• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas data Batimetri

Koreksi kedalaman perairan sangat menentukan tingkat keakuratan data batimetri yang digunakan untuk menentukan posisi kaki lereng. Beberapa titik kedalaman yang dipakai dalam melakukan koreksi terhadap data batimetri ditentukan berdasarkan titik perpotongan jalur survei yang sudah dilakukan gridding. Penentuan ini dimaksudkan agar dapat mengetahui seberapa besar simpangan atau kesalahan deteksi di posisi yang sama pada waktu yang berbeda. Besar kesalahan setiap titik koreksi kedalaman perairan tidak melebihi batas toleransi yang telah ditetapkan oleh IHO (2008). Titik perpotongan jalur survei yang digunakan dalam koreksi kedalaman pada penelitian ini berjumlah 10 titik. Nilai kedalaman yang digunakan dalam koreksi kesalahan pengukuran merupakan rata-rata kedalaman masing-masing titik perpotongan jalur survei batimetri yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan agar kedalaman perairan di wilayah penelitian yang ditentukan pada setiap titik perpotongan jalur survei menyebar merata sesuai dengan bentuk topografi dasar lautnya.

Kualitas data batimetri hasil survei dapat diketahui dengan membandingkan nilai kedalaman perairan pada titik perpotongan antara jalur melintang dan jalur membujur. Kedalaman rata-rata setiap profil batimetri memiliki kedalaman minimum sebesar 2.356,41 meter. Sesuai dengan ketentuan IHO (2008) bahwa untuk kedalaman perairan lebih dari 100 meter dapat menggunakan standar ketelitian pengukuran kedalaman pada klasifikasi survei hidrografi orde dua yang dapat dihitung menggunakan persamaan dua, dengan nilai a dan b mengacu pada Tabel 1. Nilai kedalaman terukur (d) ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran jalur survei arah melintang yang merupakan jalur survei awal pengukuran. Penentuan ini tidak mempengaruhi nilai batas toleransi yang diberikan, karena nilai kesalahan pengukuran kedalaman perairan antara titik perpotongan jalur melintang dan membujur maksimal 5,27 meter dengan batas toleransi kesalahan ± 54,27 meter. Hal ini menunjukan bahwa nilai kedalaman terukur baik arah melintang maupun arah membujur hasilnya lebih baik. Posisi titik koreksi, nilai kesalahan dan batas toleransi kesalahan pengukuran kedalaman perairan dengan multibeam echosounder di perairan utara Papua ditampilkan pada Tabel 2.

16

Tabel 2 Kualitas data batimetri hasil pengukuran MBES di perairan utara Papua Posisi Titik Koreksi Kedalaman Kesalahan Limit error

Awal Akhir dmelintang

(m) dmembujur (m) s (m) |s| (m) σ (m) Lintang Bujur Lintang Bujur

-0,42º 137,96º -1,19º 137,99º 3.934,14 3.934,52 -0,38 0,38 90,49 0,02º 135,43º 0,02º 137,35º 4.807,68 4.809,15 -1,47 1,47 110,58 1,05º 137,02º 0,80º 137,30º 4.134,52 4.139,79 -5,27 5,27 95,10 2,03º 139,84º 2,03º 139,93º 4.244,78 4.241,81 2,98 2,97 97,64 4,78º 137,31º 4,20º 137,42º 4.618,84 4.615,77 3,07 3,07 106,24 5,17º 146,79º 5,42º 146,69º 4.366,16 4.365,50 0,65 0,65 100,43 6,70º 131,31º 6,61º 131,39º 5.446,28 5.441,91 4,37 4,37 125,27 7,99º 144,65º 7,94º 144,76º 2.491,96 2.494,69 -2,74 2,74 57,32 8,09º 146,44º 7,58º 146,61º 2.359,16 2.356,41 2,75 2,75 54,27 9,99º 144,70º 9,21º 144,74º 3.907,52 3.911,65 -4,14 4,14 89,88

Berdasarkan nilai kedalaman minimum sebesar 2.356,41 meter, maka batas toleransi kesalahan untuk pengukuran kedalaman perairan adalah ± 54,27 meter. Nilai kesalahan pengukuran kedalaman perairan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2 berkisar antara 0,38 meter sampai 5,27 meter. Hal ini menunjukan bahwa dengan batas toleransi kesalahan untuk pengkuran kedalaman perairan sebesar ± 54,27, maka besarnya kesalahan pada titik koreksi masih berada dalam batas toleransi kesalahan untuk pengukuran kedalaman perairan pada klasifikasi survei hidrografi orde dua. Berdasarkan besar kesalahan tersebut, selain masih berada dalam batas toleransi kesalahan untuk pengukuran kedalaman pada klasifikasi survei hidrografi orde dua, data batimetri MBES ini juga dapat memenuhi batas toleransi kesalahan pengukuran kedalaman perairan pada klasifikasi survei orde 1a dan 1b. Batas toleransi kesalahan untuk pengukuran kedalaman perairan jika menggunakan klasisifikasi survei hidrografi orde 1a dan 1b adalah ± 30,67 meter. Berdasarkan hal tersebut data batimetri hasil pengukuran multibeam echosounder yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi dan memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh IHO (2008).

Kualitas data batimetri MBES juga dibandingkan dengan data batimetri SRTM. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perbedaan kedua data ini, sehingga pada saat dilakukan overlay data batimetri di wilayah penelitian untuk pemetaan lokasi kaki lereng memiliki akurasi yang lebih baik. SRTM merupakan sebuah penelitian internasional yang bertujuan untuk mendapatkan model elevasi digital pada skala kecil secara global dari wilayah 56º LS hingga 60º LU untuk menghasilkan data base global dalam bentuk topografi digital secara lengkap (Werner 2001). Akusisi data menggunakan dua sistem synthetic aperture radar (SAR), yaitu sistem band-C dengan panjang gelombang 5,6 cm dan band-X pada panjang gelombang 3,1 cm (Kiel et al. 2006). Informasi mengenai karakteristik wilayah perairan dilakukan menggunakan model hydrodinamic secara global berdasarkan pengukuran ketinggian permukaan air (Durand et al. 2008). Pengukuran kedalaman perairan dilakukan dengan menghitung kecenderungan perubahan tinggi muka paras air laut setiap wilayah, selanjutnya dimodelkan sesuai dengan variasi perubahan kedalaman yang terbentuk. Posisi titik koreksi, nilai kesalahan dan batas toleransi kesalahan pengukuran kedalaman perairan dengan MBES dan SRTM di perairan utara Papua ditampilkan pada Tabel 3.

17 Tabel 3 Kualitas data batimetri hasil pengukuran MBES dan SRTM di perairan

utara Papua

Posisi Titik Koreksi Kedalaman Kesalahan Limit error

Awal Akhir dMBES

(m) dSRTM (m) s (m) |s| (m) σ (m) Lintang Bujur Lintang Bujur

-0,42º 137,96º -1,19º 137,99º 3.934,14 3.892,56 41,58 41,58 89,53 0,02º 135,43º 0,02º 137,35º 4.807,68 4.809,01 -1,33 1,33 110,61 1,05º 137,02º 0,80º 137,30º 4.134,52 4.138,03 -3,51 3,51 95,18 2,03º 139,84º 2,03º 139,93º 4.244,78 4.234,14 10,63 10,63 95,18 4,78º 137,31º 4,20º 137,42º 4.618,84 4.613,67 5,17 5,17 106,12 5,17º 146,79º 5,42º 146,69º 4.366,16 4.354,91 11,24 11,24 100,17 6,70º 131,31º 6,61º 131,39º 5.446,28 5.427,85 18,43 18,43 124,85 7,99º 144,65º 7,94º 144,76º 2.491,96 2.477,47 14,49 14,49 56,99 8,09º 146,44º 7,58º 146,61º 2.359,16 2.359,66 -0,50 0,50 54,28 9,99º 144,70º 9,21º 144,74º 3.907,52 3.907,65 -0,04 0,04 89,88

Berdasarkan kedalaman minimum sebesar 2.359,66 meter, maka batas toleransi kesalahan untuk pengukuran kedalaman perairan menggunakan data batimetri SRTM di perairan utara Papua adalah ± 54,281 meter. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan batas toleransi kesalahan hasil pengukuran SRTM dengan batas toleransi hasil pengukuran MBES yaitu sebesar 11 meter. Perbedaan tersebut disebabkan karena metode pengambilan data menggunakan MBES berbeda dengan SRTM. Metode pengambilan data menggunakan MBES diukur dari bawah permukaan air di bagian lunas kapal pada kedalaman tertentu yang dilakukan secara langsung, sedangkan pengambilan data menggunakan SRTM, titik awal pengkuran dimulai dari atas permukaan air pada kedalaman nol meter menggunakan satelit dengan sistem SAR yang dilakukan melalui model hydrodinamic secara global (Durand et al. 2008). Informasi mengenai perubahan kedalaman perairan dapat diketahui melalui model yang digunakan berdasarkan variasi dinamis tinggi paras muka laut di setiap wilayah perairan (Fu et al. 2009). Mengetahui perbedaan kedalaman tersebut dalam melakukan overlay data batimetri untuk penentuan kaki lereng Eauripik rise di perairan utara Papua menjadi lebih jelas, karena berhubungan dengan bentuk dan karakteristik topografi dasar laut masing-masing profil batimetri.

Data batimetri hasil koreksi kesalahan pengukuran kedalaman perairan sudah dilakukan koreksi terhadap kesalahan yang bersifat tetap maupun tidak tetap. Kesalahan bersifat tetap seperti pasang surut laut dalam tidak dilakukan koreksi khusus karena pengaruh pasang surut laut dalam sudah termasuk dalam nilai kostanta a pada klasifikasi survei hidrografi (IHO 2008). Hal ini juga dijelaskan dalam laporan hasil survei unit tugas Sanggata Dinas Hidro- Oseanografi TNI-AL (2012) bahwa perhitungan faktor ketelitian vertikal kedalaman perairan laut dalam akibat pengaruh pasang surut sudah termasuk dalam nilai kostanta a pada klasifikasi survei hidografi yang merupakan faktor kesalahan bersifat tetap, dengan nilai sebesar 0,05 meter. Berdasarkan hal tersebut maka pengaruh pasang surut di wilayah penelitian tidak dilakukan koreksi seperti di perairan dangkal. Pasang surut di perairan laut dalam pengaruhnya lebih kecil terhadap perubahan kedalaman (Poerbandono dan Djunarsjah 2005). Perubahan kedalaman di perairan laut dalam dapat diakibatkan oleh kejadian alam seperti terjadinya gempa bumi di dasar laut (Poerbandono 1999).

18

Posisi Kaki Lereng Eauripik Rise

Profil batimetri

Proses penentuan posisi kaki lereng Eauripik rise dilakukan berdasarkan penentuan garis profil batimetri hasil survei yang ditarik secara tegak lurus dari titik awal pengambilan data. Penarikan profil batimetri berawal dari bagian puncak Eauripik rise ke arah barat dan timur. Jalur survei batimetri yang dilakukan oleh Jamstec di perairan utara Papua berjumlah 36 jalur. Penentuan jumlah profil batimetri yang bisa digunakan dalam menentuan posisi kaki lereng Eauripik rise di perairan utara Papua disesuaikan dengan jumlah jalur survei yang melewati puncak Eauripik rise, yaitu sebanyak enam jalur. Jarak masing-masing profil dari puncak Eauripik rise ke arah barat maupun timur disesuaikan dengan panjang jalur survei yang terbentuk. Jalur survei satu dan dua hanya terdapat masing-masing satu profil, sedangkan jalur tiga dan empat terdapat masing- masing dua profil (Gambar 7). Jalur satu dan dua hanya terdapat masing-masing satu profil karena pada lokasi tersebut jalur survei yang melewati puncak Earipik rise hanya satu arah saja yaitu dari puncak ke arah timur untuk profil satu dan ke arah barat untuk profil dua. Jalur tiga dan empat masing-masing terdapat dua profil karena jalur survei pada lokasi tersebut yang melewati puncak Eauripik rise dari dua arah, yaitu dari barat dan timur. Selanjutnya profil yang terbentuk digunakan untuk melihat bentuk topografi dasar laut dan perhitungan perubahan gradien pada dasar kaki lereng melalui pendekatan model matematika. Posisi horizontal dan kedalaman perairan masing-masing profil batimetri di bagian Eauripik rise perairan utara Papua ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Posisi horizontal dan kedalaman profil batimetri di bagian Eauripik rise perairan utara Papua

Profil Posisi awal profil Posisi akhir profil Kedalaman (m)

Lintang Bujur Lintang Bujur Minimum Maksimum Rata-rata ∑ data 1 0,00º 141,38º 0,00º 145,70º 2.870,17 3.962,52 3.416,61 857 2 2,03º 141,97º 0,03º 139,35º 2.465,66 4.344,61 3.569,19 989 3 5,93º 142,69º 6,47º 140,02º 1.516,99 4.264,32 1.333,78 957 4 5,93º 142,71º 5,52º 144,74º 2.331,08 4.204,97 3.632,94 957 5 8,09º 142,80º 7,91º 140,82º 1.718,77 4.825,66 3.355,16 980 6 7,99º 143,04º 7,99º 144,50º 1.256,54 3.527,42 2.760,13 990

Posisi masing-masing profil batimetri berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 7 terlihat bahwa profil satu terletak di perairan ZEE negara Papua New Guinea, profil dua lebih dekat pada perairan ZEE Indonesia, sedangkan profil tiga sampai enam masuk dalam wilayah perairan ZEE Mikronesia. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses penetuan kaki lereng Eauripik rise masing-masing negara di perairan utara Papua yang berhubungan dengan penentuan potensi penambahan batas wilayah perairan lebih dari 200 NM menjadi lebih mudah. Kedalaman perairan masing-masing profil batimetri yang terbentuk bervariasi, yaitu kedalaman minimum berkisar antara 1.256,54 meter sampai 2.870,17 meter, kedalaman maksimum berkisar antara 3.527,42 meter sampai 4.825,66 meter dan kedalaman rata-rata berkisar antara 1.333,78 meter sampai 3.632,94 meter.

Variasi kedalaman setiap profil batimetri berbeda-beda karena bentuk permukaan dasar lautnya yang tidak sama. Profil satu kecenderungan perubahan

19 kedalaman relatif stabil dibanding dengan profil lainnya. Profil dua dan empat kecenderungan perubahan kedalaman hampir sama. Hal ini menunjukan bahwa bentuk topografi permukaan dasar laut kedua profil tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama. Profil tiga perubahan kedalaman dari perairan yang dangkal ke perairan yang lebih dalam sangat bervariasi karena ada beberapa bagian kedalamannya mencapai 4.264,32 meter sedangkan rata-rata kedalaman sepanjang profil hanya 1.333,78 meter. Hal ini menunjukan bahwa dasar perairan pada profil tiga terdapat bagian yang landai dan beberapa bagian lainnya ada yang lebih curam. Kecenderungan perubahan kedalaman pada profil lima hampir sama dengan profil tiga, namun rata-rata kedalaman pada profil lima lebih besar. Perubahan kedalaman pada profil enam cenderung stabil karena dari perairan dengkal ke perairan yang lebih dalam perubahannya tidak besar. Hal ini dapat dilihat dari kedalaman rata-rata yang tidak jauh berbeda dengan selisi antara kedalaman minimum dan kedalaman maksimum pada profil tersebut.

Gambar 7 Posisi profil batimetri di bagian Eauripik rise perairan utara Papua

Perubahan gradien maksimum dan topografi dasar laut

Penentuan posisi kaki lereng pada setiap profil dilakukan berdasarkan pendekatan model matematika yang mengacu pada persamaan tiga, empat, lima dan enam (Khafid 2009). Berdasarkan pendekatan model matematika tersebut diperoleh nilai perubahan gradien maksimum pada masing-masing profil batimetri yang merupakan daerah perkiraan kaki lereng. Penentuan daerah perkiraan kaki lereng dilakukan dengan menggambungkan antara bentuk topografi permukaan dasar laut dengan hasil perhitungan perubahan gradien maksimum. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa titik perubahan gradien maksimum di daerah

20

dasar lereng sesuai dengan bentuk topografi dasar laut dari masing-masing profil batimetri. Proses perhitungan untuk menentukan keberadaan kaki lereng pada masing-masing profil batimetri dilakukan sebanyak jumlah profil yang terbentuk, yaitu enam profil. Nilai perubahan gradien maksimum (Tabel 5) yang diperoleh merupakan hasil perhitungan fungsi matematika dari turunan pertama (nilai gradien) dan turunan kedua (nilai perubahan gradien) masing-masing profil batimetri yang sudah dilakukan smoothing melalui moving average pada perangkat lunak matlab (Lampiran 1). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan noise atau sinyal yang tidak diinginkan sehingga bentuk topografi permukaan dasar laut lebih jelas dan mempermudah dalam penentuan posisi kaki lereng (CLCS 1999). Nilai perubahan gradien maksimum pada masing-masing profil batimetri di bagian Eauripik rise perairan utara Papua ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai perubahan gradien maksimum pada masing-masing profil batimetri

Jalur Profil Posisi Perubahan Gradien Maksimum Perubahan Gradien Maksimum Kedalaman (m) Jarak (km) Lintang Bujur 1 0,00º 144,68º 9,75 × 10-9 3.934,80 347,19 2 2,02º 139,53º 3,99 × 10-8 4.328,76 271,69 3 6,43º 140,20º 2,70 × 10-8 4.226,20 261,09 4 5,65º 144,08º 7,10 × 10-8 4.067,20 141,74 5 7,93º 144,01º 2,20 × 10-7 4.298,20 190,79 6 7,99º 144,15º 2,28 × 10-7 3.506,30 116,16

Keberadaan kaki lereng dapat dilihat dari perubahan gradien lereng, yaitu apabila perubahan gradien lebih besar maka keberadaan kaki lereng tersebut sangat jelas kelihatan. Namun apabila perubahan gardien lebih kecil, maka lokasi yang tepat di kaki lereng tidak jelas terlihat, sehingga perlu dilakukan pencarian dari dua arah, yaitu ke arah kontinen dan ke arah samudera (Djunarsjah 2004). Nilai perubahan gradien maksimum pada masing-masing profil batimetri yang ditentukan sebagai posisi kaki lereng berkisar antara 9,75 × 10-9 sampai dengan 2,28 × 10-7. Perubahan gradien maksimum setiap profil batimetri ditentukan berdasarkan jarak terjauh dari titik awal penarikan garis profil agar potensi penambahan batas wilayah perairan lebih maksimal atau menguntungkan negara yang bersangkutan. Khafid (2009) menyatakan bahwa pemilihan posisi kaki lereng ditentukan dengan prinsip jarak terjauh dapat dijadikan sebagai titik potensi penambahan batas wilayah perairan yang dapat dikalim oleh suatu negara pantai.

Secara umum penetapan jarak titik posisi kaki lereng Eauripk rise dari titik awal penarikan profil pada bagian puncak ke arah barat dan timur masing-masing profil batimetri cukup jauh, yaitu berkisar antara 116,16 kilometer sampai 347,19 kilometer pada kedalaman antara 3.506,30 meter sampai 4.327,76 meter. Setiap profil batimetri memiliki perubahan kedalaman perairan yang berdeda. Perubahan kedalaman perairan ini menunjukan bahwa bentuk topografi permukaan dasar laut masing-masing profil batimetri berbeda-beda. Djunarsjah (2004) menyatakan bahwa perubahan kedalaman suatu perairan ke arah yang lebih dalam menunjukan adanya perubahan bentuk kemiringan dasar laut pada perairan tersebut. Hal ini dapat berpengaruh terhadap nilai perubahan gradien maksimum masing-masing profil batimteri. Bennet (2011) menyatakan bahwa bentuk kemiringan dasar laut dapat mempengaruhi perubahan gradien lereng dasar perairan.

21 Garis profil satu dimulai dari titik nol di puncak Eauripik rise menuju ke arah timur sampai pada jarak 400 kilometer (Gambar 8). Nilai perubahan gradien maksimum pada profil satu berkisar antara -2,78 × 10-8 sampai 2,34 × 10-8 (Gambar 8a). Titik perubahan gradien maksimum sebagai daerah perkiraan kaki lereng ditetapkan pada nilai 9,75 × 10-9di kedalaman 3.934,80 meter dengan jarak 347,19 kilometer dari puncak Eauripik rise. Variasi nilai perubahan gradien maksimum yang terjadi sepanjang profil satu menunjukan karakteristik permukaan dasar laut pada profil tersebut (Gambar 8b). Penentuan daerah perkiraan kaki lereng disesuaikan dengan bentuk topografi permukaan dasar laut sepanjang profil satu, yaitu pada bagian permukaan dasar lautnya terdapat beberapa lipatan di bagian yang lebih dalam (Gambar 9). Djunarsjah (2004) menyatakan bahwa salah satu karakteristik kaki lereng adalah jika terdapat beberapa lipatan pada bagian permukaan dasar laut, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar sebagai kaki lereng.Selanjutnya titik-titik daerah perkiraan kaki lereng tersebut dapat dijadikan sebagai titik acuan perluasan batas wilayah perairan di luar 200 NM bagi negara yang ada di sekitarnya.

(a)

(b)

Gambar 8 Visualisasi 2D perubahan gradien maksimum (a) dan bentuk permukaan dasar laut (b) sepanjang profil satu

22

Bentuk topografi permukaan dasar laut hasil pengukuran MBES pada profil satu memiliki tingkat kerapatan antar titik perubahan kedalaman sepanjang jalur yang dilewati sejauh ± 55,30 meter dan lebar sapuan ± 10 kilometer serta jangkauan deteksi sampai pada kedalaman 11.000 meter. Jalur batimetri pada profil satu dimulai dari titik nol di puncak Eauripik rise menuju ke arah timur sampai pada jarak 400 kilometer, disesuaikan dengan panjang profil batimetri yang dibentuk (Gambar 9). Tingkat kerapatan bentuk topografi permukaan dasar laut jalur sapuan MBES sepanjang profil satu lebih jelas kelihatan (Gambar 9a), sehingga memudahkan penentuan perkiraan kaki lereng di daerah dasar lereng. Data batimetri SRTM hasil pemodelan hydrodinamic secara global bentuk topografi dasar laut sepanjang profil satu (Gambar 9b) terlihat tidak rapat karena sistem pengambilan data kedalaman tidak dilakukan secara langsung tetapi diukur berdasarkan tinggi paras muka laut (Fu et al. 2009). Hasil pengukuran tersebut selanjutnya dimodelkan untuk melihat tingkat kecenderungan perubahan kedalaman perairan sampai pada kedalaman tertentu. Berdasakan hal tersebut bentuk permukaan dasar laut hasil pemodelan dari data batimetri SRTM tidak sebaik hasil pengukuran secara langsung oleh MBES. Hal ini menunjukan bahwa dalam penentuan daerah perkiraan kaki lereng sebagai salah satu acuan untuk perluasan batas wilayah perairan suatu negara pantai lebih dari 200 NM, data batimetri MBES lebih akurat dibandingkan dengan data batimetri SRTM.

(a)

(b)

Gambar 9 Visualisasi 3D bentuk topografi dasar laut jalur sapuan MBES (a) dan batimetri SRTM hasil model hydrodinamic (b) pada profil satu

23 Garis profil dua dimulai dari titik nol di puncak Eauripik rise menuju ke arah barat sampai pada jarak 280 kilometer (Gambar 10).Nilai perubahan gradien maksimum sepanjang profil dua berkisar antara -2,07 × 10-7 sampai 7,25 × 10-8 (Gambar 10a). Penentuan posisi kaki lereng sepanjang profil dua ditetapkan pada nilai perubahan gradien maksimum sebesar 3,99 × 10-8 pada kedalaman 4.328,76 meter dengan jarak 271,69 kilometer dari puncak Eauripik rise.Variasi perubahan gradien maksimum cenderung stabil, hal ini menunjukan bahwa perubahan kedalaman sepanjang profil dua dipengaruhi oleh bentuk permukaan dasar laut (Gambar 10b). Daerah perkiraan kaki lereng pada profil dua memiliki perbedaan gradien yang lebih besar antara permukaan tertinggi dengan permukaan di bawahnya. Djunarsjah (2004) menyatakan bahwa salah satu karakteristik kaki lereng adalah permukaan tertinggi memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah. Perubahan gradien sepanjang profil dua cenderung stabil karena bentuk permukaan dasar lautnya memiliki perubahan kedalaman yang hampir konstan. Daerah perkiraan kaki lereng di dasar lereng pada profil dua lebih jelas kelihatan. Hal ini ditandai dengan perbedaan perubahan kedalaman di dasar lereng lebih besar dibandingkan dengan di atasnya.

(a)

(b)

Gambar 10 Visualisasi 2D perubahan gradien maksimum (a) dan bentuk permukaan dasar laut (b) sepanjang profil dua

24

Jalur batimetri pada profil dua dimulai dari titik nol di puncak Eauripik rise menuju ke arah barat sampai pada jarak 280 kilometer, disesuaikan dengan panjang profil yang dibentuk (Gambar 11). Topografidasar laut yang ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi jalur sapuan MBES sepanjang profil dua (Gambar 11a) memiliki lebar sapuan ± 10 kilometer, jangkauan deteksi sampai pada kedalaman 11.00 meter dan tingkat kerapatan antar titik kedalaman ± 46 meter. Karakteristik topografi dasar laut menunjukan adanya proses perubahan kedalaman dari puncak Eauripik rise ke arah dasar lereng lebih jelas. Keberadaan kaki lereng di dasar lereng ditandai dengan adanya perbedaan perubahan kedalaman yang lebih besar dari permukaan yang lebih tinggi ke arah permukaan yang lebih rendah. Djunarsjah (2005) menyatakan bahwa perbedaan kedalaman yang lebih besar dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih rendah akibat perubahan topografi dasar laut merupakan salah satu ciri terjadinya perubahan gradien maksimum. Karakteristik dan bentuk topografi dasar laut sepanjang profil dua menunjukan posisi kaki lereng lebih jelas. Hal ini menunjukan bahwa data batimetri hasil pengukuran MBES memiliki akurasi yang tinggi dalam mendeteksi dasar perairan untuk penentuan kaki lereng. Titik-titik daerah perkiraan kaki lereng secara horizontal pada profil dua menunjukan tingkat kerapatan yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan adanya bentuk perubahan kontur kedalaman yang lebih jelas pada daerah dasar lereng. Torres et al. (2013) menyatakan bahwa akurasi penentuan posisi kaki lereng sangat berpengaruh dalam kajian teknik untuk perluasan batas wilayah perairan suatu negara pantai. Titik-titik kaki lereng tersebut dapat digunakan untuk menentukan perluasan batas wilayah perairan lebih dari 200 NM sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh UNCLOS 1982.

Tingkat akurasi data batimetri hasil pengukuran MBES untuk penentuan kaki lereng Eauripik rise dapat dibandingkan dengan data batimetri SRTM. Bentuk 3D topografi batimetri SRTM hasil pemodelan hydrodinamic pada profil dua menunjukan kecenderungan perubahan kedalaman yang hampir sama dengan jalur sapauan MBES. Hal ini disebabkan karena bentuk permukaan dasar laut sepanjang profil dua dari permukaan yang lebih tinggi ke bagian perairan yang dalam lebih stabil. Namun tingkat kerapatan titik kedalaman antara jalur sapuan MBES dan batimetri SRTM berbeda. Hal ini terlihat pada Gambar 11 bahwa bentuk topografi permukaan dasar laut hasil pengukuran MBES lebih detail dan rapat antar titik kedalaman, sedangkan hasil pemodelan SRTM lebih renggang atau tidak rapat pada setiap titik perubahan kedalaman. Hal lain yang menunjukan perbedaan bentuk topografi permukaan dasar laut dari kedua data ini adalah daerah dasar lereng memiliki perbedaan titik-titik perubahan gradien maksimum sebagai daerah perkiraan kaki lereng. Jalur sapuan MBES (Gambar 11a) terlihat lebih jelas dan jarak antar titik terjadinya perubahan gradien maksimum di daerah dasar lereng secara horizontal cenderung konstan, sedangkan batimetri SRTM (Gambar 11b) menunjukan titik terjadinya perubahan gradien maksimum secara horizontal tidak merata. Hal ini disebabkan karena jarak antar titik perubahan kedalaman lebih jauh atau tidak rapat. Durand et al. (2008) menyatakan bahwa data batimetri SRTM memiliki tingkat kerapatan antar titik perubahan kedalaman lebih jauh yang disebabkan oleh sistem pemodelan yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan data batimetri hasil pengukuran MBES untuk penentuan kaki lereng Eauripik rise di perairan utara Papua

Dokumen terkait