• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Kimia Buah Sukun

Hasil analisis kimia buah sukun disajikan pada Tabel 9. Komponen kimia terbesar buah sukun adalah air dan karbohidrat, yaitu masing-masing 72.58 dan 24.51 g/100 g buah sukun. Menurut Wardany (2012) kandungan air dan karbohidrat per 100 g buah sukun masing-masing adalah 69.1 dan 28.2 g. Perbedaan nilai kandungan pada buah sukun dapat disebabkan adanya perbedaan tingkat kematangan buah, perbedaan iklim dan keadaan agronomis (Akanbi et al. 2009).

Tabel 9 Hasil analisis kimia dari buah sukun per 100 g bahan

Komponen Jumlah (g) Air 72.58 ± 0.355 Abu Protein Lemak 1.01 ± 0.003 1.08 ± 0.000 0.82 ± 0.002 Karbohidrat - Pati - Gula pereduksi Asam amino Asparagin

24.51 ± 0.356 16.84 ± 0.089 0.80 ± 0.000 0.0045 ± 0.000

Akrilamida merupakan senyawa kimia yang dapat terbentuk pada bahan pangan sumber pati dan diolah pada suhu tinggi (Vesela dan Sucman 2013). Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kandungan pati per 100 g buah sukun cukup tinggi yaitu 15.16 g, sehingga stik sukun berpotensi mengandung akrilamida.

Reaksi antara asam amino asparagin dan gugus karbon dari gula pereduksi merupakan jalur utama terbentuknya akrilamida. Reaksi tersebut dikenal dengan reaksi Maillard (Vesela dan Sucman 2013). Asam amino asparagin merupakan asam amino yang berperan dalam pembentukan reaksi Maillard (Borda dan Alexe 2010). Berdasarkan hasil analisis kimia, diketahui bahwa buah sukun per 100 g memiliki kandungan gula pereduksi dan asam amino asparagin masing-masing sebesar 0.80 g dan 4.48 mg. Adanya kandungan gula pereduksi dan asam amino asparagin pada buah sukun dapat mendukung pembentukan akrilamida pada stik sukun yang diolah dengan cara penggorengan.

Penentuan Kondisi Percobaan Instrumen HPLC

Analisis akrilamida dalam sampel stik sukun menggunakan instrumen HPLC dengan jenis kolom fase terbalik RP-18. Dalam penelitian ini dimulai dengan menentukan kondisi instrumen HPLC untuk menghasilkan pemisahan yang baik, ditunjukkan dengan bentuk kromatogram dari larutan standar akrilamida yang simetris dan waktu retensi yang tidak terlalu lama. Pada awal percobaan dilakukan penyuntikan larutan standar akrilamida konsentrasi 500 µg/L menggunakan fase gerak asetonitril dan air yang mengandung asam format 0.1%

(10:90), laju alir 1.2 mL/menit, panjang gelombang 210 nm dan volume injek 20 µL (Wang et al. 2013). Hasil kromatogram tersebut memberikan bentuk puncak yang bertumpuk dan pemisahan yang kurang sempurna. Oleh karena itu, diperlukan komponen fase gerak lain sebagai alternatif pengganti asetonitril. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan modifikasi fase gerak dengan menggunakan metanol dan air (10:90 v/v). Kromatogram tersebut menunjukkan pemisahan yang lebih baik yaitu tidak terdapat puncak yang bertumpuk dan bentuk kromatogramnya simetris. Hasil optimasi menunjukkan bahwa kondisi analisis tersebut yang akan digunakan pada validasi metode analisis kadar akrilamida pada stik sukun.

Validasi Metode Analisis

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh respon atau hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran tertentu. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan standar akrilamida sebesar 50, 100, 200, 300, 400, 500, 1000 dan 2000 µg/L. Hasil uji linieritas luas area masing masing konsentrasi standar akrilamida. Berdasarkan pengukuran kurva kalibrasi standar akrilamida, diperoleh persamaan regresi linier Y = 270.18x + 1305.4 dengan nilai R2 kurva linieritas akrilamida sebesar 0.9992. Nilai tersebut telah memenuhi persyaratan yaitu lebih besar dari 0.990 (AOAC 2012a). Hasil uji linieritas instrumen HPLC untuk analisis akrilamida berada pada konsentrasi 50–2000 µg/L mempunyai pola grafik yang linier. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen HPLC yang digunakan mempunyai kinerja yang baik untuk mengukur akrilamida. Selain itu, persamaan regresi linier yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan kadar akrilamida dalam sampel stik sukun. Hasil kromatogram dari standar akrilamida dan sampel stik sukun dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

28

Gambar 8 Kromatogram sampel stik sukun kontrol

Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) analisis akrilamida dari sampel stik sukun masing-masing sebesar 6.3 dan 21 µg/L. Hal ini menunjukkan bahwa kadar akrilamida terendah yang dapat terdeteksi sebesar 6.3 µg/L.

Nilai perolehan kembali (recovery) diperoleh sebesar 96.18% pada konsentrasi spike 0.4 µg/g sampel. Nilai tersebut berada pada rentang yang dipersyaratkan oleh AOAC (2012b) yaitu 80–110% berdasarkan level konsentrasi analit yang ditambahkan pada sampel. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang dievaluasi memiliki keakuratan hasil yang dapat diterima dan kinerja yang baik.

Pengaruh Perlakuan Blansir dengan Air dan Perendaman dalam Larutan Kalsium Klorida

Suhu Blansir

Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan pada blansir suhu 70 dan 80 °C dengan perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu blansir berpengaruh nyata terhadap kadar akrilamida (p < 0.05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan blansir suhu 70 C berbeda nyata dengan suhu 80 C. Stik sukun yang dihasilkan dari perlakuan blansir suhu 80 ºC memiliki kadar akrilamida lebih rendah dari pada suhu 70 °C. Perlakuan blansir pada suhu 80 C dikombinasikan dengan perendaman dalam larutan CaCl2 menghasilkan kadar akrilamida sekitar 50% dari perlakuan suhu blansir 70 °C pada perendaman dalam CaCl2 yang sama. Blansir suhu 80 ºC lebih efektif menurunkan kadar akrilamida dibandingkan dengan blansir suhu 70 ºC karena pada blansir suhu 80 ºC penurunan jumlah gula pereduksi lebih efesien (Mestdagh et al. 2008a). Pedreschi et al. (2006) menyatakan bahwa blansir signifikan menurunkan pembentukan akrilamida pada kripik kentang. Semakin tinggi suhu blansir dengan

663.84m 482.62l 434.02k 421.13j 410.35i 377.58h 293.43g 288.69g 267.02f 251.22e 197.99d 175.20c 173.51c 189.99d 179.70c 144.45b 79.71a 0 100 200 300 400 500 600 700 800 K B1C1D1 B1C1D2 B2C1D1 B2C1D2 B1C2D1 B1C2D2 B2C2D1 B2C2D2 K a da r Ak rila m ida ( µ g /k g ) Perlakuan Blansir Suhu 70 ºC Blansir Suhu 80 ºC

perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 yang sama maka kadar akrilamida semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stakauskaite (2008), bahwa kombinasi blansir suhu 75 ºC pada lama blansir, konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman yang sama dapat mengurangi kadar akrilamida sebesar 46.2% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan blansir suhu 55 ºC dengan lama blansir, konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman yang sama sebesar 22.5%.

Angka pada diagram batang dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Gambar 9 Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan blansir suhu 70 dan 80 °C selama 5 menit (B1) dan 10 menit (B2) dengan perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.4% (C1) dan 0.8% (C2) selama 15 menit (D1) dan 30 menit (D2)

Lama Blansir

Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan blansir selama 5 dan 10 menit dengan perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama blansir berpengaruh nyata terhadap kadar akrilamida (p < 0.05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama blansir 5 menit berbeda nyata dengan 10 menit. Stik sukun hasil perlakuan lama blansir 10 menit memiliki kadar akrilamida lebih rendah dari pada lama blansir 5 menit. Perlakuan blansir selama 10 menit dikombinasikan dengan perendaman dalam larutan CaCl2 menghasilkan kadar akrilamida sekitar 80% dari perlakuan blansir selama 5 menit pada perendaman dalam CaCl2 yang sama. Blansir selama 10 menit lebih efektif menurunkan kadar akrilamida dibandingkan dengan blansir selama 5 menit karena semakin lama waktu blansir maka ekstraksi gula pereduksi juga akan semakin tinggi (Mestdagh et al. 2008a). Semakin lama blansir dengan perendaman CaCl2 yang sama maka kadar akrilamida semakin berkurang. Perlakuan blansir pada suhu 70 °C dengan lama blansir 45 menit menghasilkan kadar akrilamida lebih rendah dibandingkan lama blansir 10 menit pada suhu yang sama, dengan nilai rerata dari 3 temperatur

30

penggorengan (150, 170 dan 190 °C) masing-masing sebesar 538 dan 1251 µg/kg (Pedreschi et al. 2007b).

Angka pada diagram batang dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Gambar 10 Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan blansir selama 5 dan 10 menit pada blansir suhu 70 °C (A1) dan 80 °C (A2) dengan perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.4% (C1) dan 0.8% (C2) selama 15 menit (D1) dan 30 menit (D2)

Konsentrasi Kalsium Klorida

Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 0.4 dan 0.8% dengan perlakuan blansir dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CaCl2 berpengaruh nyata terhadap kadar akrilamida (p < 0.05). Hasil analisis statistik berdasarkan konsentrasi CaCl2 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi CaCl2 0.4% berbeda nyata dengan konsentrasi CaCl2 0.8%. Stik sukun hasil perlakuan perendaman dalam CaCl2 0.8% memiliki kadar akrilamida lebih rendah dari pada CaCl20.4%. Perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 pada konsentrasi 0.8% menghasilkan kadar akrilamida sekitar 75% dari perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2

pada konsentrasi 0.4% pada perlakuan blansir yang sama. Perendaman pada konsentrasi CaCl2 0.8% lebih efektif menurunkan kadar akrilamida dibandingkan dengan konsentrasi CaCl2 0.4% karena perendaman dalam larutan CaCl2 dapat menghambat pembentukan basa-Schiff dengan cara Ca2+ berikatan dengan asam amino asparagin (Gokmen dan Senyuva 2007). Semakin besar konsentrasi CaCl2 dengan perlakuan blansir yang sama maka kadar akrilamida semakin berkurang. Hal tersebut karena konsentrasi CaCl2 berpengaruh nyata terhadap absorpsi ion Ca2+ (Zavala et al. 2009). Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Mestdagh et al. (2008b) bahwa kombinasi blansir dengan perendaman dalam larutan CaCl2 dengan konsentrasi 0.1 M pada proses pembuatan keripik kentang menghasilkan kadar akrilamida lebih rendah dari perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.05 dan 0.025 M. Perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.1 M dapat menurunkan akrilamida sebesar 93%. Hal tersebut didukung oleh

663.84m 482.62l 434.02k 377.58h 293.43g 251.22e 197.99d 189.99d 179.70c 421.13j 410.35i 288.69g 267.02f 175.20c 173.51c 144.45b 79.71a 0 100 200 300 400 500 600 700 800

K A1C1D1 A1C1D2 A1C2D1 A1C2D2 A2C1D1 A2C1D2 A2C2D1 A2C2D2

K a da r Ak rila m ida ( µ g /k g ) Perlakuan

Lama Blansir 5 menit Lama Blansir 10 menit

pernyataan Stakauskaite (2008), bahwa kombinasi suhu dan lama blansir yang sama pada perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi tertinggi 0.5% dapat menghambat pembentukan akrilamida lebih tinggi sebesar 80%, dibandingkan konsentrasi lainnya (0, 0.1, 0.3%).

Angka pada diagram batang dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Gambar 11 Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.4 dan 0.8% selama 15 menit (D1) dan 30 menit (D2) dengan perlakuan blansir suhu 70 °C (A1) dan 80 °C (A2) selama 5 menit (B1) dan 10 menit (B2)

Lama Perendaman

Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 selama 15 dan 30 menit dengan perlakuan blansir dapat dilihat pada Gambar 12. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dalam larutan CaCl2 berpengaruh nyata terhadap terhadap kadar akrilamida (p < 0.05). Hasil analisis statistik berdasarkan lama perendaman dalam larutan CaCl2 menunjukkan bahwa lama perendaman 15 menit berbeda nyata dengan lama perendaman 30 menit, kecuali pada perlakuan A2B2C1. Hal tersebut diduga karena tingkat kematangan buah sukun yang digunakan berbeda sehingga lama perendaman tidak mempengaruhi tingkat penyerapan CaCl2 (Zavala et al.

2009). Stik sukun hasil perlakuan lama perendaman 30 menit memiliki kadar akrilamida lebih rendah dari pada lama perendaman 15 menit. Perlakuan perendaman dalam CaCl2 selama 30 menit dikombinasikan dengan perlakuan blansir menghasilkan kadar akrilamida sekitar 85% dari perlakuan perendaman selama 15 menit pada konsentrasi CaCl2 dengan suhu dan lama blansiryang sama. Perendaman selama 30 menit lebih efektif menurunkan kadar akrilamida dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit karena semakin lama perendaman dalam CaCl2 maka semakin tinggi Ca2+ mengikat asam amino asparagin sehingga tidak dapat berikatan dengan gula pereduksi untuk membentuk basa-Schiff yang merupakan prekrusor terbentuknya akrilamida (Gokmen dan Senyuva 2007). 663.84m 482.62l 434.02k 421.13j 410.35i 251.22e 197.99d 175.20c 173.51c 377.58h 293.43g 288.69g 267.02f 189.99d 179.70c 144.45b 79.71a 0 100 200 300 400 500 600 700 800

K A1B1D1 A1B1D2 A1B2D1 A1B2D2 A2B1D1 A2B1D2 A2B2D1 A2B2D2

K a da r Ak rila m ida ( µ g /k g ) Perlakuan CaCl2 0.05 M CaCl2 0.1 M

32 0 27.3 34.62 36.56 38.19 43.12 55.8 56.51 59.78 62.16 70.18 71.38 72.93 73.61 73.86 78.24 87.99 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P eng ura ng a n K a da r Ak rila m ida ( %) Perlakuan

Angka pada diagram batang dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Gambar 12 Kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan perendaman dalam larutan CaCl2 selama 15 dan 30 menit pada konsentrasi 0.4% (C1) dan 0.8% (C2) dengan perlakuan blansir suhu 70 °C (A1) dan 80 °C (A2) selama 5 menit (B1) dan 10 menit (B2)

.

Persentase Pengurangan Kadar Akrilamida pada Stik Sukun

Stik sukun kontrol dijadikan perwakilan stik sukun komersial yang dijual di pasaran karena proses pembuatannya mengikuti tahapan yang dilakukan oleh produsen stik sukun komersial. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi blansir dan perendaman dalam larutan CaCl2 berpengaruh nyata terhadap kadar akrilamida (p < 0.05). Persentase pengurangan kadar akrilamida stik sukun kontrol dan 16 kombinasi perlakuan blansir dan perendaman dalam larutan CaCl2 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Persentase pengurangan kadar akrilamida stik sukun hasil perlakuan blansir suhu 70 °C (A1) dan 80 °C (A2) selama 5 menit (B1) dan 10 menit (B2) dengan perendaman dalam larutan CaCl2 konsentrasi 0.4% (C1) dan 0.8% (C2) selama 15 menit (D1) dan 30 menit (D2)

663.84m 482.62l 421.13j 377.58h 288.69g 251.22e 189.99d 175.20c 144.45b 434.02k 410.35i 293.43g 267.02f 197.99d 179.70c 173.51c 79.71a 0 100 200 300 400 500 600 700 800

K A1B1C1 A1B2C1 A1B1C2 A1B2C2 A2B1C1 A2B1C2 A2B2C1 A2B2C2

K a da r Ak rila m ida ( µ g /k g ) Perlakuan

Lama Perendaman 15 menit Lama Perendaman 30 menit

Stik sukun hasil perlakuan blansir pada suhu 80 ºC selama 10 menit dan perendaman dalam larutan CaCl2 0.8% selama 30 menit (A2B2C2D2) memiliki pengurangan kadar akrilamida tertinggi sebesar 87.99% dibandingkan dengan 15 perlakuan lainnya. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Pedreschi et al. (2007a), yang menggabungkan blansir pada suhu 85 ºC selama 3.5 menit dengan perendaman dalam larutan NaCl untuk produk kentang yang menunjukkan adanya penurunan akrilamida sebesar 82–97%. Pedreschi et al. (2008b), menyatakan bahwa kombinasi blansir pada suhu 60 ºC selama 30 menit dengan perendaman dalam larutan NaCl 3 g/100 g selama 5 menit pada suhu 25 ºC menghasilkan pengurangan kadar akrilamida sebesar 64%. Selain itu hasil penelitian Ismial et al. (2013), menunjukkan bahwa pengurangan kadar akrilamida pada keripik kentang sebesar 88.88% diperoleh dari perlakuan kombinasi suhu blansir 65 ºC dan perendaman dalam larutan CaCl2 0.1 M.

Analisis Sensori Stik Sukun

Analisis sensori pada stik sukun dilakukan dengan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih yaitu stik sukun hasil perlakuan blansir dan perendaman dalam larutan kalsium klorida yang menghasilkan pengurangan kadar akrilamida tertinggi (A2B2C2D2). Parameter yang diuji berupa warna, tekstur, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan. Hasil analisis statistik dari uji hedonik menunjukan bahwa panelis lebih menyukai stik sukun kontrol dibandingkan perlakuan pada parameter tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan. Pada parameter warna dan aroma tidak terdapat perbedaan tingkat kesukaan panelis. Perbandingan rataan skor uji hedonik antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih dapat dilihat pada Gambar 14.

Angka pada diagram batang dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Gambar 14 Perbandingan rataan skor uji hedonik antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih

4.6b 5.2c 4.7b 5.1c 5.4c 4.5b 3.9a 4.4b 4.4b 4.5b 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0

Warna Tekstur Aroma Rasa Penerimaan keseluruhan Sk o r uji hedo nik Parameter Kontrol Perlakuan

34 Warna

Hasil analisis statistik dari uji hedonik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada parameter warna antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p > 0.05). Penelitian Ismial et al. (2013) menunjukkan bahwa irisan kentang yang diblansir pada suhu 65 ºC selama 5 menit tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol pada parameter warna dari keripik kentang. Selain itu menurut Gokmen dan Senyuva (2007), irisan kentang yang direndam pada larutan 0.1 M CaCl2 selama 60 menit tidak memberikan efek buruk terhadap pembentukan warna kentang goreng jika dibandingkan dengan kontrol. Blansir dalam larutan CaCl2 0.1 M pada suhu 65 ºC selama 5 menit tidak mengubah nilai sensori parameter warna keripik kentang jika dibandingkan kontrol (Ismial et al.

2013). Warna stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih dapat dilihat pada Gambar 15.

(a) (b)

Gambar 15 Stik sukun kontrol (a) dan stik sukun terpilih (b)

Hasil analisis statistik dari analisis obyektif stik sukun pada parameter warna menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada nilai L* antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p > 0.05), namun pada nilai a* dan b*

menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p < 0.05). Hasil analisis obyektif stik sukun berdasarkan analisis statistik pada parameter warna menggunakan chromameter terhadap stik sukun kontrol dan terpilih dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai L* menunjukkan kecerahan stik sukun. Nilai L* stik sukun terpilih lebih tinggi dibandingkan kontrol terlihat dari warna stik sukun terpilih yang lebih cerah dari pada kontrol, namun panelis lebih menyukai warna dari stik sukun kontrol. Hasil analisis obyektif pada parameter warna menunjukkan bahwa nilai a* stik sukun terpilih lebih rendah dari pada kontrol yaitu 7.17 dan nilai b* stik sukun terpilih juga mengalami penurunan dibandingkan kontrol yaitu 29.58. Warna kuning stik sukun terpilih berkurang/memudar sehingga stik sukun terpilih terlihat lebih pucat sehingga panelis lebih menyukai warna pada stik sukun kontrol. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Pedreschi et al. (2004) yang mengatakan bahwa blansir memiliki efek menguntungkan terhadap warna produk pangan. Perlakuan blansir pada potongan kentang dapat meningkatkan nilai L* dan menurunkan nilai a* pada kentang goreng akibat larutnya gula pereduksi dan asparagin pada potongan kentang dan menghambat reaksi browning non enzimatik sehingga warna kentang goreng lebih cerah. Nilai L*, a* dan b* pada stik sukun kontrol dan terpilih dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai L*, a* dan b* pada stik sukun kontrol dan terpilih Parameter Stik sukun kontrol Stik sukun terpilih

L* 50.83a ± 0.20 51.03a ± 0.49

a* 9.83d ± 0.11 7.17e ± 0.25

b* 35.87b ± 0.34 29.58c ± 0.52

Keterangan:

L*a*b* (+L* = putih, -L* = hitam, +b* = kuning, -b* = biru, +a* = merah dan –a* = hijau).

Angka pada tabel dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0.05)

Perhitungan nilai ΔE (total perubahan warna), Hue dan Saturation Index

(SI) diperoleh berdasarkan nilai Lab pada Tabel 10. Hasil nilai ΔE, Hue dan SI

stik sukun kontrol dan terpilih dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai ΔE yang semakin

bertambah menunjukkan adanya perubahan warna. Nilai ΔE dan Hue stik sukun terpilih masing-masing yaitu 6.83 dan 76.43 lebih tinggi dibandingkan kontrol sehingga terjadi perubahan warna pada stik sukun terpilih dibandingkan dengan kontrol. Nilai SI stik sukun terpilih yaitu 30.43 lebih rendah dibandingkan kontrol sehingga kejenuhan warna stik sukun terpilih berkurang.

Tabel 11 Nilai ΔE, Hue dan SI pada stik sukun kontrol dan terpilih Analisis Stik sukun kontrol Stik sukun terpilih

ΔE 0 6.83

Hue 74.80 76.43

SI 37.19 30.43

Tekstur

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada parameter tekstur antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p < 0.05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa skor hedonik parameter tekstur pada stik sukun terpilih lebih rendah dibanding kontrol. Menurut Varela (2007) CaCl2

mampu mengeraskan jaringan dan memperkuat dinding sel pada bahan baku sehingga memiliki tekstur yang keras. Selain itu menurut Aleman et al. (2005) ion Ca 2+ memiliki afinitas yang tinggi terhadap grup karbonil yang terdapat dalam pektin dan terbentuk ikatan silang antara kalsium dan pektin yang menghasilkan kalsium pektat yang tidak larut yang dapat meningkatnya tekstur jaringan.

Aroma

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada parameter aroma antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p > 0.05). Menurut Ismial et al. (2013) perlakuan blansir irisan kentang dalam larutan 0.1 M CaCl2 dengan suhu 65 °C selama 5 menit pada parameter aroma tidak berbeda nyata dengan kontrol.

Rasa

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada parameter warna antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p < 0.05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa skor hedonik parameter rasa stik sukun terpilih lebih rendah dibanding stik sukun kontrol. Menurut Ismial et al. (2013)

36

perlakuan perendaman irisan kentang dalam larutan 0.1 M CaCl2 selama 60 menit dapat mempengaruhi rasa produk. Selain itu menurut Varela et al. (2007), penambahan CaCl2 dapat menyebabkan adanya aftertaste yang pahit.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada parameter penerimaan keseluruhan antara stik sukun kontrol dan stik sukun terpilih (p < 0.05). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa skor hedonik penerimaan keseluruhan stik sukun terpilih lebih rendah dibanding stik sukun kontrol. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Bakhtiary (2014) yang menunjukkan bahwa irisan kentang yang diblansir dan direndam larutan CaCl2 0.1 M selama 5 menit memiliki nilai penerimaan keseluruhan yang lebih rendah dibanding kontrol.

Dokumen terkait