• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Baku

Perusahaan CV. Haramas menggunakan bahan baku rotan. Jenis rotan yang digunakan antara lain Rotan manau (Calamus manan), Rotan sega (Calamus caesius), Rotan cacing batu (Calamus melanoloma) dan Rotan batu lantai (Calamus sp). Pada Tabel 2 disajikan volume pembelian bahan baku pada bulan April 2011.

Tabel 2. Volume pembelian bahan baku rotan di CV. Haramas Bulan April 2011

No Jenis Rotan Volume Pembelian Harga Beli

1 Rotan manau (Calamus manan) 3000 batang Rp 14.000,00/btg

2 Rotan sega (Calamuscaesius) 1, 5 ton Rp 11.000,00/kg

3 Rotan cacing batu (Calamus

melanoloma)

1 ton Rp 10.000,00/kg

4 Rotan batu lantai (Calamus sp) 2 ton Rp 5.500,00/kg

Rotan cacing batu dan rotan batu lantai merupakan persediaan bahan baku. Pada bulan April 2011 kedua jenis rotan ini tidak digunakan. Proses produksi pada bulan April 2011 hanya menggunakan rotan manau dan rotan sega.

Bahan baku diperoleh melalui supplyer (pemasok) yaitu perusahaan Jaya Parna Mandiri (JPM). Perusahaan JPM memperoleh bahan baku dari berbagai daerah seperti Tele (Kab. Samosir), Sorkam (Kab. Tapteng) dan Sarula (Kab. Taput). Selain itu ada juga yang diperoleh dari Provinsi Kalimantan Selatan (Banjarmasin) dan Sumatera Barat (Padang). Bahan baku dari pemasok merupakan bahan baku yang sudah matang sehingga tidak ada perlakuan pengawetan. Bagian rotan yang digunakan untuk pembuatan mebel rotan adalah

batangnya. Batang yang digunakan adalah batang yang sudah tua (Januminro, 2000). (a) (b) (c) (d)

Gambar 3. (a) Rotan manau, (b) rotan sega, (c) rotan cacing batu, (d) rotan batu lantai

Pengangkutan bahan baku dilakukan dengan menggunakan truk. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu dan dana, karena dengan menggunakan truk diharapkan mampu mengangkut rotan dalam volume yang besar. Bahan baku diangkut dari pemasok ke perusahaan untuk selanjutnya dilakukan proses produksi.

Produksi

Rotan merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Peran Indonesia

sebagai produsen utama rotan, kini bukan lagi sebagai pemasok bahan baku bagi industri mebel rotan di luar negeri, tetapi sudah beralih menjadi pemasok mebel rotan dan barang kerajinan (Muhdi, 2008). Salah satu contoh perusahaan pemasok mebel dan barang kerajianan rotan adalah CV. Haramas.

Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara berkesinambungan. Artinya proses produksi dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan untuk memenuhi orderan (pesanan).

Mesin produksi

Mesin-mesin produksi rotan yang digunakan dalam proses produksi di CV. Haramas cukup banyak dan memadai. Mesin-mesin ini memiliki standar pakai (umur) masing-masing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Mesin-mesin produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Penggunaan Jumlah

(Unit)

1 Alat Pengisap Debu Alat untuk mengisap debu pada proses

pewarnaan

1

2 Compressor Alat untuk menciptakan gas untuk

menjalankan mesin-mesin produksi

2

3 Genset Alat untuk pembangkit tenaga listrik 1

4 Bandling Alat untuk membengkokkan rotan sesuai

dengan bentuk/desain yang diinginkan

1

5 Steam Alat untuk memanaskan potongan rotan

agar lebih mudah dibengkokkan

1

6 Gan Alat penyemprot warna dan vernis pada

produk rotan

1

7 Tembak Max Alat untuk menembakkan staples untuk

mengikat persambungan rotan

2

8 Bor Duduk Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (langsung diletakkan di tanah)

2

9 Bor Sekrup Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (tidak terletak di tanah)

4

10 Bor Korek Alat untuk membuat lubang sekrup dengan

ukuran yang lebih kecil

4

Peralatan yang ada di CV. Haramas semuanya dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan perusahaan menggunakan proses produksi kontinyu, yaitu perusahaan melakukan proses produksi secara berkesinambungan. Sehingga apabila ada peralatan yang rusak segera diperbaiki agar proses produksi tidak terhambat. Karena apabila proses produksi berhenti, pesanan tidak akan terpenuhi. Produk

Proses pembuatan rotan menjadi barang jadi sangat tergantung pada kreasi, imajinasi dan keterampilan pembuatnya (Januminro, 2000). Desain atau bentuk yang lebih kreatif akan diminati banyak orang. Bahan baku yag digunakan juga harus disesuaikan dengan bentuk produknya.

Produksi di CV. Haramas tergantung pada pesanan (orderan). Bentuk produk yang diproduksi disesuaikan dengan permintaan pembeli (buyer). Perusahaan CV. Haramas tidak melakukan promosi produk karena CV. Haramas memproduksi berdasarkan pesanan.

Pada bulan April 2011 pesanan produk di CV. Haramas ada tiga yaitu Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Pemberian kode pada produk ini adalah untuk mempermudah perusahaan dalam proses produksi. Masing-masing jumlah produksi dari produk adalah 200 unit, jadi jumlah seluruh produksi pada bulan April 2011 adalah 600 unit. Pada Tabel 4 disajikan harga produk dan volume produksi di CV. Haramas pada bulan April 2011.

Tabel 4. Harga produk dan volume produksi

No Kode Produk Harga Produk Volume Produksi

1 259 t Rp 145.000,00 200 unit

2 259 Rp 205.000,00 200 unit

Kode 259 t Kode 259

Kode 262

Gambar 4. Pesanan produk rotan pada Bulan April 2011 di CV. Haramas

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produk yang paling mahal adalah produk dengan kode 262 yaitu Rp 215.000,00. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan untuk produk ini lebih banyak dibandingkan dengan produk lainnya.

Proses produksi

Beberapa langkah dalam proses produksi mebel rotan di CV. Haramas antara lain:

1. Pengukuran

Rotan yang akan dipakai untuk pembuatan kursi atau meja disiapkan dan diukur secara teliti sesuai dengan ukuran yang tertera dalam gambar desain.

Rotan yang dipakai dan diukur adalah rotan setengah jadi yang diperoleh langsung dari pemasok. Pada proses pengukuran peralatan yang digunakan antara lain meteran dan pensil.

2. Pemotongan

Dalam proses pemotongan dilakukan dengan mengikuti tanda-tanda yang dibuat dalam pengukuran. Tanda-tanda pengukuran dibuat dengan menggunakan pensil. Alat yang diperlukan adalah gergaji baik gergaji elektrik maupun gergaji manual.

3. Pembengkokan (Bandling)

Setelah dilakukan pemotongan rotan, langkah selanjutnya adalah pembengkokan rotan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Sebelum dilakukan pembengkokan, potongan-potongan rotan dimasukkan ke dalam steam selama ± 5 menit. Hal ini dilakukan agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah untuk dibengkokkan . Alat yang digunakan dalam proses pembengkokan adalah steam, meja kerja dan engkol.

Pada saat pembengkokan terkadang terdapat kerusakan pada bahan baku yaitu pecah ataupun patah. Menurut para pekerja hal ini terjadi karena kurang hati-hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yaitu terdapat beberapa kerusakan pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan putusnya serat pada bagian permukaan yang dilengkungkan. Kerusakan dalam proses pembengkokan dapat terjadi apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh karena itu dalam proses ini dibutuhkan tenaga kerja yang benar-benar mengerti proses pembengkokan rotan.

(a) (b) Gambar 5. (a) Steaming, (b) Proses pembengkokan 4. Perakitan (Assembling)

Sebelum melakukan perakitan potongan-potongan rotan harus disesuaikan dengan mal (cetakan). Perakitan merupakan proses penggabungan potongan-potongan rotan yang sudah dipotong dan dibengkokkan. Beberapa peralatan yang digunakan dalam proses perakitan adalah bor (melobangi dan memasukkan sekrup agar sambungan rotan lebih kuat), staples dan tembak max. Tembak max digunakan untuk menembakkan staples pada sambungan rotan agar sambungan tersebut kuat.

5. Penganyaman

Beberapa peralatan yang digunakan dalam penganyaman yaitu tembak max dan tali pengikat rotan. Tali pengikat rotan digunakan untuk menambah kekuatan dan keindahan bentuk produk.

6. Pembersihan

Pembersihan dilakukan untuk membuang sisa serabut rotan (apabila ada yang tersisa). Kertas pasir adalah salah satu bahan yang digunakan dalam pembersihan produk dengan cara mengasah pada bagian yang memiliki serabut sehingga produk lebih halus. Pada proses ini dilakukan juga pemasangan sepatu.

Tujuan dari pemasangan sepatu ini adalah untuk menghindari kontak langsung rotan dengan lantai. Selain itu dengan pemasangan sepatu akan membuat produk lebih menarik.

7. Finishing

Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi rotan. Kegiatan pada proses ini yaitu pewarnaan dan vernis. Alat yang digunakan dalam proses pewarnaan dan vernis adalah gan (alat penyemprot). Setelah proses pewarnaan dan vernis, produk rotan dikeringkan ± 20 menit. Setelah proses finishing dilakukan juga check-in ulang, untuk memastikan sekrup, sepatu dan yang lainnya pada produk tersebut terpasang dengan baik sehingga tidak mengecewakan konsumen.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Pewarnaan dan vernis, (b) pengeringan 8. Pengemasan

Setelah seluruh produk di check-in maka dilakukan pengemasan. Pada umumnya bagian yang dikemas hanya bagian ujung kaki kursi dan meja. Setelah proses ini maka produk siap untuk dijual.

Berdasarkan pengamatan di lapangan proses pembuatan kerajinan rotan masih tetap banyak yang menggunakan keterampilan tangan. Pengaruh teknologi industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan baku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri. Pada proses produksi terutama dalam menganyam rotan masih menggunakan cara sederhana (secara manual). Meskipun pengolahan dilakukan secara sederhana kerajinan rotan di CV. Haramas memiliki kualitas yang baik dan bentuk atau desain yang menarik konsumen.

Biaya produksi

Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh tingkat pemakaian bahan baku pembantu serta produktivitas tenaga kerja. Biaya produksi terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang terkait langsung dengan proses pengolahan rotan seperti penggunaan bahan baku. Biaya tetap antara lain adalah : biaya penyusutan alat dan bangunan dan biaya administrasi

Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat (depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset / harta perusahaan yang di pakai dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud (tangible assets) , misalnya gedung dan mesin. Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin dapat digunakan rumus berikut:

Depresiasi = Harga beli Umur Pakai

Tabel 5. Penyusutan peralatan produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Umur Pakai (tahun) Harga (Rp) Depresiasi/bulan

1 Alat Pengisap Debu 15 15000000 83333

2 Compressor 10 6000000 50000 3 Genset 5 5000000 83333 4 Bandling 10 5000000 41666 5 Steam 5 4000000 66666 6 Gan 5 3000000 50000 7 Tembak Max 5 2500000 41666 8 Bor Duduk 5 2000000 33333 9 Bor Sekrup 5 600000 10000 10 Bor Korek 5 300000 5000 11 Gergaji Elektrik 5 3000000 50000 Total Penyusutan Rp 514.997,00

Berdasarkan tabel di atas diperoleh biaya penyusutan peralatan di CV. Haramas sebesar Rp 514.997,00. Setelah mengetahui biaya penyusutan peralatan maka dapat dihitung masing-masing biaya total produksi untuk setiap produk. Biaya total produksi terdiri dari biaya tetap total dan biaya variabel total. Perhitungan biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara, rekapitulasi biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya produksi produk

No Kode Produk TVC (Rp) TFC (Rp) TC (Rp) TR (Rp)

1 259 t 15.310.400 10.023.330 25.333.730 29.000.000

2 259 26.944.200 10.023.330 36.967.530 41.000.000

3 262 29.761.200 10.023.330 39.784.530 43.000.000

Total 72.015.800 10.023.330 102.085.790 113.000.000

Berdasarkan Tabel 6 biaya total (total cost) paling tinggi terdapat pada produk dengan kode 262 yaitu Rp 39.784.530,00. Harga produk ini juga lebih tinggi yaitu sebesar Rp 215.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar (total revenue) yaitu sebesar Rp 43.000.000,00.

Analisis Kelayakan Produk

Pada penelitian ini analisis yang digunakan untuk melihat tingkat kelayakan produk adalah analisis R/C ratio dan analisis break event point. Analisis BEP yang dilakukan terdiri dari dua yaitu BEP biaya produksi dan BEP harga produksi. BEP biaya produksi dinyatakan dalam unit sedangkan BEP harga produksi dinyatakan dalam rupiah.

Setiap usaha membutuhkan analisis kelayakan. Analisis kelayakan dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut baik dan layak untuk ditekuni (Aswoko, 2009). Pada penelitian ini produk yang dianalisis ada tiga jenis yaitu Kode 259 t, kode 259 dan kode 262 .

Analisis R/C ratio

Analisis R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya dalam hal ini termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Sementara penerimaan merupakan perkalian dari harga produk dengan volume produksi.

Perhitungan R/C ratio dari masing-masing produk adalah: • Kode 259 t R/C Ratio = TR/TC = Rp 29.000.000,00 / Rp 25.333.730,00 = 1,1447 • Kode 259 R/C Ratio = TR/TC = Rp 41.000.000,00 / Rp 36.967.530,00 = 1,1093 • Kode 262 R/C Ratio = TR/TC = Rp 43.000.000,00 / Rp 39.784.530,00 = 1,0808

Untuk mempermudah melihat nilai R/C ratio dari setiap produk maka pada Tabel 7 disajikan nilai R/C ratio dari masing-masing produk.

Tabel 7. Nilai R/C ratio produk

Kode Produk R/C Ratio

259 t 1,1447

259 1,1093

262 1,0808

Berdasarkan Tabel 7 di atas ketiga jenis produk adalah layak. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio semua produk lebih dari satu. Sesuai dengan pernyataan Kuswadi (2006) dan Aswoko (2009) yang menyatakan bahwa nilai R/C ratio lebih dari satu menunjukkan usaha atau produk tersebut layak secara ekonomi.

Nilai R/C ratio di atas menunjukkan bahwa produk dengan kode 259 t memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk dengan kode 259 dan 262. Maka berdasarkan tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t karena memiliki nilai R/C ratio tertinggi yaitu 1,1447. Hal ini berarti setiap Rp 1000,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.147,00. Berdasarkan nilai ini, pendapatan yang diperoleh kecil, maka proses produksi harus dilakukan secara intensif.

Analisis BEP

Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Dalam hal ini secara mudah BEP diartikan sebagai keadaan dimana tidak rugi dan tidak untung (titik impas).

Perhitungan BEP (BEP biaya produksi dan BEP harga produksi) dari masing-masing produk adalah sebagai berikut:

• Kode 259 t

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 25.333.730,00/Rp 145.000,00 = 174,71 = 175 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 25.333.730,00/200 = Rp 126.668,65/Produk • Kode 259

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 36.967.530,00/Rp 205.000,00 = 180,32 = 180 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 36.967.530,00/200 = Rp 184.837,65/Produk • Kode 262

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 39.784.530,00/Rp 215.000,00 = 185,04 = 185 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 39.784.530,00/200 = Rp 198.922,65/Produk

Sementara rekapitulasi nilai BEP untuk masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai BEP disajikan dalam bentuk unit (BEP biaya produksi) dan bentuk rupiah (BEP harga produksi).

Tabel 8. Nilai BEP produk Kode Produk BEP Biaya Produksi (Unit) Produksi (Unit) Selisih (Unit) BEP Harga Produksi (Rp) Harga Produk (Rp) Selisih (Rp) 259 t 175 200 25 126.668,65 145.000 18.311,35 259 180 200 20 184.837,65 205.000 20.162,35 262 185 200 15 198.922,65 215.000 16.077,35

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BEP terendah terdapat pada produk dengan kode 259 t yaitu BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65. Sesuai dengan pernyataan Aswoko (2009) bahwa kriteria produk yang paling layak adalah nilai BEP terendah. Oleh karena itu berdasarkan data yang tercantum pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t.

Nilai BEP Biaya Produksi pada produk dengan kode 259 t sebesar 175 unit. Artinya, titik balik modal usaha produksi tercapai jika jumlah produksi 175 biji. Sementara nilai BEP Harga Produksi sebesar Rp 126.668,65 artinya titik

balik modal usaha produksi tercapai apabila harga produk mencapai Rp 126.668,65. Harga produk yang ditetapkan oleh pengusaha lebih besar

daripada harga produk pada saat BEP yang berarti bahwa produk rotan di CV. Haramas menguntungkan.

Produk yang paling layak

Untuk menghasilkan produk yang layak CV. Haramas memproduksi kerajinan rotan yang berkualitas supaya dapat bersaing dengan produk sejenis dari perusahaan lain di pasaran. Kualitas produk yang sudah baik perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi, agar kepuasan konsumen dapat tercapai.

Produk yang paling layak berarti produk yang memberikan keuntungan terbesar terhadap perusahaan. Berdasarkan keterangan Aswoko (2009) bahwa produk yang paling layak memiliki beberapa kriteria yaitu keuntungan tertinggi, nilai R/C ratio lebih dari satu dan nilai BEP terendah maka dapat disimpulkan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t. Hal ini dapat dilihat dengan nilai R/C Ratio kode 259 t tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65. Jadi, berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 di atas, urutan tingkat kelayakan dari produk adalah produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262.

Dokumen terkait