• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Daging Buah Salak Bongkok

Buah salak yang digunakan dalam penelitian ini merupakan varietas Bongkok yang mempunyai daging buah tebal. Umur salak yang digunakan yaitu salak muda yang berumur 3 bulan dan salak tua yang berumur 6 bulan. Ciri salak muda adalah bentuk sisik akan lebih rapat, berwarna coklat gelap , dan daging buah masih keras, sedangkan salak tua mempunyai bentuk sisik yang lebih renggang, berwarna coklat kekuningan, dan daging buah lebih lunak serta menempel pada bijinya atau istilahnya “masir”.

Bagian salak yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging buahnya. Seperti halnya daging buah-buahan secara umum

9

mudah busuk dan teroksidasi secara enzimatik, daging buah salak di simpan dalam bentuk simplisia kering. Sebelum dibuat bentuk simplisia kering, irisan daging buah dikering udara dalam suhu kamar selama 2 jam dan dikering oven selama 3 hari sampai kering. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa aktif akibat adanya proses enzimatik pencoklatan.

Daging buah salak yang sudah dalam bentuk serbuk simplisia kering diekstrak dengan metode maserasi. Kelebihan metode ini dibandingkan metode ekstraksi lainnya yaitu sederhana dan dapat mengekstrak senyawa aktif dalam tanaman yang relatif kurang tahan terhadap panas (Meloan 1999, diacu dalam Alawiah 2007). Jumlah rendemen hasil ekstraksi dipengaruhi oleh perbandingan bahan dan jumlah pelarut. Perbandingan bahan dan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1:5 (Raflizar 2006). Pelarut yang digunakan yaitu etanol 70%. Maserasi pertama menggunakan etanol 70% lalu setelah menjadi ekstrak kasar hasil rotavapor, ekstrak kasar pekat dibilas dengan etil asetat dan dirotavapor kembali.

Pemilihan etanol 70% sebagai pelarut karena etanol 70% memiliki kelebihan dalam mengekstrak tanaman yaitu dapat mengekstrak senyawa aktif yang bersifat polar dan nonpolar karena mempunyai dua gugus aktif yang beda kepolarannya. Kedua gugus aktif tersebut yaitu gugus hidroksil yang polar dan gugus alkil yang nonpolar. Senyawa yang dapat larut dalam etanol 70% diantaranya senyawa flavonoid, saponin, tannin, dan senyawa aktif lainnya. Disamping itu, etanol 70 % mempunyai titik didih yang rendah sehingga mudah diuapkan. Pembilasan ekstrak pekat oleh etil asetat dilakukan untuk menghilangkan pengaruh etanol yang terbukti bersifat prooksidan terhadap khamir (Yomes 2006). Meskipun secara teoritis sifat toksiknya tidak berbeda antara etanol 70% dan etil asetat, namun etil asetat tidak terlalu toksik dibandingkan etanol 70% terhadap sel khamir Candida sp.. Pembilasan ini tidak mempengaruhi terhadap jumlah rendemen ekstrak daging buah salak yang dihasilkan.

Rendemen yang dihasilkan untuk daging salak muda lebih kecil dibandingkan salak tua (Tabel 1). Salah satu penyebabnya yaitu adanya perbedaan kadar air yang lebih besar pada daging buah salak tua dibandingkan daging buah salak muda. Kadar air yang tinggi dapat melarutkan senyawa-senyawa larut air seperti karbohidrat, resin, dan gum, sehingga senyawa ini ikut terekstrak (Sahputra

2008). Ekstrak kasr yang dihasilkan berwarna coklat dengan aroma yang khas.

Tabel 1 Rendemen ekstrak daging salak Bongkok muda dan tua

Sampel Rendemen (%) Daging salak muda 41.67 Daging salak tua 56.67

Uji Fitokimia Daging Buah Salak Bongkok

Sampel ekstrak salak diuji fitokimia untuk mengetahui senyawa aktif yang diharapkan berperan sebagai senyawa antioksidan. Hasil penapisan fitokimia secara kualitatif dengan metode Harborne (1987) yang telah dimodifikasi menunjukkan bahwa ekstrak daging buah salak muda mengandung senyawa aktif alkaloid, saponin, dan tanin sedangkan ekstrak daging buah salak tua mengandung senyawa aktif alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Tabel 2). Senyawa aktif dalam ekstrak muda hasil penapisan fitokimia tidak menghasilkan uji positif untuk flavonoid dan senyawa fenolik. Hal ini diduga kadarnya sangat sedikit sehingga tidak terukur pada pengukuran secara kualitatif. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sahputra (2008) bahwa ekstrak daging buah salak muda varietas Kalimantan dan Pondoh memiliki kadar flavonoid yang sedikit. Mekanisme penghambatan peroksidasi lipid olek ekstrak salak Bongkok diperkirakan karena adanya senyawa saponin, flavonoid, alkaloid, fenolik dan tanin yang berperan sebagai antioksidan. Antioksidan flavonoid berfungsi sebagai pencegahan radikal bebas dengan mendonorkan hidrogen yang akan menghasilkan radikal flavonoid. Tabel 2 Hasil uji fitokimia ekstrak daging

buah salak Bongkok Hasil Uji

Salak muda Salak tua Alkaloid Saponin Flavonoid Fenolik Tanin ++ ++ - - +++ +++ ++ + + +++ Keterngan :

Tanda (-) : tidak terdeteksi Tanda (+) : intensitas reaksi positif

Alkaloid : Sedikit endapan (+) – banyak endapan (+++)

Saponin : sedikit busa (+) – banyak bisa (+++) Flavonoid : Merah (+) – merah tua (+++) Fenolik : Merah (+) – merah tua (+++) Tanin : Hijau(+) – Hijau kehitaman (+++)

10

Gambar 1 Kurva pertumbuhan khamir Candida sp.

0.92 16.5 58 62.5 56.5 0 10 20 30 40 50 60 70 0 1 2 3 4 Hari ke-K e p a d a ta n s e l 1 0 6 (C F U /m L )

Saponin digunakan sebagai sebagai antikanker, antitumor, antiperadangan, antivirus, antidiabetes, dan antifungal (Hsu et al. 2007). Larson (1988) melaporkan bahwa senyawa fenolik memegang peranan penting dalam mencegah secara preventif kerusakan hati, kanker, dan kerusakan akibat proses penuaan.

Kurva Pertumbuhan Sel Khamir

Candida sp. Y390

Pengukuran jumlah sel khamir Candida

sp. Y390 dilakukan untuk melihat populasi yang tumbuh dan waktu inkubasi biakan khamir mulai mengalami fase stasioner. Jumlah populasi sel khamir pada hari ke-0 yaitu sebesar 0.92x106 CFU/ mL, hari ke-1 sebesar 16.5x106 CFU/mL, hari ke-2 sebesar 58. x106 CFU/mL, hari ke-3 sebesar 62.5x106 CFU/mL, dan hari ke-4 sebesar 56.5x106 CFU/mL.

Berdasarkan kurva pertumbuhan yang dihasilkan, sel khamir mengalami beberapa fase tumbuh yaitu fase lag, fase log, fase shift diauksik, fase post-diauksik, dan fase stationer (Gambar 10). Khamir Candida sp. yang ditumbuhkan pada media gliserol tidak mengalami fase post-diauksik, namun langsung mengalami fase stasioner. Hal ini karena Candida sp. sangat rentan terhadap etanol yang biasanya digunakan sebagai sumber energi dalam fase post-diauksik (Lisnawati 2004).

Fase lag terjadi sebagai awal pertumbuhan khamir secara eksponensial. Lama dan pola fase ini dipengaruhi oleh strain khamir, umur sel khamir dalam stok awal, dan komposisi médium tumbuhnya. Sel khamir pada fase ini mulai melakukan adaptasi dan mempersiapkan diri untuk melakukan pembelahan. Fase lag terjadi mulai hari ke-0 sampai hari ke-1. Setelah itu, sel khamir akan mengalami fase log. Lama fase log dipengaruhi oleh komposisi médium, temperatur, dan jumlah sel per unit volume. Fase log terjadi mulai hari ke-1 sampai hari ke-2. Peningkatan jumlah sel pada fase ini sangat cepat dengan penggunaan nutrisi yang semakin banyak. Sel khamir akan mengalami fase shif diauksik dan fase stationer mulai hari ke-2 sampai hari ke-3. Fase shift diauksik merupakan fase sesaat sebelum fase stasioner. Pada fase tersebut proses fermentasi mulai berkurang dengan habisnya glukosa dan berlanjut ke proses respirasi. Populasi sel akan meningkat sedikit dan akan relatif stabil sampai fase stasioner. Pada fase stasioner, sel khamir akan mensekresikan metabolit

sekunder untuk mempertahankan diri dari stres oksidatif akibat akumulasi produk metabolisme yang bersifat toksik (Lisnawati 2007).

Hasil uji lanjut dihasilkan bahwa populasi hari ke-2, 3, dan 4 memiliki perbedaan yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 0.05. Oleh sebab itu, dapat dikatakan khamir mulai memasuki fase stasioner setelah inkubasi 2 hari. Hasil ini menjadi standar waktu inkubasi untuk melakukan perlakuan pada penelitian selanjutnya. Pengukuran peroksidasi lipid dilakukan pada awal fase stasioner saat proses metabolisme sel mulai menurun. Hal ini dilakukan supaya hasil pengukuran peroksidasi lipid tidak dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme laju pertumbuhan sel khamir (Risnawati 2007). Rataan total sel khamir yang tumbuh pada media gliserol didapatkan sebesar 48.6x106 CFU/mL.

Gambar 10 Kurva pertumbuhan sel khamir

Candida sp.

Pengukuran Peroksidasi Lipid Sel Khamir

Candida sp.Y390 dengan HPLC

Data HPLC yang digunakan untuk mempresentasikan adanya kompleks MDA-(TBA)2 dalam sampel yaitu bentuk puncak kromatogram, luas area dan waktu retensi kompleks MDA-(TBA)2. Konsentrasi MDA diukur berdasarkan kurva standar kompleks TMP-(TBA)2. Tetrametoksipropana (TMP) digunakan sebagai pengganti MDA karena memiliki struktur yang mirip dan lebih stabil dibandingkan MDA murni sebagai hasil akhir peroksidasi lipid (Ohkawa et al. 1978, Lykkesfeldt 2001). Prinsipnya kurva stándar yaitu semakin tinggi konsentrasi TMP maka semakin tinggi pula jumlah lipid teroksidasi. Persamaan kurva standar TMP yang didapatkan yaitu y= 128711x +10716 ; R2 = 0.9832 (Gambar 11). Nilai R2 persamaannya sedikit lebih besar dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Lykkesfeldt (2001) dengan nilai R2 yaitu 0.96. Berdasarkan

11

1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 min 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000 55000 uV L u as a re a (m V ) 0 1 2 3 4 5 6 7 m 0 1 2 3 4 5 6 TMP-(TBA)2 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 min 0.0 2.5 5.0 7.5 MDA-(TBA)2

gambar kromatogram, kompleks TMP-(TBA)2 yang dibawa oleh fase gerak akan muncul dengan tinggi puncak yang akan semakin tinggi dengan semakin tinggi konsentrasi kompleks TMP-(TBA)2 (Gambar 12). Waktu retensi kompleks TMP-(TBA)2

mempunyai rentang waktu antara menit ke-04.45 sampai menit ke- 05.02. Luas area dan waktu retensi setiap puncak kromatogram dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi dan pH fase gerak, laju alir sampel tiapmenit, proses penyaringan sampel dan fase gerak, serta kondisi kolom HPLC (Carbonneau et al. 1991). Pembuatan kurva standar TMP-(TBA)2 perlu dilakukan karena banyak faktor yang berperan dalam menghasilkan luas area dan waktu retensi hasil pengukuran.

Gambar 12 Bentuk puncak kromatogram kurva standar TMP-(TBA)2.

Penentuan Konsentrasi Ekstrak Daging Buah Salak Bongkok

Pengukuran konsentrasi MDA sel khamir dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak yang tidak menimbulkan kematian pada sel khamir Candida sp.. Hasil pengukuran dengan HPLC terhadap sampel yang dibandingkan dengan standar MDA-TBA menghasilkan kesesuaian waktu retensi dan letak puncak kromatogramnya (Gambar 13). Hal ini

memperlihatkan bahwa HPLC dapat memberikan hasil pengukuran yang spesifik terhadap kompleks MDA-TBA pada panjang gelombang 532 nm (Tukozkan et al. 2006).

Konsentrasi lipid peroksida sel khamir yang ditambah ekstrak salak muda 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 1200 ppm, dan 2000 ppm masing-masing yaitu sebesar (33.791 + 6.054), (61.244 +47.759), (63.750 + 57.841), (376.657 + 35.490), (1056.155 + 102.705) nM MDA/106 CFU (Gambar 14). Adanya kenaikan lipid peroksida setelah diberi ekstrak salak sesuai dengan pernyataan Perrone et al.

(2008) bahwa sel khamir sangat peka terhadap senyawa asing yang dapat menimbulkan stres oksidatif pada konsentrasi tertentu. Senyawa asing yang dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif dinamakan prooksidan (Wiseman 2000). Adapun konsentrasi lipid peroksida yang ditambah ekstrak salak tua 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 1200 ppm, dan 2000 ppm yaitu sebesar (35.959 + 25.477), (114.085 + 26.132), (141.369 + 30.967), (462.510 + 57.981), (811.421 + 190.407) nM MDA/106 CFU. Secara statistik, konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm untuk ekstrak salak muda dan tua tidak berbeda nyata pada taraf kepercayan 0.05 dengan kontrol normal, sehingga pada konsentrasi tersebut ekstrak daging buah salak mempunyai aktivitas antioksidasi.

Gambar 13 Kromatogram standar TMP-(TBA)2

(atas) dan sampel salak (bawah).

Grafik 2 Kurva standar Malonildehida (MDA)

y = 128711x + 10716 R2 = 0.9832 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 0.375 0.75 1.125 1.5 1.875

Konsentrasi MDA (uM)

L u a s a r e a

Gambar 11 Kurva standar TMP-(TBA)2

L u as a re a (m V ) L u as a re a (m V )

Waktu Retensi (menit) Waktu Retensi (menit)

Waktu Retensi (menit)

L u as a re a (m V ) Konsentrasi TMP (µM)

12

Gambar 14 Konsentrasi lipid peroksida sel khamir yang diberi perlakuan ekstrak salak (merah = salak muda, kuning = salak tua).

Berdasarkan uji lanjut pada taraf kepercayaan 0.05, konsentrasi 1200 ppm dan 2000 ppm berbeda nyata terhadap kontrol normal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daging buah salak konsentrasi 1200 ppm dan 2000 ppm bersifat prooksidan terhadap sel khamir. Senyawa aktif dalam tumbuhan seperti flavonoid akan bersifat prooksidan dalam konsentrasi dan kondisi tertentu. Aktivitas prooksidasi terhadap sel khamir dapat menyebabkan kematian pada sel khamir. Hal ini disebabkan adanya kerusakan membran yang berpengaruh terhadap tekanan osmotik dan fungsi organ sel yang mendorong ke arah kematian sel. Kerusakan membran sel khamir ini salah satunya disebabkan oleh peroksidasi lipid.

Ekstrak daging buah salak Bongkok umur tua 200 ppm dipilih untuk penelitian utama karena ada beberapa hal yaitu kandungan senyawa aktif dalam ekstrak salak tua lebih banyak menghasilkan nilai uji positif dibandingkan ekstrak salak muda, dan berdasarkan uji lanjut konsentrasi 200 ppm tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ekstrak 50 ppm dan 100 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak 200 ppm dengan pengenceran yang tidak terlalu besar dapat menghasilkan aktivitas antioksidasi yang tidak berbeda nyata dengan pengenceran 100 ppm dan 50 ppm. Aktivitas senyawa aktif dengan pengenceran sangat besar untuk konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm menghasilkan pengukuran lipid peroksida yang tidak stabil karena banyak faktor yang mempengaruhi selam proses pengukuran.

Berdasarkan hasil-hasil yang sudah diperoleh, ekstrak daging buah salak tua konsentrasi 200 ppm diharapkan memiliki potensi sebagai antioksidan lebih dominan

daripada prooksidan terhadap sel khamir

Candida sp. yang diberi parasetamol 0.3%.

Penghambatan Peroksidasi Lipid oleh Ekstrak DagingBuah Salak Bongkok

Kenaikan konsentrasi lipid peroksida yang ditambah ekstrak salak 200 ppm, vitamin C 0.225 mg/mL, parasetamol 0.3% dan ekstrak salak 200 ppm, parasetamol 0.3 % dan vitamin C 0.225 mg/mL, dan parasetamol 0.3 % yaitu sebesar (33.791 + 6.054), (61.244 + 47.759), (63.750 + 57.841), (376.657 + 35.490), (1056.155 + 102.705) nM MDA/106 CFU (Gambar 15). Berdasarkan hasil uji statistik pada taraf kepercayaan 0.05, pemberian parasetamol 0.3% dalam campuran menaikkan konsentrasi lipid peroksida yang signifikan dibandingkan kontrol normal dan perlakuan yang lain. Konsentrasi lipid peroksida sel yang diberi vitamin C 0.225 mg/mL dan kontrol normal tidak saling berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan sel khamir yang diberi ekstrak salak & parasetamol 0.3% dan vitamin C 0.225 mg/mL & parasetamol 0.3%. Konsentrasi lipid peroksida sel khamir yang diberi ekstrak salak 200 ppm tidak berbeda nyata dengan sel khamir yang diberi ekstrak salak & parasetamol 0.3%, vitamin C 0.225 mg/mL & parasetamol 0.3%, dan vitamin C 0.225 mg/mL.

Adanya kenaikan yang cukup besar pada penambahan parasetamol 0.3% memperkuat hasil penelitian Risnawati (2007) bahwa pemberian parasetamol 0.3% memberikan efek stres oksidatif yang signifikan namun tidak mematikan sel khamir dibandingkan dengan pemberian parasetamol konsentrasi rendah. Stres oksidatif yang terjadi pada sel khamir karena adanya metabolisme yang dilakukan oleh sitokrom P450 di dalam sel khamir terhadap senyawa asing yang masuk, seperti senyawa aktif dalam ekstrak tumbuhan dan obat-obatan. Parasetamol telah dimetabolisme oleh sel khamir dengan bantuan enzim intraseluler dan ekstraseluler. Namun metabolisme yang memperlihatkan hasil yang berbeda setelah beberapa jam inkubasi yaitu oleh enzim intraseluler.

Hasil metabolisme parasetamol oleh sitokrom P450 akan menghasilkan senyawa yang sangat toksik dan tidak stabil yaitu NAPQI dan metabolit elektrofilik yang akan bereaksi dengan makromolekul sel. Adanya peningkatan spesies prooksidan intraseluler seperti H2O2, radikal hidroksil (*OH), dan radikal anion superoksida (O2-) menjadi salah

10.444 33.79135.95961.244114.08563.75 141.369 376.657 462.51 1056.155 811.421 0 200 400 600 800 1000 1200 k o n s e n tr a s i li p id p e r o k s id a (n M M D A /1 0 6 C F U ) 0 50 100 200 1200 2000

13

satu faktor penyebab stres oksidatif pada sel khamir (Gonzalez 2005). Sitokrom P450 akan menggunakan H+ dari NADPH untuk mereduksi O2 menjadi H2O2 dan radikal anion superoksida. NAPQI dan metabolit elektrofilik hasil samping metabolisme parasetamol akan menyerang mitokondria, PUFAs membran sel, gugus SH- pada protein membran sel dan merusak fungsi organ sel yang mendorong kearah kematian sel (Gonzalez 2005).

Ekstrak salak 200 ppm dan vitamin C 0.225 mg/mL menaikan konsentrasi lipid peroksida dibandingkan kontrol normal sebesar 41.70% dan 23.99%. Berdasarkan uji lanjut pada taraf kepercayaan 0.05, kenaikan lipid peroksida oleh ekstrak salak 200 ppm dan vitamin C 0.225 mg/mL tidak berbeda nyata secara signifikan dengan kontrol normal, sehingga adanya kenaikan lipid peroksida tersebut bukan disebabkan sebagai aktivitas prooksidasi tetapi sebagai respon normal sel khamir terhadap senyawa asing. Meskipun demikian, sifat prooksidan ekstrak salak tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan vitamin C karena sifat senyawa flavonoid pada ekstrak salak cenderung menstabilkan radikal hidroksil dengan cara memberikan atom hidrogen kepada radikal bebas membentuk senyawa stabil (Cotelle 2001). Adanya kenaikan konsentrasi lipid peroksida sel khamir yang diberi vitamin C 0.225 mg/mL sama seperti yang dilaporkan oleh Yomes (2006) bahwa vitamin C 0.225 mg/mL dapat menimbulkan stres oksidatif pada suspensi sel khamir yaitu sebesar 18.48%.

Kenaikan peroksidasi lipid yang diberi parasetamol dan ekstrak salak secara bersamaan dapat menaikkan konsentrasi lipid peroksida dibanding kontrol normal, namun masih dibawah kenaikan konsentrasi yang disebabkan oleh parasetamol 0.3%. Hal ini menunjukkan adanya penghambatan peroksidasi lipid oleh ekstrak salak yang berbeda nyata dibandingkan kontrol positif yaitu sebesar 61.06%. Ekstrak salak Bongkok mempunyai aktivitas antioksidasi secara in vitro dengan menghambat oksidasi DPPH (Priyatno et al. 2006). Mekanisme penghambatan peroksidasi lipid oleh ekstrak salak yaitu adanya gugus hidroksil bersifat reduktor yang akan mendonorkan hidrogen untuk senyawa NAPQI dan metabolit eletrofilik. Flavonoid dan saponin berperan dalam menangkap radikal lipid peroksil, oksigen tunggal, radikal hidroksil, dan anion

superoksida yang tergantung pada ion logam.

Gambar 15 konsentrasi lipid peroksida suspensi sel khamir yang diberi perlakuan.

Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan atau prooksidan bergantung pada potensial redoks lingkungan biologi sel, ketersediaan ion logam dan konsentrasi flavonoid. Senyawa NAPQI dan metabolit elektrofilik yang sudah terikat oleh senyawa aktif dalam ekstrak salak akan stabil sehigga tidak akan menyerang lipid membran atau protein membran.

Pemberian parasetamol 0.3% dan vitamin C 0.225 mg/mL secara bersamaan dapat menaikkan konsentrasi lipid peroksida bandingkan kontrol normal. Namun masih dibawah kenaikan konsentrasi lipid peroksida yang diberi parasetamol 0.3%. Hasil ini menunjukkan ada penghambatan peroksidasi lipid pada sel khamir yaitu sebesar 53.65%. Berdasarkan hasil yang didapatkan, penghambatan peroksidasi lipid pada sel khamir lebih tinggi dilakukan oleh ekstrak salak 200 ppm dibandingkan vitamin C 0.225 mg/mL. Hal ini diduga karena adanya beberapa senyawa aktif dalam ekstrak yang berperan lebih besar dalam menetralisir aktivitas radikal bebas akibat metabolisme parasetamol dibandingkan vitamin C.

Dokumen terkait