• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bobot relatif organ luar (g/kg BB)

Bobot relatif organ luar diperoleh dari bobot relatif kepala, kaki dan kulit dibagi dengan bobot potong.

Tabel 11. Data rataan bobot relatif organ luar (g/kg BB)

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Kepalatn 93,40±10,84 86,30±6,38 82,30±15,70 89,00±11,18

Kakitn 37,40±7,19 35,20±4,16 33,20±3,69 27,00±3,60

Kulit 67,38±7,77A 64,68±8,78A 62,42±15,48A 108,10±3,06B Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)

tn : tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 11 rataan bobot kepala, kaki dan kulit yang tertinggi masing-masing terdapat pada perlakuan P0 (tanpa biomol+ ) sebesar 93,4 g/kg BB, perlakuan P0 (tanpa biomol+) sebesar 37,40 g/kg BB, dan perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 108,10 g/kg BB, sedangkan rataan terendah masing-masing terdapat pada perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 82,30, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 89,00 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar33,20 g/kg BB dan perlakuan P2 (Biomol+ 10%) sebesar sebesar 62,42 g/kg BB. Hasil analisa keragaman pada kepala dan kaki terhadap penggunaan fermentasi pelepah kelapa sawit dengan berbagai level biomol+ pada pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), sedangkkan pada kulit terhadap penggunaan fermentasi pelepah kelapa sawit dengan berbagai level biomol+ pada pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01).

Hal tersebut disebabkan pertumbuhan bobot kepala tidak dipengaruhi oleh nutrisi dan tidak mempengaruhi berat bobotnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Soeparno (1994) mengatakan bahwa perlakuan nutrisi tidak mempengaruhi bobot non karkas luar seperti kepala. Pada kaki tidak dipengaruhi oleh nutrisi dan tidak mempengaruhi berat bobotnya. Dengan demikian proporsi berat kaki terhadap bobot potong semakin menurun sejalan dengan bertambahnya bobot potong. Hasil serupa diperoleh oleh Winter et al. (1976) pada domba Corridale serta sugana dan Duldjaman (1983) pada domba lokal Priangan.

Hasil uji beda BNT kulit menunjukkan bahwa P3 berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan, tetapi antar perlakuan P0, P1 dan P2 tidak memberikan hasil uji berbeda. Hal ini dikarenakan tingginya bobot potong domba dan tingginya rataan P3 dengan diikuti pertamabahan perluasan jaringan kulit yang semakin membesar ahirnya pakan perlakuan memberikan respon yang tidak sama kualitasnya dan memiliki kandungan energi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan penelitian Hudallah et al (2007) dan ridawan (1991) yang menyatakan bahwa bobot kulit meningkat seiring dengan peningkatan status perlemakan dan bobot potong karena adanya perluasan jaringan kulit yang semakin membesar. Penambahan jaringan tersebut mengakibatkan bobot kulit bertambah berat, deposisi lemak semakin maksimal, dan bobot potong semakin besar. Pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Bobot relatif organ dalam (g/kg BB)

Organ dalam diperoleh dari bobot Oeshopagus, lambung (rumen, retikulum, omasum, abomasums), usus kecil (duodenum, jejenum, illeum) usus

besar (sekum, kolon, rektum), hati, limpa, trachea dan paru-paru, jantung, dibagi dengan bobotpotong.

Tabel 12. Data rataan bobot relatif organ dalam (g/kg BB)

Peubah perlakuan

P0 P1 P2 P3

Oshopagustn 1,51±0,09 1,73±0,31 1,79±0,21 1,47±0,04

Hatitn 16,05±0,38 15,86±0,27 16,10±1,66 15,73±0,79

Limpatn 1,97±0,34 1,81±0,01 1,79±0,23 1,70 ±0,06

Trachea dan paru-parutn 16,53±2,34 15,77±3,15 15,35±3,86 11,90±1,92

Jantungtn 4,25±0,14 4,21±0,09 4,24±0,57 4,10±0,15 Lambung: Retikulumtn 13,66±0,55 14,50±0,99 15,06±1,62 12,51±0,28 Rumen 77,06±1,75B 73,21±3,49B 68,95±3,78AB 62,65±3,06A Omasum 16,77±1,73AB 20,14±0,99B 20,37±1,65B 15,03±1,36A Abomasum 26,08±2,01B 26,38±2,48B 26,81±1,84B 20,06±1,33A Usus halus: Duodenum 56,10±2,97A 57,12±2,68AA 68,48±2,37B 53,65±5,21A Jejenumtn 5,27±1,39 4,92±0,77 6,83±1,19 4,70±0,34 Illeum 7,99±0,29a 8,57±0,25a 9,54±0,64b 7,68±0,88a Usus besar: Sekum 18,73±1,29B 19,79±1,43B 17,81±1,54B 12,57±0,31A Kolon 18,59±6,39a 15,9±0,15a 20,68±0,92b 9,52±0,87a Rektumtn 4,81±1,22 5,50±1,12 4,64±0,19 3,30±0,57

Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) tn : tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 12 rataan bobot, oshopagus, hati, limpa, trachea dan paru-paru, jantung, retikulum, rumen, omasum, abomasums, duodenum, jejunum, ileum, sekum, kolon dan rektum yang tertinggi masing-masing terdapat pada perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 1,79 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 16,10 g/kg BB, perlakuan P0 (tanpa biomol+) sebesar 1,97 g/kg BB,

perlakuan P0 (tanpa biomol+) sebesar 16,53 g/kg BB, perlakuan P0 (tanpa biomol+) sebesar 4,25 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 15,06

(biomol+ 10%) sebesar 20,37 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 26,81 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 68,48 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 6,87 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 9,54 g/kg BB, perlakuan P1 (tanpa biomol+) sebesar 19,79 g/kg BB, perlakuan P2 (biomol+) sebesar 20,68 g/kg BB, perlakuan P1 (tanpa biomol+) sebesar 5,50 g/kg BB sedangkan rataan terendah masing-masing terdapat pada perlakuan P0 (tanpa biomol+) sebesar 1,51 g/kg BB, perlakuan P1 (biomol+ 5%) sebesar 15,86, perlakuan P2 (biomol+ 10%) sebesar 1,79 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 11,90 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 4,10 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 12,51 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 62,65 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 15,03 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 20,06 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 53,65 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 10%) sebesar 4,70 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 7,68 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 12,57 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 9,53 g/kg BB, perlakuan P3 (biomol+ 15%) sebesar 3,30 g/kg BB .

Hasil analisa keragaman pada penggunaan fermentasi pelepah kelapa sawit dengan berbagai level biomol+ pada pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) pada oshopagus, hati, limpa, trachea dan paru-paru, jantung, retikulum, jejunum, ileum, kolon dan rektum. Sedangkan terhadap pada rumen, omasum, abomasums, duodenum, dan sekum terhadap penggunaan fermentasi pelepah kelapa sawit dengan berbagai level biomol+ pada pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh yang sangat nyata (P < 0,01). Dan pada ileum dan kolon penggunaan fermentasi pelepah kelapa sawit dengan

berbagai level biomol+ pada pakan domba jantan lokal memberikan pengaruh nyata (P < 0,05).

Pada Oeshopagus tidak berbeda nyata karena pakan pada setiap perlakuan mempunyai nilai nutrisi hampir sama, begitu juga dengan umur ternak yang hampir sama seragam sehingga mempengaruhi berat bobot oshopagus yang tidak berbeda nyata tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan soeparno (1994) yang menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tertinggi akan menurunkan berat jantung. Dalam hal ini perlakuan P3 (biomol+ 15%) memiliki nutrisi tertinggi dan menghasilkan bobot limpa terendah yaitu 1,47 g/kg BB.

Hati tidak berbeda nyata karena sejalan dengan bobot potong hal ini sesuai dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin rendah pula bobot hati yang didapat. Untuk menghasilkan bobot potong dan berat hati erat kaitannya dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan menghasilkan bobot tubuh dan bobot potong yang tinggi pula.

Limpa tidak berbeda nyata karena pakan pada setiap perlakuan mempunyai nilai nutrisi hampir sama, begitu juga dengan umur ternak yang hampir sama seragam sehingga mempengaruhi berat bobot limpa. Hal ini sesuai dengan pernyataan soeparno (1994) yang menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tertinggi akan menurunkan berat limpa. Dalam hal ini perlakuan P3 (biomol+ 15%) memiliki nutrisi tertinggi dan menghasilkan bobot limpa terendah yaitu 1,70 g/kg BB.

Trachea dan paru-paru tidak berbeda nyata karena perkembangan trachea dan paru-paru dipengaruhi oleh perkembangan yang seseuai dengan berat tubuh dan saat tubuh dewasa akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widiarto et al. (2009) yang menyatakan bahwa persentase bobot jeroan merah terdiri atas jantung, paruparu, trakea dan paru-paru, ginjal, limpa dan hati yang memiliki perkembangan sesuai dengan berat tubuh dan saat dewasa tubuh akan mengalami penurunan.

Jantung tidak berbeda nyata karena pakan pada setiap perlakuan mempunyai nilai nutrisi hampir sama, begitu juga dengan umur ternak yang hampir sama seragam sehingga mempengaruhi berat bobot jantung yang tidak berbeda nyata tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan soeparno (1994) yang menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tertinggi akan menurunkan berat jantung. Dalam hal ini perlakuan P3 (biomol+ 15%) memiliki nutrisi tertinggi dan menghasilkan bobot limpa terendah yaitu 4,10 g/kg BB.

Pada retikulum dan omasum memberikan pengaruh tidak nyata karena kandungan nutrisi yang terkandung pada pakan berbeda. Hasil uji beda BNT pada rumen dan abomasum menunjukkan bahwa P3 berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan karena memiliki rataan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan, P0, P1 dan P2. Hal ini disebabkan oleh penyerapan nutrisi dalam perut berbeda. Hal ini didukung oleh Basuki (1994) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan perut antara yang satu dengan yang lainnya berbeda dan juga dipengaruhi oleh nutrisi. Dan hal ini mempunyai palatabilitas yang sama. Hal ini sesuai menurut Kartadisastra (1997) palatabilitas merupakan sifat performan bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptik seperti kenampakan,

bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperatur. Parakkasi (1999) menambahkan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas.

Pada jejenum memberikan pengaruh tidak nyata karena kandungan nutrisi yang terkandung pada pakan berbeda. Hasil uji beda BNT pada duodenum dan illeum menunjukkan bahwa P2 berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan karena memiliki rataan lebih tinggi dibandingkan dengan perelakuan P0, P1 dan P3. Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing nutrisi berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat basuki (1994) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan usus kecil antara satu dengan yang lain berbeda dan juga dipengaruhi oleh nutrisi.

Pada rektum memberikan pengaruh tidak nyata karena kandungan nutrisi yang terkandung pada pakan berbeda Hasil uji beda BNT sekum menunjukkan bahwa P3 berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan karena memiliki rataan lebih rendah dibandingkan dengan perelakuan P0, P1 dan P2. Kolon menunjukkan bahwa P2 berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan karena memiliki rataan lebih rendah dibandingkan dengan perelakuan P0, P1 dan P3 Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang terkandung dari masing-masing nutrisi berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfirld (1976) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan usus besar, misalnya sekum, kolon dan rektum mencapai kedewasaan hampir sama dengan tubuh.

Dokumen terkait