• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Alat

Alat pengering ini memiliki tiga suhu yang berbeda yaitu 35oC, 55oC, dan 75oC. Prinsip kerjanya yaitu mengalirkan udara panas yang berasal dari heater yang didiorong oleh kipas (fan) untuk masuk ke dalam cerobong inlet. Udara panas yang masuk kemudian mengalir menuju rak penampung paling atas (tray 1) hingga ke rak penampung paling bawah (tray 5). Dengan adanya aliran udara panas tersebut akan menguapkan kandungan air bahan, sehingga uap air tersebut keluar melalui celah yang terdapat dalam setiap rak penampung hingga mengalir keluar menuju cerobong outlet. Posisi kipas dan elemen pemanas dapat dilihat pada gambar 7.

Alat pengering yang digunakan untuk mengeringkan irisan tempe ini yaitu Sunbeam Food Dehydrator model DT5600 dengan Tipe 854 (Gambar 6). Alat pengering ini terdiri dari beberapa bagian yaitu pengatur suhu, kipas, heater, ruang plenum I, ruang plenum II (tray dasar), 5 rak tray penampung, dan cerobong outlet. Dimensi alat ini memiliki panjang 330 mm, lebar 330 mm dan tinggi 210 mm. Untuk mengeringkan bahan alat pengering ini memiki beberapa bagian pendukung yaitu bilah kipas (blade fan) sebanyak 5 bilah, rak penampung bahan sebanyak 5 buah, elemen pemanas (heater) dan termostat. Dimensi yang dimiliki

19 kipas yaitu diameter outlet kipas 87 mm, sedangkan luas rak penampung bahan yaitu 707 m2. Sumber energi utama yang digunakan pada pengoperasian alat pengering ini berasal dari energi listrik. Daya listrik yang digunakan untuk mengalirkan udara panas berkisar sebesar 340 – 370 Watt sedangkan besarnya tegangan yang digunakan yaitu berkisar sebesar 230 – 240 Volt dengan frekuensi 50Hz. Udara panas yang dialirkan memiliki laju volumetrik udara sebesar 39.57 m3/jam, sedangkan kecepatan inlet kipas sebesar 1.85 m/detik dan kecepatan outlet kipasnya sebesar 0.73 m/detik. Dimensi Sunbeam Food Dehydrator tipe DT5600 dilihat pada gambar 8.

20

21 Performansi Pengeringan Sunbeam Food Dehydrator DT5600

Tempe yang didapatkan dari pengrajin tempe yang ada di daerah Kayumanis, Bogor memiliki bentuk yang beragam. Untuk mengiris tempe dengan dimensi p x l x t yaitu 1 cm x 1 cm x 2 cm digunakan pisau tajam. Campuran bumbu disiapkan untuk tiga jenis perlakuan yang berbeda yaitu 0%, 5% dan 10%. Setelah tempe diiris, lalu dimasukkan ke dalam campuran bumbu selama 10 menit dengan tujuan agar campuran bumbu cepat meresap ke dalam tempe.

Tabel 4. Analisis performansi Sunbeam Food Dehydrator untuk irisan tempe berbumbu

No

. Parameter

Perlakuan

Suhu 35oC Suhu 55oC Suhu 75oC

Bumbu 0% Bumbu 5 % Bumbu 10% Bumbu 0% Bumbu 5 % Bumbu 10% Bumbu 0% Bumbu 5 % Bumbu 10% 1. Massa Awal (kg) 1.252 1.251 1.252 1.254 1.257 1.253 1.253 1.251 1.254 2. Rendemen (%) 39.09 39.37 39.63 35.32 34.28 34.16 26.25 26.81 26.67 3. Kadar air awal

(%bb) 68.82 72.79 70.79 56.13 60.81 63.92 57.54 64.88 64.99 4. Waktu pengeringan (menit) 1020 1020 1020 540 540 540 480 480 480 5. Laju pengeringan (%bk/jam) 12.57 15.13 13.74 13.91 16.56 18.74 16.33 20.33 22.46 6. Laju Perpindahan air (kg/jam) 0.045 0.045 0.044 0.090 0.092 0.092 0.116 0.102 0.115 7. Panas jenis bahan (kJ/kgC) 3.142 3.275 3.208 2.717 2.874 2.978 2.764 3.010 3.014 8. Energi listrik (kJ) 20808 20808 20808 11106 11106 11106 9792 9792 9792 9. Energi panas bahan (kJ) 45.31 48.78 53.31 63.18 61.27 61.06 120.31 130.84 132.21 10. Energi diterima udara pengering (kJ) 4128 4215 5959 5509 4309 5756 6730 5554 4870 11. Energi penguapan produk (kJ) 1839 1829 1821 1940 1978 1977 2178 2141 2156 12. Energi ruang pengeringan (kJ) 1885 ‘1878 1874 2003 2040 2039 2298 2272 2288 13. Efisiensi pengeringan(%) 8.84 8.79 8.75 17.61 17.96 17.95 22.24 21.87 22.02 14. Konsumsi energi (MJ/kg uap air) 27.3 27.4 27.5 13.6 13.3 13.3 10.6 12.0 10.6

22

Kapasitas muat untuk irisan tempe berbumbu yang disebar merata ke dalam rak penampung (tray) dapat mencapai ±250 gram dari total rak penampung (tray) Sunbeam Food Dehydrator. Pengeringan pada suhu 75oC memiliki waktu pengeringan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan suhu 55oC atau suhu 35oC. Demikian juga halnya dengan laju pengeringan dimana suhu 75oC memiliki laju lebih besar dibandingkan dengan suhu 55oC atau suhu 35oC. Perlakuan bumbu juga berpengaruh terhadap laju pengeringan, dimana dengan bertambahnya bumbu maka laju pengeringan makin besar. Sama seperti laju pengeringan, efisiensi pengeringan juga meningkat sesuai dengan bertambahnya penambahan suhu, kecuali pada bumbu 10% suhu 35oC. Hasil analisis performansi Sunbeam Food Dehydrator untuk pengeringan irisan tempe berbumbu dapat dilihat pada Tabel 4. Jika dibandingkan dengan bahan lain yang dikeringkan, konsumsi energi Sunbeam Food Dehydrator untuk pengeringan irisan tempe berbumbu hasilnya cukup baik bila dibandingkan dengan umbi talas (Tabel 5). Namun bila dibandingkan dengan konsumsi energi pada jahe, konsumsi energi tempe belum begitu sempurna.

Tabel 5. Perbandingan konsumsi dan dan efisiensi energi Sunbeam Food Dehydrator

Peneliti Jenis pengering Bahan yang dikeringkan Kapasitas muat (kg) Konsumsi Energi (MJ/kg uap air) Efisiensi Pengeringan (%)

Hasil Penelitian Sunbeam Food Dehydrator (tenaga listrik)

Tempe ± 1.25 10.6 – 27.5 8.84 – 22.4 Taufik(2012) Sunbeam Food

Dehydrator (tenaga listrik)

Umbi talas ±0.70 13.6 - 46.1 5.19 - 17.38 Soleh (2012) Sunbeam Food

Dehydrator (tenaga listrik)

Jahe ±1.00 8.8-9.9 23.46 - 26.43

Sebaran Suhu Sunbeam Food Dehydrator terhadap Waktu Pengeringan Penyebaran suhu yang beragam serta jangka waktu pemanasan berbeda menyebabkan grafik bervariasi bentuknya. Sebaran suhu terbagi menjadi beberapa titik pengukuran yaitu pada rak penampung (tray), pada bahan (irisan tempe) dan pada cerobong inlet dan outlet. Penyaluran udara panas berawal dari berputarnya kipas (fan) yang mendorong udara ke dalam elemen pemanas (heater) sehingga udara panas masuk melalui cerobong inlet menuju rak – rak penampung (tray) yang berada di bawah cerobong inlet. Udara panas tersebut mengalir tersebut bergerak keluar dari rak penampung (tray) satu ke rak penampung (tray) lainnya melalui cerobong outlet. Peningkatan suhu diukur setiap 20 menit sekali oleh termokopel, lalu dicatat dalam rekorder. Penyebaran suhu lebih lengkap akan disajikan pada subbab berikutnya.

23

Grafik Sebaran Suhu Pada Rak Penampung(Tray)

Rak penampung (tray) adalah komponen dari alat pengering yang menerima udara panas dari elemen pemanas (heater). Pada Gambar 9 sampai Gambar 11 menunjukkan adanya trend sebaran suhu pada rak penampung(tray) pada suhu 35C, 55, C dan 75C.

Gambar 9. Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 350C

Gambar 10. Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 550C

Gambar 11. Sebaran suhu rak penampung (tray) 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 750C Bila memperhatikan bentuk ketiga grafik pada rak penampung (tray), terdapat beberapa perbedaan spesifik. Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa waktu

24

yang diperlukan untuk memanaskan irisan tempe berbumbu dengan suhu 35C yaitu 1020 menit. Suhu awal pada rak penampung (tray) yaitu sekitar 23C, kemudian meningkat hingga suhu akhirnya mencapai suhu di kisaran 35C - 36C. Peningkatan suhu pada rak penampung (tray) terjadi secara kontinyu dan fluktuatif. Pada Gambar 9 terlihat bahwa pada menit ke-680, suhu turun secara drastis. Hal ini terjadi karena pada suhu 680C terjadi tempering. Tempering adalah suatu kegiatan untuk menghentikan sementara proses pengeringan untuk disimpan dan dikeringkan kembali pada waktu tertentu dengan tujuan meningkatkan kualitas bahan.

Pada Gambar 10 terlihat bahwa grafik meningkat secara cepat pada menit – menit awal untuk pengeringan suhu 55C. Dari suhu awal sekitar 25C, lalu 20 menit kemudian meningkat secara cepat hingga kisaran 35 - 45C. Beda halnya dengan suhu 35C yang meningkat secara perlahan pada menit – menit awal. Namun peningkatan suhu yang terjadi masih terlihat fluktuatif naik turun yang terjadi antar rak penampung (tray). Waktu yang diperlukan dalam pengeringan suhu 55C ini yaitu 540 menit. Penghentian waktu dilihat ketika susut bobot irisan tempe sudah terlihat stabil.

Pada pengeringan suhu 75C yang ditampilkan Gambar 11 terlihat bahwa suhu pun meningkat secara tajam pada menit menit awal. Lalu seiring waktu berjalan, grafik suhu meningkat namun tidak mencapai suhu optimum yaitu 75C. Pengeringan hanya terjadi sampai suhu sekitar 70C. Perbedaan antara suhu 35C, 55C dan 75C, terlihat bahwa pada suhu 75C grafik meningkat tidak fluktuatif, namun cenderung stabil. Sebaran suhu tidak terlihat berbeda secara nyata dengan adanya penambahan bumbu atau tidak. Standar deviasi suhu udara pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 35C yaitu 2.05C. Standar deviasi suhu udara pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 55C yaitu 3.51C. Standar deviasi suhu udara pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 75C yaitu 1.65C. Gambar grafik lainnya pada penambahan bumbu dapat dilihat di lampiran 28 sampai lampiran 36.

Grafik Sebaran Suhu pada Bahan (irisan tempe)

Gambar 12 sampai Gambar 14 menunjukkan adanya trend perubahan suhu pada rak penampung untuk menuju suhu 35oC.

25

Gambar 13.Sebaran suhu tempe kering pada tray 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 55oC

Gambar 14. Sebaran suhu tempe kering padada tray 1,2,3,4 dan 5 pada suhu 75oC Gambar 12 sampai Gambar 14 menunjukkan sebaran suhu pada irisan tempe, terlihat beberapa perbedaan. Pada Gambar 12 dengan suhu 35C, trend grafik yang terlihat adalah naik secara perlahan dan memerlukan waktu sekitar 1020 menit. Lain halnya dengan Gambar 13 dengan suhu 55C, trend grafik yang terlihat adalah naik secara cepat dan memerlukan waktu yang lebih cepat yaitu hanya 540 menit. Demikian juga dengan suhu 75C pada Gambar 14, dimana suhu meningkat secara drastis dan cepat dan memerlukan waktu hanya 480 menit. Namun, untuk suhu 75C ini suhu tidak mencapai optimum, tapi hanya mencapai suhu sekitar 70C. Artinya pada alat pengering ini suhu yang tercantum pada alat yaitu 75C tidak sesuai nyata dengan suhu yang sebenarnya terukur oleh temokopel yang dicatat rekorder yaitu hanya 70C. Standar deviasi suhu irisan tempe pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 35C yaitu 1.99C. Standar deviasi suhu irisan tempe pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 55C yaitu 3.37C. Standar deviasi suhu irisan tempe pada setiap rak penampung (tray) untuk suhu 75C yaitu 5.42 C. Gambar grafik lainnya pada penambahan bumbu dapat dilihat di lampiran 37 sampai lampiran 45.

Grafik Sebaran Suhu pada Inlet dan Outlet

Gambar 15 sampai Gambar 17 menunjukkan adanya trend perubahan suhu pada rak penampung untuk menuju suhu 35oC

26

Gambar 15.Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 35oC

Gambar 16. Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 55oC

Gambar 17. Sebaran suhu inlet dan outlet alat pengering pada suhu 75oC Berdasarkan grafik yang ditampilkan pada Gambar 14 sampai Gambar 17 terjadi kenaikan suhu pada Sunbeam Food Dehydrator secara kontinyu dan cenderung fluktuatif. Peningkatan yang fluktuatif ini disebabkan oleh adanya hambatan eksternal lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi ketika akan mengambil sampel irisan tempe yang untuk diukur susut bobotnya kemudian harus membuka penutup Sunbeam Food Dehydrator sehingga menyebabkan adanya udara luar yang masuk ke dalam bahan pun juga ke dalam rak penampung (tray). Lalu pada suhu 6800C terjadi penurunan suhu yang drastis disebabkan adanya proses tempering yaitu penyimpanan sementara untuk meningkatkan kualitas bahan (tempe) yang dikeringkan dalam jangka waktu yang panjang. Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan irisan tempe pada Sunbeam Food Dehydrator

27 yaitu 1020 menit. Waktu ini didapat ketika kadar air yang dimiliki irisan tempe stabil yang ditandai dengan berkurangnya susut bobot yang cenderung sudah konstan. Gambar grafik lainnya pada penambahan bumbu dapat dilihat di lampiran 46 sampai lampiran 54.

Laju Pengeringan Rata - Rata terhadap Waktu

Fenomena proses pengeringan dapat diketahui melalui kinetika pengeringan terutama dilihat dari kurva laju pengeringan. Kinetika pengeringan pada suatu bahan tertentu menunjukkan perubahan berat suatu bahan setiap satuan waktu selama proses pengeringan (Irawan 2011). Grafik hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu pengeringan disebut dengan kurva laju pengeringan. Laju pengeringan diperoleh dari perubahan kandungan air selama pengeringan pada waktu tertentu (Kemp et al. 2001). Grafik laju pengeringan terhadap waktu pengeringan irisan tempe dapat dilihat pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 26.

Gambar 18. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

Gambar 19. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

28

Gambar 20. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

Gambar 21. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 55oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

Gambar 22. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 55oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

29

Gambar 23. Grafik penurunan laju pengeringan pengeringan irisan tempe pada suhu 55oC untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

Gambar 24. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

Gambar 25. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

30

Gambar 26. Grafik penurunan laju pengeringan irisan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

Bila dilihat pada laju pengeringan irisan tempe berbumbu terhadap waktu, terlihat bahwa laju pengeringan bahan pangan dimulai dengan adanya peningkatan laju pengeringan (periode pemanasan atau pendinginan) (Wirakartakusumah et al. 1992). Berdasarkan Gambar 18 sampai Gambar 26 menunjukkan grafik yang meningkat secara cepat dari waktu ke – 0 hingga pada menit ke – 60 grafik menurun tiap jamnya. Peningkatan laju pengeringan dan laju pengeringan tetap sangat sulit diamati karena proses pengeringan berlangsung sangat singkat (Wirakartakusumah et al. 1992), sehingga dalam proses pengeringan dapat ditiadakan (Henderson dan Perry 1976 diacu dalam Wirakartakusumah et al. 1992). Dengan demikian, periode peningkatan laju pengeringan dan laju pengeringan tetap (konstan) pada pengeringan irisan tempe tidak diamati atau tidak diukur. Gambar 18 sampai dengan Gambar 26 menunjukkan bahwa suhu pengering 75 oC lebih memiliki laju pengeringan yang cepat menurun dibandingkan dengan suhu 35 oC dan 55 oC.

Bahan pangan segar merupakan akumulasi dari bahan kering (padatan) dan sejumlah air, dimana air dalam bahan pangan termasuk bagian seutuhnya dan terdapat adanya air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat di bagian permukaan bahan atau padatan, diantara sel-sel maupun dalam pori-pori, sehingga air tersebut mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat terdiri dari air terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan, serta air terikat secara kimia merupakan air yang berada dalam bahan pangan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan (Effendi 2009).

Metode pengeringan bahan pangan yaitu energi panas diberikan pada bahan pangan dan air dalam bahan pangan dikeluarkan, sehingga dua fenomena tersebut berkaitan dengan proses pindah panas ke dalam dan pindah massa keluar. Beberapa parameter pengeringan bahan pangan yang berpengaruh terhadap laju pengeringan yaitu luas permukaan, suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara (Muchtadi 2008). Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan pangan selama pengeringan, yaitu air bergerak melalui tekanan kapiler, penarikan air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan di setiap bagian bahan pangan, penarikan air ke permukaan bahan pangan yang disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-lapisan permukaan komponen padatan dari bahan, serta perpindahan air dari bahan ke udara yang disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.

31 Beberapa fenomena yang terjadi pada pengeringan bahan pangan, antara lain: shrinkage berkaitan dengan perubahan dimensi dan bentuk potongan bahan; densitas kamba berkaitan dengan keretakan dan rongga dalam potongan bahan; browning berkaitan dengan perubahan warna, flavor dan kapasitas dehidrasi; migrasi zat larut dan kehilangan zat yang mudah menguap berkaitan dengan aliran dan kemampuan dinding sel jaringan bahan pangan; serta case hardening yang merupakan suatu bagian dari hasil pengeringan bahan pangan yang tidak merata, karena kondisi bahan pangan yang tidak konstan (Hubeis 2007) atau suatu kondisi dimana bagian permukaan luar bahan pangan telah kering, sedangkan di bagian dalamnya belum kering (Rachmawan 2001). Umumnya, bahan pangan yang dikeringkan memiliki nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya, karena selama pengeringan dapat mengakibatkan perubahan warna, tekstur, aroma, (Muchtadi 2008), bentuk, sifat-sifat fisik dan kimiawinya (Wirakartakusumah et al. 1989), dan lain-lain.

Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak kualitas bahan pangan, karena permukaan bahan pangan menjadi cepat kering dan sulit mengimbangi kecepatan gerakan air bahan pangan menuju permukaan bahan pangan, sehingga mengakibatkan pengerasan pada permukaan bahan pangan. Selain itu, air dalam bahan pangan menjadi terhambat dan tidak dapat menguap lagi. Berdasarkan pertimbangan standar gizi, pemanasan bahan pangan yang dianjurkan yaitu tidak lebih dari 85oC (Suharto 1991 diacu dalam Setyoko et al. 2012). Laju pengeringan termasuk suatu penentuan waktu pengeringan dan perkiraan untuk mengetahui ukuran alat yang digunakan untuk pengeringan bahan pangan (Effendi 2009).

Uji Mutu Irisan Tempe

Kadar air rata-rata tempe kering adalah 8%, sehingga dapat digunakan untuk konsumsi, dimana kadar air irisan tempe kering yang aman dikonsumsi berkisar antara 10-12% (Codex Alimentarius Abridged,1989).

Kadar Air

Penurunan kadar air merupakan berkurangnya kandungan air yang terdapat pada irisan tempe dan penyusutan bobot irisan tempe selama proses pengeringan berlangsung. Selama pengeringan, kandungan air irisan tempe mengalami penguapan karena pengaruh udara panas dehidrator. Kandungan air yang menguap dari irisan tempe dikeluarkan oleh aliran udara panas melalui cerobong dan tepatnya pada bagian penutup Sunbeam Food Dehydrator yang berada di atas tray I. Penurunan kadar air diperoleh dari pengukuran susut bobot selama pengeringan pada selang waktu tertentu. Untuk melihat perbedaan presentase standar deviasi kadar air produk antar tray dapat dilihat pada tabel 6 berikut. Pada subbab berikutnya akan dibahas mengenai penurunan kadar air pada tiap suhunya.

32

Tabel 6. Standar deviasi kadar air (%bb) antar tray Suhu dehidrator

(oC)

Penambahan

bumbu (%) Antar tray

35 0 4.07 5 3.72 10 5.85 55 0 1.64 5 1.74 10 3.14 75 0 2.43 5 3.27 10 3.20

Penurunan Kadar Air pada Suhu 35C

Gambar 27. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

Gambar 28. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

33

Gambar 29. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 35oC untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

Berdasarkan grafik kadar air yang ditampilkan pada Gambar 27 sampai Gambar 29 bahwa pada suhu 35oC kadar air menurun seiring dengan adanya penambahan konsentrasi bumbu yang diberikan pada tempe. Pada Gambar 27, terlihat bahwa kadar air tempe awal basis basah berada pada kisaran 68% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 35C yang terjadi selama 1020 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 8.1% saja. Sedangkan pada Gambar 37, dengan adanya penambahan bumbu sebesar 5% meningkatkan kadar air awal basis basah berada pada kisaran 70 - 75% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 35C yang terjadi selama 1020 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 8.6% saja. Dan terakhir pada Gambar 38 terlihat adanya penurunan basis basah dari kadar air awal 70 – 75% hingga menjadi 9.2% pada suhu 75C. Nilai kadar air tersebut, masih dalam batas kewajaran kadar air, karena berdasarkan Codex Alimentarius Abridged 1989 bahwa kadar air maksimum produk kering adalah 12%, sehingga kadar air pada kondisi penambahan konsentrasi bumbu 0%, 5%, dan 10% ini masih aman untuk dikonsumsi.

Penurunan Kadar Air pada Suhu 55C

Gambar 30. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 55oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

34

Gambar 31. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 55 oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

Gambar 32. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 55oC untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

Berdasarkan grafik kadar air yang ditampilkan pada Gambar 30 sampai Gambar 32 bahwa pada suhu 55oC kadar air menurun seiring dengan adanya penambahan konsentrasi bumbu yang diberikan pada tempe. Pada Gambar 30, terlihat bahwa kadar air tempe awal basis basah berada pada kisaran 60% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 55C yang terjadi selama 540 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 6.85%. Sedangkan pada Gambar 31, dengan adanya penambahan bumbu sebesar 5% meningkatkan kadar air awal basis basah berada pada kisaran 60 - 65% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 55C yang terjadi selama 540 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 7.8% saja. Dan terakhir pada Gambar 32 terlihat adanya penurunan basis basah dari kadar air awal 65 – 70% hingga menjadi 8.2% pada suhu 75C. Nilai kadar air tersebut, masih dalam batas kewajaran kadar air, karena berdasarkan Codex Alimentarius Abridged 1989 bahwa kadar air maksimum produk kering adalah 12%, sehingga kadar air pada kondisi penambahan konsentrasi bumbu 0%, 5%, dan 10% ini masih aman untuk dikonsumsi.

35 Penurunan Kadar Air pada Suhu 75C

Gambar 33. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 0% penambahan bumbu

Gambar 34. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 5% penambahan bumbu

Gambar 35. Grafik penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan tempe pada suhu 75oC untuk perlakuan 10% penambahan bumbu

Berdasarkan grafik kadar air yang ditampilkan pada Gambar 33 sampai Gambar 35 bahwa pada suhu 75oC kadar air menurun seiring dengan adanya penambahan konsentrasi bumbu yang diberikan pada tempe. Pada Gambar 33, terlihat bahwa kadar air tempe awal basis basah berada pada kisaran 60-63% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 75C yang terjadi

36

selama 480 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 4.93%. Sedangkan pada Gambar 34, dengan adanya penambahan bumbu sebesar 5% meningkatkan kadar air awal basis basah berada pada kisaran 60 - 70% pada setiap rak penampung (tray). Dengan pengeringan pada suhu 75C yang terjadi selama 480 menit dapat menurunkan kadar air basis basah menjadi kisaran 5.47% saja. Dan terakhir pada Gambar 35 terlihat adanya penurunan basis basah dari kadar air awal 65 – 70% hingga menjadi 5.76% pada suhu 75C. Nilai kadar air tersebut, masih dalam batas kewajaran kadar air, karena berdasarkan Codex Alimentarius Abridged 1989 bahwa kadar air maksimum produk kering adalah 12%, sehingga kadar air pada kondisi penambahan konsentrasi bumbu 0%, 5%, dan 10% ini masih aman untuk dikonsumsi.

Kadar Protein

Kandungan mutu yang paling penting pada irisan tempe yaitu kadar protein. Hasil pengeringan irisan tempe pada penambahan bumbu 0%, 5% dan 10 % pada suhu 35oC, 55oC maupun 75oC tidak mempengaruhi kadar protein, karena hasil yang diperoleh mendekati kisaran lebih dari 45 %. Berdasarkan pada standardisasi pada SNI 01-2602-1992 kadar protein yang dimiliki oleh tempe kering minimum 20% Pada Tabel 7 menunjukan hasil pengujian kadar protein pada masing – masing perlakuan

Tabel 7. Hasil pengujian kadar protein irisan tempe kering Perlakuan Suhu (oC) Perlakuan Bumbu (%) Kadar Protein(%) Ulangan I Ulangan II 35 0 47.63 47.53 5 46.62 46.58 10 46.40 46.40 55 0 46.31 46.35 5 46.22 46.22 10 46.40 46.65 75 0 46.75 46.83 5 46.58 46.49 10 45.37 45.31

Sumber : Laboratorium Biokimia Pangan dan gizi, dept. Ilmu dan Teknologi Pangan IPB

37 Uji Organoleptik

Analisis organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis dengan latar belakang masyrakat di Desa Prapatan Kayumanis, Bogor. Analisis organoleptik yang dilakukan adalah irisan tempe berbumbu yang telah diberi perlakuan bumbu dan

Dokumen terkait