Karakteristik Contoh
Karakteristik contoh yang dianalisis meliputi umur, pendidikan, jenis pekerjaan, paritas, usia kehamilan dan paparan media. Berikut disajikan data karakteristik keluarga contoh.
9 Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Karakteristik Contoh
Kota Kabupaten Jumlah
N % n % n % Usia <20 tahun 3 6.0 6 12.0 9 9.0 20-35 tahun 42 84.0 42 84.0 84 84.0 >35 tahun 5 10.0 2 4.0 7 7.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 Rata-rata±SD 28.6±5.5 26.1±5.7 27.4±5.7 Pendidikan SD 10 20.0 17 34.0 27 27.0 SMP 7 14.0 19 38.0 26 26.0 SMA 22 44.0 12 24.0 34 34.0 Perguruan tinggi 11 22.0 2 4.0 13 13.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 Jenis Pekerjaan Karyawan Swasta 5 10.0 0 0 5 5.0 Buruh 1 2.0 0 0 1 1.0 Wirausaha 3 6.0 1 2.0 4 4.0 PNS 1 2.0 0 0 1 1.0 Tidak Bekerja 40 80.0 49 98.0 89 89.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 Paritas <1x 21 42.0 24 48.0 45 45.0 1-2x 28 56.0 22 44.0 50 50.0 >2x 1 2.0 4 8.0 5 5.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 Usia Kehamilan Trimester I 8 16.0 15 30.0 23 23.0 Trimester II 25 50.0 29 58.0 54 54.0 Trimester III 17 34.0 6 12.0 23 23.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100 Paparan media TV 50 100.0 48 96.0 98 98.0 Handphone (Online) 24 48.0 12 24.0 36 36.0 Media cetak 27 54.0 5 10.0 32 32.0
Usia berkaitan erat kematangan berfikir seseorang yang berpengaruh dalam pengambilan suatu keputusan untuk menentukan jenis aktifitas yang paling tepat. Seseorang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan seseorang yang berusia lebih tua, hal ini dikarenakan masih baiknya kesehatan dan kondisi fisik pada orang yang berusia lebih muda (Khomsan et al 2009). Sebagian besar usia contoh termasuk ke dalam usia 20-35 tahun, dengan persentase contoh yang usianya < 20 tahun lebih tinggi pada contoh di kabupaten. Namun untuk persentase kategori usia >35 tahun lebih tinggi di kota. Rata-rata usia untuk contoh di kota 28.6±5.5 tahun dan 26.1±5.7 tahun untuk contoh di kabupaten.
Sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan dalam kategori SMP dan SMA. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan diduga dipengaruhi oleh lokasi geografis dan kondisi ekonomi keluarga. Orang yang tinggal di daerah kabupaten akan memiliki akses terbatas terhadap berbagai fasilitas pendidikan. Hal ini
10
terlihat bahwa contoh yang di kota memiliki kecenderungan tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada contoh yang di kabupaten. Diketahui bahwa contoh yang di kota berpendidikan SMA lebih banyak bila dibandingkan dengan kabupaten. Selain itu, juga terdapat 22.0% contoh di kota berpendidikan hingga perguruan tinggi, dan hanya terdapat 4.0% untuk contoh di kabupaten. Ulfa (2006) mengatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu berbanding lurus dengan tingkat pengetahuannya, sebab semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan sejalan dengan peningkatan wawasan berfikirnya yang akan menyebabkan lebih banyak informasi yang diserap.
Sebagian besar contoh diketahui tidak bekerja dengan persentase di kota lebih besar dibanding kabupaten. Sebanyak 2.0% contoh di kota bekerja sebagai buruh dan PNS dan hanya 2.0% contoh di kabupaten bekerja sebagai wirausaha. Khomsan et al (2006) berpendapat bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima, karena itu menjadi salah satu faktor penentu kualitas dan kuantitas makanan dan kesehatan. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga memungkinkan pengalokasian waktu yang lebih besar untuk memperhatikan konsumsi, kesehatan diri dan keluarga.
Persentase terbesar contoh termasuk ke dalam kategori paritas pada rentang 1-2 kali, contoh yang memiliki paritas 1-2 kali lebih banyak di kota daripada contoh di kabupaten. Sebagian kecil termasuk ke dalam kategori paritas >2 kali. Budiman (2014) mengatakan bahwa paritas merupakan faktor penting yang berkaitan dengan pengalaman. Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi, hal tersebut akan memberikan arah pencarian yang dapat dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain yang bisa mempengaruhi prilaku.
Kategori usia kehamilan dibagi berdasarkan atas tiga kelompok besar, yaitu Trimester I untuk contoh dengan usia kehamilan 0-12 minggu, Trimester II untuk contoh dengan usia kehamilan 13-24 minggu dan Trimester III untuk contoh dengan usia kehamilan 25-37 minggu. Sebagian besar contoh mempunyai usia kehamilan yang tergolong Trimester ke-II. Usia kehamilan contoh yang paling sedikit untuk wilayah kota ada pada kategori usia kehamilan Trimester I, dan Trimester III untuk wilayah kabupaten.
Secara umum, contoh yang berasal dari daerah kota lebih banyak yang terpapar media bila dibandingkan dengan contoh yang berasal dari wilayah kabupaten. Contoh yang berasal dari daerah kota sebagian besar sudah terpapar media televisi dan persentase terkecil ada pada media Handphone dengan fitur internet yang bisa diakses sepanjang waktu, sedangkan persentase contoh yang paling sedikit pada daerah di kabupaten terdapat pada media cetak.
Berdasarkan penelitian terdapat gambaran bahwa contoh yang mempunyai media elektronik TV di rumah lebih sering mengakses berita umum baik itu yang berkenaan dengan ekonomi ataupun politik, dan juga infotainment serta sinetron televisi. Contoh yang tersedia media Handphone yang di dukung dengan fitur internet, akses yang sering dilakukan lebih kepada media sosial seperti Facebook. Pemanfaatan internet untuk browsing bacaan-bacaan yang berkenaan dengan kesehatan selama kehamilan jarang dilakukan. Paparan contoh yang berkenaan dengan program spesifik umumnya lebih kepada media cetak yang memuat tulisan-tulisan yang terkait di dalamnya, seperti buku KIA, tabloid ataupun koran,
11 termasuk juga pamflet, poster ataupun brosur yang biasa terpajang di Puskesmas/Posyandu dan di jalan-jalan.
Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga yang dianalisis meliputi besar keluarga, pendapatan per kapita, dan pendidikan orang tua. Data mengenai sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga contoh Karakteristik Keluarga Kota Kabupaten Jumlah
n % n % n %
Besar Keluarga
Besar (>4 orang) 7 14.0 9 18.0 16 16.0
Kecil (≤4 orang) 43 86.0 41 82.0 84 84.0
Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Tingkat Pendidikan suami
SD 2 4.0 16 32.0 18 18.0 SMP 10 20.0 17 34.0 27 27.0 SMA 29 58.0 14 28.0 43 43.0 Perguruan tinggi 9 18.0 3 6.0 12 12.0
Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0
Jenis Pekerjaan suami
Karyawan Swasta 33 66.0 11 22.0 44 44.0 Wirausaha 5 10.0 17 34.0 22 22.0 PNS 0 0.0 2 4.0 2 2.0 Buruh 12 24.0 20 40.0 32 32.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 Pendapatan perkapita (Rp) <500 000 5 10.0 19 38.0 24 24.0 500 000- 1 000 000 28 56.0 29 58.0 57 57.0 >1 500 000 17 34.0 2 4.0 19 19.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 x±SD(Rp/Kap/bulan) 1 020 911 ± 636 165 616 376 ±293 703 818 643 ±533 226 Ukuran rumah tangga adalah jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah dan menggunakan sumber daya yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Secara keseluruhan, sebagian besar subjek termasuk dalam kategori keluarga kecil. Terdapat 14.0% contoh di kota dan 18.0% contoh di kabupaten yang termasuk dalam kategori keluarga besar.
Proporsi terbesar tingkat pendidikan suami contoh berpendidikan menengah (SMP dan SMA). Pendidikan suami contoh di kota cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan di kabupaten, terlihat dengan suami contoh yang tamat SMA lebih banyak di kota daripada di kabupaten. Bahkan sebanyak 18.0% contoh di kota berpendidikan hingga perguruan tinggi, dan hanya sekitar 6.0% untuk contoh di kabupaten. Seperti yang dikatakan oleh Khomsan (2009) bahwa ketidakmerataan tingkat kesejahteraan ditimbulkan dengan adanya ketimpangan yang cukup tinggi terjadi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini
12
memberikan indikasi bahwa sebenarnya manfaat hasil pembangunan yang diterima oleh rumah tangga pedesaan tidak memadai dibanding dengan perkotaan, pada akhirnya hanya akan memberi efek pada peningkatan produktifitas rumah tangga yang salah satunya melalui pengeluaran untuk pendidikan.
Salah satu sumber pendapatan dalam keluarga tergantung pada jenis pekerjaan. Pekerjaan ini sendiri memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan dan akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, secara otomatis pendapatan keluarga tersebut setiap bulan akan relatif terjamin (Khomsan 2009). Jenis pekerjaan suami contoh tersebar dalam 4 kategori diantaranya karyawan swasta, wirausaha, PNS dan buruh. Sebagian besar suami contoh bekerja sebagai karyawan swasta, sisanya tersebar sebagai wirausaha, PNS dan buruh. Mayoritas suami contoh di kota bekerja sebagai karyawan swasta, sedangkan suami contoh di kabupaten umumnya bekerja sebagai buruh. Persentase terkecil suami contoh yang tinggal di kota bekerja sebagai wirausaha (10.0%), sedangkan suami contoh yang tinggal di kabupaten bekerja sebagai PNS (4.0%).
Menurut Badan Pusat Statistik (2014), garis kemiskinan di Provinsi Jawa Barat ditetapkan sebesar Rp 291 474/kap/bulan. Apabila dibandingkan, rata-rata pendapatan perkapita perbulan di kota dan di kabupaten Bogor masih berada di atas garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2014. Lebih dari separuh keluarga contoh memiliki pendapatan perkapita perbulan yang ada pada rentang Rp.500 000 - Rp.1 000 000 dengan rata-rata Rp. 818 643±533 226. Terdapat 34.0% contoh di kota dan hanya 4.0% contoh di kabupaten yang memiliki kategori pendapatan perkapita >1 500 000.
Status gizi
Sebagian besar contoh memiliki Lingkar Lengan Atas yang dikategorikan normal dengan persentase terbesar ada pada contoh di kota, hanya terdapat 16.0% contoh yang diketahui KEK untuk contoh yang di kota dan sebanyak 28.0% untuk contoh di kabupaten. Data mengenai sebaran contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status gizi Kota Kabupaten Jumlah
N % n % n %
Lingkar lengan atas
KEK (<23.5 cm) 8 16.0 14 28.0 22 22.0 Normal (≥23.5 cm) 42 84.0 36 72.0 78 78.0 Jumlah 50 100.0 50 100.0 100 100.0 x±SD 26.2±3.3 25.3±3.0 25.7±3.1 Kadar hemoglobin Anemia (<11 g/dL) 17 34.0 0 0 0 0 Normal (≥11 g/dL) 33 66.0 0 0 0 0 Jumlah 50 00.0 0 0 50 100.0 x±SD(%) 11.9±1.4 11.9±1.4
13 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar contoh yang berasal dari wilayah kota sudah memiliki status haemoglobin normal, hanya 34.% contoh yang menderita anemia. Sementara untuk data kadar Haemoglobin untuk contoh yang berada di kabupaten tidak diketahui dikarenakan ketiadaan data sekunder yang bisa di analisis. Di wilayah kabupaten belum secara rutin dilakukannya pemeriksaan kadar Haemoglobin karena keterbatasan alat/reagen maupun tenaga medis di lapangan.
Pengetahuan Program Spesifik1000 HPK
Pengetahuan program spesifik 1000 HPK dbagi berdasarkan pengetahuan contoh terkait penanganan pada masa kehamilan yang diajukan sebanyak 22 pertanyaan yang dikumpulkan dengan metode wawancara. Pertanyan-pertanyaan program-program spesifik yang terkait dengan kehamilan ini diantaranya meliputi pemberian Tablet Tambah Darah dan pemeriksaan kehamilan, KIE gizi bagi ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan yang diberikan kepada ibu hamil KEK, KIE penanggulangan dan pengobatan kecacingan pada ibu hamil, promosi pemberian suplementasi Kalsium, konseling menyusui serta penanganan pada kelompok baduta meliputi Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif, promosi Pemberian MP-ASI pada anak, KIE gizi pada anak, suplementasi Zink untuk anak yang mengalami Diare, suplementasi Vitamin A pada balita 6-23 bulan, KIE penggunaan garam beryodium, PMT Pemulihan pada balita gizi kurang, KIE Pengobatan dan Penanggulangan kecacingan pada anak, pemantauan pertumbuhan anak, imunisasi pada baduta.
Tabel 5 dibawah ini menampilkan topik pertanyaan pengetahuan contoh terkait program selama masa kehamilan yang mampu dijawab dengan benar, sebagai berikut:
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan program spesifik terkait kehamilan
Topik No Pertanyaan Kota Kabupaten Jumlah
n % n % n % Tablet tambah darah dan pemeriksaan kehamilan 1.1 Tahu 50 100.0 40 80.0 90 90.0
1.2 Zat gizi pada TTD 31 62.0 2 4.0 33 33.0 1.3 Jumlah minimum konsumsi TTD 33 66.0 2 4.0 35 35.0 1.4 Kali minimal pemeriksaan kehamilan 38 76.0 11 22.0 48 48.0 KIE gizi ibu
hamil
2.1 Tahu 11 22.0 38 76.0 49 49.0
2.2 Makanan dengan zat besi tinggi dan tinggi protein
8 16.0 9 18.0 17 17.0 2.3 Cara agar gizi ibu hamil
tercukupi
7 14.0 3 6.0 10 10.0 2.4 Komposisi makanan yang
dianjurkan
14
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan program spesifik terkait kehamilan (lanjutan)
Topik No Pertanyaan Kota Kabupaten Jumlah
N % n % N %
PMT-P ibu hamil KEK
3.1 Tahu 29 58.0 30 60.0 59 59.0
3.2 Jangka PMT-P 3 6.0 0 0.0 3 3.0
3.3 Tujuan PMT-P bagi ibu hamil 21 42.0 2 4.0 23 23.0 KIE penanggu-langan kecacingan ibu hamil 4.1 Tahu 5 10.0 8 16.0 13 13.0 4.2 Dampak kecacingan 3 6.0 0 0.0 3 3.0 4.3 Cara mencegah kecacingan 4 8.0 4 8.0 8 8.0 Promosi pemberian suplemen Kalsium 5.1 Tahu 39 78.0 15 30.0 54 54.0 5.2 Manfaat suplementasi Kalsium 13 26.0 1 2.0 14 14.0 5.3 Sumber utama kalsium
dari makan
31 62.0 6 12.0 37 37.0 Konseling
Menyusui
6.1 Tahu 36 72.0 41 82.0 77 77.0
6.2 Cara menyusi yang baik 32 64.0 9 18.0 41 41.0 6.3 Posisi menyusui 34 68.0 21 42.0 55 55.0 6.4 Tujuan menyendawakan
bayi
32 64.0 31 62.0 63 63.0
Berdasarkan tabel diatas, pada topik pemberian Tablet Tambah Darah dan pemeriksaan kehamilan, dapat dilihat bahwa hampir semua contoh mengetahui tentang anjuran ini, namun masih kurang dari separuh contoh yang mampu menjawab dengan benar sub-pertanyaan.
Pemberian tablet besi kepada ibu hamil di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan melibatkan lintas sektor dan lintas program seperti melalui pengintegrasian ke dalam pelayanan antenatal care (ANC) oleh bidan terhadap ibu hamil. Pelayanan ini secara rutin telah dilaksanakan oleh puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit umum (RSU), dan klinik-klinik swasta, yaitu dengan cara memberikan tablet tambah darah yang berisi 60 mg ferro dan 0,25 mg asam folat kepada setiap ibu hamil minimal 90 tablet selama hamil (Subarda et al 2011). Berdasarkan data profil kesehatan provinsi Jawa Barat pada tahun 2013, cakupan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil dengan mendapatkan 90 tablet Besi (Fe3) untuk wilayah provinsi Jawa Barat sendiri sudah sebesar 90,32%, angka ini sudah mencapai target nasional (90%).
Topik KIE gizi bagi ibu hamil, hampir separuh contoh sudah tahu tentang program ini. Salah satu kegiatannya adalah penyuluhan-penyuluhan yang rutin dilakukan oleh tenaga kesehatan di tingkat Posyandu ataupun Puskesmas. Namun hanya sedikit contoh yang mampu menjawab dengan benar, rendahnya kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan mengenai gizi diduga karena pertanyaan tersebut cukup sulit, dan terbatasnya informasi tentang gizi yang di dapat oleh ibu.
Kekurangan zat gizi yang terjadi pada kelompok usia balita gizi kurang dan ibu hamil KEK bisa diatasi melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan pengganti makanan utama sehari-hari guna memenuhi kebutuhan gizi balita dan ibu hamil
15 sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran (Depkes RI 2012).
Mayoritas contoh yang berasal dari kota ataupun kabupaten sudah tahu/mendengar tentang pemberian PMT-Pemulihan ini, namun tidak banyak contoh yang tahu tentang tujuan dan jangka PMT-P, hanya contoh di kota yang mampu menjawab dengan benar. Rendahnya pengetahuan contoh tentang program PMT-Pemulihan ini diduga harena informasi mengenai kegiatan PMT-Pemulihan yang diperuntukan bagi ibu hamil KEK diduga juga terbatas pada ibu hamil yang diketahui KEK dan yang pernah mendapat bantuan PMT-Pemulihan dari Puskesmas.
Hanya sebagian kecil contoh yang tahu dan mampu menjawab sub-pertanyaan terkait topik KIE penanggulangan dan pengobatan kecacingan pada ibu hamil, hal ini di duga karena masih terbatasnya sosialisasi dan promosi kesehatan mengenai kejadian kecacingan yang bisa terjadi selama kehamilan. Mulasari et al (2013) menyebutkan bahwa tinggi rendahnya angka infeksi kecacingan berhubungan erat dengan sanitasi lingkungan dan pencemaran tanah, hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan pemberantasan infeksi kecacingan belum maksimal. Belum maksimalnya upaya ini dikarenakan penyakit tersebut kurang mendapat perhatian oleh petugas kesehatan, sebab dampak yang diakibatkan tidak terlihat secara langsung.
Topik promosi pemberian suplementasi Kalsium, sebagian besar contoh yang berasal dari kota umumnya sudah mengetahui tentang anjuran ini. Mayoritas contoh juga belum bisa menjawab pertanyaan manfaat suplementasi Kalsium. Kegiatan yang terkait dengan Program ini di tingkat Puskesmas hanya terbatas pada promosi saja, sebab belum ada pemetaan kegiatan untuk pemberian suplementasi secara menyeluruh yang diperuntukan bagi ibu hamil. Hasil penelitian Permaesih et al (1999) menyebutkan bahwa pemberian kalsium dalam makanan pada ibu hamil tidak memberi pengaruh yang nyata pada tekanan darah selama kehamilan. Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan bagi ibu hamil baru tercukupi setelah mengkonsumsi suplemen kalsium.
Konseling menyusui juga merupakan salah satu program spesifik pada masa kehamilan lainnya, baik itu contoh yang berasal dari kota ataupun kabupaten umumnya sudah tahu/pernah mendengar tentang program ini, mayoritas contoh juga sudah mampu menjawab sub-pertanyaan dengan benar. Konseling menyusui penting dilakukan untuk menambah pengetahuan ibu tentang pemberian laktasi yang baik pada anak, dan meningkatkan akses ibu, keluarga dan masyarakat terhadap informasi tentang pemberian ASI dan MP-ASI yang tepat. Materi yang disampaikan dalam konseling menyusui meliputi definisi dan manfaat IMD, perawatan payudara, posisi menyusui dan pelekatan bayi, ketidakcukupan ASI, manfaat memerah ASI, cara memerah ASI, penyimpanan dan cara penyajian ASI perah, bahaya susu formula (Depkes 2007).
Ambarwati et al (2012) dalam hasil penelitian mendapati bahwa ada perubahan tingkat pengetahuan responden setelah mendapat konseling laktasi yang intensif. Peningkatan pengetahuan disebabkan karena adanya perlakuan pendidikan gizi, hal ini memotivasi ibu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai definisi dan manfaat inisiasi menyusu dini, perawatan payudara, posisi menyusui dan pelekatan bayi, ketidakcukupan ASI, manfaat memerah ASI, cara memerah ASI, penyimpanan dan cara penyajian ASI perah, bahaya susu formula.
16
Secara keseluruhan, pertanyaan yang sedikit dianggap mudah oleh contoh dan sebagian besar dengan jawaban yang benar adalah terkait dengan program pemberian Tablet Tambah Darah dan Pemeriksaan Kehamilan, PMT-Pemulihan ibu hamil KEK, promosi pemberian suplemen kalsium dan konseling menyusui.
Sedangkan topik yang sebagian contoh menjawab kurang (<60%) salah satunya adalah program KIE gizi bagi ibu hamil, hampir sebagian besar contoh sudah mengenal program ini dengan baik karena adanya kampanye kesehatan yang lebih berfokus pada kesehatan ibu dan anak. Namun demikian, contoh belum sepenuhnya paham tentang gizi yang baik selama kehamilan. Ini bisa disebabkan karena sosialiasi dan penyuluhan yang kurang intensif oleh tenaga kesehatan.
Pertanyaan yang sebagian besar contoh menjawab kurang (<60%) lainnya adalah yang berkaitan dengan program KIE penanggulangan dan pengobatan kecacingan pada ibu hamil. Selain karena kebanyakan contoh belum terpapar dengan informasi yang berkaitan dengan kecacingan pada ibu hamil, informasi tentang kegiatan ini lebih terbatas pada pasien yang memang didiagnosa mengalami kecacingan yang berobat di Puskesmas/Rumah Sakit/Klinik.
Marleta et al (2005) menyebutkan bahwa upaya pemberantasan kecacingan lebih rendah bila dibandingkan dengan penyakit lain seperti DBD, malaria, TB-paru, dsb. Hal ini karena penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian dan dirasa lebih mengkhawatirkan. Sebaliknya, tingginya angka kesakitan kecacingan tidak disadari karena gejala sepintas yang tidak terlihat.
Tabel 6 dibawah ini menyajikan tentang sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan program spesifik terkait perawatan baduta, sebagai berikut:
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan program spesifik terkait perawatan baduta
Topik
No Pertanyaan Kota Kabupaten Jumlah
N % n % n %
Inisiasi menyusui dini
1.1 Tahu 30 60.0 33 66.0 63 63.0
1.2 Apa itu IMD 27 54.0 24 48.0 51 51.0 1.3 Manfaat IMD bagi ibu 19 38.0 11 22.0 30 30.0 1.4 Manfaat IMD bagi bayi 26 52.0 8 16.0 34 34.0 ASI
eksklusif
2.1 Tahu 46 92.0 44 88.0 90 90.0
2.2 Apa itu ASI eksklusif 23 46.0 28 56.0 51 51.0 2.3 Keunggulan ASI 43 86.0 22 44.0 65 65.0 2.4 Manfaat kolostrum 31 62.0 11 22.0 42 42.0 Promosi pemberian MP-ASI 3.1 Tahu 48 96.0 48 96.0 96 96.0
3.2 Usia pemberian MP-ASI 37 74.0 42 84.0 79 79.0 3.3 Usia pemberian MP-ASI
makanan kelurga 41 82.0 25 50.0 66 66.0 3.4 Komposisi MP-ASI 39 78.0 26 52.0 65 65.0 KIE Gizi pada Anak 4.1 Tahu 31 42.0 42 84.0 63 63.0 4.2 Sumber vitamin A 11 22.0 24 48.0 35 35.0 4.3 Zat gizi untuk
pertumbuhan
11 22.0 15 30.0 26 26.0 4.4 Penyebab anak kurang
gizi
17 Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan program spesifik terkait perawatan baduta (lanjutan)
Topik
No Pertanyaan Kota Kabupaten Jumlah
n % n % n % Suplementasi Zink anak yang diare 5.1 Tahu 9 18.0 12 24.0 21 21.0 5.2 Manfaat suplementasi Zink 9 18.0 1 2.0 10 10.0 5.3 Lama pemberian suplementasi Zink 5 10.0 0 0.0 5 5.0 5.1 Tahu/tidak 9 18.0 12 24.0 21 21.0 Suplementasi kapsul vitamin A 6.1 Tahu 39 78.0 36 72.0 75 75.0
6.2 Pemberian kapsul vitamin A biru
16 32.0 7 14.0 23 23.0 6.3 Bulan pemberian kapsul
vitamin A 19 38.0 18 36.0 37 37.0 6.4 Fungsi vitamin A 31 62.0 30 60.0 61 61.0 KIE garam beryodium 7.1 Tahu 45 90.0 46 92.0 91 91.0
7.2 Apa itu garam beryodium 33 66.0 2 4.0 35 35.0 7.3 Fungsi yodium 38 76.0 20 40.0 58 58.0 PMT-P balita
gizi kurang
8.1 Tahu 25 50.0 26 52.0 51 51.0
8.2 Lama pemberian PMT-P 4 8.0 0 0.0 4 4.0 8.3 Tujuan PMT-P balita gizi
kurang 20 40.0 2 4.0 22 22.0. KIE penanggula-ngan kecaci-ngan anak 9.1 Tahu 37 74.0 36 72.0 73 73.0 9.2 Dampak kecacingan 36 72.0 14 28.0 50 50.0 Pemantauan pertumbuhan anak 10.1 Tahu 48 96.0 50 100.0 98 98.0 10.2 Cara memantau pertumbuhan anak 43 86.0 45 90.0 88 88.0 10.3 Manfaat penimbangan balita 34 68.0 40 80.0 74 74.0 10.4 Tempat Penimbangan balita 45 90.0 48 96.0 93 93.0 Imunisasi anak usia 0-23 bulan 11.1 Tahu 41 82.0 46 92.0 87 87.0
11.2 Usia pemberian imunisasi Hepatitis B
6 12.0 11 22.0 17 17.0 11.3 Manfaat imunisasi 33 66.0 15 30.0 48 48.0 11.4 Imunisasi DPT 7 14.0 3 6.0 10 10.0 Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Sedangkan bagi ibu, menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum). Lebih dari separuh contoh umumnya sudah tahu/pernah mendengar tentang kegiatan ini baik itu contoh. Kurang dari separuh contoh yang bisa menjawab sub-pertanyaan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, capaian ibu yang langsung menyusui bayinya pasca melahirkan dalam waktu kurang 24 jam di Provinsi Jawa Barat baru mencapai 35.7%.
18
Menurut Kemenkes RI (2014), salah satu yang menjadi penyebab masih kurangnya cakupan IMD ada kaitannya dengan dukungan tenaga kesehatan pada saat penanganan pasca persalinan di sarana pelayanan kesehatan tertentu, terutama rumah sakit swasta atau klinik bersalin, berikut dengan terbatasnya edukasi ke masyarakat terkait pentingnya melakukan IMD pasca persalinan serta belum maksimalnya dukungan gerakan 10 LMKM (Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui) dari berbagai instansi ataupun stakeholder terkait.
Program spesifik lainnya pada kelompok baduta adalah ASI Eksklusif. ASI eksklusif dan lanjutan bagi kesehatan bayi dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi selama tiga bulan pertama kehidupan serta tidak mempengaruhi pola pertumbuhan normal selama tahun pertama kehidupan (Colchero 2015). Disimpulkan bahwa contoh yang mampu menjawab dengan benar pertanyaan lebih banyak pada contoh yang berasal dari kota dibandingkan kabupaten. Secara umum, contoh yang berasal dari kota maupun kabupaten sudah tahu/pernah mendengar tentang program ASI Eksklusif. Lebih dari separuh contoh sudah mampu menjawab dengan benar sub-pertanyaan terkait topik. Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) didapat bahwa capaian bayi dengan ASI eksklusif di Provinsi Jawa Barat sendiri baru mencapai angka 33.65%.
Noer et al (2011) menyatakan bahwa praktik ASI eksklusif di wilayah perkotaan dan pinggiran perkotaan masih rendah berkisar 20-30%, hal ini disebabkan oleh pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif masih kurang dan motivasi menyusui yang rendah. Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif menurut Kemenkes RI (2014) diantaranya adanya pemasaran susu formula yang masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada masalah medis, masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif, dan masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI.
Promosi pemberian MP-ASI pada anak, mayoritas contoh sudah tahu/pernah mendengar tentang kegiatan ini. Contoh sudah mampu menjawab dengan benar pertanyaan terkait usia pemberian MP-ASI dan komposisinya. Hal ini diduga karena penekanan promosi kesehatan yang terkait dengan MP-ASI baik itu oleh