuhkan cadangan makanan yang lebih untuk pembentukan akar. P memegang peranan penting pada tahap awal pertumbuhan stek karena P berperan dalam pembentukan akar halus dan rambut akar serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit, dalam hal ini bakteri pelarut fosfat berperan dalam penyediaan P bagi tanaman, karena permasalahan dalam tanah latosol adalah terikatnya P dalam bentuk Mg-P, Al-P,dan Fe-P sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Bakteri pelarut fosfat akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya adalah asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, gliokasalat, malat, fumarat, tartarat dan α ketobutirat (Rao, 1994). Meningkatnya asam-asam organik tersebut akan diikuti oleh kenaikan pH, kemudian asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat P seperti AL3+, Fe3+, atau Mg2+

membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan dapat diserap oleh tanaman.

Inokulasi FMA pada penelitian ini sangat mempengaruhi keberhasilan stek pucuk. Asosiasi antara FMA dan tanaman dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, membuat tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan serangan patogen akar, serta FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, dan giberelin (Anas, 1997). FMA yang diinokulasi pada tanaman berperan pada fase awal perkembangan akar stek. Pada fase ini stek berada pada kondisi yang rentan karena mudah sekali mengalami kekeringan, serangan patogen akar, dan membutuhkan cadangan makanan yang lebih untuk pembentukan akar, namun dengan adanya FMA hal tersebut dapat diatasi. Kandungan bahan makanan stek, terutama karbohidrat dan N sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek tersebut. Karbohidrat merupakan hasil fotosintesa yang dilakukan daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetasi tanaman sebagai cadangan makanan yang akan digunakan saat terjadi keadaan kurang menguntungkan (Perum Perhutani, 1996) dalam hal ini stek menggunakan karbohidrat untuk pembentukan akar. Stek rentan sekali terhadap kekeringan hal tersebut dapat terjadi karenastek pucuk adalah bagian tanaman yang muda sehingga mempunyai proses transpirasi yang besar, stek mudah kehilangan air dan menjadi kering sehingga tidak dapat bertahan hidup sebelum menjadi tanaman yang sempurna.

Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal, hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat. FMA dapat mencegah tanaman mengalami serangan pathogen akar. Terbungkusnya permukaan akar oleh FMA menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit, selain itu FMA menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen (Anas, 1997).

Kelebihan lain dari asosiasi antara FMA dan tanaman diantaranya adalah FMA dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin yang sangat berperan penting dalam pertumbuhan stek pucuk. Auksin adalah jenis hormon penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai katalisator dalam metabolisme dan berperan dalam perpanjangan sel (Alrasyid dan Widiarti, 1990). Auksin banyak disusun di jaringan meristem di dalam ujung-ujung tanaman seperti pucuk, kuncup bunga, dan tunas daun. Perakaran yang timbul pada stek disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun (Kusumo, 1984). Tunas yang sehat pada batang adalah sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam perakaran. Jumlah kadar auksin yang terdapat pada organ stek bervariasi. Hormon yang dihasilkan oleh FMA akan membantu pertumbuhan akar lebih cepat terjadi dibandingkan tanaman yang tidak diberi FMA karena pada stek yang memiliki kadar auksin lebih tinggi mampu menumbuhkan akar dan menghasilkan persen hidup stek lebih tinggi daripada stek yang memiliki kadar auksin yang rendah (Irwanto, 2001). Penelitian stek pucuk menggunakan FMA yang telah dilakukan oleh (Andadari, 2005) menunjukkkan peningkatan persentase tumbuh sebesar 16% dan jumlah daun sebesar 30% pada stek pucuk yang dilakukan pada tanaman murbei dengan inokulan Glomus aggegatum.

Tersedianya P bagi stek karena peranan bakteri pelarut fosfat dapat membantu pertumbuhan akar tanaman dan membuat tanaman tahan terhadap penyakit, namun dengan adanya FMA penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi FMA, selain itu dengan adanya FMA tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Peranan P dan FMA dalam hal ini dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit dan serangan patogen akar sehingga dapat menyebabkan kematian stek pada media tanam yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi tidak berbeda nyata.

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Stek

Stylosanthes guianensis

Inokulasi bakteri pelarut fosfat dan FMA memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman, hal tersebut dapat dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, serta persentase infeksi akar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Perlakuan sterilisasi 25

pada media tanam juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, bahkan terdapat interaksi yang nyata pada parameter pertambahan jumlah daun serta berat kering akar.

Sterilisasi media tanam pada penelitian ini berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman, terdapat perbedaan antara tanaman dengan media yang disterilisasi dengan yang tidak disterilisasi, seperti terlihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. Perbedaan Pertumbuhan Stek Pucuk Stylo pada Media Tanam yang diberi Perlakuan Berbeda (a) Stylo pada tanah yang disterilisasi, dan (b) Stylo pada tanah yang tidak disterilisasi

Pertumbuhan tanaman yang dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, berat kering tajuk dan akar menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata pada perlakuan sterilisasi media tanam, dimana pada media tanam yang tidak disterilisasi pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman pada media tanam yang disterilisasi. Menurut Lukiwati (2004) Keberhasilan inokulasi FMA di lapang atau pada penelitian di rumah kaca tanpa sterilisasi tanah, antara lain ditentukan oleh efektivitas spora FMA indigenous yang di introduksikan serta status hara tanah. Beberapa eksperimen dilakukan untuk menguji sifat mampu melarutkan pada mikroorganime tanah (bakteri pelarut fosfat) yang dilakukan untuk mencari sejauh mana pengambilan fosfor oleh tanaman pada tanah yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi, menghasilkan beberapa laporan yang berlawanan sehingga tidak dapat disimpulkan hasilnya (Rao, 1994). Hal tersebut menunjukkan

sterilisasi tanah belum diketahui dengan pasti pengaruhnya terhadap keberhasilan inokulasi FMA dan bakteri pelarut fosfat pada pertumbuhan tanaman.

Sterilisasi media tanam awalnya bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada perakaran stek, namun dengan sterilisasi mikroorganisme yang dapat menguntungkan dan berkorelasi positif dengan penambahan FMA serta bakteri pelarut fosfat bagi pertumbuhan tanaman selanjutnya akan hilang akibat pemanasan selain itu unsur hara yang terkandung dalam tanah akan mengalami pengendapan sehingga berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat menjadi penyebab pada parameter pertumbuhan seperti tinggi vertikal, jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, pertumbuhan tanaman pada media tanam yang tidak disterilisasi lebih cepat terjadi sehingga pertumbuhan tanaman pada media tanam yang disterilisasi lebih rendah.

Mikroorganisme potensial tanah pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tajuk dan akar. Perlakuan bakteri pelarut fosfat + FMA

Dokumen terkait