• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Kerentanan Cacat Bentuk dalam Proses Pengeringan

Kerentanan cacat bentuk pada kayu berbeda setiap jenisnya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pengeringan kayu, seperti jenis kayu, anatomi kayu, bagian kayu, dan sebagainya. Pada pengujian awal menunjukkan kerentanan cacat bentuk dan collapse masing-masing kayu yang diuji (Tabel 1).

Tabel 1 Sifat fisis dan cacat pengeringan sepuluh jenis kayu rakyat

Jenis Kayu Sifat Fisis Susut Volume Kayu (%) Kelas Kuat *

Nilai Cacat Pengeringan Sifat Pengeringan berdasarkan cacat warping dan Collapse Kadar Air (%)

Berat Jenis Warping dan Collapse

Umum

* Uji Cupping Twisting Collapse

Durian 57 0,6 0,5 9,18 III 5 6 2 Buruk Jengkol 118 0,5 0,5 7,91 III 3 5 2 Agak Baik Kapuk 190 0,2 0,3 11,5 V 7 7 6 Sangat

Buruk Karet 39 0,6 0,6 9,55 III 3 6 3 Buruk Kecapi 65 0,5 0,4 7,77 III 4 4 3 Sedang Mangga 75 0,7 0,6 9,43 II 3 3 3 Agak Baik Mindi 31 0,5 0,5 7,06 III 5 3 3 Agak Buruk Nangka 28 0,6 0,6 7,36 III 5 5 4 Agak Buruk Petai 31 0,4 0,5 10,4 III 4 6 3 Buruk Rambutan 33 0,6 0,5 12,46 III 5 4 3 Agak Buruk * Martawijaya et al. (1972)

Sepuluh jenis kayu yang diuji pada umumnya memiliki nlai berat jenis (BJ) 0,4-0,6 dan kelas kuat III. Dengan sifat seperti ini, dapat digunakan untuk konstruksi bangunan, kerajinan kayu, dan untuk membuat perabotan rumah tangga serta peralatan lainnya (Verbeij & Coronel 1997).

Hasil uji juga menunjukkan bahwa cacat bentuk yang terjadi pada contoh uji pada umumnya besar, sehingga sebagian besar kayu memiliki sifat pengeringan buruk (durian, karet, dan petai). Kayu kapuk sifat pengeringannya sangat buruk. Sifat pengeringan agak buruk ada pada kayu mindi, nangka, dan

rambutan. Sifat pengeringan kayu yang sedang terdapat pada kayu kecapi. Sifat pengeringan kayu jengkol dan mangga tergolong agak baik.

Kayu karet dengan berat jenis 0,6 memiliki sifat pengeringan yang buruk, namun kayu mangga dengan BJ 0,6 memeliki sifat pengeringan agak baik. Hal ini menunjukkan BJ bukan satu-satunya penentu sifat pengeringan. Menurut Bramhall dan Wellwood (1976), selain BJ, struktur anatomi kayu juga mempengaruhi proses pengeluaran air dari dalam kayu. Faktor anatomi yang berperan dalam pengeringan kayu di antaranya adalah jaringan pembuluh, dinding serat, parenkim, dan jari-jari. Oleh karena itu jika penetapan bagan pengeringan kayu hanya berdasarkan nilai BJ-nya, maka kemungkinan kerusakan terhadap kayu yang dikeringkan tidak bisa dihindari.

Kayu dengan berat jenis tinggi seperti kayu rambutan, mangga, karet, dan kayu durian mengalami penyusutan yang lebih besar dibanding kayu dengan berat jenis rendah. Hal ini disebabkan air terikat yang dikeluarkan dari dinding sel kayu dengan berat jenis tinggi lebih banyak dan masa kayu yang menyusutnya juga lebih banyak. Namun kayu kapuk yang memiliki berat jenis paling rendah (0,2) mengalami penyusutan yang tinggi. Ini disebabkan kayu kapuk mengalami penyusutan tidak normal (collapse) dalam pengeringannya. Kayu yang mengalami collapse mengalami distorsi sel-sel yang sangat kuat sehingga menyebabkan permukaan papan tampak berkerut-kerut. Kayu nangka merupakan kayu yang paling stabil pada pengujian ini. Berat jenis kayu nangka relatif tinggi, namun kayu nangka mengalami penyusutan yang relatif rendah (7,36%).

Berdasarkan hasil pengujian kerentanan cacat bentuk dalam proses pengeringan 10 jenis kayu, dipilih 3 jenis kayu yang diuji lanjut untuk pengendalian cacat bentuk dan collapse. Kayu yang dipilih adalah yang memiliki klasifikasi cacat bentuk 4-7 atau sifat pengeringannya antara sedang-sangat buruk. Kayu yang terpilih yang diuji lanjut antara lain kayu durian dengan sifat pengeringannya buruk, kayu karet yang sifat pengeringannya buruk, dan kayu kecapi sifat pengeringannya sedang.

4.2 Pengendalain Cacat Cuping dalam Proses Pengeringan

Hasil pengujian pengendalian cacat cupping dengan perlakuan pengukusan dan pembebanan pada ketiga jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data lengkap hasil perhitungan disajikan pada Lampiran 5. Hasil

analisis sidik ragam atau ANOVA (Lampiran 8) menggunakan program SAS V 9.1.3 (Statistical Analysis System) menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan dan pembebanan pada kayu karet dan kecapi berpengaruh nyata terhadap nilai cacat cupping, namun pada kayu durian belum tampak nyata. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan pembebanan 20 kg pada kayu karet dan perlakuaan pembebanan 30 kg pada kayu keceapi adalah perlakuan yang optimal mengurangi cacat cupping dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Gambar 4 Pengaruh perlakuan terhadap cacat cupping pada tiga jenis kayu. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan 2 jam, 4 jam, 6 jam dan pembebanan 10 kg, 20 kg, dan 30 kg pada ketiga kayu uji terlihat dapat mengurangi besar cacat cupping. Perlakuan pembebanan pada kayu dapat menekan besar cacat cupping sehingga sifat pengeringannya agak baik. Perlakuan pembebanan pada ketiga jenis contoh uji, lebih besar mengurangi besar cacat cupping daripada perlakuan pengukusan.

Perlakuan pengukusan terlihat dapat mengurangi cacat cupping pada kayu durian, namun belum nyata secara statistik. Adapun perlakuan pembebanan mengurangi cacat cupping yang semakin nyata dengan semakin berat beban yang digunakan. Pembebanan 30 kg pada kayu durian dapat mengurangi cacat cupping hingga sifat pengeringannya agak baik.

Walaupun perlakuan pengukusan 2 jam, 4 jam, dan 6 jam serta pembebanan 10 kg tampak menurunkan nilai cacat cupping, tapi secara statistik penurunannya tidak nyata pada kayu karet. Hanya perlakuan pembebanan 20 kg dan 30 kg yang mengahasilkan penurunan cacat cupping yang nyata pada kayu karet. Perlakuan pembebanan 20 kg pada kayu karet, cukup optimal untuk mengendaikan cacat cupping dalam pengeringan kayu.

Pengujian perlakuan pengukusan dan pembebanan pada kayu kecapi terlihat mengurangi cacat cupping, namun dari hasil statistik pengujian dengan perlakuan pembebanan 20 kg dan 30 kg yang tampak nyata mengurangi cacat cupping daripada perlakuan lainnya. Pembebanan 30 kg adalah perlakuan yang paliang optimal untuk mengendaikan cacat cupping dalam pengeringan kayu kecapi.

4.3 Pengendalain Cacat Twist dalam Proses Pengeringan

Hasil pengujian pengendalian cacat twist dengan perlakuan pengukusan dan pembebanan pada ketiga jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 5. Data lengkap hasil perhitungan disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA (Lampiran 9) menunjukkan adanya pengaruh pengukusan dan pembebanan terhadap cacat twist pada ketiga jenis kayu. perlakuan pengukusan dan pembebanan pada kayu durian, karet dan kecapi berpengaruh nyata terhadap nilai cacat twist. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan pembebanan 30 kg pada kayu durian, karet dan kayu keceapi adalah perlakuan yang optimal mengurangi cacat twist dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Hasil rata-rata nilai cacat twist dan uji pengeringan ketiga jenis kayu (durian, karet, dan kecapi) dapat dilihat pada Gambar 5. Perlakuan pengukusan 2 jam, 4 jam, 6 jam dan pembebanan 10 kg, 20 kg, dan 30 kg pada ketiga kayu uji dapat mengurangi cacat twist. Perlakuan pembebanan dapat menekan cacat twist sampai sifat pengeringan agak baik. Perlakuan pembebanan pada pengeringan ketiga jenis contoh uji lebih besar mengurangi cacat twist daripada perlakuan pengukusan.

Gambar 5 Pengaruh perlakuan terhadap cacat twist pada tiga jenis kayu. Secara statistik pengendalian cacat twist pada kayu durian, hasilnya memperlihatkan perlakuan pengukusan (2 jam, 4 jam, dan 6 jam) serta pembebanan 10 kg dan 20 kg menurunkan nilai cacat twist, tapi secara statistik penurunannya tidak nyata. Hanya pembebanan 30 kg yang menghasilkan penurunan cacat twist yang nyata pada kayu durian. Perlakuan pembebanan 30 kg pada kayu durian cendrung optimal untuk mengendaikan cacat twist dalam pengeringan kayu.

Perlakuan pengukusan dan pembebanan berpengaruh nyata terhadap pengendalian twist pada kayu karet. Hasil uji Duncan memperlihatkan perlakuan pengukusan dan pembebanan berbeda nyata dengan kayu kontrol, meskipun demikian pembebanan 30 kg yang paling optimal mengurangi cacat twist daripada perlakuan lainnya.

Hasil sidik ragam juga menunjukkan perlakuan pengukusan dan pembebanan berpengaruh nyata terhadap pengendalian cacat twist pada kayu kecapi. Meskipun keseluruhan perlakuan pengukusan dan pembebanan berpengaruh nyata, tapi perlakuan yang paling optimal ialah penggunaan pembebanan 30 kg, sebab perlakuan pembebanan 30 kg yang paling besar mengurangi besar cacat twist pada kayu kecapi.

4.4 Pengendalian Cacat Collpase Dalam Proses Pengeringan

Data lengkap hasil perhitungan disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA (Lampiran 10) menunjukkan pengaruh perlakuan pengukusan terhadap cacat collapse pada ketiga jenis kayu tidak berpengaruh nyata. Dari Gambar 6 diketahui perlakuan pengukusan pada umumnya dapat mengurangi cacat collapse yang terjadi pada kayu. Cacat collapse yang terjadi pada ketiga jenis kayu umumnya masih tergolong agak baik. Dengan perlakuan pengukusan, cacat collapse yang terjadi dapat dikendalikan sehingga sifat pengeringannya menjadi baik. Perlakuan yang paling optimal dalam pengendalian cacat collapse pada ketiga jenis kayu ialah dengan menggunakan pengukusan 4 jam.

Gambar 6 Pengaruh perlakuan terhadap cacat collapse pada tiga jenis.

Meskipun hasil rata-rata pengujian cacat collapse pada kayu durian masih tergolong baik, namun pengukusan 4 jam lebih bessar menekan cacat collapse daripada penggunaan waktu pengukusan lainnya. Namun dari hasil sidik ragam pengujian perlakuan pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap pengendalian cacat collapse kayu durian.

Pengukusan kayu karet tampak mengurangi cacat collapse, namun hasil sidik ragamnya belum nyata secara statistik. Perlakuan pengukusan 2 jam dapat menekan cacat collapse menjadikan sifat pengeringannya tergolong baik, sedangkan pengukusan 4 jam dan 6 jam menjadikan sifat pengeringan tergolong

sangat baik. Maka pengukusan 4 jam adalah yang optimal untuk mengendaikan cacat collapse dalam proses pengeringan kayu karet.

Pengujian cacat collpase menunjukkan perlakuan pengukusuan dapat menekan terjadinya cacat collaspe pada kayu kecapi, namun dari hasil uji statistik tidak nyata. Pengukusan 4 jam kayu kecapi dapat menekan cacat collapse hingga sifat pengeringannya menjadi baik, artinya pengukusan 4 jam lebih optimal digunakan daripada pengukusan 2 jam dan 6 jam pada kayu kecapi.

4.5 Kecepatan Pengeringan

Pengukusan kayu dengan pemberian tekanan uap dapat meningkatkan permeabilitas kayu sehingga memudahkan keluarnya air dari dalam kayu tanpa mengalami hambatan (Cutter & Phelps 1986; Basri et al. 1999). Faktor yang menghambat proses pengeluaran air dari kayu di antaranya adalah kehadiran tilosis dalam jumlah yang banyak dalam pori/pembuluh ataupun endapan dalam jari-jari maupun saluran interselularnya. Dengan melakukan pengukusan sebelum kayu dikeringkan bisa mempercepat waktu pengeringan tanpa menurunkan kualitasnya (Haslett & Kininmonth 1986).

Gambar 7 Kecepatan penurunan kadar air kayu pada ketiga jenis kayu. 1,38 1,40 1,47 1,66 0,80 0,62 0,84 0,75 0,86 0,79 0,96 0,83 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80

kontrol S 2 Jam S 4 Jam S 6 Jam

Pengukusan Laj u Pe n u ru n an K A (% /J am ) Durian Karet Kecapi

Data lengkap hasil perhitungan disajikan pada Lampiran 2, 3, dan 4. Hasil analisis sidik ragam atau ANOVA (Lampiran 11) menunjukkan pengaruh perlakuan pengukusan terhadap kecepatan penurunan KA kayu pada ketiga jenis kayu tidak berpengaruh nyata. Dari Gambar 7 diketahui bahwa kecepatan penurunan KA kayu selama pengeringan kayu durian, kayu karet, dan kayu kecapi meningkat dengan perlakuan pengukusan.

Kecepatan pengeringan ketiga jenis kayu berbeda yang tercepat penurunan KA-nya adalah kayu durian sebesar 1,38 %/jam, kemudian kayu kecapi sebesar 0,86 %/jam, dan yang paling rendah adalah kayu karet sebesar 0,80 %/jam. Kecepatan pengeringan kayu dipengaruhi oleh sifat struktur kayu, seperti ketebalan dinding sel, ukuran pori kayu, serta tidak adanya hambatan air untuk keluar dari kayu berupa tylosis atau zat amorf (Tobing 1988).

Dengan perlakuan pengukusan sebelum pengeringan pada ketiga jenis kayu uji, umumnya kecepatan penurunan KA kayu lebih cepat. Waktu pengukusan yang optimal mempercepat penurunan KA kayu berbeda setiap jenisnya. Penurunan KA kayu setelah perlakuan pengukusan 6 jam adalah sebesar 1,66 %/jam (kayu durian); serta pengukusan 4 jam penurunan KA kayunya 0,84 %/jam (kayu karet) dan 0,96 %/jam (kayu kecapi).

BAB V

Dokumen terkait