• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa tanah ultisol inkubasi 4 minggu pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai berpengaruh nyata terhadap parameter reaksi tanah (pH H2O) dan K-tukar, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter C-organik, P-tersedia, Na-tukar, Ca-tukar, Mg-tukar, KTK, dan kejenuhan basa.

Pada perlakuan pengekstrak berpengaruh nyata terhadap parameter reaksi tanah (pH H2O), C-organik, K-tukar, Mg-tukar, dan kejenuhan basa, tetapi

berpengaruh tidak nyata terhadap parameter P-tersedia, Na-tukar, Ca-tukar, dan KTK. Sementara itu, interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yang diamati.

Reaksi Tanah (pH H2O)

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter reaksi tanah (pH H2O) ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak berpengaruh nyata, akan tetapi interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan dan hasil uji beda rataan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% reaksi tanah (pH H2O) ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Rataan reaksi tanah (pH H2O) ultisol pengaruh interaksi beberapa

kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) H1 = 80 mesh 4,52 7,09 5,77 4,53 5,48 a H2 = 40 mesh 4,44 6,69 5,73 4,55 5,35 a H3 = 20 mesh 4,48 6,65 5,53 4,47 5,28 a Rataan 4,48 a 6,81 c 5,68 b 4,52 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris/kolom menunjukkan angka tersebut berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, perlakuan H1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan H2 dan H3. Meskipun

demikian, peningkatan pH tanah ultisol cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kehalusan tepung batuan yang diaplikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pH tanah ultisol yang dipengaruhi oleh kelarutan tepung batuan sungai di dalam larutan tanah. Semakin halus tepung batuan sungai yang diaplikasikan menunjukkan pengaruh yang baik terhadap reaksi tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckman dan Brady (1982) bahwa semakin halus suatu bahan, maka semakin cepat pula larut dan bereaksi dalam tanah.

Pada perlakuan pengekstrak, perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan

perlakuan P3 dan P0, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, dan perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0. Berdasarkan nilai pH

tersebut diketahui bahwa pemberian pengekstrak yang merupakan bahan organik seperti urine sapi dan air nenas mampu memperbaiki pH tanah ultisol. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam bahan organik mampu menghasilkan asam-asam organik yang melepaskan kandungan hara yang terdapat pada tepung batuan sungai seperti halnya Ca yang berperan dalam peningkatan pH. Selain itu, pengekstrak juga mempengaruhi tingkat pelapukan

dari tepung batuan dan meningkatkan kelarutannya di dalam tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Ismagil dan Hanudin (2005) dan Priyono (2005) bahwa pengaruh asam-asam organik dalam degradasi mineral batuan berupa reaksi pelarutan. Pelarutan hara dari batuan ke dalam larutan tanah dapat dipercepat melalui pengasaman (acidulation) dengan asam kuat dan penggilingan intensif.

C-organik

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter C-organik ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan pengekstrak berpengaruh nyata, akan tetapi perlakuan kehalusan tepung batuan sungai dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan dan hasil uji beda rataan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% C-organik ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Rataan C-organik ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- % --- H1 = 80 mesh 0,39 0,62 0,62 0,53 0,54 H2 = 40 mesh 0,43 0,53 0,54 0,52 0,51 H3 = 20 mesh 0,51 0,58 0,63 0,37 0,52 Rataan 0,44 a 0,58 a 0,60 a 0,47 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris/kolom menunjukkan angka tersebut berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, C-organik tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H1, yaitu 0,54 % dan

terendah terdapat pada perlakuan H2, yaitu 0,51%. Pada perlakuan pengekstrak,

perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1,P3, dan P0. Pemberian

pengekstrak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan C-organik tanah ultisol yang umumnya relatif rendah. Pemberian bahan organik pada tanah ultisol merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kesuburan tanah tersebut sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman budidaya. Dengan adanya asupan bahan organik maka aktivitas mikroorganisme pun meningkat sehingga mampu menghasilkan asam-asam organik yang berguna dalam pengikatan ion-ion logam yang terdapat pada koloid tanah. Hal ini akan mempengaruhi ketersediaan hara yang terdapat pada tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Andre (2009) dan Hanafiah (2005) bahwa kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika, maupun biologi tanah. Pelapukan dari bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengurangi kemasaman tanah dan P akan lebih tersedia.

P-tersedia

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter P-tersedia ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, pengekstrak, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan P-tersedia ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Rataan P-tersedia ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- ppm --- H1 = 80 mesh 2,21 2,45 2,32 2,08 2,27 H2 = 40 mesh 1,83 1,52 2,63 2,29 2,07 H3 = 20 mesh 2,03 1,57 2,35 1,69 1,91 Rataan 2,02 1,85 2,43 2,02

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, P-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H1, yaitu 2,27 ppm dan terendah terdapat pada perlakuan H3, yaitu 1,91 ppm. Meskipun aplikasi tepung

batuan sungai belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap ketersediaan P pada tanah ultisol dikarenakan rendahnya kandungan P pada tepung batuan sungai, tetapi berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa meningkatnya ketersediaan P pada tanah cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kehalusan tepung batuan sungai. Hal ini didukung oleh pernyataan Prasetyo dan Suradikarta (2006) serta Buckman dan Brady (1982) bahwa ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri. Pada ultisol, tidak tersedia dan tidak terlarutnya P dapat disebabkan kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah. Pemberian dua macam bahan yang berlainan dalam jumlah setara pada tanah tidak berarti hasil yang dicapai harus sama. Hal ini terjadi apabila kedua bahan tersebut memiliki butir-butir berlainan, baik dalam besar maupun dalam kekerasan. Semakin halus suatu bahan, maka semakin cepat pula larut dan bereaksi dalam tanah.

Pada perlakuan pengekstrak, P-tersedia tanah tertinggi terdapat pada perlakuan P2, yaitu 2,43 ppm dan terendah terdapat pada perlakuan P1, yaitu

1,85 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh kemasaman dari

masing pengekstrak, dimana ketersediaan P pada kondisi yang masam lebih tinggi dibandingkan pada kondisi basa, meskipun kandungan P pada urine sapi relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang ada pada air nenas. Hal ini didukung oleh literatur Hartatik (2011) bahwa fosfor lebih mudah larut pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH tinggi kelarutannya menurun.

K-tukar

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter K-tukar ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 15) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak berpengaruh nyata, akan tetapi interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan dan hasil uji beda rataan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% K-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Rataan K-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- me/100 g --- H1 = 80 mesh 0,92 8,42 1,67 0,85 2,97 a H2 = 40 mesh 0,89 7,53 1,48 0,80 2,68 a H3 = 20 mesh 0,65 7,37 1,24 0,65 2,48 a Rataan 0,82 a 7,77 c 1,46 b 0,77 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris/kolom menunjukkan angka tersebut berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, perlakuan H1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan H2 dan H3. Akan

tetapi, berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa dengan semakin tingginya kehalusan tepung batuan sungai maka kelarutan dan ketersediaan hara K juga semakin meningkat. Selain itu, kandungan K total yang terdapat pada tepung batuan sungai yang tergolong mencukupi (0,94%) mampu mensuplai hara K pada tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Novizan (2002) bahwa kandungan kalium tanah sangat bergantung dari jenis mineral pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat.

Pada perlakuan pengekstrak, perlakuan P1 dan P2 berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P3, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2, dan

perlakuan P0 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan K pada pengekstrak seperti urine sapi (1,87%) dan air nenas (0,14%) mampu meningkatkan kandungan K pada tanah. Selain itu, sifat kalium yang mudah larut menyebabkan tingginya kandungan hara tersebut di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutedjo dan Kartasapoetra (1988) dan Foth (1994) bahwa kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya. Kalium memiliki sifat yang mudah larut, mudah terbawa (tercuci), dan mudah terfiksasi pada tanah. Kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman.

Na-tukar

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter Na-tukar ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 18) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, pengekstrak, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan Na-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Rataan Na-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- me/100 g --- H1 = 80 mesh 0,068 0,066 0,064 0,064 0,066 H2 = 40 mesh 0,052 0,053 0,071 0,071 0,062 H3 = 20 mesh 0,065 0,066 0,069 0,059 0,065 Rataan 0,062 0,062 0,068 0,065

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, Na-tukar tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H1, yaitu 0,066 me/100 g dan terendah terdapat pada perlakuan H2, yaitu 0,062 me/100 g. Sedangkan pada

perlakuan pengekstrak, Na-tukar tanah tertinggi terdapat pada perlakuan P2, yaitu 0,068 me/100 g dan terendah terdapat pada perlakuan P0 dan P1, yaitu

0,062 me/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan unsur natrium pada tanah berada pada kisaran yang tidak berbeda jauh pada setiap perlakuan dikarenakan tidak terdapat pengaruh dari garam-garam natrium yang umumnya bersifat toksik bagi tanaman pada kompleks koloid tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) bahwa natrium berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah di daerah kering yang berdekatan dengan pantai. Sebagimana unsur mikro, natrium juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan.

Ca-tukar

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter Ca-tukar ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 21) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, pengekstrak, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan Ca-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Rataan Ca-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- me/100 g --- H1 = 80 mesh 3,29 3,22 3,44 3,20 3,29 H2 = 40 mesh 3,26 3,21 3,27 3,26 3,25 H3 = 20 mesh 3,09 3,35 3,11 3,01 3,14 Rataan 3,21 3,26 3,27 3,16

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, Ca-tukar tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H1, yaitu 3,29 me/100 g

dan terendah terdapat pada perlakuan H3, yaitu 3,14 me/100 g. Pada perlakuan pengekstrak, Ca-tukar tanah tertinggi terdapat pada perlakuan P2, yaitu

3,27 me/100 g dan terendah terdapat pada perlakuan P3, yaitu 3,16 me/100 g. Meskipun aplikasi tepung batuan sungai belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kandungan Ca pada tanah ultisol dikarenakan rendahnya kandungan Ca pada tepung batuan sungai, tetapi berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa kandungan Ca cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan kehalusan tepung batuan sungai. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kandungan Ca dengan pH tanah dimana pH tanah meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan Ca pada tanah yang pada umumnya berguna

dalam pengapuran. Hal ini sesuai dengan penyataan Kusdarto (2005) bahwa semua material yang mengandung senyawa Ca dan Mg dapat digunakan sebagai bahan pengapuran untuk menetralisir kemasaman tanah, yaitu meningkatkan pH tanah yang pada dasarnya meningkatkan kandungan Ca dan menurunkan kadar Al.

Mg-tukar

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter Mg-tukar ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 24) menunjukkan bahwa perlakuan pengekstrak berpengaruh nyata, akan tetapi perlakuan kehalusan tepung batuan sungai dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan dan hasil uji beda rataan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% Mg-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Rataan Mg-tukar ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- me/100 g --- H1 = 80 mesh 1,08 2,28 1,33 1,15 1,46 H2 = 40 mesh 1,05 2,05 1,20 1,13 1,36 H3 = 20 mesh 1,08 2,22 1,14 0,99 1,36 Rataan 1,07 a 2,18 b 1,22 a 1,09 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris/kolom menunjukkan angka tersebut berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, Mg-dd tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H1, yaitu 1,46 me/100 g

dan terendah terdapat pada perlakuan H2 dan H3, yaitu 1,36 me/100 g. Meskipun

aplikasi tepung batuan sungai belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap

kandungan Mg pada tanah ultisol dikarenakan rendahnya kandungan Mg pada tepung batuan sungai, tetapi berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa semakin tingginya kehalusan tepung batuan sungai maka semakin tinggi pula kandungan Ca. Pada perlakuan pengekstrak, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2,

P3, dan P0, perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3 dan P0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh tingkat kemasaman tanah dan bahan organik terhadap kandungan Mg dalam tanah. Pada pemberian urine sapi yang tergolong bereaksi basa mampu meningkatkan kandungan Mg. Selain itu, kandungan Mg dari bahan awal masing-masing perlakuan juga mempengaruhi dimana pengekstrak berupa urine sapi dan air nenas memiliki kandungan Mg yang tinggi sehingga terjadi peningkatan pada tanah setelah diaplikasikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarso (2005) bahwa sumber utama Mg untuk tanaman dari larutan tanah dan kompleks jerapan. Persen kejenuhan aktual Mg tergantung dari sifat-sifat tanah, tanaman, dan faktor lain. Pada tanah ber-pH rendah, ketersediaan magnesium juga rendah.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter KTK ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 27) menunjukkan bahwa perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, pengekstrak, dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan KTK ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Rataan KTK ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- me/100 g --- H1 = 80 mesh 18,52 19,06 18,56 19,56 18,93 H2 = 40 mesh 16,42 17,45 21,01 17,58 18,12 H3 = 20 mesh 21,22 20,24 19,69 17,86 19,75 Rataan 18,72 18,92 19,75 18,33

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, KTK tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H3, yaitu 19,75 me/100 g dan terendah terdapat pada perlakuan H2, yaitu 18,12 me/100 g. Berdasarkan hasil

tersebut dapat diketahui bahwa pemberian tepung batuan sungai dengan berbagai kehalusan tidak menunjukkan pengaruhnya terhadap KTK tanah ultisol dan belum dapat memperbaiki kompleks koloid tanah.

Pada perlakuan pengekstrak, KTK tanah tertinggi terdapat pada perlakuan P2, yaitu 19,75 me/100 g dan terendah terdapat pada perlakuan P3, yaitu

18,33 me/100 g. Aplikasi urine sapi dan air nenas menunjukkan pengaruhnya pada KTK tanah. Hal ini menandakan bahwa selain mampu menaikkan pH dan C-organik tanah, aplikasi pengekstrak juga memperbaiki KTK tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Foth (1994) dan Hanafiah (2005) bahwa KTK sangat beragam pada setiap jenis tanah bahkan pada tanah yang sejenis sekalipun. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri antara lain reaksi tanah (pH), tekstur tanah atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik tanah, pengapuran, dan pemupukan. Antara pH dan KTK sangat erat hubungannya, terutama pada tanah memiliki pH rendah. Hal ini disebabkan hanya muatan permanen liat dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation, sehingga KTK relatif rendah.

Kejenuhan Basa

Hasil analisis sidik ragam untuk parameter kejenuhan basa ultisol inkubasi 4 minggu (Lampiran 30) menunjukkan bahwa perlakuan pengekstrak berpengaruh nyata, akan tetapi perlakuan kehalusan tepung batuan sungai dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata.

Rataan dan hasil uji beda rataan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf 5% kejenuhan basa ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu disajikan pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Rataan kejenuhan basa ultisol pengaruh interaksi beberapa kehalusan tepung batuan sungai dan pengekstrak pada inkubasi 4 minggu

Kehalusan Pengekstrak Rataan P0 (aquades) P1 (urine sapi) P2 (air nenas) P3 (air gambut) --- % --- H1 = 80 mesh 28,93 73,59 36,34 27,01 41,47 H2 = 40 mesh 32,37 76,09 28,74 30,22 41,86 H3 = 20 mesh 23,11 65,55 28,31 26,65 35,91 Rataan 28,14 a 71,74 b 31,13 a 27,96 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh notasi yang sama pada baris/kolom menunjukkan angka tersebut berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kehalusan tepung batuan sungai, kejenuhan basa tanah tertinggi terdapat pada perlakuan H2, yaitu 41,86% dan terendah terdapat pada perlakuan H3, yaitu 35,91%. Hal ini menunjukkan

bahwa kejenuhan basa tanah tidak berpengaruh meskipun tepung batuan sungai yang diaplikasikan pada beberapa kehalusan.

Pada perlakuan pengekstrak, perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan

P2,P0, dan P3, perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan basa sangat dipengaruhi oleh pH tanah tersebut dimana aplikasi urine sapi dengan kandungan basa-basa tukar dan pH

yang tingi mempengaruhi nilai kejenuhan basa tanah jika dibandingkan dengan perlakuan pelarut pengekstrak lainnya, sehingga dengan nilai tersebut maka tanah dengan perlakuan ini digolongkan pada tingkat kesuburan sedang. Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan Tan (1998) bahwa terdapat korelasi positif antara persen kejenuhan basa dengan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai penunjuk tingkat kesuburan tanah. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basa ≥80%, sedang antara 80 dan 50%, dan tidak subur ≤50%.

Dokumen terkait