• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN TEKNIK STEK PUCUK PADA Stylosanthes guianensis DENGAN PENAMBAHAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN TEKNIK STEK PUCUK PADA Stylosanthes guianensis DENGAN PENAMBAHAN BAKTERI PELARUT FOSFAT DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN TEKNIK STEK PUCUK PADA Stylosanthes

guianensis DENGAN PENAMBAHAN BAKTERI PELARUT

FOSFAT DAN FUNGI

MIKORIZA

ARBUSKULA

(FMA)

SKRIPSI

RATIH SRI WIDYASWATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

RATIH SRI WIDYASWATI. D24052649. 2009. Pengembangan Teknik Stek Pucuk Pada Stylosanthes guianensis dengan Penambahan Bakteri Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) . Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K.S., MSi. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Didid Diapari, MSi.

Stylosanthes guianensis adalah salah satu hijauan makanan ternak yang potensial untuk dikembangkan, namun selama ini pengembangannya mengalami beberapa kendala. Benih yang didapat di Indonesia sebagian besar berasal dari impor dan harganya mahal. Oleh karena itu dilakukan pengembangan pembibitan dengan cara vegetatif yaitu stek pucuk. Pertumbuhan stek pucuk ini membutuhkan perlakuan khusus agar tingkat keberhasilannya tinggi, oleh karena itu diberikan penambahan bakteri pelarut fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), selain itu media tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan stek pucuk sehingga dilakukan sterilisasi pada media tanam untuk mencegah adanya mikroorganisme patogen yang dapat menyerang perakaran stek pucuk.

Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dengan penambahan bakteri pelarut fosfat, FMA dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam (tanah latosol) yang disterilisasi dan tidak disterilisasi terhadap stek pucuk. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap berpola faktorial 2x4 masing-masing dengan empat ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan sterilisasi pada media tanam yang terdiri dari dua perlakuan : B0 (media tanam yang tidak disterilisasi), dan B1 (media tanam yang disterilisasi). Faktor kedua adalah pemberian mikroorganisme potensial tanah yang terdiri dari empat sub faktor: Mo (kontrol), M1 (penambahan bakteri pelarut fosfat), M2 (penambahan FMA), dan M3 (penambahan FMA dan bakteri pelarut fosfat). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah persentase kematian tanaman, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, berat kering akar, dan persentase infeksi akar.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan, media tanam tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kematian tanaman (stek pucuk) namun berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertumbuhan tanaman yang dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar. Pertumbuhan tanaman pada media tanam yang tidak disterilisasi lebih tinggi dibandingkan tanaman pada media tanam yang disterilisasi. Penambahan bakteri pelarut fosfat dan FMA pada penelitian ini nyata (P<0,05) menurunkan persentase kematian tanaman dan sangat nyata (P<0,01) meningkatkan pertumbuhan tanaman yang dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan berat kering akar. Adanya asosiasi FMA dengan tanaman dilihat dari persentase infeksi akar yang terjadi, hasilnya menunjukkan bahwa penambahan FMA sangat nyata (P<0,01) meningkatkan persentase infeksi akar.

Kata-kata kunci: bakteri pelarut fosfat, fungi mikoriza arbuskula, stek pucuk, dan Stylosanthes guianensis

(3)

ABSTRACT

The Inoculation of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Phosphate Solubilizing Bacteria on Vegetative Propagation of

Stylosanthes guianensis by Shoot Cuttings

R.S Widyaswati., P. D. M. H. Karti., andD. Diapari

Poor seed yield, often due to late flowering, has affected of the use some cultivars Stylosanthes. In particular, Sylosanthes guianensis cultivars have been poor seed producers. The aim of this experiments was to expand Stylosanthes guianensis vegetative planting technique with shoot cuttings to get rigid and great quality of stylo seed. This experiment used a completely randomized design, with the factorial model 2 x 4 and 4 replication respectively. The first factor was soil (sterilization and not sterilization soil). The second factor was microorganism potential soil (control, PSB (Phosphate Solubilizing Bacteria), Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) and combination of PSB and AMF). The parameters that observed were: percentage of plant dead, high of plant, amount of trifoliate leaf, dry matter of plant, dry matter root, and percentage of root infection. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA) and differences between treatments were determined with Duncan test. The results showed that microorganism potential soil had different significantly effect (P<0.05) on percentage of plant dead, and different very significantly effect (P<0.01) on high of plant, amount of trifoliate leaf, dry matter of plant, dry matter of root, and percentage of root infection. Sterilization soil also had different high significantly effect (P<0.01) in all parameters except percentage of plant dead and root infection. The growth of plant on soil which not sterilization is better than sterilization soil.

Keywords: Phosphate Solubilizing Bacteria, Arbuscular Mycorrhizal Fungi, Shoot Cuttings, and Stylosanthes guianensis.

(4)

PENGEMBANGAN TEKNIK STEK PUCUK PADA Stylosanthes

guianensis DENGAN PENAMBAHAN BAKTERI PELARUT

FOSFAT DAN FUNGI

MIKORIZA

ARBUSKULA

(FMA)

RATIHSRIWIDYASWATI

D24052649

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

Judul Skripsi : Pengembangan Teknik Stek Pucuk pada Stylosanthes guianensis dengan Penambahan Bakteri Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Nama : Ratih Sri Widyaswati NIM : D24052649

Menyetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K. S., MSi. Dr. Ir. Didid Diapari, MSi. NIP. 19611025 198703 2 002 NIP. 19620617 199002 1 001

Mengetahui : Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr. NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYATHIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1987 di Sukabumi Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sri Hartono dan Ibu Sulistyowati.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN Cicurug, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMPN 1 Cicurug dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN Cibadak.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jal ur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005, dan masuk jurusan Ilmu Nutrisi Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006.

Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah magang di Kampoeng Ternak Dompet Duafa Republika pada tahun 2007 dan aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Aikido.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengembangan Teknik Stek Pucuk pada Stylosanthes guianensis dengan Penambahan Bakteri Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)”.

Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2009 berlokasi di Laboratorium Agrostologi. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, tanaman ini merupakan salah satu hijauan makanan ternak yang potensial untuk ditanam karena selain digunakan untuk pakan, stylo dapat digunakan sebagai tanaman penutup tanah, pupuk hijau, dan sebagai tanaman pengganti pada penanaman berpindah. Pengembangan stylo selama ini mengalami kendala terkait dengan benih yang dihasilkan, benih yang didapat sebagian besar berasal dari impor dan harganya mahal. Oleh karena itu dilakukan pengembangan teknik penanaman secara vegetatif yaitu dengan cara stek pucuk. Penamanan stek pucuk ini sudah lama dikembangkan namun belum pernah dilakukan pada tanaman pakan (stylo). Inokulasi bakteri pelarut fosfat dan FMA bertujuan untuk memperkecil kematian dan meningkatkan pertumbuhan stek pucuk. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada petani dan peternak serta para peneliti mengenai pengembangan teknik penanaman secara vegetatif dengan cara stek pucuk pada Stylosanthes guianensis, karena tanaman ini sangat potensial untuk ditanam di Indonesia.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2009

(8)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 3 Manfaat ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Stylosanthes guianensis ... 4 Stek Pucuk ... 5

Bakteri Pelarut Fosfat ... 6

Mekanisme Pelarutan Fosfat ... 7

Fungi Mikoriza Arbuskula ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi ... 10 Rancangan Percobaan ... 10 Perlakuan ... 10 Model ... 10 Teknik Pelaksanaan ... 12 Sterilisasi Tanah ... 12 Sterilisasi Peralatan ... 12 Penyetekan ... 12

Pengukuran Suhu dan Kelembaban ... 13

Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat ... 13

Inokulasi FMA ... 13

Peubah yang Diamati ... 13

Persentase Kematian Tanaman ... 13

Pertambahan Tinggi Vertikal ... 13

Jumlah Daun Trifoliat ... 13

Berat Kering Tajuk dan Akar ... 14

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Keadaan Umum Penelitian ... 15

Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis ... 17

Persentase Kematian Tanaman ... 18

Pertambahan Tinggi Vertikal ... 18

Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat ... 19

Berat Kering Tajuk ... 20

Berat Kering Akar ... 21

Persentase Infeksi Akar ... 21

Keberhasilan Stek Pucuk ... 22

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Stek Stylosanthes guianensis ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33 Saran ... 33 UCAPAN TERIMAKASIH ... 34 DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN ... 38 vi

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Suhu dan Kelembaban Stek Pucuk Didalam dan

Diluar Sungkup ... 15

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis ... 17

3. Persentase Kematian Tanaman ... 18

4. Pertambahan Tinggi Vertikal ... 19

5. Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat ... 20

6. Berat Kering Tajuk ... 20

7. Berat Kering Akar ... 21

8. Persentase Infeksi Akar ... 22

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Stylosanthes guianensis ... 4

2. Stek Pucuk (a) tanpa sungkup, (b) dengan sungkup ... 15

3. Pemindahan Stek Pucuk ke Polybag(a) Stek pucuk dalam bak tertutup (b) Pemindahan stek pucuk dari bak ke polybag, dan (c) Penanaman stek stek berumur satu bulan ke polybag ... 16

4. Histogram Persentase Kematian Stek Pucuk ... 23

5. Perbedaan Stek Pucuk Stylo pada Media Tanam yang diberi Perlakuan Berbeda (a) Stylo pada tanah yang disterilisasi, dan (b) Stylo pada tanah yang tidak disterilisasi ... 26

6. Histogram Berat Kering Akar ... 28

7. Histogram Berat Kering Tajuk ... 28

8. Histogram Tinggi Vertikal Tanaman ... 29

9. Histogram Jumlah Daun Trifoliat ... 29

10. Infeksi Akar pada Stylosanthes guianensis ... 31

11. Histogram Persentase Infeksi Akar ... 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman ... 38 2. Uji Jarak Duncan Persentase Kematian pada Perlakuan Mikroorganisme

Potensial Tanah ... 38 3. Sidik Ragam Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman ... 38 4. Uji Jarak Duncan Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman pada Perlakuan Mikroorganisme Potensial Tanah ... 39 5. Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat ... 39 6. Uji Jarak Duncan Jumlah Daun Trifoliat pada Perlakuan Mikroorganisme Potensial Tanah ... 39 7. Uji Jarak Duncan Jumlah Daun Trifoliat pada Interaksi antara Media

Tanam dengan Mikroorganisme Potensial Tanah ... 40 8. Sidik Ragam Berat Kering Tajuk ………... 40

9. Uji Jarak Duncan Berat Kering Tajuk pada Perlakuan Mikroorganisme

Potensial Tanah ... 40 10. Sidik Ragam Berat kering Akar ... 41 11. Uji Jarak Duncan Berat Kering Akar pada Perlakuan Mikroorganisme

Potensial Tanah ... 41 12. Uji Jarak Duncan Berat Kering Akar pada Interaksi antara Media Tanam

dengan Mikroorganisme Potensial Tanah ... 41 13. Sidik Ragam Persentase Infeksi Akar ... 42 14. Uji Jarak Duncan Persentase Infeksi Akar pada Perlakuan Mikroorganisme Potensial Tanah ... 42

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hijauan makanan ternak merupakan salah satu komponen penting dalam peternakan khususnya ternak ruminansia seperti sapi dan domba yang dipelihara secara intensif, semi intensif dan ekstensif. Ketersediaan hijauan makanan ternak yang semakin sulit didapat akibat lahan berkurang karena penggunaan yang lain menjadi salah satu kendala yang harus diatasi. Salah satu hijauan makanan ternak potensial yang dapat dibudidayakan untuk makanan ternak adalah Stylosanthes guianensis.

Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, tanaman ini digunakan sebagai tanaman penutup tanah, pupuk hijau dan sebagai tanaman pengganti pada penanaman berpindah, tetapi stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura. Stylo merupakan jenis legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia. Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan tanah-tanah yang miskin unsur hara dengan kandungan fosfor (P) sebesar 0,06%, namun dengan pemupukan fosfor (P) dapat meningkatkan Berat Kering (BK) sebesar 0,3% sehingga sebagai pakan ternak perlu disuplai fosfor (P) untuk memenuhi kebutuhan normal. Produksi BK stylo lebih dari 10 ton/ha (Manetje dan Jones, 1992).

Pembudidayaan stylo yang selama ini dikembangkan di Indonesia adalah secara generatif yaitu dengan benih, namun benih yang biasa digunakan sulit didapat, harganya mahal dan masih diimpor dari luar negeri. Hal tersebut tentunya menjadi kendala dalam pembudidayaan stylo. Salah satu penghasil benih stylo terbesar di dunia adalah Australia, Chakraborty (2004) melaporkan bahwa terjadi peningkatan yang tinggi pada tekhnologi pastura di Australia, hal tersebut dilihat dari peningkatan lahan pastura dengan tanaman utama Stylosanthes dari 10.000 ha menjadi 1.000.000 ha.

Menurut Bogdan (1977), stylo dapat dikembangbiakkan secara vegetatif dengan pemotongan (stek). Pengembangan stylo dilakukan secara vegetatif yaitu stek pucuk. Pengadaan bibit dengan cara stek pada umumnya merupakan suatu cara pembiakan vegetatif yang paling murah dan mudah. (Omon et al., 1989). Yasman dan Smits (1988), menyebutkan beberapa keuntungan dari sistem stek adalah :

(14)

hasilnya homogen, dan dapat diproduksi dalam jumlah serta pada waktu yang diinginkan.

Penanaman stek pucuk stylo ini dikombinasikan dengan penambahan FMA dan bakteri pelarut fosfat. Asosiasi FMA dengan tanaman mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah : (1) meningkatkan penyerapan unsur hara, (2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan , (3) tahan terhadap serangan patogen akar, dan (4) mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh (Imas et al., 1989). Penambahan bakteri fosfat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan P, karena stylo responsif terhadap kesuburan tanah khususnya fosfor (P) (Foth, 1980).

Perumusan Masalah

Ketersediaan hijauan makanan ternak yang semakin berkurang menjadi kendala dalam peternakan khususnya ternak ruminansia (sapi dan domba). Salah satu hijauan makanan ternak yang potensial adalah Stylosanthes guianensis, namun pengembangan stylo masih menemui kendala terutama dalam hal benih. Stylo selama ini dikembangkan menggunakan benih yang diimpor dan harganya mahal. Oleh karena itu dilakukan pengembangan penanaman stylo secara vegetatif yaitu dengan stek pucuk. Keuntungan dari sistem stek ini antara lain: hasilnya homogen dan sama dengan tetuanya, dapat diproduksi dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, dan dapat memperbanyak genotip-genotip yang baik dari suatu jenis tanaman.

Penanaman stylo secara vegetatif ini dikombinasikan dengan penambahan bakteri pelarut fosfat dan FMA pada media tanam yang tidak disterilisasi dan disterilisasi. Bakteri pelarut fosfat ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan P pada tanaman stylo, sedangkan asosiasi cendawan mikoriza pada tanaman ini bertujuan untuk meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan patogen akar, dan FMA dapat memproduksi hormon serta zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Imas et al., 1989). Sterilisasi media tanam bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyerang perakaran stek pucuk sehingga pertumbuhan stylo secara vegetatif ini akan menjadi lebih baik.

(15)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengembangkan teknik penanaman Stylosanthes guianensis secara vegetatif yaitu dengan stek pucuk.

2. Inokulasi bakteri pelarut fosfat dan FMA pada stek pucuk ini dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tingkat kematian stek pucuk dan pertumbuhan tanaman pada media tanam yang disterilisasi dan tidak disterilisasi.

Manfaat

Inokulasi bakteri pelarut fosfat serta FMA diharapkan dapat menghasilkan bibit stylo yang tegar dan berkualitas, sehingga mengurangi ketergantungan penanaman stylo dengan benih impor serta dapat dikembangkan oleh peternak baik sebagai hijauan makanan ternak maupun pupuk hijau.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Stylosanthes guianensis

Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya dapat mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliat dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm, bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari kuning sampai agak kehitaman). Tanaman ini lebih dikenal dengan nama stylo yang digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi), pupuk hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet. Stylo dapat tumbuh pada tanah dengan drainase yang baik, dan pada tekstur tanah dari pasir sampai liat (seperti tanah tropis latosol, liat, tanah berpasir, dan podsolik asam). Stylo dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 4,0-8,3 dan toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang tinggi. Stylo dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu pada taraf yang rendah. (FAO, 2009). Tanaman Stylosanthes guianensis contohnya diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Stylosanthes guianensis

Menurut Manetje dan Jones (1992), stylo sangat responsif terhadap pemupukan fosfor (P), dengan pemupukan fosfor (P) dapat meningkatkan BK sebesar 0,3% pada tanah yang miskin unsur hara dengan kandungan P sebesar 0,06%. Produksi BK stylo berkisar antara 5-10 ton/ha tergantung dari penanaman, pertumbuhan dan manajemen pemeliharan, stylo dapat mencapai produksi tertinggi sebesar 20 ton/ha. Produksi benih berkisar antara 700 – 1.350 kg/ha. Stylo dapat dikembangkan secara generatif (benih) dan vegetatif (pemotongan) namun pertumbuhannya lambat dan mahal. Produksi benih sangat sulit didapatkan karena

(17)

benih yang sudah matang lepas pada saat awal berbunga, selain itu cairan lengket yang dikeluarkan pada kepala bunga membuat proses pemanenan semakin sulit (Bogdan, 1977).

Stek Pucuk

Pembiakan tanaman secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang-cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada di bagian-bagian tersebut agar berkembang mejadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun. Menurut Edmond (1975), pembiakan secara vegetatif memiliki keuntungan utama diantaranya adalah diwariskannya seluruh sifat-sifat penting suatu varietas atau individu kepada keturunannya. Stek merupakan pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induknya jika ditanam pada kondisi yang sesuai maka akan beregenerasi menjadi tanaman yang sempurna. (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).

Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif yang paling murah dan mudah (Omon et al.,1989). Yasman dan Smits, (1988) menyebutkan beberapa keuntungan dari sistem stek antara lain adalah : hasilnya homogen, dapat diproduksi dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, dapat digunakan untuk menganalisa tempat tumbuh (file side quality ) dan dapat memperbanyak genotip-genotip yang baik dari suatu jenis pohon.

Bibit yang berasal dari tunas authotrop pertumbuhan arsiteksturnya sama dengan pohon asalnya. Pengambilan stek pucuk dari tunas authotrop perlu diperhatikan dengan seksama tahap-tahap pertumbuhannya. Pengambilan stek pucuk pada bibit harus tersisa satu atau dua daun pada batang pokok dimana bahan stek diambil agar pertunasan baru dapat terbentuk lagi. Sedangkan pada steknya sendiri harus melekat dua atau tiga daun (Yasman dan Smits, 1988). Peranan daun pada stek cukup besar , karena daun akan melakukan proses asimilasi dan proses asimilasi ini akan mempercepat pertumbuhan akar. Tetapi jumlah daun yang terlalu banyak, mempunyai proses transpirasi yang besar (Irwanto, 2001).

Berhasilnya pembiakan vegetatif dengan cara stek ditandai dengan munculnya akar pada stek, untuk pembentukan akar pada stek diperlukan kondisi lingkungan yang optimal seperti pengaturan suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya 5

(18)

(Astuti, 2002). Menurut Hartmann dan Ketser (1983) proses pembentukan akar dimulai dengan bekas pemotongan bahan stek yang menimbulkan luka yang berakibat sel-selnya menjadi rusak, sel-sel yang dekat dengan sel-sel yang rusak akan mengalami diferensiasi dengan mengadakan mitosis (perbanyakan sel) kemudian terbentuk sel-sel yang yang bersifat parenkimatis atau kalus. Kalus yang terbentuk kemudian berinisiasi membentuk promordia akar yang akhirnya membentuk akar baru.

Faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan stek pucuk terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adalah : 1) ketersediaan air, 2) kandungan cadangan makanan pada stek, 3) umur tanaman, dan 4) jenis tanaman. Faktor eksternal diantaranya adalah 1) media perakaran, 2) kelembaban, kelembaban pada stek harus dipertahankan diatas 90%, 3) suhu, kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan stek adalah 260C - 290C, dan 4) intensitas cahaya, intensitas cahaya diperlukan dalam proses fotosintesis pada akar (Perum Perhutani, 1996).

Bakteri Pelarut Fosfat

Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang sering menjadi unsur pembatas dalam tanah. Fosfor (P) berperan penting dalam pertumbuhan tanaman seperti: 1) pembelahan sel, 2) pembentukan albumin, 3) pembentukan bunga, buah dan biji, 4) mempercepat pematangan, 5) memperkuat batang agar tidak mudah roboh, 6) perkembangan akar, 7) memperbaiki kualitas hijauan makanan ternak, dan 8) membuat tanaman tahan terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1989). Fosfor (P) diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu (H2PO4-) dan diserap lebih lambat dalam bentuk anion valensi dua (HPO42-). Keasaman (pH) tanah mengendalikan perimbangan jumlah kedua bentuk ini, H2PO4- tersedia pada pH dibawah 7, sedangkan HPO42- diatas 7 (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada tanah masam , P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P. Adanya pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak efisien (Elfiati, 2005). Defisiensi P dapat terjadi karena tanaman hanya dapat menyerap P dalam bentuk yang tersedia. Fosfat tanah baru dapat tersedia bagi tanaman melalui peranan mikroorganisme tanah melalui sekresi asam organik dan tingkat kemasaman tanah (pH tanah netral). Oleh sebab itu, mikroorganisme tanah yang dapat melarutkan fosfat memegang peranan penting untuk mengatasi defisiensi 6

(19)

fosfor. Bakteri pelarut fosfat adalah mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk mengekstrak fosfor (P) dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan tanaman, diantaranya adalah dengan cara menghasilkan asam-asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktat, fumarat dan suksinat dari selnya (Rao, 1994) penggunaan bakteri pelarut fosfat yang dapat meningkatkan ketersediaan P tanah, juga diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman.

Mikroorganisme fosfat dapat berasal dari kelompok bakteri, fungi, dan aktinomisetes. Bakteri yang sering dilaporkan melarutkan fosfat diantaranya Pseudomonas, Bacillus, Myobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter, dan Enterobacter. Kelompok fungi diantaranya yaitu Aspergilus, Sclerotium, Fusarium, dan Chepalosporium. Kelompok aktinomisetes hanya Streptomycetes sp yang diketahui dapat melarutkan fosfat. Dalam kondisi tanah yang masam, terutama pada suatu reaksi yang kurang dari pH 6,0 reaksi ini dapat menimbulkan kerugian pada perkembangan banyak bakteri. Kemungkinan hal ini berhubungan dengan terdapatnya kompetisi bakteri pada nutrisi-nutrisi yang tersedia di dalam tanah yang ditekan oleh peningkatan kemasaman (Sutedjo et al., 1991). Keasaman (pH) optimum untuk tumbuhnya bakteri pelarut fosfat sebesar 6,5 -8,0, populasi bakteri menurun pada pH 5,0 (Rao, 1994).

Mekanisme Pelarutan Fosfat

Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikroorganisme tergantung pada pH tanah. Pada tanah netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi terjadi pengendapan kalsium fosfat. Mikroorganisme dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya menjadi tersedia bagi tanaman. Bakteri pelarut fosfat diketahui dapat mereduksi pH substrat dengan mensekresi sejumlah asam-asam format, asetat, propionat, laktat, fumarat dan suksinat dari selnya. (Rao, 1994). Asam-asam organik yang disekresi oleh bakteri pelarut fosfat biasanya akan diikuti oleh penurunan pH, sehingga akan mengakibatkan pelarutan P yang terikat oleh Ca. Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1978). Reaksi pelarutan fosfat oleh secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.

(20)

Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H

+

10Ca2 + 6H2O + 6H2PO4

-Gambar 2. Reaksi Pelarutan Fosfat Fungi Mikoriza Arbuskula

Struktur akar umumnya dipelajari dari tanaman yang ditanam di rumah kaca, namun di alam akar muda sebagian besar spesies terlihat sedikit berbeda karena terinfeksi cendawan asli tanah dan membentuk mikoriza (Salisbury dan Ross, 1995). Mikoriza merupakan salah satu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Adanya bentuk asosiasi antara cendawan mikoriza dan akar, sebenarnya adalah suatu bentuk ”parasitism” dimana cendawan menyerang sistem perakaran tetapi tidak sebagaimana halnya parasit yang berbahaya (patogen). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh inangnya tetapi memberikan keuntungan kepada tanaman inangnya dengan mensuplai mineral anorganik yang berasal dari tanah untuk tanaman inang dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainnya dari tanaman inang (Imas et al., 1989).

Mikoriza dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berdasarkan struktur dan cara infeksinya terhadap tanaman inang yaitu : ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza (Imas et al., 1989). Jamur yang terlibat dalam ektomikoriza termasuk Basidiomisetes yang meliputi Amanitaceae, Bolateceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rhizopogonaceae dan Sclerodemataceae. Jamur-jamur itu termasuk dalam genus-genus Amanita, Boletus, Cantharellus, Cornitarius, Entoloma, Gomphidius, Hebeloma, Inocybe, Lactarius, Paxillus, Russula, Rhizopogon, Scleroderma dan Cenococcum. Suatu perakaran ektomikoriza tidak memiliki rambut akar dan tertutup oleh selapis atau selubung hifa jamur yang hampir tampak mirip dengan jaringan inang. Lapisan ini disebut selubung pseudoparenkimatis (Rao, 1994).

Endomikoriza dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Eriacaceous mikoriza, merupakan asosiasi antara akar Ericales dengan jamur dari kelompok Ascomycotina, (2) Orchidaceous mikoriza, merupakan asosiasi antara anggrek dengan jamur dari

OH OH M OH H2PO4 - + R-COO - M OH OC-R + H2PO4 - M = Al3+ atau Fe3+ 8

(21)

kelompok Basidiomycotina, dan (3) Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam Glomeromycota dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Gigasporoineae dan Lomineae (INVAM, 2006). Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi sebagai penukaran metabolit antara fungi dan tanaman (Delvian, 2006) sedangkan vesikula berbentuk gloose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA (Brundret et al,. 1996). Mycofer adalah jenis mikoriza campuran yang terdiri dari Acaulospora sp, Gigaspora sp, dan Glomus manihotis (Karti, 2003)

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) perakaran yang terinfeksi tidak membesar, (2) hifa masuk kedalam individu sel jaringan korteks, dan (3) adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut Vesicles dan sistem percabangan hifa yang disebut Arbuskula (Kuswanto, 1990). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan unsur hara dan air serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al., 1996). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi FMA adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan penyerapan unsur hara, (2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan , (3) tahan terhadap serangan patogen akar, dan (4) FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh.

Peningkatan penyerapan fosfor (P) pada tanaman yang bermikoriza dapat terjadi namun hal tersebut tergantung pada : (1) spesies tanaman, keperluan tanaman akan fosfor (P) dan kemampuan tanaman untuk menggunakan fosfor (P) tanah dengan sebaik-baiknya; (2) konsentrasi fosfor (P) dalam tanah : konsentrasi fosfor (P) larutan yang tinggi ketersediaan P tanah yang memang sudah tinggi atau pemberian pupuk P dalam dosis yang cukup tinggi sebelum terjadi kolonisasi dapat menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa fungi mikoriza arbuskula; (3) infeksi FMA yang bergantung pada tanaman dan adaptasi cendawan pada tanah dan lingkungan dan (4) efisiensi spesies cendawannya (Imas et al., 1989).

(22)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2009.

Materi Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah baki, autoclave, plastik sungkup, gunting stek, tabung film, cover glass, object glass, mikroskop dan polybag.

Bahan yang digunakan adalah bibit Stylosanthes guianensis, tanah latosol yang berasal dari laboratorium Agrostologi, Darmaga, Bogor. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang digunakan adalah jenis mycofer yang merupakan inokulum FMA lokal yang terdiri atas jenis FMA Acaulospora sp, Gigaspora sp, dan Glomus manihotis, bakteri pelarut fosfat merupakan isolat dari jenis bakteri Pseudomonas sp (Karti, 2003). Media Nutrient Broth (NB), anti jamur, dan alkohol 95%. Bahan yang digunakan untuk menghitung tingkat infeksi akar adalah HCl 2%, dan KOH 2,5%.

Rancangan percobaan Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada stek pucuk Stylosanthes adalah penambahan bakteri pelarut fosfat dan FMA pada stek pucuk dengan media tanam (tanah latosol) yang disterilisasi dan tidak disterilisasi.

Model

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap berpola faktorial 2 x 4 masing - masing dengan empat ulangan.

Faktor pertama adalah sterilisasi pada media tanam yang terdiri dari : 1. B0 : Media tanam yang tidak disterilisasi

2. B1 : Media tanam yang disterilisasi.

Faktor kedua adalah pemberian mikroorganisme potensial tanah yaitu terdiri dari empat perlakuan :

1. Mo : Kontrol

(23)

3. M2 : Penambahan FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula)

4. M3 : Penambahan FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) dan bakteri pelarut fosfat

Kombinasi dari faktor pertama dan kedua adalah sebagai berikut ; B0M0 : Media tanam yang tidak disterilisasi pada kontrol

B0M1 : Media tanam yang tidak disterilisasi dengan penambahan bakteri pelarut fosfat

B0M2 : Media tanam yang tidak disterilisasi dengan penambahan FMA B0M3 : Media tanam yang tidak disterilisasi dengan penambahan FMA dan

bakteri pelarut fosfat

B1M0 : Media tanam yang disterilisasi pada kontrol

B1M1 : Media tanam yang disterilisasi dengan penambahan bakteri pelarut fosfat B1M2 : Media tanam yang disterilisasi dengan penambahan FMA

B1M3 : Media tanam yang disterilisasi dengan penambahan FMA dan bakteri pelarut fosfat

Model matematika dari rancangan percobaan ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

i : Perlakuan media tanam (sterilisasi dan tidak disterilisasi)

j : Pemberian mikroorganisme potensial tanah (Bakteri Pelarut Fosfat dan Fungi Mikoriza Arbuskula)

n : Ulangan Keterangan :

Yijk = Hasil pengamatan penanaman stek Stylosanthes dengan perlakuan media tanam dan mikroorganisme potensial tanah (bakteri pelarut fosfat dan FMA)

µ = Rataan umum penanaman Stylosanthes dengan media tanam dan mikroorganisme potensial tanah

αi = Pengaruh media tanam pada stek

Βj = Pengaruh pemberian mikroorganisme potensial tanah

αβij = Pengaruh interaksi penanaman stek Stylosanthes antara media tanam dengan mikroorganisme potensial tanah

(24)

εijk = Galat akibat pengaruh penanaman Stylosanthes antara media tanam dengan mikroorganisme potensial tanah

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur Steel dan Torrie (1993), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Apabila ada data yang heterogen, maka dilakukan transformasi data untuk perbaikan pengukuran keheterogenan ragam dimana ragam dan rataan memiliki hubungan fungsi.

Teknik Pelaksanaan Sterilisasi Tanah

Media tanam yang digunakan adalah tanah latosol (Dramaga), tanah tersebut ada yang disterilisasi terlebih dahulu dengan autoclave dan ada yang tidak disterilisasi. Sterilisasi media tanam dilakukan pada penanaman tahap pertama di bak tertutup, setelah dipindahkan ke polybag media tanam yang digunakan tidak disterilisasi untuk semua perlakuan.

Sterilisasi Peralatan

Sterilisasi peralatan dilakukan pada bak tempat menanam stek, gunting stek, dan plastik sungkup. Sterilisasi menggunakan alkohol 95% dengan penyemprotan, sterilisasi alat bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pengganggu, jamur, dan lain-lain yang dapat menghambat pertumbuhan stek.

Penyetekan

Pemilihan tunas dilakukan pada bibit stylo yang tumbuh autotrop (keatas). Tunas yang diambil pada ruas ke dua atau ketiga dari pucuk tanaman. Stek yang telah diambil direndam kedalam larutan anti jamur selama 1 jam dengan dosis 1 gram untuk 1 liter air. Penanaman stek pucuk dilakukan pada bak yang ditutup plasti dengan media tanah yang telah disterilisasi dan yang tidak disterilisasi. Bak-bak yang ditanam stek tersebut kemudian ada yang diberi sungkup plastik dan tidak Pemberian sungkup plastik bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan stek pucuk yaitu pada suhu 260C - 290C dengan kelembaban diatas 90% (Perum Perhutani, 1996). Stek yang tidak diberi sungkup plastik diharapkan dapat tumbuh dengan baik karena memudahkan penanamannya dalam praktek dilapang. Pemeliharaan stek dilakukan dengan penyiraman menggunakan sprayer 12

(25)

Jumlah tanaman yang mati Jumlah tanaman keseluruhan

tangan, agar kelembaban terjaga. Setelah 1 bulan, stek siap dipindahkan ke kantong bibit/polybag yang berisi media tanah.

Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi, siang dan sore hari untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan stek pucuk pada bedeng yang diberi sungkup plastik dan tidak diberi sungkup plastik

Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat

Bakteri pelarut fosfat yang telah di diisolasi kemudian dilarutkan kedalam media Nutrient Broth (NB) setelah itu bakteri siap diinokulasikan kedalam tanah sebanyak 1 ml untuk 1 lubang tanam.

Inokulasi FMA

FMA yang diberikan menggunakan media pembawa zeolit kemudian diinokulasikan kedalam satu lubang tanam sebanyak satu sendok teh.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati untuk mengetahui pengaruh perlakuan media tanam maupun mikroorganisme terhadap keberhasilan dan pertumbuhan stek pucuk pada penelitian ini adalah persentase kematian tanaman, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, berat kering akar, dan persentase infeksi akar.

Persentase kematian tanaman

Persentase kematian tanaman dihitung dengan rumus :

% Kematian = X 100%

Pertambahan tinggi vertikal

Pertambahan tinggi vertikal tanaman diperoleh dari hasil selisih tinggi vertikal tanaman pada minggu saat pengukuran dengan tinggi vertikal tanaman pada minggu sebelumnya. Pertambahan tinggi vertikal tanaman dinyatakan dalam cm

(26)

Jumlah akar yang terinfeksi Jumlah contoh akar Jumlah daun trifoliat

Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah terbuka sempurna terdiri dari 3 helai daun (trifoliat), jumlah daun dihitung tiap minggu.

Berat kering tajuk dan akar (gram)

Pengukuran berat kering tajuk dan akar dilakukan dengan cara menimbang tajuk dan akar yang telah dioven pada suhu 700 C selama 48 jam lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

Persentase infeksi akar

Tingkat Infeksi akar oleh CMA dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (Phyllip dan Hayman, 1970). Proses pewarnaan akar diawali oleh pencuciaan akar hingga bersih, kemudian dimasukkan kedalam tabung film, setelah itu KOH 25% ditambahkan sampai akar terendam lalu tabung ditutup. Setelah akar berwarna bening (7-10 hari), KOH 2,5% dibuang, kemudian akar dicuci dibawah air mengalir dan disaring menggunakan saringan teh. Setelah dicuci, akar dimasukkan kembali kedalam tabung film dan ditambahkan dengan HCl 2%, lalu direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam, HCl dibuang, kemudian larutan staining dimasukkan kedalam tabung film. Apabila pewarnaan terlalu pekat, larutan destaining ditambahkan, untuk menghitung infeksi akar, akar dengan panjang sekitar 1 cm diambil sebanyak 10 buah, lalu diletakkan di atas gelas objek dan kemudian ditutup dengan coverglass. Perhitungan jumlah akar yang terinfeksi dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 X 10. Persentase akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Infeksi akar = X 100%

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2009 di rumah kaca, penanaman stek pucuk ini dilakukan pada bedeng yang diberi sungkup plastik dan tidak. Berikut gambar stek pucuk yang diberi sungkup plastik dan yang tidak diberi sungkup plastik.

Gambar 2. Stek Pucuk (a) tanpa sungkup, (b) dengan sungkup

Pemberian sungkup plastik bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan stek pucuk yaitu pada suhu 260C - 290C dengan kelembaban diatas 90% (Perum Perhutani, 1996). Stek yang tidak diberi sungkup plastik diharapkan dapat tumbuh dengan baik karena memudahkan penanamannya dalam praktek dilapang. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban dalam sungkup dan di luar sungkup ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Suhu dan Kelembaban Stek pucuk Didalam sungkup dan Diluar sungkup

Suhu Kelembaban

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

---0C--- --- % ---

Dalam sungkup 29,6 ± 1,35 40± 1,94 36,6± 1,96 91,8± 1,32 70,3± 2,16 84,2± 3,58

Luar sungkup 28,9± 1,45 38,9± 1,91 35,4± 1,51 88,5± 1,18 66,3± 1,64 82,2± 3,97

Berdasarkan data suhu dan kelembaban di rumah kaca yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kondisi ini kurang sesuai untuk pertumbuhan stek, oleh karena itu kelembaban harus terjaga dengan cara penyemprotan menggunakan sprayer tangan.

(b) (a)

(28)

Penanaman stek pucuk stylo dilakukan pada media bak yang ditutup plastik selama satu bulan, setelah satu bulan stek siap dipindahkan ke polybag. Proses penanaman stek pucuk hingga pemindahan ke polybag dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b) (c)

Gambar 3. Pemindahan Stek Pucuk ke Polybag (a) Stek pucuk dalam bak tertutup (b) Pemindahan stek pucuk dari bak ke polybag, dan (c) Penanaman

stek berumur satu bulan ke polybag

Media tanam yang digunakan adalah tanah latosol, pemilihan media tanah latosol dilakukan karena stylo dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, namun stylo dapat beradaptasi dengan sangat baik pada tanah yang asam dengan kandungan Al dan Mn yang tinggi dengan kisaran pH 4 - 8,3 (Manetje dan Jones, 1992). Menurut Rachim dan Suwardi (2002) tanah latosol memiliki pH yang rendah, struktur remah, dan konsistensinya gembur, namun kandungan bahan organik dan unsur haranya rendah serta terjadi proses akumulasi Al dan Fe. Oleh karena itu dibutuhkan suatu perlakuan yang dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula dan Bakteri Pelarut Fosfat.

Salah satu faktor keberhasilan stek pucuk adalah media pertumbuhan, media pertumbuhan berfungsi sebagai penyangga stek selama masa pembentukan akar, memberi kelembaban pada stek dan memungkinkan adanya penetrasi udara ke dasar stek (Hartman dan Ketser, 1983). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) media stek sebaiknya memiliki pH 4,5 -7, terdiri dari bahan longgar tetapi harus dapat menahan kelembaban, menahan aerasi dan drainase yang baik dan bebas dari cendawan maupun bakteri yang menyerang stek. Tanah latosol yang digunakan dalam penelitian sudah cukup memenuhi kriteria media tanam yang sesuai untuk penanaman stek pucuk, perlakuan sterilisasi tanah dilakukan untuk mencegah adanya

(29)

cendawan maupun bakteri yang dapat menyerang stek dan menghambat pertumbuhan akar.

Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis Rekapitulasi hasil sidik ragam persentase kematian tanaman, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, berat kering akar, dan persentase infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Stylosanthes guianensis Faktor Peubah Kematian (%) PTV (cm) PJDT (helai) BKT (gram) BKA (gram) Infeksi Akar (%) Media Tanam tn ** ** ** ** tn Mikroorganisme * ** ** ** ** **

Interaksi Media Tanam *

Mikroorganisme tn tn * tn * tn

Keterangan : *: berbeda nyata pada taraf uji F0.05, ** : berbeda sangat nyata pada taraf uji F 0,01, tn : tidak

berbeda nyata, PTV : pertambahan tinggi vertikal, PJTD : pertambahan jumlah daun trifoliat, BKT : berat kering tajuk, BKA : berat kering akar

Pada Tabel 2. menunjukkkan terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) pada pertambahan jumlah daun trifoliat dan berat kering akar, sedangkan sterilisasi media tanam tidak berpengaruh nyata pada persentase kematian, namun pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan berat kering akar sterilisasi media tanam berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Penambahan mikroorganisme potensial tanah (bakteri pelarut fosfat dan FMA) berpengaruh nyata (P<0,05) menurunkan persentase kematian tanaman, sedangkan pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk, dan berat kering akar penambahan mikroorganisme potensial tanah (bakteri pelarut fosfat dan FMA) berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil sidik ragam untuk penambahan mikroorganisme potensial tanah menunjukkkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) pada persentase infeksi akar, namun pada perlakuan media tanam dan interaksi antara kedua perlakuan menunjukkkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05).

(30)

Persentase Kematian Tanaman

Keberhasilan stek pucuk dapat dilihat dari kecilnya persentase kematian tanaman yang terjadi. Persentase kematian stek pucuk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Kematian Tanaman

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- % --- Tanpa Sterilisasi 6,25 3,13 0 0 2,34 Sterilisasi 25 0 0 0 6,25 Rataan 15,63a 1,57b 0b 0b 4,29

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara media tanam dan mikroorganisme potensial tanah pada persentase kematian tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) sedangkan perlakuan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase kematian tanaman hal tersebut dapat di lihat pada Lampiran 1. Hasil uji lanjut persentase kematian tanaman pada Tabel 3. menunjukkan stek pucuk yang tidak diberi perlakuan (kontrol) menyebabkan persentase kematian tanaman paling tinggi terjadi.

Pertambahan Tinggi Vertikal

Salah satu aspek dalam kualitas pertumbuhan tanaman adalah pertambahan tinggi vertikal. Pertambahan tinggi vertikal merupakan salah satu produk pertumbuhan tanaman, terjadinya pertambahan tinggi merupakan hasil dari pembelahan sel dan pembesaran jaringan sel tanaman. Pertambahan tinggi vertikal tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara media tanam dan mikroorganisme potensial tanah pada pertambahan tinggi vertikal tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap pertambahan tinggi vertikal tanaman hal tersebut dapat di lihat pada Lampiran 3.

(31)

Tabel 4. Pertambahan Tinggi Vertikal

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil uji lanjut pertambahan tinggi vertikal tanaman pada Tabel 4. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah yaitu bakteri pelarut fosfat + FMA paling tinggi mempengaruhi pertambahan tinggi vertikal tanaman namun tidak berbeda dengan perlakuan FMA. Perlakuan sterilisasi media tanam yang berpengaruh terhadap pertambahan tinggi vertikal adalah pada media tanam yang tidak disterilisasi dimana pertambahan tinggi vertikal tanaman lebih tinggi dibandingkan pada media tanam yang disterilisasi.

Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat

Daun merupakan salah satu aspek penting dalam pertumbuhan tanaman, karena daun berperan penting dalam proses fotosintesis dan transpirasi. Pertambahan jumlah daun trifoliat dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri

Pelarut Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- helai ---

Tanpa Sterilisasi 7,75±1,75cd 11,5±1,50ab 13,25±2,47a 13,50±2,35a 11,50±2,64

Sterilisasi 6,5±1,26de 5,00±1,34e 9,25±2,01bc 11,00±1,88ab 7,94±2,69

Rataan 7,13±0,88 8,25±4,59 11,25±2,83 12,25±1,78 9,72±2,52

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada pertambahan jumlah daun trifoliat menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), begitupula untuk perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan media tanam menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01), dapat

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- cm ---

Tanpa Sterilisasi 15,91±5,24 21,43±1,83 23,31±2,60 22,81±4,87 20,87±3,40A

Sterilisasi 15,38±0,95 14,25 ±1,08 19,67±1,44 22,10±3,53 17,85±3,67B

Rataan 15,65±0,37C 17,84±5,08BC 21,49±2,57AB 22,46±0,50A 19,36±2,14

(32)

dilihat pada Lampiran 5. Hasil uji lanjut pada jumlah daun trifoliat dapat dilihat pada Tabel 5. menunjukkkan pertambahan jumlah daun paling tinggi terjadi pada perlakuan FMA dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang tidak disterilisasi, namun tidak berbeda dengan perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang tidak disterilisasi dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang disterilisasi. Pertambahan jumlah daun paling rendah terjadi pada perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang disterilisasi namun tidak berbeda dengan kontrol pada media tanam yang tidak disterilisasi.

Berat Kering Tajuk

Kualitas hijauan makanan ternak dapat dilihat dari berat kering tajuk, semakin tinggi berat kering yang dihasilkan maka kualitas hijauan akan semakin baik. Berat kering tajuk tanaman dapat dilihat pada Tabel 6

Tabel 6. Berat Kering Tajuk

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada berat kering tajuk menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan sterilisasi media tanam menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap berat kering tajuk tanaman hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut berat kering tajuk pada Tabel 6. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah paling tinggi mempengaruhi berat kering tajuk tanaman yaitu bakteri pelarut fosfat + FMA namun tidak berbeda dengan perlakuan FMA. Perlakuan sterilisasi media tanam yang berpengaruh terhadap berat kering tajuk adalah media tanam yang tidak disterilisasi

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri

Pelarut Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- gram --- Tanpa Sterilisasi 0,55±0,16 0,72±0,19 0,85±0,17 0,92±0,14 0,76±0,16 A Sterilisasi 0,38±0,10 0,32±0,14 0,61±0,11 0,71±0,14 0,51±0,18 B Rataan 0,47±0,12C 0,52±0,28BC 0,73±0,17AB 0,82±0,15A 0,635±0,18 20

(33)

dimana berat kering tajuk tanaman lebih besar dibandingkan berat kering tajuk tanaman pada media tanam yang disterilisasi

Berat Kering Akar

Berat kering akar merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman, karena akar berfungsi dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman selain itu berat akar tanaman merupakan parameter yang paling sesuai untuk mengetahui biomasa total akar didalam tanah. Berat kering akar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Berat Kering Akar

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- gram --- Tanpa Sterilisasi 0,06±0,03 cde 0,10±0,03bc 0,14±0,03a 0,13±0,03ab 0,11±0,04 Sterilisasi 0,05±0,01 de 0,03±0,01e 0,06±0,02cde 0,08±0,03cd 0,06±0,02 0,06±0,01 0,07±0,05 0,10±0,06 0,11±0,04 0,09±0,03

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil sidik ragam pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada berat kering akar menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), begitupula untuk perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah dan media tanam menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01), dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut pada berat kering akar dapat dilihat pada Tabel 7. menunjukkkan berat kering akar paling tinggi terjadi pada perlakuan FMA dan bakteri pelarut fosfat+FMA pada media tanam yang tidak disterilisasi. Berat kering paling rendah terjadi pada perlakuan bakteri pelarut fosfat pada media tanam yang disterilisasi, namun tidak berbeda dengan perlakuan kontrol, dan FMA pada media tanam yang disterilisasi serta kontrol pada media tanam yang tidak disterilisasi.

Persentase Infeksi Akar

Simbiosis antara akar dan FMA dapat dilihat dari tingkat persentase infeksi akar yang terjadi. Kemampuan tanaman dalam menyerap hara dan mendistribusikannya ke tanaman inang berkaitan erat dengan tingkat infeksi akar yang terjadi. Persentase infeksi akar dapat dilihat pada Tabel 8.

(34)

Tabel 8. Persentase Infeksi Akar

Media Tanam

Mikroorganisme

Kontrol Bakteri Pelarut

Fosfat FMA

Bakteri Pelarut

Fosfat + FMA Rataan

--- % ---

Tanpa Sterilisasi 5,34 8,94 36,08 25,22 18,89

Sterilisasi 9,25 0,50 24,77 29,60 16,03

Rataan 7,29B 4,72B 30,42A 27,41A 17,46

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Hasil sidik ragam terhadap pengaruh interaksi antara mikroorganisme potensial tanah dan media tanam pada persentase infeksi akar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan tunggal mikroorganisme potensial tanah menunjukkan hasil sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap persentase infeksi akar, berbeda dengan perlakuan sterilisasi pada media tanam yang menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05) hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil uji lanjut persentase infeksi akar pada Tabel 8. menunjukkan stek pucuk yang diberi perlakuan mikroorganisme potensial tanah yaitu FMA paling tinggi mempengaruhi persentase infeksi akar namun tidak berbeda dengan perlakuan bakteri pelarut fosfat + FMA.

Hasil pengamatan menunjukkkan adanya infeksi akar yang terjadi pada perlakuan yang tidak diinokulasi FMA (kontrol dan bakteri pelarut fosfat). Adanya struktur FMA yang muncul pada akar yang tidak diinokulasi dapat berasal dari endofit yang berasal dari tanah (Fakuara, 1988).

Keberhasilan Stek Pucuk

Stylosanthes guianensis adalah salah satu hijauan makanan ternak yang potensial untuk dikembangkan, namun selama ini pengembangan Stylosanthes mengalami beberapa kendala terkait dengan benih yang dihasilkan. Produksi benih Stylosanthes guianensis lebih rendah dibandingkan dengan jenis Stylosanthes yang lain terkait dengan keterlambatannya dalam berbunga (Chakraborty, 2004). Selain itu benih yang didapat di Indonesia sebagian besar berasal dari impor dan harganya mahal. Oleh karena itu dilakukan pengembangan teknik penanaman stylo dengan cara vegetatif yaitu stek pucuk yang dewasa ini sudah dikembangkan secara luas.

(35)

Kematian stek pucuk pada penelitian ini paling tinggi terjadi pada kontrol, sedangkan penambahan mikroorganisme potensial tanah yaitu bakteri pelarut fosfat dan FMA nyata dapat menurunkan kematian stek pucuk. Sterilisasi media tanam pada penanaman stek pucuk bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyerang perakaran, namun pada penelitian ini kematian stek pada media tanam yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, hal ini dapat disebabkan oleh manfaat yang dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfat maupun FMA yang diinokulasikan ke tanaman. Histogram persentase kematian tanaman dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram persentase kematian stek pucuk

Keberhasilan stek pucuk ditandai dengan terbentuknya akar, pada fase perkembangan akar stek berada dalam kondisi yang sangat rentan karena mudah sekali mengalami kekeringan, serangan patogen akar, dan membutuhkan cadangan makanan yang lebih untuk pembentukan akar. P memegang peranan penting pada tahap awal pertumbuhan stek karena P berperan dalam pembentukan akar halus dan rambut akar serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit, dalam hal ini bakteri pelarut fosfat berperan dalam penyediaan P bagi tanaman, karena permasalahan dalam tanah latosol adalah terikatnya P dalam bentuk Mg-P, Al-P,dan Fe-P sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Bakteri pelarut fosfat akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya adalah asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, gliokasalat, malat, fumarat, tartarat dan α ketobutirat (Rao, 1994). Meningkatnya asam-asam organik tersebut akan diikuti oleh kenaikan pH, kemudian asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat P seperti AL3+, Fe3+, atau Mg2+

(36)

membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan dapat diserap oleh tanaman.

Inokulasi FMA pada penelitian ini sangat mempengaruhi keberhasilan stek pucuk. Asosiasi antara FMA dan tanaman dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, membuat tanaman lebih tahan terhadap kekeringan dan serangan patogen akar, serta FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, dan giberelin (Anas, 1997). FMA yang diinokulasi pada tanaman berperan pada fase awal perkembangan akar stek. Pada fase ini stek berada pada kondisi yang rentan karena mudah sekali mengalami kekeringan, serangan patogen akar, dan membutuhkan cadangan makanan yang lebih untuk pembentukan akar, namun dengan adanya FMA hal tersebut dapat diatasi. Kandungan bahan makanan stek, terutama karbohidrat dan N sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas stek tersebut. Karbohidrat merupakan hasil fotosintesa yang dilakukan daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetasi tanaman sebagai cadangan makanan yang akan digunakan saat terjadi keadaan kurang menguntungkan (Perum Perhutani, 1996) dalam hal ini stek menggunakan karbohidrat untuk pembentukan akar. Stek rentan sekali terhadap kekeringan hal tersebut dapat terjadi karenastek pucuk adalah bagian tanaman yang muda sehingga mempunyai proses transpirasi yang besar, stek mudah kehilangan air dan menjadi kering sehingga tidak dapat bertahan hidup sebelum menjadi tanaman yang sempurna.

Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal, hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat. FMA dapat mencegah tanaman mengalami serangan pathogen akar. Terbungkusnya permukaan akar oleh FMA menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit, selain itu FMA menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen (Anas, 1997).

(37)

Kelebihan lain dari asosiasi antara FMA dan tanaman diantaranya adalah FMA dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti auksin yang sangat berperan penting dalam pertumbuhan stek pucuk. Auksin adalah jenis hormon penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai katalisator dalam metabolisme dan berperan dalam perpanjangan sel (Alrasyid dan Widiarti, 1990). Auksin banyak disusun di jaringan meristem di dalam ujung-ujung tanaman seperti pucuk, kuncup bunga, dan tunas daun. Perakaran yang timbul pada stek disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun (Kusumo, 1984). Tunas yang sehat pada batang adalah sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam perakaran. Jumlah kadar auksin yang terdapat pada organ stek bervariasi. Hormon yang dihasilkan oleh FMA akan membantu pertumbuhan akar lebih cepat terjadi dibandingkan tanaman yang tidak diberi FMA karena pada stek yang memiliki kadar auksin lebih tinggi mampu menumbuhkan akar dan menghasilkan persen hidup stek lebih tinggi daripada stek yang memiliki kadar auksin yang rendah (Irwanto, 2001). Penelitian stek pucuk menggunakan FMA yang telah dilakukan oleh (Andadari, 2005) menunjukkkan peningkatan persentase tumbuh sebesar 16% dan jumlah daun sebesar 30% pada stek pucuk yang dilakukan pada tanaman murbei dengan inokulan Glomus aggegatum.

Tersedianya P bagi stek karena peranan bakteri pelarut fosfat dapat membantu pertumbuhan akar tanaman dan membuat tanaman tahan terhadap penyakit, namun dengan adanya FMA penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi FMA, selain itu dengan adanya FMA tanaman lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Peranan P dan FMA dalam hal ini dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit dan serangan patogen akar sehingga dapat menyebabkan kematian stek pada media tanam yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi tidak berbeda nyata.

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Stek

Stylosanthes guianensis

Inokulasi bakteri pelarut fosfat dan FMA memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan tanaman, hal tersebut dapat dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, serta persentase infeksi akar yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Perlakuan sterilisasi 25

(38)

pada media tanam juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti pada pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, bahkan terdapat interaksi yang nyata pada parameter pertambahan jumlah daun serta berat kering akar.

Sterilisasi media tanam pada penelitian ini berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman, terdapat perbedaan antara tanaman dengan media yang disterilisasi dengan yang tidak disterilisasi, seperti terlihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. Perbedaan Pertumbuhan Stek Pucuk Stylo pada Media Tanam yang diberi Perlakuan Berbeda (a) Stylo pada tanah yang disterilisasi, dan (b) Stylo pada tanah yang tidak disterilisasi

Pertumbuhan tanaman yang dilihat dari pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumlah daun, berat kering tajuk dan akar menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata pada perlakuan sterilisasi media tanam, dimana pada media tanam yang tidak disterilisasi pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan tanaman pada media tanam yang disterilisasi. Menurut Lukiwati (2004) Keberhasilan inokulasi FMA di lapang atau pada penelitian di rumah kaca tanpa sterilisasi tanah, antara lain ditentukan oleh efektivitas spora FMA indigenous yang di introduksikan serta status hara tanah. Beberapa eksperimen dilakukan untuk menguji sifat mampu melarutkan pada mikroorganime tanah (bakteri pelarut fosfat) yang dilakukan untuk mencari sejauh mana pengambilan fosfor oleh tanaman pada tanah yang disterilisasi maupun tidak disterilisasi, menghasilkan beberapa laporan yang berlawanan sehingga tidak dapat disimpulkan hasilnya (Rao, 1994). Hal tersebut menunjukkan

(39)

sterilisasi tanah belum diketahui dengan pasti pengaruhnya terhadap keberhasilan inokulasi FMA dan bakteri pelarut fosfat pada pertumbuhan tanaman.

Sterilisasi media tanam awalnya bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada perakaran stek, namun dengan sterilisasi mikroorganisme yang dapat menguntungkan dan berkorelasi positif dengan penambahan FMA serta bakteri pelarut fosfat bagi pertumbuhan tanaman selanjutnya akan hilang akibat pemanasan selain itu unsur hara yang terkandung dalam tanah akan mengalami pengendapan sehingga berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat menjadi penyebab pada parameter pertumbuhan seperti tinggi vertikal, jumlah daun trifoliat, berat kering tajuk dan akar, pertumbuhan tanaman pada media tanam yang tidak disterilisasi lebih cepat terjadi sehingga pertumbuhan tanaman pada media tanam yang disterilisasi lebih rendah.

Mikroorganisme potensial tanah pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering tajuk dan akar. Perlakuan bakteri pelarut fosfat + FMA menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain, namun tidak berbeda dengan perlakuan FMA. Pada parameter pertumbuhan tanaman yaitu berat kering akar, inokulasi FMA sangat nyata meningkatkan berat kering akar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Abbott dan Robson, (1982) bahwa akar yang terinfeksi FMA dapat meningkatkan kapasitas pengambilan hara, akibat waktu hidup akar yang terinfeksi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar sehingga memudahkan penyerapan kedalam akar tanaman dibandingkan tanaman yang tidak diinfeksi FMA. Pertumbuhan akar yang baik akan memacu pertumbuhan tajuk lebih baik. Menurut Salisbury dan Ross (1995) tajuk dan akar mempunyai hubungan yang erat dalam penyerapan mineral. Tajuk akan meningkatkan penyerapan mineral oleh akar dan secara cepat tajuk menggunakan mineral tersebut dalam produk pertumbuhan selain itu tajuk memasok karbohidrat melalui floem yang digunakan akar untuk berespirasi menghasilkan ATP, dimana ATP ini membantu penyerapan garam mineral. Fosfor (P) dalam hal ini juga berperan dalam sintesis ATP. Histogram berat kering akar dan tajuk dapat dilihat pada Gambar 6. dan 7.

Gambar

Tabel  1.  Suhu  dan  Kelembaban  Stek  pucuk  Didalam  sungkup  dan  Diluar   sungkup
Tabel  2.  Rekapitulasi  Sidik  Ragam  Pertumbuhan  dan  Produksi  Tanaman  Stylosanthes guianensis  Faktor  Peubah  Kematian  (%)  PTV (cm)  PJDT  (helai)  BKT  (gram)  BKA  (gram)  Infeksi Akar  (%)  Media Tanam  tn  **  **  **  **  tn  Mikroorganisme  *
Tabel 5. Pertambahan Jumlah Daun Trifoliat
Gambar 4. Histogram persentase kematian stek pucuk
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas yang didapatkan dari sel surya pada saat pengisian selama 7 hari (7 kali pengambilan data) dengan cuaca cerah maupun mendung adalah sekitar 0,2 Ah per hari dengan total

Semangat mereka dalam usaha memperkenalkan efisiensi ekonomi dalam hukum dapat dilihat dari kesediaannya untuk merasionalisasi pemikiran mereka ber- dampingan dengan

Pelanggan rumah tangga lebih mudah dipikat dengan iklan, karena untuk mencapai mereka metode tersebut paling murah, sedangkan jika sasaran yang dituju adalah

Jurnal RESTI (Rekayasa Sistem dan Teknologi Informasi) Vol. Hubungan antara aplikasi dengan area fungsi bisnis adalah dalam hal pengolahan dan penggunaan aplikasi

Hasil akhir dari kegiatan ini adalah adanya peningkatan skor persepsi risiko tentang keselamatan berkendara yang akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku

Walaupun anda berhati-hati dalam menguruskan aliran tunai bulanan anda bagi bayaran pinjaman dan hutang kad kredit, namun kejadian atau keadaan yang tidak diduga mungkin berlaku

Pada tahun 2000, didirikan Komite antar negara yaitu Intergovernmental Committee on intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC GRTKF)

Kedua pemimpin sudah menunjukkan keinginan mereka untuk hubungan yang lebih baik namun, upaya normalisasi hubungan tidaklah semudah dibayangkan mengingat hubungan