• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vegetasi Gulma Nisbah Jumlah Dominansi

Analisis vegetasi dilakukan pada 4 blok dengan umur tanaman berbeda. Analisis vegetasi gulma di TTI dilakukan di Blok ex-12 divisi I dengan tahun tanam 2014. Analisis vegetasi gulma di TBM dilakukan di Blok 50 divisi II dengan tahun tanam 2013. Analisis vegetasi gulma di TM muda diambil di Blok 39 divisi II dengan tahun tanam 2010. Umur tanaman telah mencapai 4 tahun. Analisis vegetasi gulma di TM tua di ambil di Blok 34 divisi II dengan tahun tanam 1999. Umur tanaman telah mencapai 15 tahun. Pelemparan kuadrat dilakukan sebanyak 15 kali sehingga diperoleh 15 petak contoh untuk setiap blok. Hasil analisis vegetasi gulma disajikan dalam Tabel 4.

24

Tabel 4 Nilai NJD gulma berdasarkan analisis vegetasi pada 4 blok dengan umur tanaman yang berbeda

No Jenis Gulma NJD per Lokasi (%)

TTI TBM TM muda TM Tua

Rumput 1 Axonopus compressus 37.30 8.35 11.34 29.72 2 Cynodon dactylon 6.09 1.98 32.47 3.19 3 Ottochloa nodosa 63.60 18.83 4 Paspalum conjugatum 2.48 0.68 5 Eleusine indica 2.88 7.29 6 Echinochloa colona 2.19 7 Setaria plicata 0.60 Subtotal 43.39 79.30 53.29 53.03 Daun lebar 8 Borreria alata 14.63 2.34 1.46 5.48 9 Urena lobata 12.25 2.97 2.26 3.69 10 Cleome rutidosperma 4.41 6.45 3.79 11 Melastoma malabathricum 3.15 12 Mimosa pudica 2.77 0.78 3.48 2.23 13 Ageratum conyzoides 0.55 0.60 14 Asystasia intrusa 0.53 1.81 15 Phyllanthus niruri 0.52 0.72 1.10 16 Euphorbia hirta 0.69 1.62 17 Amaranthus spinosus 4.22 18 Syngonium sp. 0.49 14.01 19 Peperomia pellucida 0.59 20 Mimosa invisa 1.26 21 Clidemia hirta 1.28 22 Kacangan 0.62 23 Kentosan 6.75 1.40 1.06 0.72 Subtotal 45.58 17.17 18.97 30.99 Teki 24 Cyperus kyllingia 9.15 3.53 22.80 10.71 25 Cyperus rotundus 1.32 4.94 26 Cyperus iria 0.56 Subtotal 11.03 3.53 27.74 10.71 Pakis 27 Nephrolepis biserrata 2.72 28 Stenochlaena palustris 1.32 29 Diplazium asperum 1.22 Subtotal 5.26 Total 100.00 100.00 100.00 100.00

25 Berdasarkan hasil perhitungan dari analisis vegetasi pada Tabel 4, gulma yang paling dominan pada blok TTI adalah Axonopus compressus dengan NJD 37.30%. Gulma yang paling dominan pada blok TBM adalah Ottochloa nodosa

dengan NJD 63.60%. Gulma yang paling dominan pada blok TM muda adalah

Cynodon dactylon dengan NJD 32.47%. Gulma yang paling dominan pada blok TM tua adalah A. compressus dengan NJD 29.72%. Spesies gulma yang paling dominan pada 4 blok tersebut termasuk ke dalam golongan rumput.

Jumlah gulma golongan rumput yang tertinggi terdapat pada blok TBM dengan jumlah 79.30%. Jumlah gulma golongan daun lebar yang tertinggi terdapat pada blok TTI dengan jumlah 45.58%. Jumlah gulma golongan teki yang tertinggi terdapat pada blok TM muda dengan jumlah 27.74%. Gulma golongan pakis hanya ditemui pada blok TM tua dengan jumlah 5.26%.

Koefisien Komunitas

Koefisien komunitas (KK) merupakan nilai yang menunjukkan kesamaan komunitas vegetasi gulma dari 2 areal atau komunitas yang berbeda. Semakin tinggi nilai KK maka semakin homogen vegetasi gulma dari 2 komunitas (blok) yang dibandingkan. Nilai KK dari 4 blok yang telah dilakukan analisis vegetasi disajikan dalam Tabel 5.

Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), dua komunitas dinyatakan homogen

jika nilai KK ≥ 70% dan heterogen jika < 70%. Vegetasi gulma di antara TTI, TBM, TM muda dan TM tua tidak ada yang homogen. Hal tersebut disebabkan seluruh nilai KK yang diperoleh kurang dari 70%. Vegetasi gulma yang memiliki kesamaan paling tinggi adalah TTI dengan TM Tua dengan nilai KK sebesar 53.56%. Vegetasi gulma yang memiliki kesamaan paling rendah adalah TBM dengan TM Muda dengan nilai KK sebesar 15.59 %.

Dendrogram pada Gambar 8 menunjukkan jarak ketidaksamaan komunitas berdasarkan hasil analisis gerombol. Jarak yang pendek menunjukkan kesamaan vegetasi gulma yang tinggi. Sebaliknya jarak yang panjang menunjukkan kesamaan vegetasi gulma yang rendah. Komunitas gulma dibagi menjadi 3 kelompok yaitu A, B dan C. Blok TTI dan TM Tua membentuk kelompok A karena memiliki jarak terpendek. Kelompok A merupakan komunitas yang didominasi oleh gulma A. compressus. Kelompok B didominasi oleh C..dactylon, sedangkan kelompok C didominasi O..nodossa. Kelompok C merupakan komunitas yang memiliki kesamaan terjauh dibandingkan kelompok lain dengan

Tabel 5 Nilai koefisien komunitas berdasarkan analisis vegetasi dari 2 blok dengan umur tanaman yang berbeda

Blok 1 Blok 2 Nilai Koefisien Komunitas (%)

TTI TBM 16.55 TTI TM Muda 34.56 TTI TM Tua 53.56 TBM TM Muda 15.59 TBM TM Tua 29.83 TM Muda TM Tua 26.02

26

jarak 0.70. Kelompok C merupakan komunitas yang memiliki jumlah populasi gulma rumput yang berbeda jauh dibandingkan komunitas lain.

Blok TTI dan TM Tua memiliki kesamaan yang paling tinggi. Hal tersebut disebabkan blok TTI yang dilakukan pengamatan merupakan blok replanting. Sejak dilakukan persiapan lahan hingga penanaman bibit hanya berjarak sekitar 1.bulan. Hal tersebut mengakibatkan komposisi gulma yang tidak berbeda jauh dengan blok TM Tua.

Lingkungan dapat mempengaruhi komunitas gulma di lapangan. Menurut Sastroutomo (1990), faktor-faktor klimatik yang menentukan pertumbuhan, reproduksi, dan distribusi gulma adalah cahaya, temperatur, angin, air dan aspek- aspek musiman dari faktor-faktor tersebut. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi memiliki pertumbuhan gulma yang cepat, beragam, dan kerapatannya tinggi. Menurut klasifikasi Schmidth–Ferguson, PHLE memiliki tipe iklim A dengan nilai Q sebesar 9.57%. Hal tersebut menandakan bahwa PHLE merupakan daerah yang sangat basah sehingga gulma dapat tumbuh dengan baik. Selain itu kondisi tanaman utama mempengaruhi komunitas tanaman yang dinaunginya termasuk gulma. Areal TTI, TBM dan TM muda cenderung memiliki tajuk yang belum menutup secara menyeluruh. Hal tersebut mengakibatkan permukaan tanah diantara tanaman kelapa sawit mendapatkan cahaya matahari langsung sehingga gulma pada areal tersebut dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya pada TM tua tajuk tanaman telah menutup secara menyeluruh sehingga pertumbuhan gulma dapat terhambat.

Teknik Pengendalian Gulma Pengendalian Gulma Secara Kimiawi

Dosis herbisida. Dosis merupakan jumlah kebutuhan herbisida untuk suatu luasan tertentu. Dosis menggunakan satuan l ha-1 atau ml ha-1. PHLE menerapkan dua jenis dosis yaitu dosis per ha blanket dan dosis per ha efektif. Dosis blanket

adalah jumlah herbisida untuk penyemprotan pada 100% areal dalam 1 ha, sedangkan dosis efektif adalah jumlah herbisida untuk penyemprotan dalam 1 ha namun luasan yang disemprot tidak 100 % dari 1 ha tersebut. Contoh dosis efektif adalah pada semprot piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH yaitu dengan

Gambar 8 Dendrogram jarak ketidaksamaan gulma berdasarkan analisis gerombol

0.47

0.66

27 dosis 250 ml ha-1 efektif. Dosis yang tepat dalam pengendalian sangat dijaga agar herbisida yang digunakan tidak terbuang sia-sia mengingat tingginya harga herbisida. Dosis herbisida yang digunakan di PHLE disesuaikan dengan dosis rekomendasi dari tim riset PT SMART yang tertulis pada Management Committee Agronomy and Research (MCAR). MCAR merupakan pedoman pelaksanaan pekerjaan kebun kelapa sawit PT SMART Tbk.

Dosis yang telah direkomendasikan tidak dapat langsung diaplikasikan. Dalam pelaksanaan penyemprotan di lapangan perlu diketahui jumlah kebutuhan herbisida per knapsack. Kebutuhan herbisida tersebut dapat diketahui dengan menghitung volume semprot, luasan semprot dan konsentrasi.

Volume semprot. Volume semprot adalah jumlah larutan yang dibutuhkan untuk luasan tertentu. Volume semprot diketahui dengan melakukan kalibrasi alat semprot. Kalibrasi di PHLE dilakukan seminggu sekali pada hari senin. Kalibrasi dilakukan dengan menghitung flow rate, kecepatan jalan dan lebar semprot. Flow rate adalah jumlah larutan yang disemprotkan dalam 1 menit. Larutan disemprotkan selama 1 menit kedalam ember dan diukur volumenya menggunakan gelas ukur. Kecepatan jalan diketahui dengan mengukur seberapa jauh jalan penyemprot selama 1 menit. Lebar semprot diketahui dengan mengukur lebar semprotan dengan ketinggian semprot sekitar 40 cm. setelah seluruh angka diketahui volume semprot dapat diketahui. Berikut adalah contoh penghitungan volume semprot untuk luasan 1 ha blanket.

Flow rate = 1 000 ml menit-1 Kecepatan jalan = 36 m menit-1 Lebar semprot = 1.2 m

Luasan = 1 ha = 10 000 m2 Volume semprot blanket =

=

= 231.48 l

Hasil penghitungan menunjukkan volume semprot sebesar 231.48 l. Angka tersebut dapat langsung dikonversi menjadi kebutuhan herbisida per knapsack

apabila luasan semprot adalah 1 ha secara blanket tetapi tidak seluruh penyemprotan dilakukan secara blanket. Oleh karena itu perlu diketahui berapa persen luasan yang akan disemprot dalam 1 ha.

Luasan semprot. Luasan semprot adalah luas areal yang akan dikendalikan vegetasi gulmanya. Luasan semprot disesuaikan dengan jenis gulma, penyebaran gulma dan kegiatan pengendalian. Sebagai contoh pada kegiatan semprot piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH. Kegiatan semprot tidak dilakukan secara

blanket. Areal yang disemprot hanya piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH. Luasan semprot diketahui dengan cara menghitung luas piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH. Berikut adalah contoh penghitungan luasan semprot per ha yang diterapkan di PHLE berdasarkan MCAR.

28

Jumlah tanaman per ha = 136 tanaman Jarak antar tanaman = 9.2 m

Luas piringan per ha = π × (2 m)2 × 136 tanaman ha-1 = 1 709.7 m2

Panjang pasar pikul per pohon = 300 / 65 pohon = 4.61 m pohon-1 Panjang pasar pikul per ha = 136 × 4.61 m pohon-1

= 627 m

Luas pasar pikul per ha = 627 m × 1.2 m = 752.4 m2 Luas pasar kontrol per ha =

= 40 m2

Luas TPH per ha = 3 m × 4 m × 2 TPH ha-1 = 24 m2

Total Luas = 1 709.7 m2 + 752.4 m2 + 40 m2 + 24 m2 = 2 526.1 m2

Persentase luasan yang disemprot = × 100% = 25.26% ≈ 25%

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa luasan piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH pada areal 1 ha dengan Jumlah tanaman 136 adalah 2 526.1.m2. Luasan efektif yang akan disemprot hanya sekitar 25% dari 1 ha. Penyemprotan tidak dilakukan secara blanket. Volume semprot pada luasan efektif tidak akan sama dengan penyemprotan secara blanket. Maka harus dihitung berapa volume semprot efektifnya.

Volume semprot efektif = 25% × 231.48 l

= 57.87 l

≈ 58 l

Volume semprot efektif untuk semprot piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH adalah 58 l. Angka tersebut kemudian digunakan untuk menghitung konsentrasi.

Konsentrasi. Konsentrasi adalah jumlah herbisida dalam larutan yang akan digunakan untuk penyemprotan. Konsentrasi dapat digunakan untuk mencari kebutuhan herbisida per knapsack. Konsentrasi dapat dihitung jika telah diketahui dosis dan volume semprot. Sebagai contoh penyemprotan piringan, pasar pikul, pasar kontrol dan TPH dengan volume semprot efektif 58 l dan dosis 250 ml ha-1 efektif.

29 Konsentrasi = × 100% = 0.43%

Kebutuhan herbisida per knapsack = 0.43% × 15 l knapsack-1

= 0.0645 l knapsack-1

= 64.5 ml knapsack-1

≈ 65 ml knapsack-1

Hasil penghitungan menunjukkan konsentrasi sebesar 0.43% atau dengan kebutuhan herbisida 65 ml knapsack-1.

Semprot anak kayu. Semprot anak kayu di PHLE merupakan kegiatan yang tidak rutin dilaksanakan. Semprot anak kayu dilaksanakan jika populasi anak kayu sudah terlalu banyak sehingga tidak dapat dikendalikan dengan DAK. Herbisida yang digunakan adalah Garlon 670 EC (Triklopir butoksi etil ester) ditambah Erkafuron 20 WG (Metil metsulfuron). Gulma yang menjadi sasaran adalah Clidemia hirta, Urena lobata dan Melastoma malabatrichum.

Pelaksanaan semprot anak kayu di beberapa divisi tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Herbisida yang digunakan hanya Garlon tanpa tambahan Erkafuron. Kemudian mandor perawatan tidak melakukan survei pada hari sebelum dilakukannya penyemprotan. Hal tersebut mengakibatkan tidak efektifnya kegiatan semprot anak kayu yang dilakukan.

Berdasarkan hasil pengamatan, gulma anak kayu yang telah disemprot menunjukkan gejala sepeti terbakar 5 sampai 7 hari setelah semprot, namun pada 4 minggu setelah aplikasi (Gambar 9), gulma yang disemprot tidak mati. Efek dari herbisida yang diberikan tidak bereaksi menyeluruh pada gulma sehingga gulma dapat tumbuh kembali. Hal tersebut berakibat pada penggunaan herbisida dan tenaga kerja yang sia-sia.

Penggunaan Alat Pelindung Diri

Tenaga kerja pengendalian gulma, khususnya tenaga semprot diharuskan memakai APD secara lengkap, tetapi dalam pelaksanaannya banyak tenaga kerja yang tidak memakai secara lengkap. Tenaga semprot hanya memakai baju pelindung dan masker tanpa pelindung wajah, sarung tangan dan apron. Pelindung wajah yang berbahan plastik tembus pandang tidak digunakan dengan alasan menyulitkan bernafas dan menghalangi pandangan karena uap air dari pernafasan. Sarung tangan dan apron dinilai menyulitkan pelaksanaan semprot karena membuat panas. Asisten dan mandor I beberapa kali mengingatkan mandor

30

semprot saat lingkaran pagi untuk mengawasi penggunaan APD, namun dalam pelaksanaannya mandor semprot membiarkan tenaga semprotnya tidak memakai APD secara lengkap. Tenaga semprot yang tidak menggunakan APD dapat dilihat pada Gambar 10.

Estimasi Biaya Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma merupakan salah satu kegiatan perawatan di perkebunan kelapa sawit yang memerlukan biaya yang tinggi. Selain upah tenaga kerja, pengendalian gulma juga menggunakan bahan berupa herbisida yang harganya relatif mahal. Biaya pengendalian gulma didapatkan dengan menghitung upah tenaga kerja dan biaya herbisida dari jumlah rotasi dalam satu tahun. Data diperoleh dari kegiatan pengendalian yang rutin dilaksanakan dan diskusi dengan asisten kebun. Biaya pengendalian gulma yang penulis rangkum berdasarkan data yang diperoleh di lapangan disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Biaya pengendalian gulma di pembibitan Main nursery lebih besar dibandingkan Pre Nursery. Hal tersebut disebabkan gulma pada Pre Nursery

dikendalikan hanya secara manual dengan cara dicabut tanpa pengendalian secara kimiawi. Pre Nursery tidak memerlukan areal yang begitu luas sehingga tidak memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak, sedangkan pengendalian gulma di Main Nursery dilakukan secara manual dan kimiawi menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma di antara Polybag.

Tabel 6 Estimasi biaya pengendalian gulma di Pembibitan Tahapan Biaya (Rp 1000-1 bibit-1 tahun-1)

Pre Nursery 142 885

Main Nursery 451 352

Total 594 237

Tabel 7 Estimasi biaya pengendalian gulma di Lapangan Fase Tanaman Biaya Pengendalian Gulma (Rp ha

-1

tahun-1) Manual Kimia Total

TBM* 1 216 512 455 517 1 672 029

TM 135 168 360 108 495 276

* Biaya belum termasuk penanaman LCC di TBM

31 Biaya pengendalian di TBM lebih tinggi dibandingkan TM. Hal tersebut disebabkan populasi gulma pada TBM lebih tinggi dibandingkan TM. Populasi gulma yang tinggi tentu memerlukan biaya pengendalian yang lebih tinggi. Biaya pengendalian yang tinggi pada TBM adalah pengendalian secara manual. Pengendalian tersebut adalah garuk piringan. Garuk piringan di lahan TBM dilakukan dengan rotasi 6 kali dalam satu tahun. Perhitungan biaya pengendalian gulma per ha per tahun secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 9 sampai Lampiran 11.

Penanaman LCC di lapangan menimbulkan biaya baru diluar biaya pengendalian gulma. Biaya tersebut dimulai dari pembibitan LCC, penanaman, dan perawatan hingga populasi LCC telah menutupi tanah secara penuh. Analisis biaya dari penanaman LCC terhadap biaya pengendalian gulma membutuhkan analisis yang lebih mendetail. Maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai biaya pembibitan, penanaman dan perawatan LCC terhadap biaya pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit.

Dokumen terkait