• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 adalah bersifat sentralisitik. Pada pemerintahan desa ini terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa. Pemerintah desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Perangkat desa. Perangkat desa ini terdiri dari Sekretaris desa dan Kepala-Kepala dusun. Sedangkan Pemerintahan desa dalam era otonomi daerah sekarang ini, adalah bersifat desentralistik. Pemerintah desa terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa. Perangkat desa itu sendiri terdiri dari Sekretaris desa dan bagian-bagian lainnya. Pada masa otonomi daerah ini sekretaris desa yang dimaksud adalah diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

Menurut UU No 5 tahun 1979 tentang pemilihan Kepala Desa, Kepala desa dipilih secara langsung, umum, bebas, dan rahasia oleh penduduk desa yang berkewarganegaraan Republik Indonesia yang sudah berumur sekurang-kurangnya 17

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pemilihan Kepala desa dalam era otonomi daerah, Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa yang berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan peraturan daerah yang berpedoman pada pemerintah daerah. Calon Kepala desa yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan dalam pemilihan Kepala desa ditetapkan sebagai Kepala desa terpilih. Dalam era otonomi daerah ini pun. Peraturan atau hukum adat tradisional juga dapat digunakan sebagai pedoman, sepanjang keberadaannya masih berlaku dan diakui oleh penduduk dan pemerintah daerah setempat.

Berkaitan dengan masa jabatan Kepala desa, menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa berhak menjabat selama delapan tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sedangkan masa jabatan Kepala desa dalam era otonomi daerah adalah selama enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa dilantik oleh pejabat yang berwenang mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan pada otonomi daerah ini, Kepala desa terpilih dilantiik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan.

Menurut UU No 5 tahun 1979, dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan Pemerintah desa, Kepala desa betanggung jawab kepada pajabat yang berwewenang melalui camat dan memberi keterangan pertanggungjawaban tersebut pada Lembaga Musyawarah Desa, sedangkan Pemerintahan desa pada otonomi daerah saaat ini, Kepala desa bertanggung jawab langsung pada Bupati.

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979, terdapat Lembaga Musyawarah Desa. Lembaga Musyawarah Desa ini adalah Lembaga Permusyawaratan/Permufakatan yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-Kepala dusun, Pimpinan lembaga kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat setempat. Lembaga Musyawarah Desa ini diketuai oleh Kepala desa setempat dan diisi oleh Sekretaris yang juga merupakan Sekretaris desa itu sendiri. Peraturan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan daerah dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pada era otonomi daerah sekarang ini, terdapat suatu lembaga yang bernama Badan Permusyawaratan Desa, yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama-sama Kepala desa dan perangkat desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Pemusyawaratan Desa terdiri dari wakil dari penduduk desa setempat yang ditetapkan secara musyawarah mufakat, sedangkan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa tersebut dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah enam tahun dan dapat dipilih hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Disini juga terdapat lembaga lain (lembaga kemasyarakatan) yang bertugas sebagai mitra kerja pemerintahan desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

Dalam pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 berkaitan dengan sumber pendapatan, kekayaan dan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa adalah sumber pendapatan desa berasal dari hasil tanah-tanah kas desa, hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa, hasil dari gotong royong masyarakat desa dan lain-lain dari usaha desa yang sah. Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan pemerintah

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

pemerintah daerah, dan sebagian dari pajak retribusi daerah yang diberikan kepada desa. Setiap tahun kepala desa menetapkan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa setelah dimusyawarahkan atau dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.

Sedangkan pada pemerintahan desa dalam era otonomi daerah berkaitan dengan keuangan desa ialah, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (pandapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa). Sumber pendapatan desa berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, dan hibah dari pihak ketiga.

Berdasarkan uraian tentang perbedaan antara Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi daerah adalah diterima.

Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Aparat Pemerintahan Desa

Dalam menjalankan tugasnya, terdapat beberapa masalah bagi Pemerintah Desa Sriharjo yang menjadi hambatan dalam melakukan tugas kesehariannya. Masalah-masalah ini penulis ketahui dari aparat desa secara langsung pada saat penelitian. Beberapa masalah tersebut antara lain :

1. Belum terangkum secara detail permasalahan masyarakat tentang masalah yang dihadapi. Hal ini menjadikan penghambat bagi pemerintah desa karena pemerintah desa kesulitan untuk mengetahui perkembangan masyarakatnya.

2. Kurangnya etos kerja aparat pemerintah desa. Hal ini akan sangat menghambat kinerja pemerintah desa.

3. Belum tersedianya komputer, diharapkan dengan adanya komputer akan lebih mempercepat kinerja aparat desa.

4. kurangnya alat transportasi kantor, karena akan sangat memperlambat aktivitas aparat desa. Hal ini terjadi karena jarak kantor kepala desa yang jauh dari kecamatan.

5. Kurangnya alat komunikasi yang canggih.

6. Sumber daya manusia yang lemah. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat desa hanya tamat SMP, sehingga aparat desa hanya diisi oleh sumber daya manusia yang masih rendah.

7. Terbatasnya kemampuan teknologi yang ada.

8. Keuangan desa (kas desa) yang masih sangat kurang, hal ini diperparah dengan adanya bencana gempa bumi pada tahun 2006 lalu.

9. Beberapa sarana dan prasarana kantor Kepala Desa Sriharjo dalam melayani masyarakat.

Berdasarkan beberapa masalah diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut aparat pemerintahan desa diterima.

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Adalah Positif

Penilaian masyarakat desa sebagai sampel dapat diperoleh dari jawaban responden terhadap setiap pernyataan, akan diperoleh distribusi frekuensi bagi setiap kategori, yang kemudian secara kumulatif akan dilihat deviasinya menurut distribusi normal. Untuk pernyataan positif jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 2, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 4, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5. Sebaliknya pada pernyataan negatif, jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 5, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 4, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 2, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 1. (Azwar, 1997)

Adapun hasil yang diperoleh dari responden yaitu 16 orang sampel bersikap positif dan 14 orang sampel bersikap negatif.

Tabel 8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah.

No Kategori Jumlah Persentase

1. Positif 17 56,67

2. Negatif 13 43,33

Jumlah 30 100

Sumber: Diolah dari Lampiran 6

Berdasarkan tabel 8 diatas, dapat menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagai sampel terdapat penilaian masyarakat desa yang positif sebanyak 17 orang (56,67%) dan penilaian masyarakat desa yang negatif sebanyak 13 orang (43,33%), maka hipotesis yang menyatakan bahwa penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam

era otonomi daerah positif adalah diterima, artinya penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah lebih sesuai daripada sebelum otonomi daerah.

Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa sebagai sampel (meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kosmopolitan) tidak memiliki hubungan dengan penilaiannya terhadap Pemerintahan Desa dalam era Otonomi Daerah di Desa Sriharjo. Sedangkan pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah di Desa Sriharjo. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini:

Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur dalam penelitian ini adalah umur masyarakat desa sebagai sampel yang merupakan anggota masyarakat Desa Sriharjo pada saat penelitian dilaksanakan. Gambaran hubungan umur dengan penilaiann masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur (tahun) Penilaian Jumlah Positif Negatif 19 - 40 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %) 41 – 61 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %) Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %) Sumber : Diolah dari lampiran 7

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Berdasarkan tabel 9. diatas, dapat diketahui bahwa faktor umur, sebagian besar masyarakat desa sebagai sampel bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (55,7%) sampel yang menilai positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,0624 dan nilai t-hitung = 0,3308, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara umur masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 8).

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan formal yang diterima oleh masyarakat desa sebagai sampel. Gambaran hubungan tingkat pendidikan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 10 berikut :

Tabel 10. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Tingkat Pendidikan (tahun) Penilaian Jumlah Positif Negatif 1 - 9 3 (10 %) 2 (6.6 %) 5 (16.6 %) 10 – 12 9 (30 %) 9 (30 %) 18 (60 %) 13 - 16 5 (16,7 %) 2(6,7 %) 7 (23,4 %) Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %) Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 10. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor tingkat pendidikan, masyarakat desa yang tingkat pendidikannnya tamatan SMP, yaitu 3 orang (10 %), tamatan SMU yaitu sebanyak 9 orang (30 %), dan Sarjana sebanyak 5 orang (16,7 %) bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (56,7 %) sampel yang menilai positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,0591 dan nilai t-hitung = 0,3175, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 9).

Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Jumlah tanggungan dalam penelitian ini adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan masyarakat desa sebagai sampel karena akan menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Gambaran hubungan jumlah tanggungan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Jumlah tanggungan (orang) Penilaian Jumlah Positif Negatif 0 – 3 12 (40 %) 11 (36,7 %) 23 (76,7 %) 4 - 6 5 (16,7 %) 2 (6,6 %) 7 (23,3 %)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 11. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor jumlah tanggungan, sebagian besar masyarakat desa bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah, yaitu jumlah tanggungan masyarakat desa 0 – 3 orang sebanyak 12 orang (40 %) dan jumlah tanggungan 4 – 6 orang sebanyak 5 orang (16,7 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,07790 dan nilai t-hitung = 0,4136, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 10).

Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan bersih dalam bentuk uang yang diperoleh usahanya. Gambaran hubungan antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini:

Tabel 12. Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Jumlah Pendapatan (Rupiah) Penilaian Jumlah Positif Negatif 0 – 500.000 10 (33,4 %) 11 (36,6 %) 21 (70 %) 600.000 – 2.000.000 7 (23,3 %) 2 (6,7 %) 9 (30 %) Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 12. diatas diketahui jumlah pendapatan keluarga masyarakat desa sebagian besar cenderung bersikap positif terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah, yaitu masyarakat desa dengan jumlah pendapatan berkisar antara 600.000 -2.000.000 yaitu sebanyak 7 orang (23,3 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,3333 dan nilai t-hitung = 1,870, yaitu lebih besar dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah diterima. (lampiran 11).

Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat kosmopolitan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dan otonomi daerah dengan mengetahui kepemilikan media, baik itu media cetak, media elektronik dan media massa lainnya. Gambaran hubungan antara tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Tingkat Kosmopolitan (buah) Penilaian Jumlah Positif Negatif

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

<2 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %)

≥2 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %)

Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 bersikap positif sebanyak 12 orang (40%). Hal ini dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 buah akan memiliki wawasan

lebih luas terhadap perkembangan dunia luar sehingga akan lebih mengetahui kelebihan dari sistem otonomi daerah.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,1252 dan nilai t-hitung = 0,667 yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif antara tingkat tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 12).

Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Adapun karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa yang dibahas pengaruhnya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dalam penelitian ini adalah umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4), dan

tingkat kosmopolitan (X5). Data setiap variabel sebagai hasil survey terhadap responnden

disajikan pada lampiran 13.

Berdasarkan model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Variabel Koefisien Regresi t-hitung t-tabel ( =0.05) Probabilitas Signifikan Intercept 42.222 X1 0.049 0.233 1.701 0.818 Tidak nyata X2 0.254 0.257 1.701 0.799 Tidak nyata X3 0.003 0.002 1.701 0.998 Tidak nyata

X4 1.97E-006 0.534 1.701 0.598 Tidak nyata

X5 -0.324 -0.150 1.701 0.882 Tidak nyata

Multiple R 0.166

R-square 0.028

F-hitung 0.136

F-tabel ( =0.05) 2.53

Sumber Diolah dari Lampiran 13

Dengan menggunakan rumus regresi linier berganda didapat persamaan sebagai berikut:

Y = 42.222 + 0.049 X1 + 0.254 X2 + 0.003 X3 + 1.97E-006 X4 – 0.324 X5

Dimana :

Y = Penilaian masyarakat desa X1 = Umur

X2 = Tingkat pendidikan

X3 = Jumlah tanggungan

X4 = jumlah pendapatan

X5 = Tingkat kosmopolitan

Dari analisis linier berganda secara serempak diperoleh F-hitung 0.136 yaitu lebih kecil dari F-tabel 2.53 pada tingkat kepercayaan 95%. Ini berarti bahwa secara serempak umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4),

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah (Y). Hal ini menunujukkan tidak adanya saling keterkaitan yang erat antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Dengan melihat kondisi di lapangan yaitu penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa di Desa Sriharjo memang dirasakan kurang harmonis dan tidak sejalan dalam pemikiran.

Secara parsial diperoleh bahwa umur (X1) tidak berpengaruh nyata dengan

penilaian masyarakat desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,233 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini disebabkan semakin tinggi usia masyarakat desa semakin sukar dalam menerima inovasi baru dalam hal pemerintahan desa dan otonomi daerah dan masih sangat terikat dengan kebudayaan terdahulu.

Untuk tingkat pendidikan (X2) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,257 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat desa maka akan semakin untuk mengkritisi pemerintahan desa dalam mengatur kehidupan masyarakat desa.

Untuk jumlah tanggungan (X3) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,002 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05).

Untuk jumlah pendapatan (X4) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,534 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini disebabkan semakin tinggi jumlah pendapatan suatu keluarga, mereka akan semakin mudah untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik pada pihak swasta.

Untuk tingkat kosmopolitan (X5) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung -0,150 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05).

Nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh dari persamaan regresi linier berganda adalah sebesar 0,028. Hal ini memberi arti bahwa hanya 2,8% dari karakteristik sosial ekonomi mempengaruhi penilaian masyarakat desa terhadap pemeirntahan desa dalam era otonomi daerah. Sedangkan 93,2% dipengaruhi oleh faktor lain seperti budaya, lingkungan dan orang lain yang dianggap penting, lembaga pendidikan, pengalaman pribadi, dan pengaruh faktor emosional.

Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Masyarakat Desa

Adapun masalah-masalah yang dihadapi pemerintah desa menurut masyarakat desa antara lain yaitu :

1. Adanya konflik internal antar para aparat desa. 2. Tidak tepat waktu dalam menjalankan tugasnya.

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

4. Kurangnya tanggung jawab terhadap suatu tugas. 5. Kurangnya rasa keikhlasan dalam menjalani tugasnya.

6. Kurang adanya persatuan dan kesatuan antar aparat desa dengan masyarakat desa. 7. Tidak terjalin kerja sama antar aparat desa.

8. Adanya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

9. Peraturan desa yang dibuat kurang tepat sasaran dan kurang ada solusi terhadap satu pelanggaran.

10.Data-data monografi desa yang sulit untuk ditemukan,

Berdasarkan beberapa masalah yang terdapat diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah yang dihadapi pemerintah desa menurut masyarakat desa diterima.

Dokumen terkait