• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kondisi Fisik

Koridor Halimun Salak (KHS) adalah area memanjang yang menghubungkan kawasan Gunung Halimun dengan Kawasan Gunung Salak. Berdasarkan klasifikasi Scmidt dan Ferguson, iklim di KHS termasuk tipe iklim B. Kawasan KHS terbagi menjadi dua wilayah curah hujan tahunan rata-rata, yaitu sedang (4000-4500 mm/tahun) yang terdapat di koridor bagian selatan, dan tinggi (4500-5000 mm/tahun) di koridor bagian utara (BTNGHS 2009). KHS merupakan hulu dari dua DAS yaitu DAS Cianten dan DAS CitariK. Das Cianten memiliki empat anak sungai yaitu anak sungai Cianten, Cimapag, Cigarehong, dan Cisurupan. Sedangkan DAS Citarik meliputi tujuh anak sungai yaitu Cisalimar, Ciawitali, Cipanas, Cisarua, Cipicung, Ciherang, dan Cipeteuy.

Data BTNGHS (2009) menunjukkan bahwa jenis tanah di kawasan KHS termasuk dalam tipe tanah mediteran yang didominasi oleh latosol coklat kemerahan serta latosol coklat. Peta ASTER GDEM v2 tanggal 17 Oktober 2011 menunjukkan bahwa ketinggian area KHS berkisar antara 728-867 m dpl. Kemiringan lahan di KHS mliputi datar hingga sangat curam. Kelas kemiringan lahan yang dominan adalah 15-25% dengan topografi landai.

Kondisi Biologi

Menurut BTNGHS (2009), jumlah jenis flora yang ditemukan di KHS meliputi 197 marga dan 80 suku. Jenis-jenis pohon yang dijumpai di KHS antara lain puspa (Schima wallichii), kimerak (Weinmannia blumei), pasang (Quercus sp.) serta saninten (Castanopsis sp.). Terbukanya kanopi hutan akibat kerusakan merangsang pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan lantai hutan, antara lain paku andam (Dicranopteris linearis), tepus (Etlingera punicea), dan nampong (Clibadium surinamensis). Jenis-jenis fauna yang dijumpai di KHS antara lain mencakup 14 jenis mamalia dan 66 jenis burung. Jenis primata yang dijumpai antara lain owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung jawa (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Disamping itu dijumpai jenis-jenis burung pemangsa, antara lain elang ular bido (Spilornis cheela), elang hitam (Ichtinaetus malayensis), elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan alap-alap capung (Microchierax fringillarius).

Penggunaan Habitat Berdasarkan Fungsi Cover

Berdasarkan hasil pengamatan, elang ular bido menggunakan tipe penutupan lahan hutan untuk berlindung. Aktivitas berlindung dilakukan dengan cara beristirahat, yaitu diam dengan posisi bertengger pada dahan pohon. Hutan KHS digunakan sebagai tempat beristirahat karena menyediakan tempat bertengger serta naungan berupa vegetasi pohon. Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa pada hutan KHS terdapat enam jenis pohon pada strata A, sepuluh jenis pohon pada strata B dan tujuh jenis pohon pada strata C (Lampiran 2). Seluruh jenis pohon ini berpotensi untuk digunakan oleh elang ular bido. Hal

9 ini didasari oleh hasil penelitian Gokula (2012b) di India serta Ueta dan Minton (1998) di Jepang yang menunjukkan bahwa pohon yang digunakan untuk bertengger oleh elang ular bido berada pada strata A hingga C. Frekuensi penggunaan jenis-jenis pohon dibandingkan dengan ketersediaannya di hutan KHS disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Penggunaan vegetasi untuk beristirahat oleh elang ular bido di KHS Strata Jenis Nama Ilmiah Frekuensi

Penggunaan

Penggunaan Ruang Tajuk

K (ind/ha)

A Pasang Quercus sp. 4 BII -

Ki putri Podocarpus sp. 1 BII -

Puspa Schima wallichii 0 - 36.25

Lame Alstonia scholaris 0 - 1.25

Rasamala Altingia excels 0 - 10.00

Damar Agathis damara 0 - 3.75

Ki hujan Engelhardia spicata 0 - 1.25

Kayu afrika Maesopsis eminii 1 CIII 1.25

B Damar Agathis damara 0 - 10.00

Ki wates Eurya acuminate 0 - 2.50

Jeret Mastixia trichotoma 1 BII 1.25

Kaliandra putih

Calliandra emarginata

0 - 2.50

Kayu afrika Maesopsis eminii 0 - 1.25

Ki hujan Engelhardia spicata 0 - 1.25

Kurai Trema orientalis 0 - 1.25

Puspa Schima wallichii 0 - 5.00

Jirag Symplocos fasciculata

0 - 3.75

Mara Macaranga tanarius 0 - 1.25

C Damar Agathis damara 0 - 13.75

Kenung Helica javanica 0 - 1.25

Ki sampang Melicope latifolia 0 - 1.25

Puspa Schima wallichii 0 - 2.50

Kalapacing Horfieldia glabra 0 - 1.25

Gompong Arthrophyllum diversifolium 0 - 1.25 Kaliandra putih Calliandra emarginata 0 - 17.50

BII = ruang tajuk tengah, pada jarak dua pertiga jari-jari tajuk dari pusat batang CIII = ruang tajuk bawah, pada jarak satu pertiga jari-jari tajuk dari pusat batang - = tidak ditemukan dalam plot pengamatan

Jenis-jenis pohon di hutan KHS yang digunakan untuk beristirahat adalah kayu afrika (Maesopsis eminii), jeret (Mastixia trichotoma), pasang (Quercus sp.) dan ki putri (Podocarpus sp.). Pohon yang digunakan oleh elang ular bido dalam kondisi mati (n=1) dan hidup (n=6). Hal ini sesuai dengan penelitian Gokula (2012b) di India yang menunjukkan bahwa elang ular bido tidak hanya menggunakan pohon dengan kondisi hidup, tetapi juga pohon dalam kondisi mati

10

untuk bertengger. Dua jenis pohon yang digunakan oleh elang ular bido berada di luar petak analisis vegetasi, yaitu pohon pasang (Quercus sp.) dan ki putri (Podocarpus sp.). Pohon-pohon yang digunakan untuk beristirahat di KHS memiliki ciri tajuk yang tidak rapat. Kondisi tajuk demikian dapat mempermudah akses untuk terbang masuk serta keluar dari tempat bertengger. Pohon ki putri yang digunakan elang ular bido dalam kondisi mati. Pohon ini tidak tertutup oleh tajuk sehingga memudahkan akses elang tersebut untuk bertengger.

Elang ular bido menggunakan pohon pada strata A hingga B untuk beristirahat. Pohon yang menempati strata A digunakan sebanyak enam kali sedangkan pohon pada strata B digunakan sebanyak satu kali. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Berkelman et al. (2002) terhadap elang ikan di Madagaskar yang menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan pohon untuk bertengger terdapat korelasi positif dengan tinggi pohon. Semakin tinggi pohon maka frekuensi penggunaannya oleh elang akan semakin tinggi. Berdasarkan ruang tajuk pohon, elang ular bido menggunakan ruang tajuk BII sebanyak enam kali dan satu kali pada ruang CIII. Kondisi cabang pohon pada kedua ruang tajuk ini berukuran besar, tumbuh dengan posisi mendatar dan dekat dengan pusat batang pohon (Gambar 6). Menurut Prawiradilaga et al. (2003), berat tubuh elang ular bido berkisar antara 420 g hingga 1800 g, sehingga burung ini membutuhkan cabang pohon yang cukup kokoh untuk menopang tubuhnya selama beristirahat. Hal ini terpenuhi pada ruang tajuk BII dan CIII. Selain menyediakan cabang yang kokoh, ruang BII dan CIII juga menyediakan naungan bagi elang ular bido karena terhalangi tajuk pohon di atasnya. Aktivitas beristirahat ditemukan saat matahari bersinar terik (pukul 11.50-13.47 WIB) sehingga naungan tajuk pohon dapat memberikan perlindungan terhadap cuaca panas.

Gambar 6 Penggunaan pohon kayu afrika (Maesopsis eminii) oleh elang ular bido untuk beristirahat.

Selain untuk beristirahat, hasil pengamatan menunjukkan bahwa area KHS digunakan pula oleh elang ular bido untuk bersarang. Hal ini diketahui dari teramatinya aktivitas berupa terbang sambil membawa ranting di stasiun pengamatan Guest House Cipeteuy. Elang ular bido membawa ranting dengan menggunakan paruhnya. Ranting merupakan material utama pembangun sarang elang ular bido (Chou et al. 2004). Oleh karena itu aktivitas membawa ranting menunjukkan potensi keberadaan sarang jenis elang ini di area KHS. Penggantian

11 ranting dilakukan oleh elang ular bido pada masa inkubasi hingga masa mengasuh berakhir yaitu di bulan Februari-Juni (Chou et al. 2004; Gokula 2012a). Penggantian ranting ini dilakukan untuk mencegah tumbuhnya ektoparasit (Chou et al. 2004). Infestasi ektoparasit berbahaya bagi jenis-jenis elang karena dapat mengakibatkan iritasi, kerontokan bulu dan kerusakan pada bulu-bulu primer sehingga tidak dapat terbang lagi (Wijaya 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan, jenis pohon di area koridor yang berpotensi untuk digunakan sebagai pohon sarang elang ular bido adalah rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii) dan ki hujan (Engelhardia spicata). Elang tidak sembarangan dalam menggunakan pohon untuk bersarang. Penelitian Gokula (2012b) menunjukkan bahwa pohon yang digunakan elang ular bido untuk bersarang memiliki tinggi dan diameter yang berbeda signifikan dengan pohon lain yang diukur pada petak acak di habitat yang sama. Pohon sarang memiliki tinggi dan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan pohon lain, atau emergent trees. Hal yang sama juga terbukti pada pohon sarang elang ikan (Haliaeetus vociferoides) di Madagaskar (Berkelman et al. 2002). Jenis-jenis pohon emergent pada area KHS adalah rasamala, puspa dan ki hujan. Penggunaan jenis pohon rasamala dan puspa untuk tempat bersarang juga pernah terdokumentasi pada jenis elang lain, yaitu elang jawa (Prawiradilaga 2006) dan elang hitam (Supriatna dan Suparman 2005). Selain ukuran pohon, aspek keterbukaan tajuk juga menjadi pertimbangan oleh elang dalam pemilihan pohon sarang (Berkelman et al. 2002). Hal ini terpenuhi pada jenis-jenis pohon yang tajuknya tidak rapat, seperti kondisi pada pohon rasamala, puspa dan ki hujan.

Penggunaan Habitat Berdasarkan Fungsi Pakan

Berdasarkan hasil pengamatan, wilayah KHS memiliki potensi dalam menyediakan makanan bagi elang ular bido. Jenis-jenis satwa yang dijumpai di KHS meliputi 52 jenis burung, 9 jenis mamalia, 8 jenis reptil serta 6 jenis amfibi (Lampiran 1). Jenis-jenis burung yang dijumpai antara lain srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus), cica koreng jawa (Megalurus palustris), cucak gunung (Pycnonotus bimaculatus), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), serta kacamata gunung (Zosterops montanus). Jenis mamalia yang dijumpai di KHS antara lain tupai (Tupaia glis), bajing kelapa (Callosciurus notatus), owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata) dan macan tutul (Panthera pardus). Jenis-jenis reptil yang dijumpai antara lain bunglon surai (Bronchocela jubata), kadal kebun (Eutropis multifasciata), ular lidah api (Dendrelaphis pictus), ular pucuk (Ahaetulla prasina), dan bunglon hutan (Gonocephalus chamaeleontinus). Dijumpai jenis-jenis amfibi antara lain katak serasah (Megophris montana), katak pohon hijau (Rhacophorus reindwardtii), katak tegalan (Fejervarya limnocharis), dan kodok buduk (Bufo sp.). Tidak semua jenis satwa yang dijumpai berpotensi sebagai pakan bagi elang ular bido. Jenis-jenis yang termasuk dalam kriteria mangsa elang ular bido di KHS mencakup sepuluh jenis burung, dua jenis mamalia, delapan jenis reptil dan dua jenis amfibi (Tabel 5).

12

Tabel 5 Daftar jenis pakan potensial elang ular bido di KHS

No Nama lokal Nama Jenis Suku Frekuensi

Ht-Sm Kt Sw-Ld Burung

1 Ayam hutan

merah Gallus gallus Phasianidae 1 2 0

2 Uncal Macropygia sp. Columbidae 5 0 0

3 Tekukur biasa Streptopelia chinensis Columbidae 1 9 0 4 Wiwik lurik Cacomantis sonneratii Cuculidae 1 0 0 5 Wiwik uncuing Cacomantis

sepulcralis Cuculidae 1 0 0 6 Kadalan kembang Zanclostomus javanicus Cuculidae 3 0 0 7 Bubut

alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae 0 3 2

8 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae 4 0 0 9 Cica daun sayap

biru

Chloropsis

cochinchinensis Chloropseidae 2 0 0 10 Seriwang asia Terpsiphone paradisi Monarchidae 1 0 0

Mamalia

1 Tupai Tupaia glis Tupaiidae 0 1 0

2 Bajing kelapa Callosciurus notatus Sciuridae 2 1 0 Reptil

1 Bunglon mahkota

Bronchocela

christatella Agamidae 0 0 1

2 Bunglon surai Bronchocela jubata Agamidae 0 0 3 3 Bunglon hutan Gonocephalus

chamaeleontinus Agamidae 1 0 0

4 Kadal terbang Draco volans Agamidae 0 0 2

5 Kadal kebun Eutropis

multifasciata Scincidae 0 2 1

6 Kadal rumput Takydromus

sexlineatus Lacertidae 0 0 2

7 Ular lidah api Dendrelaphis

pictus Colubridae 0 0 1

8 Ular pucuk Ahaetulla prasina Colubridae 1 0 0 Amfibi

1 Kodok buduk Bufo melanostictus Bufonidae 0 0 2

2 Kodok buduk Bufo asper Bufonidae 0 0 1

Ht-Sm = hutan-semak; Kt = kebun teh; Sw-Ld = sawah-ladang

Jenis pakan potensial elang ular bido paling banyak dijumpai di kategori lahan berupa hutan dan semak, yaitu sembilan jenis burung, satu jenis mamalia dan dua jenis reptil. Frekuensi perjumpaan jenis uncal (Macropygia sp.) paling banyak di antara jenis-jenis satwa lainnya di hutan dan semak. Jenis ini dijumpai terbang ke arah pohon parengpeng (Lithocarpus sundaicus). Ketika pengamatan, pohon parengpeng dalam kondisi berbuah, sehingga sering didatangi uncal untuk mencari makan. Selain uncal, bajing kelapa juga memakan buah dari pohon ini.

13 Burung pemangsa termasuk predator opportunis, sehingga relatif memangsa jenis-jenis pakan yang melimpah dan mudah diperoleh (Watson et al. 1991). Berkumpulnya jenis-jenis mangsa elang ular bido pada tempat dan waktu yang sama berpotensi besar untuk dimangsa oleh elang tersebut.

Aktivitas mencari mangsa oleh elang ular bido teramati pada area koridor khususnya pada daerah tepi, baik berupa tutupan lahan hutan maupun semak belukar. Selain di koridor, aktivitas mencari mangsa juga dilakukan di area terbuka yang berbatasan langsung dengan hutan, yaitu pada penutupan lahan sawah, dan ladang. Berdasarkan hasil pengamatan, elang ular bido dijumpai melakukan aktivitas terbang berputar tanpa mengepakkan sayap. Aktivitas ini disebut sebagai soaring. Penelitian Wiersma dan Richardson (2009) terhadap elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster) menunjukkan bahwa aktivitas mencari makan dapat dilakukan dengan teknik soaring. Elang ular bido di KHS juga melakukan soaring untuk memindai mangsa (Gambar 7). Oleh karena itu daerah tepi hutan koridor digunakan sebagai area berburu bagi elang ular bido. Penggunaan daerah tepi hutan didukung pula oleh hasil penelitian Ueta dan Minton (1998) di Jepang, bahwa elang ular bido paling banyak menggunakan daerah yang berjarak 0-10 m dari tepi hutan untuk mengintai mangsa.

Gambar 7 Aktivitas soaring elang ular bido pada area ladang di stasiun pengamatan Guest House Cipeteuy, KHS.

Selama penelitian tidak dijumpai secara langsung elang ular bido yang makan maupun membawa mangsa di KHS. Meski demikian, aktivitas berburu teramati satu kali di stasiun pengamatan Sukagalih. Aktivitas ini dilakukan pada daerah tepi hutan yang berbatasan langsung dengan ladang dan sawah milik masyarakat. Elang ular bido yang awalnya hinggap di pohon rasamala (strata A, ruang tajuk CII), terbang lurus dari tempat bertenggernya lalu menukik cepat untuk menangkap mangsa. Jenis mangsa yang diincar oleh elang ini tidak teramati karena terhalang tajuk pohon. Elang tidak tampak terbang naik kembali setelah menukik, diduga elang tersebut menyambar mangsa kemudian memakannya di lantai hutan. Elang ular bido umumnya menggunakan teknik perch hunting untuk berburu (Chou et al. 2004). Teknik ini dilakukan dengan cara bertengger pada dahan pohon di daerah perburuan sambil mengamati gerakan-gerakan yang mencurigakan sebagai gerakan mangsanya. Apabila posisi mangsa sudah diketahui, maka akan diincar, lalu segera disambar menggunakan kedua cakarnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa elang ular bido menggunakan teknik berburu yang berbeda, yaitu ambush hunting. Elang tersebut menukik untuk

14

menyambar mangsa pada posisi terbang. Teknik ambush hunting umum digunakan oleh jenis-jenis elang karena meningkatkan peluang tertangkapnya mangsa terestrial (Li 2008). Elang ular bido dijumpai bertengger pada saat berburu. Hal ini wajar terjadi karena menurut Li (2008) aktivitas berburu menghabiskan banyak energi, sehingga elang menggunakan pohon untuk beristirahat sejenak di sela-sela aktivitas berburu.

Elang ular bido bukan burung pemangsa tunggal di KHS. Hasil pengamatan menunjukkan adanya empat jenis burung pemangsa diurnal lain yang bersifat penetap. Burung pemangsa tersebut yaitu elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang brontok (Spizaetus cirrhatus), elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus). Selain jenis tersebut, data Endangered Species Team (2005) juga menunjukkan adanya jenis alap-alap capung (Microchierax fringillarius). Keberadaan jenis-jenis burung pemangsa diurnal ini memungkinkan terjadinya persaingan dalam mencari pakan. Elang umumnya memiliki rentang jenis mangsa yang sama, mencakup mamalia kecil, burung dan reptil. Perrins dan Birkhead (1983) memaparkan bahwa jika terdapat tiga atau lebih spesies yang ko-eksis dalam suatu ruang dengan relung yang overlap, maka setiap spesies akan cenderung memiliki relung yang lebih sempit. Elang ular bido umumnya mempersempit relung dengan memangsa jenis-jenis reptil secara eksklusif (Li 2008).

Area yang dijelajahi elang ular bido di KHS digunakan pula oleh elang brontok dan elang hitam untuk mencari makan (Gambar 8). Elang brontok teramati berburu ayam hutan merah (Gallus gallus) pada area kebun teh Garehong-Cimpag. Sementara elang hitam teramati berburu di area sawah dan ladang Sukagalih, area kebun teh Garehong-Cimapag serta area kebun teh Growek. Jenis mangsa yang diburu oleh elang hitam adalah tikus (Rattus sp.). Kedua jenis elang ini mendeteksi keberadaan mangsa dengan cara terbang berputar-putar mengelilingi area buru. Meski menggunakan lokasi yang sama untuk mencari mangsa, namun tidak terlihat persaingan secara langsung antara ketiga jenis elang ini. Menurut Alikodra (2002), persaingan terjadi jika terdapat penggunaan sumberdaya yang sama dalam kondisi yang terbatas. Tidak dijumpainya persaingan antar jenis dalam memperoleh pakan menunjukkan bahwa habitat di KHS masih dapat memenuhi kebutuhan pakan bagi jenis-jenis burung pemangsa tersebut.

(a) (b)

15 Ketiga jenis elang tersebut menunjukkan perbedaan waktu berburu. Elang ular bido teramati berburu pada pukul 09.45-11.28 WIB sementara elang brontok pada pukul 10.40-11.20 WIB. Aktivitas berburu elang hitam teramati hampir sepanjang hari, yaitu pukul 09.41-15.29 WIB. Berdasarkan hasil pengamatan, elang ular bido terlihat tidak aktif bergerak hingga suhu udara mulai panas (pukul 09.00 WIB). Aktivitas terbang menghabiskan banyak energi sehingga beberapa jenis burung pemangsa menggunakan bantuan suhu panas untuk terbang soaring ketika memindai mangsa (Li 2008). Strategi ini juga dilakukan oleh elang ular bido di KHS.

Penggunaan Habitat Berdasarkan Tipe penutupan Lahan

Berdasarkan hasil pengamatan, elang ular bido menggunakan seluruh tipe penutupan lahan di KHS untuk beraktivitas, yaitu hutan (n=28), kebun teh (n=5), sawah (n=4), semak (n=9), dan ladang (n=16). Tipe habitat sawah tidak disertakan dalam perhitungan pemilihan habitat karena tidak memenuhi syarat pengujian chi square yaitu nilai sel kurang dari lima. Pengujian chi square pada tingkat kepercayaan 95% (Tabel 6) menghasilkan nilai χ2

hitung (21.03) yang lebih besar dari χ2

tabel (7.82). Hal ini menunjukkan bahwa elang ular bido menggunakan tipe penutupan lahan secara tidak acak atau terdapat pemilihan.

Tabel 6 Nilai chi square pemilihan habitat KHS oleh elang ular bido berdasarkan tipe penutupan lahan

Tipe Lahan Hutan Semak Ladang Kebun teh Jumlah

Frekuensi perjumpaan (Oi) 28 9 16 5 58

Frekuensi harapan (Ei) 14.5 14.5 14.5 14.5 58

χ2

hitung [(Oi-Ei)2/Ei] 12.57 2.09 0.16 6.22 21.03 χ2

(0.05,3) 7.82

Berdasarkan perhitungan Indeks Neu, elang ular bido paling menyukai tutupan lahan berupa ladang untuk digunakan. Nilai indeks pemilihan yang distandarkan pada tipe penutupan ladang menunjukkan nilai yang terbesar, yaitu 0.43 (Tabel 7). Hal ini disebabkan oleh tingginya proporsi penggunan oleh elang tersebut (0.28) dibandingkan dengan proporsi ketersediannya (0.13).

Tabel 7 Indeks Neu untuk pemilihan habitat KHS oleh elang ular bido berdasarkan tipe penutupan lahan

Penutupan Lahan Luas area (ha) Proporsi luas area Frekuensi penggunaan Proporsi penggunaan Indeks pemilihan habitat w distan-darkan a p n u w b Hutan 2493 0.55 28 0.48 0.88 0.18 Semak 799 0.18 9 0.16 0.89 0.18 Ladang 580 0.13 16 0.28 2.17 0.43 Kebun teh 692 0.15 5 0.09 0.57 0.11 Jumlah 4563 1.00 58 1.00 4.51 0.90

16

Elang ular bido paling menyukai area ladang untuk beraktivitas, namun tipe penutupan lahan lain juga digunakan oleh elang ini (Gambar 10). Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan habitat adalah distribusi sumber daya khususnya pakan (Block dan Brennan 1993). Pada area KHS, seluruh tipe penutupan lahan menyediakan pakan potensial bagi elang ular bido dengan jumlah jenis yang berbeda. Pakan potensial di hutan dan semak paling tinggi, yaitu sembilan jenis burung, satu jenis mamalia serta dua jenis reptil. Sementara itu, potensi pakan di kebun teh meliputi tiga jenis burung, dua jenis mamalia dan satu jenis reptil. Potensi pakan di ladang dan sawah meliputi satu jenis burung, empat jenis reptil dan dua jenis amfibi. Berdasarkan hasil pengamatan, ladang digunakan oleh elang ular bido untuk soaring dan terbang berpindah. Hutan dipergunakan oleh elang ular bido untuk soaring, berpindah, berburu, beristirahat dan mengumpulkan ranting. Area sawah dan semak digunakan untuk soaring dan berpindah, sementara kebun teh digunakan untuk berpindah. Penggunaan habitat KHS oleh elang ular bido berdasarkan tipe penutupan lahan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Penggunaan habitat KHS oleh elang ular bido berdasarkan tipe penutupan lahan.

Elang ular bido melakukan soaring pada area ladang sebanyak sepuluh kali dan berpindah sebanyak enam kali. Menurut Wiersma dan Richardson (2009), soaring dilakukan dengan tujuan mencari potensi mangsa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa elang ular bido cenderung berburu jenis-jenis reptil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chou et al. 2004 di Taiwan dan Gokula (2012a) di India yang menunjukkan bahwa elang ular bido paling banyak memakan reptil, khususnya jenis-jenis ular. Pada area KHS, reptil paling banyak dijumpai di tutupan lahan berupa ladang dan sawah. Jenis-jenis tersebut khususnya berada di area ladang KHS pada pagi hari, saat melakukan aktivitas berjemur atau busking. Ketika berjemur, reptil berada pada area terbuka yang terpapar sinar matahari secara langsung. Kondisi demikian memungkinkan pemangsa untuk mendeteksi keberadaan mangsanya dengan mudah. Hasil penelitian Ontiveros (2005) terhadap elang bornelli (Hieraaetus fasciatus) di Spanyol menunjukkan bahwa jumlah mangsa yang dimakan oleh burung pemangsa berhubungan lebih erat dengan aksesibilitas dan detektabilitas terhadap mangsa dibandingkan dengan kelimpahan mangsa. Oleh sebab itu meski mangsa potensial elang ular bido dapat dijumpai di beberapa tipe penutupan lahan di KHS, elang ini paling banyak mencari mangsa pada area dimana mangsa mudah dideteksi yaitu pada area terbuka berupa ladang.

1 1 11 1 2 10 8 3 7 6 5 7 0 2 4 6 8 10 12

Hutan Sawah Semak Ladang Kebun teh

F re kue n si P er jum pa an E la n g ul ar b ido

Tipe Penutupan Lahan

Berburu

Membawa ranting Soaring

Berpindah Beristirahat

17

18

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tutupan hutan secara khusus dipergunakan elang ular bido untuk berlindung. Pohon-pohon tinggi atau emergent trees pada tutupan lahan ini digunakan untuk tempat beristirahat dan membangun sarang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hutan memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup elang ular bido. Namun fungsi hutan sebagai habitat elang ular bido terancam menurun. Hasil penelitian Cahyadi (2004) menunjukkan bahwa luas hutan KHS berkurang sebesar 347.52 ha pada tahun 1990 hingga 2001 akibat aktivitas penebangan dan perambahan lahan. Hasil penelitian Sambas (2010) di KHS juga menunjukkan bahwa pada daerah bekas penebangan dan perambahan hutan ditumbuhi jenis-jenis paku antara lain Pteridium sp., Dicranopteris linearis dan Cyathea contaminans. Dominasi tumbuhan tersebut menyebabkan anakan pohon kurang berkembang sehingga pohon-pohon tinggi tidak terbentuk. Aktivitas penduduk berupa pemangkasan daun untuk pakan ternak juga menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Sambas 2010). Berkurangnya ketersediaan pohon khususnya pohon-pohon tinggi, dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan elang ular bido untuk berlindung. Oleh sebab itu pencegahan terhadap aktivitas penebangan dan perambahan lahan di KHS perlu dilakukan. Selain itu juga dibutuhkan upaya penanaman dan pemeliharaan pohon agar fungsi hutan KHS sebagai habitat elang ular bido tidak menurun.

Penggunaan Habitat Berdasarkan Ketinggian dari Permukaan Laut dan Kemiringan Lahan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa elang ular bido menggunakan lahan pada ketinggian 796-1098 m dpl (Lampiran 3). Kelas ketinggian yang digunakan elang tersebut yaitu 700-800 m dpl (n=2), 800-900 m dpl (n=23), 900-1000 m dpl

Dokumen terkait