• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian-pengujian panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen ini meliputi pengujian suhu hidrasi khusus untuk keperluan papan semen, pengujian sifat fisis, pengujian sifat mekanis dan pengujian sifat akustik. Sifat fisis papan wol isocyanate dan papan wol semen yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air. Sifat mekanis yang diuji meliputi Modulus of Repture (MOR), Modulus of Elasticity (MOE), Internal Bond (IB) dan Screw Withdrawal (SW). Sedangkan sifat akustik yang diuji meliputi Koefisien Absorbsi, Sound Transmission Loss (STL) dan Sound Transmission Class (STC).

4. 1 Suhu Hidrasi

Suhu hidrasi dilakukan pada papan wol semen untuk mengetahui perubahan suhu yang terjadi akibat reaksi eksotermik antara semen dan air. Suhu hidrasi campuran semen dan kayu merupakan indikator kesesuaian kayu sebagai bahan baku papan wol semen. Semakin tinggi suhu hidrasi dan semakin cepat waktu pencapaian maksimum, maka jenis kayu tersebut semakin cocok digunakan sebagai bahan baku papan wol semen. Hubungan antara suhu hidrasi dengan waktu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan data hasil pengukurannya dapat dilihat pada Lampiran 2.

33

Dari Gambar 12 terlihat bahwa suhu hidrasi dari campuran semen ditambah air dan ditambah serbuk kayu nilai tertinggi yang dihasilkan mencapai 32,740C dengan waktu 120 menit atau 2 jam dan nilai terendah 27,110C dalam waktu 1050 menit atau 17,5 jam, sedangkan nlai tertinggi 50,700C dalam waktu 390 menit atau 4 jam didapat pada campuran semen ditambah air dan nilai terendahnya 29,430C dalam waktu 1170 menit atau 19,5 jam. Menurut Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor (LPHH-Bogor) dalam Kamil (1970), kesesuaian suatu jenis kayu sebagai bahan baku papan wol semen tergolong baik bila suhu hidrasi lebih dari 400C, sedangkan bila suhu hidrasi berkisar antara 36 - 410C dan tidak baik bila suhu hidrasi kurang dari 360C. Berdasarkan hasil pengujian, campuran antara semen ditambah air dan ditambah serbuk kayu dan semen ditambah air termasuk katagori yang tidak baik. Hal ini diduga zat ekstraktif yang terdapat pada kayu mempengaruhi laju pengerasan semen. Menurut Hachmi et al. (1998) dalam Heckhel (2007), menggunakan kayu mangium (Acacia mangium Willd.) menyatakan bahwa waktu pengerasan suhu hidrasi dipengaruhi oleh kandungan air, bahan kimia maupun zat ekstraktif yang terdapat pada kayu dan bahan tambahan lain yang akan mempercepat waktu pengerasan semen.

4. 2 Sifat Fisis Panel Akustik Komposit

Nilai sifat fisis panel akustik komposit berupa papan wol isocyanate dan papan wol semen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai rata-rata sifat fisis panel akustik komposit Jenis Panel Komposit Kerapatan

(g/cm3) Kadar Air (%) TS 2 Jam (%) TS 24 Jam (%) WA 2 Jam (%) WA 24 Jam (%) papan wol isocyanate 0,5 0,43 8,49 3,09 3,48 21,60 52,28 papan wol isocyanate 0,8 0,53 10,24 2,05 10,22 10,48 36,01 papan wol semen 0,5 0,44 8,58 1,89 2,74 44,59 51,58 papan wol semen 0,8 0,69 10,35 2,08 3,66 38,13 41,09 JIS A 5908 : 2003 Type 13 0,4 - 0,9 5 - 13 <12 <12 - -

Hasil analisis sidik ragam (anova) sifat fisis komposit berupa papan wol isocyanate dan papan wol semen disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rangkuman hasil analisis sidik ragam (anova) sifat fisis panel akustik komposit

Sumber Keragaman

Sifat Fisis

Kerapatan Kadar Air TS WA

2 Jam 24 Jam 2 Jam 24 Jam Jenis Perekat (A) 0,0444* 0,8257 TN 0,3322TN 0,0021* 0,0006* 0,8674 TN Target Kerapatan (B) 0,0010* 0,0050* 0,4162TN 0,0087* 0,0783TN 0,1571TN Interaksi A dan B 0,044* 0,9136 TN 0,3183TN 0,0388* 0,5657TN 0,579TN Keterangan : TN = Tidak Nyata ; * = Nyata

4. 2. 1 Kerapatan

Kerapatan merupakan suatu ukuran kekompakan suatu partikel dalam lembaran. Nilainya sangat tergantung pada kerapatan kayu asal yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama pembuatan lembaran (Haygreen et al. 2003). Berdasarkan data Tabel 3 diketahui bahwa kerapatan panel akustik papan wol kayu mangium berkisar antara 0,43 - 0,69 g/cm3. Nilai kerapatan terendah 0,43 g/cm3 terdapat pada panel akustik dari papan wol isocyanate target kerapatan 0,5 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi 0,69 g/cm3 terdapat pada panel akustik dari papan wol semen target kerapatan 0,8 g/cm3.

Gambar 13 Grafik nilai kerapatan (g/cm3) rata-rata panel akustik komposit.

Variasi nilai kerapatan papan yang dihasilkan diduga karena ukuran wol yang besar menyebabkan penyebaran wol saat pengempaan lebih sulit.

35

Penyebaran wol yang tidak merata ini mengakibatkan massa wol pada tiap bagian papan tidak sama sehingga tekanan dan panas yang diterima pada saat pengempaan tidak seragam di seluruh permukaan lembaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tsoumis (1991) yang menyatakan bahwa kerapatan papan partikel jarang seragam di sepanjang ketebalannya. Selain itu nilai kerapatan akhir papan dipengaruhi oleh berat jenis kayu yang digunakan, jenis perekat, jumlah partikel kayu dalam papan, kadar perekat dan besarnya tekanan kempa yang diberikan (Haygreen et al. 2003).

Analisis sidik ragam kerapatan panel akustik pada selang kepercayaan 95% disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut maka diperoleh informasi faktor target kerapatan, jenis perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap nilai kerapatan panel akustik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara kedua jenis perekat tersebut memberikan hasil target kerapatan yang tidak sama.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan faktor interaksi jenis perekat dan target kerapatan pada papan wol isocyanate target kerapatan 0,5 g/cm3 adalah yang terendah dengan kerapatan 0,48 g/cm3. Sementara itu papan wol semen target kerapatan 0,8 g/cm3 adalah tertinggi dengan kerapatan 0,53 g/cm3. Apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai kerapatan sebesar 0,4-0,9 g/cm3, maka panel yang dibuat masih memenuhi persyaratan standar tersebut.

4. 2. 2 Kadar Air

Nilai rata-rata kadar air papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik nilai kadar air (%) rata-rata panel akustik komposit.

Pada Gambar 14 diketahui bahwa kadar air panel akustik hasil penelitian berkisar antara 7,80 -10,13%. Nilai rata-rata kadar air terendah adalah 8,49%, sedangkan nilai rata-rata kadar air tertinggi sebesar 10,35%. Kadar air dapat mempengaruhi sifat akustik kayu. Menurut Tsoumis (1991), jika terjadi peningkatan kadar air maka koefisien absorbsi suara akan meningkat dan lebih banyak menyerap suara berfrekuensi rendah.

Berdasarkan analisis sidik ragam kadar air panel akustik pada selang kepercayaan 95% (Tabel 4) maka diperoleh bahwa target kerapatan memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon nilai kadar air papan wol isocyanate dan papan wol semen yang dibuat. Sementara itu jenis perekat dan interaksi antara target kerapatan dan jenis perekat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai kadar air.

Apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai kadar air sebesar 5–13%, maka seluruh panil yang dibuat masih atau memenuhi persyaratan standar tersebut.

4. 2. 3 Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal merupakan penambahan tebal contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap tebal awalnya. Sebelum dihitung, contoh uji terlebih dahulu direndam dalam air pada suhu kamar (Koch 1985). Nilai rata-rata

37

hasil pengujian pengembangan tebal papan wol isocyanate dan papan wol semen yang direndam selama 2 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Grafik nilai pengembangan tebal (%) rata-rata panel akustik komposit.

Hasil pengujian terhadap panel akustik menunjukkan bahwa pengembangan tebal setelah perendaman selama 2 jam berkisar antara 1,89 – 3,85 %. Sementara itu pada perendaman 24 jam pengembangan tebal papan partikel berkisar antara 2,74 – 10,22 %.

Nilai pengembangan tebal papan wol isocyanate perendaman 2 jam semakin menurun dengan meningkatnya target kerapatan. Hal ini diduga karena semakin besar kerapatan yang dibuat, semakin banyak perekat yang digunakan maka stabilitas dimensi papan wol akan semakin baik. Sementara itu, nilai pengembangan tebal papan wol isocyanate perendaman 2 jam dan papan wol semen perendaman 2 jam dan 24 jam semakin meningkat dengan meningkatnya target kerapatan papan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subiyanto (2005) dalam Fuadi (2009) bahwa semakin tinggi kerapatan maka sifat pengembangan tebal papan partikel cenderung semakin meningkat. Penyebab hal ini adalah pemulihan pada papan wol ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses pengempaan panas. Pada bahan yang berlignoselulosa akan terjadi perubahan dimensi yaitu pengembangan dimensi apabila terjadi penyerapan oleh bahan tersebut. Semakin tinggi kerapatan papan maka semakin besar pula pemampatan dimensinya sehingga sifat pengembangan tebalnya semakin tinggi.

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% seperti disajikan pada Tabel 4 maka pengembangan tebal perendaman 2 jam diperoleh informasi faktor target kerapatan, jenis perekat dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap nilai pengembangan tebal. Sementara itu pada pengembangan tebal perendaman 24 jam, jenis perekat dan target kerapatan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai pengembangan tebal papan wol isocyanate dan papan wol semen yang dibuat. Sedangkan interaksi antara target kerapatan dan jenis perekat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai pengembangan tebal.

Apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel nilai pengembangan tebal maksimal sebesar 12%, maka seluruh panil yang dibuat masih atau memenuhi persyaratan standar tersebut.

4. 2. 4 Daya Serap Air

Panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen mengandung bahan berlignoselulosa yang mempunyai sifat finitas yang tinggi terhadap air. Sifat tersebut akan menyebabkan papan mempunyai sifat mengembang dan menyusut sesuai dengan kandungan air didalam papannya (Haygreen et al. 2003). Hasil pengujian daya serap air setelah perendaman 2 dan 24 jam disajikan pada Gambar 16 dan secara lengkap pada Lampiran 6. Hasil pengujian terhadap panel akustik papan wol isocyanate dan papan wol semen menunjukkan bahwa daya serap air setelah perendaman selama 2 jam berkisar antara 21,60 – 52,28 %. Sementara itu pada perendaman 24 jam daya serap air papan partikel berkisar antara 10,48 – 41,09 %. Vital et al. (1974) dalam Djalal (1984) menyatakan bahwa peningkatan kerapatan akan memperbaiki stabilitas dimensi papan yang dihasilkan.

39

Gambar 16 Grafik nilai daya serap air (%) rata-rata panel akustik komposit.

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% seperti disajikan pada Tabel 4 maka daya serap air perendaman 2 jam diperoleh informasi jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai daya serap air. Target kerapatan dan faktor interaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai daya serap air. Sementara itu pada daya serap air perendaman 24 jam, diperoleh informasi faktor target kerapatan, jenis perekat dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon nilai daya serap air. JIS A 5908 (2003) tidak menetapkan standar untuk daya serap air.

4. 3 Sifat Mekanis Panel Akustik Komposit

Sifat mekanis panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan semen wol yang diuji meliputi Modulus of Rupture (MOR), Modulus of Elasticity (MOE), Internal Bond (IB) dan Screw Withdrawal (SW). Nilai sifat mekanis panel akustik komposit tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Nilai rata-rata sifat mekanis panel akustik komposit Jenis Panel Komposit MOR

(kg/cm2) MOE (kg/cm2) IB (kg/cm2) SW (kg) Papan wol isocyanate 0,5 100,18 8589,50 3,43 35,74 Papan wol isocyanate 0,8 83,55 8559,08 0,76 32,61 Papan wol semen 0,5 9,41 1327,41 0,38 4,98 Papan wol semen 0,8 38,17 7065,08 3,34 21,74 JIS A 5908 : 2003 type 13 >130 >25000 >2 > 40 Keterangan : MOR = Modulus of Rupture ; MOE = Modulus of Elasticity ; IB = Internal Bond ;

Untuk hasil analisis sidik ragam sifat mekanis panel akustik komposit disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis sidik ragam sifat mekanis panel akustik komposit Sumber Keragaman Sifat Mekanis

MOR MOE IB SW

Jenis Perekat (A) 0,8745TN 0,0190* 0,0127* 0.0000* Target Kerapatan (B) 0,9255 TN 0,8007 TN 0,0824 TN 0,0000* Interaksi A dan B 0,0882TN 0,3575TN 0,0689TN 0,0456* Keterangan : TN = Tidak Nyata ; * = Nyata.

4. 3. 1 Modulus of Rupture (MOR)

Modulus of Rupture (MOR) adalah merupakan modulus patah dari suatu benda yang dinyatakan dalam besarnya tegangan per satuan luas, yang mana dapat dihitung dengan menentukan besarnya tegangan permukaan bagian atas dan bagian bawah dari benda pada beban maksimum (Maloney 1993). Nilai rata-rata keteguhan patah panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Grafik nilai MOR (kg/cm2) rata-rata panel akustik komposit.

Pada Gambar 18 diketahui bahwa nilai MOR berkisar antara 9,41 - 100,18 kg/cm2 dengan nilai kerapatan terendah 9,41 kg/cm2 pada panel akustik dari papan wol semen target kerapatan 0,5 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi 100,18 kg/cm2 pada panel akustik dari papan wol isocyanate target kerapatan 0,5

41

g/cm3. Pada papan wol isocyanate target kerapatan 0,8 g/cm3 memiliki nilai yang rendah. Hal ini diduga karena kerapatan dalam satu papan tidak merata maka dapat menurunkan ikatan antar material penyusunnya yang kurang rapat dan kompak yang dapat menyebabkan kecilnya nilai MOR. Maloney (1993) menyatakan bahwa nilai MOR dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan ukuran partikel.

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% disajikan (Tabel 4). Berdasarkan tabel tersebut maka diperoleh informasi faktor target kerapatan, jenis perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap nilai MOR panel akustik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa antara kedua jenis perekat tersebut memberikan hasil target kerapatan yang tidak sama.

Papan hasil penelitian ini tidak sesuai untuk menerima beban konstruksi karena nilai yang dihasilkan jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai MOR 130 kgf/cm.

4. 3. 2 Modulus of Elasticity (MOE)

Haygreen et al. (2003) menyatakan keteguhan lentur merupakan ukuran ketahanan papan menahan beban sebelum patah (sampai batas proporsi). Nilai keteguhan lentur yg semakin tinggi, maka benda tersebut akan semakin kaku. Nilai rata-rata keteguhan lentur panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik nilai MOE (kg/cm2) rata-rata panel akustik komposit.

Pada Gambar 17 diketahui bahwa nilai MOE berkisar antara 1327 – 8590 kg/cm2 dengan nilai kerapatan terendah 1327 kg/cm2 pada panel akustik dari papan wol semen target kerapatan 0,5 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi 8590 kg/cm2 pada panel akustik dari papan wol isocyanate target kerapatan 0,8 g/cm3. Semakin tinggi tingkat kerapatan papan partikel, maka akan semakin tinggi sifat keteguhan papan partikel yang dihasilkan (Haygreen et al. 2003).

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% disajikan (Tabel 6) menunjukkan faktor jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata, sementara itu target kerapatan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap nilai MOE.

Papan hasil penelitian ini tidak sesuai untuk menerima beban konstruksi karena nilai yang dihasilkan jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai MOE sebesar 25000 kgf/cm2.

4. 3. 3 Internal Bond (IB)

Nilai rata-rata IB papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Grafik nilai Internal bond (kg/cm2)rata-rata panel akustik komposit.

Pada Gambar 19 diketahui bahwa nilai IB berkisar antara 0,38 – 3,43 kg/cm2 dengan nilai kerapatan terendah 0,38 kg/cm2 pada panel akustik dari

43

papan wol semen kerapatan 0,5 g/cm3, sedangkan nilai kerapatan tertinggi 3,43 kg/cm2 pada panel akustik dari papan wol isocyanate kerapatan 0,5 g/cm3.

Pada nilai IB papan wol isocyanate semakin tinggi kerapatan papan maka nilai kuat rekat internalnya rendah. Hal ini diduga ketidakseragamnya ukuran wol kayu sehingga kurang merata kekompakannya. Nilai IB papan wol semen semakin meningkat dengan meningkatnya target kerapatan papan. Vital et al. (1974) dalam Djalal (1984) menyatakan bahwa peningkatan kerapatan menyebabkan semakin kuatnya ikatan antar partikel. Makin tinggi kandungan zat ekstraktif dalam suatu bahan yang digunakan, makin banyak pula pengaruhnya terhadap keteguhan rekat.

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% disajikan (Tabel 6) menunjukkan faktor jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata, sementara itu target kerapatan serta interaksi jenis perekat dengan target kerapatan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai IB.

Apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai IB sebesar 2 kgf/cm, maka hanya pada papan wol isocyanate dengan target kerapatan 0,5 g/cm3 dan papan wol semen target kerapatan 0,8 g/cm3 yang memenuhi standar tersebut.

4. 3. 4 Screw Withdrawal (SW)

Pada Gambar 20 diketahui bahwa nilai SW berkisar antara 4,98 – 35,74 kg dengan nilai SW terendah 4,98 kg pada panel akustik dari papan wol semen kerapatan 0,5 g/cm3, sedangkan nilai SW tertinggi 35,74 kg pada panel akustik dari papan wol isocyanate kerapatan 0,5 g/cm3.

Gambar 20 Grafik nilai SW(kg)rata-rata panel akustik komposit.

Haygreen et al. (2003) menyatakan bahwa besarnya nilai kuat pegang sekrup dipengaruhi oleh kerapatan papan, kadar perekat, dan penyebaran perekat. Nilai SW papan wol isocyanate sedikit menurun seiring dengan meningkatnya kerapatan papan. Hal tersebut berkaitan dengan kerapatan papan yang dihasilkan dapat menurunkan nilai SW. Sementara itu pada papan akustik komposit papan wol semen memiliki nilai SW yang lebih tinggi.

Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% seperti disajikan (Tabel 6) maka diperoleh informasi faktor target kerapatan, jenis perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon nilai SW panel akustik. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan jenis perekat dan target kerapatan untuk target kerapatan 0,5 g/cm3 pada papan wol isocyanate dan papan wol semen adalah yang terendah dengan SW 4,98 kg. Sementara itu target kerapatan 0,8 g/cm3 pada papan wol isocyanate dan papan wol semen adalah tertinggi dengan SW 27,18 kg.

Apabila dibandingkan dengan standar JIS A 5908 (2003) Type 13 untuk papan partikel dengan nilai SW sebesar 40 kg, maka seluruh panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen dengan target kerapatan (0,5 g/cm3 dan 0,8 g/cm3) tidak sesuai standar tersebut.

45

4. 4 Sifat Akustik

4. 4. 1 Koefisien Absorbsi

Energi akustik yang mengenai kayu sebagian atau seluruhnya dapat diserap, dibiaskan dan dipantulkan. Koefisien absorbsi suara menggambarkan suatu fraksi dari sumber energi suara agar material meyerap. Nilai koefisien absorbsi panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Grafik nilai koefisien absorbsi panel akustik komposit.

Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa pada frekuensi rendah 100 – 160 Hz papan wol target kerapatan 0,8 g/cm3 baik untuk papan wol isocyanate maupun papan wol semen memiliki nilai koefisien absorbsi yang hampir sama dan nilai koefisien absorbsi tersebut lebih baik dibandingkan papan target kerapatan 0,5 g/cm3. Nilai koefisien absorbsi papan target kerapatan 0,8 g/cm3 dapat mencapai 0,7 sementara papan target kerapatan 0,5 g/cm3 nilai koefisien absorbsi mencapai 0,5.

Pada frekuensi sedang 250 - 1000 Hz nilai koefisien absorbsi papan wol isocyanate maupun papan wol semen kurang dari 0,4, kecuali untuk papan wol semen target kerapatan 0,5 g/cm3 yang dapat mencapai 0,5 pada frekuensi 500 Hz. Untuk frekuensi tinggi 1000 - 4000 Hz penyebaran nilai koefisien absorbsi lebih beragam. Nilai koefisien absorbsi yang diperoleh lebih dari 0,3 dan dapat

mencapai 0,8 pada papan wol semen target kerapatan 0,8 g/cm3. Pada frekuensi tersebut kemampuan absorbsi suara cenderung meningkat dengan peningkatan frekuensi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka kerapatan papan yang tinggi memiliki penyerapan yang baik pada frekuensi rendah. Sementara itu kerapatan papan komposit yang rendah menyerap suara lebih baik pada frekuensi tinggi. Untuk jenis perekat, perekat semen memiliki kemampuan menyerap suara yang baik pada frekuensi sedang dan tinggi.

4. 4. 2 Sound Transmission Loss

Nilai sound transmission loss (STL) panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Grafik nilai sound transmission loss (STL) panel akustik komposit.

Pada Gambar 10 diketahui bahwa nilai pengujian sound transmission loss (STL) panel akustik komposit papan wol isocyanate dengan kerapatan 0,5 g/cm3 dan kerapatan 0,8 g/cm3 memiliki nilai STL yang sama. Sedangkan pada papan wol semen kerapatan 0,5 g/cm3 memiliki nilai STL yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kerapatan 0,8 g/cm3 yang memiliki nilai STL lebih tinggi.

Pada kasus STL ini maka jenis perekat berpengaruh terhadap kemampuan mereduksi suara. Perekat isocyanate berperan sebagai pereduksi suara yang lebih baik dibandingkan perekat semen. Sementara itu pada perekat semen, kerapatan papan tinggi berperan sebagai pereduksi suara yang lebih baik dibandingkan kerapatan papan rendah.

47

4. 4. 3 Sound Transmission Class

Sound transmission class (STC) adalah kemampuan rata-rata transmission loss suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Nilai sound transmission class (STC) panel akustik komposit papan wol isocyanate dan papan wol semen hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Grafik nilai sound transmission class (STC) panel akustik komposit. Berdasarkan Gambar 23 maka pada nilai STC hampir sama dengan nilai STL. Papan berperekat isocyanate baik berkerapatan 0,5 g/cm3 maupun 0,8 g/cm3 memiliki nilai STC yang sama dan lebih baik dibandingkan papan komposit akustik semen. Untuk semua kisaran frekuensi yang diuji, kerapatan papan semen yang lebih tinggi (0,8 g/cm3) memiliki nilai STC lebih baik dibadingkan papan semen (0,5 g/cm3). Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nilai STC. Nilai STC yang semakin tinggi menunjukkan kemampuan mereduksi semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Callender (1974) bahwa nilai STC dipengaruhi oleh ukuran panel yang diuji, berat dan kekakuan panel akustik, kepadatan dan kerapatan panel akustik karena semakin padat dan rapat struktur panel tersebut akan meningkatkan nilai STC.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Jenis perekat berpengaruh menurunkan nilai TS terutama pada papan berperekat semen. Sementara itu semakin tinggi kerapatan papan maka nilai TS dan WA semakin rendah.

2. Semakin tinggi kerapatan papan semen maka nilai MOE, MOR, IB dan SW semakin meningkat. Untuk dua kerapatan papan pada papan isocyanate menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata. Secara deskriptif nilai sifat mekanis papan isocyanate lebih tinggi dibandingkan papan

Dokumen terkait