• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN

DESA DALAM ERA

OTONOMI DAERAH

(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

INDRO BUDIANTO

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN

DESA DALAM ERA

OTONOMI DAERAH

(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

SKRIPSI

OLEH : INDRO BUDIANTO

030309001

PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, M. A. D. E.) (Ir. Iskandarini, M. M) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan

Nikmat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari

skripsi ini adalah “Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam

Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. H. Meneth

Ginting, M. A. D. E. dan Ibu Ir. Iskandarini, M.M selaku Dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak memberikan bimbingan, perhatian, saran dan masukan sehingga skripsi ini

dapat di selesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

 Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Ibu Ir. Lily Fauziah.

 Ibunda Mamiek Nurhayati dan Ayahanda Slamet Riyadi di Yogyakarta, atas doa

dan segala bantuan moral dan material.

 Abang dan adikku, Heru Priyanto, S.P., Arief Nugroho, S.Pt., Indah Nurmita Sari,

dan Yudi Hari Utomo atas doa dan semangat.

 Keluarga besar Tante Elyzar dan Om Syamsuar di Medan dan Kisaran atas doa,

semangat dan bantuan-bantuan materi bagi penulis.

 Tante Tuti dan Om Iswadi Idris di Yogyakarta atas bantuan-bantuannya yang

(4)

 Rekan-rekan seperjuangan Praktek Kerja Lapangan Kelompok 6, Riris, Mita,

Juniar, Parjo

 Kepala Desa dan Perangkat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.

 Rekan-rekan SEP 2003, Ainul, Budi, Parjo, Nur, Diba, Mola, Vina, Yuni,

Wilmar, S. P., Arif, S. P., Ilal dan lain-lainnya atas semangatnya.

 Nindya Safira Aztrida.... perhatian, semangat, doa, alasan, dan cita-cita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan didalamnya. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik

yang membangun dari para pembaca untuk dapat lebih menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga skripsi

ini bermanfaat bagi saya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(5)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT Deskripsi Daerah Penelitian ... 29

Karakteristik Masyarakat Desa Sriharjo ... 32

Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 35

(6)

Penilaian Masyarakat Desa Positif Terhadap Pemerintahan Desa

Dalam Era Otonomi Daerah ... 39

Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era

Otonomi Daerah ... 41 Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa

Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era

Otonomi Daerah ... 47 Masalah yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Masyarakat Desa ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 51 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : DAFTAR TABEL

1. Kecamatan di Kabupaten Bantul ... 7

2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri ... 8

3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999 ... 15

4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo ... 30

5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo ... 31

6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo ... 32

7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo ... 33

8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 40

9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 41

10.Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 42

11.Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 44

12.Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 45

(8)

14.Analisis Linier Berganda Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa

Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan

Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 47

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah ... 4

2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 5

3. Skema Kerangka Pemikiran ...19

(9)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa

2. Jawaban Sampel Terhadap Pernyataan

3. Pernyataan Positif dan Negatif

4. Nilai Skala Kategori Jawaban

5. Total Nilai Skala Kategori Jawaban

6. Skor Sikap dan Interpretasinya

7. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya

Terhadap Pemerintahan Desa

8. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Umur Dengan Penilaian Masyarakat

Desa Terhadap Pemerintahan Desa

9. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan Dengan Penilaian

Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

10.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan Dengan

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

11.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Pendapatan Dengan Penilaian

Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

12.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

13.Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penilaian Masyarakat Desa

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungannya dengan

pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang menurut UU No. 5 tahun 1974 hanya

merupakan kepanjangan tangan pusat di daerah. Dalam UU 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah telah dibuka saluran baru (kran) bagi pemerintah propinsi dan

kabupaten untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum

kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

(Widjaya, 2004)

Reformasi pemerintahan desa dimaksud untuk memperbaharui dan memperkuat

unsur-unsur demokrasi dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa. Undang-undang

No. 5 tahun 1979 selama ini tampaknya tidak atau kurang memperdayakan

(empowerment) unsur demokrasi, sehingga melemahkan dan menghapuskan

unsur-unsur demokrasi dengan dalih demi keseragaman bentuk dan susunan Pemerintahan

Desa. Dengan demikian, desa yang sudah direformasi memberikan nuansa yang berbeda.

(Widjaja, 2004)

Undang-undang No 5/1974 tidak lagi menganut otonomi yang seluas-luasnya atau

otonomi yang maksimal, akan tetapi undang-undang ini tidak menghendaki

penyelenggaraan pemerintahan di daerah cenderung yang bersifat sentralistik. Yang

(11)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

yang optimal. Artinya peranan Pemerintah Daerah harus cukup besar dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, terutama dalam pelayanan

terhadap masyarakat, akan tetapi masih tetap dalam kerangka memperkokoh Negara

Kesatuan. (Sujamto, 1990)

Pelaksanaan otonomi secara luas diletakkan di daerah kabupaten dan kota, bukan

pada daerah propinsi. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

penyelenggaraan pemerintah akan efisien efektif jika antara yang memberi pelayanan dan

perlindungan dengan yang diberi pelayanan dan perlindungan berada dalam jarak

hubungan yang relatif dekat. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah dapat

melaksanakan fungsi pemerintahan umum itu kepada rakyat secara jelas dan tepat.

(Yudhoyono, 2001)

Pelaksanaan desentralisasi bukan hanya sebagai tuntutan formil yuridis namun

juga merupakan kebutuhan riil Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang yang

berhadapan dengan zaman yang serba efisien. Sentralisasi yang ketat selain hanya

menimbulkan pemerintahan dengan biaya yang tinggi juga diyakini tidak mampu lagi

menjawab tantangan zaman. Desentralisasi bukan hanya sebagai trend tetapi merupakan

suatu kebutuhan. (Nugroho, 2000)

Sejarah perjalanan tata pemerintahan daerah/desa selama ini berubah-ubah seiring

dengan dinamika kondisi dan situasi politik nasional. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974

dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 kurang memberikan kebebasan Daerah/Desa

untuk mengatur dan mnegurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan dengan berbagai

Undang-Undang Pemerintahan, desa diperlemah karena diambil beberapa penghasilannya

(12)

Sebagai mesin pemerintahan yang paling rendah, urusan-urusan yang diproses di

tingkat desa adalah urusan-urusan ”sisa”, yang tidak ditangani mesin tingkat

kabupaten/kota ataupun propinsi. Urusan-urusan yang strategis dan vital banyak yang

diproses dan ditentukan pada level supra desa (di kabupaten/kota maupun propinsi).

Kalau kita serius melakukan pembaruan desa secara partisipatif, maka prasyaratnya

adalah tergolong daya pancar aspirasi dan daya serap aspirasi yang tertata dalam

siklus-siklus kebijakan di level supra desa tadi. (Santoso, dkk. 2002)

Betapa pentingnya Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa,

tidaklah memerlukan kata pengantar yang panjang dari berbagai alasan yang dapat

diturunkan, satu pertanyaan saja sudah sangat mencukupi : “…. Apabila tujuan

pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya, maka Pembangunan

Desa dimana mayoritas manusia Indonesia berada tentulah hal yang merupakan

prioritas”. (Ginting, 2005)

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti

daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di

luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah

memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,

meningkatkan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

peningkatan kesejahteraan rakyat.

(Sedarmayanti, 2003)

Konsep pemerintahan desa yang sentralistik memiliki susunan bentuk struktur

(13)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

asal-usulnya desa daerah adalah suatu ” locale rechtgemenschaappen”. Ia otonom

berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan pada struktur Pemerintahan Desa

dalam era otonomi daerah desa dikembalikan pada bentuk dan susunan sebelum adanya

UU No. 5 tahun 1979 dengan memperhatikan asal-usul ”desa asli” yang berdasarkan adat

yaitu otonomi desa. (Widjaya, 2004)

Gambar 1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah

Undang-Undang No. 5 tahun 1979 mengarahkan pada penyeragaman bentuk dan

susunan pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin tewujudnya

Demokratisasi Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam

wadah yang disebut Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Semua anggota LMD ditunjuk Camat

Lembaga Masyarakat Desa

Kepala Desa

Ka. Urusan Ka. Urusan Ka. Urusan

Sekretaris Desa

Ka. Dusun Ka. Dusun

Ka. Dusun

(14)

oleh Kepala Desa, tidak ada yang dipilih oleh masyarakat. Kemampuan anggota LMD

masih diragukan apakah memang benar-benar mampu menyalurkan aspirasi masyarakat

untuk dimasukkan ke dalam Keputusan Desa, lebih-lebih Kepala Desa tidak bertanggung

jawab pada LMD.

Gambar 2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Perubahan tentang pemerintahan desa menurut Undang No. 5 tahun 1979 menjadi

struktur pada era otonomi daerah adalah perangkat desa terdiri dari unsur-unsur staf yaitu

unsur pelayanan seperti sekretaris desa atau tata usaha, unsur pelaksana seperti pamong

tani desa, urusan keamanan dan urusan pembantu-pembantu Kepala Desa di wilayah

seperti Kepala Dukuh/Dusun. Adanya Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legilatif

desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama-sama Pemerintah Desa membuat Bupati

Badan Musyawarah

Desa Ka. Desa

Rakyat Desa

Perangkat Desa

Unsur Wilayah

Kepala Dukuh Unsur Pelaksana

Pamong tani, Keamanan Unsur staff

(15)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

dan menetapkan Peraturan Desa (Perdes), menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat desa kepada pejabat atau instansi yang berwenang serta melakukan

pengawasan terhadap penyalenggaraan Perdes, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

dan Keputusan Kepala Desa.

Kepala Desa pada dasanrya bertanggung jawab kepada rakyat yang dalam tata

cara prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui

Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan

pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi

pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui

BPD untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang

bertalian dengan pertanggungjawabannya tersebut. (Undang-Undang No.

32/2004)

Dalam kegiatan pembangunan masyarakat desa, masalah mengenai pemerintahan

di desa merupakan salah satu hal yang terpenting untuk dapat memberdayakan

masyarakat desa. Disini masyarakat desa juga memilliki peran untuk berpartisipasi dalam

proses pemerintahan yang ada di desa. Sehingga kita dapat melakukan pemerintahan

yang baik pada desa, maka kita juga telah memulai dalam pembangunan masyarakat

desa. (Ginting, 2005)

Secara administratif Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan yang dibagi

(16)

Tabel 1. Kecamatan di Kabupaten Bantul

Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lima kabupaten, yang terdiri dari

Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon

Progo dan Kotamadya Yogyakarta. Kabupaten Bantul memiliki 17 kecamatan.

Kecamatan Imogiri memiliki luas 54,49 km² dengan terdiri dari 8 desa dan terdiri dari 72

pedukuhan. Desa Sriharjo terdapat di Kecamatan Imogiri.

Adapun jumlah penduduk di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul adalah

(17)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Kepala Keluarga

1. Selopamioro 13.707 1.317

2. Sriharjo 9.466 2.095

3. Kebon Agung 3.606 1.088

4. Karang Tengah 4.926 1.294

5. Giri Rejo 4.467 1.278

6. Karang Talun 2.503 745

7. Imogiri 4.071 2.043

8. Wukirsari 14.663 4.395

Jumlah 57.409 14.255

Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)

Berdasarkan data diatas, Kecamatan Imogiri terdiri dari 8 pedesaan. Jumlah

penduduk Kecamatan Imogiri sebanyak 57.409 jiwa dengan Kepala Keluarga sebanyak

14.255. Desa Sriharjo menduduki peringkat ketiga dalam hal jumlah penduduk terbanyak

di Kecamatan Sriharjo dengan penduduk 9.466 jiwa dan Kepala Keluarga sebanyak

2.095.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan data-data yang ada pada latar belakang di atas, maka

permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan antara Pemerintahan Desa menurut UU No. 5 tahun 1979

dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi ?

2. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah

(18)

3. Bagaimana penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era

otonomi daerah?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah?

5. Bagaimana pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah?

6. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah

menurut masyarakat desa?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dapat ditarik beberapa tujuan dari

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No.

5 tahun 1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era dalam era otonomi daerah.

2. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi

daerah menurut aparat pemerintahan desa.

3. Untuk mengetahui penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam

era otonomi daerah.

4. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa

dengan penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi

(19)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

5. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah.

6. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi

daerah menurut masyarakat desa.

Kegunaan Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasil yang didapat nantinya di

kemudian hari dapat dipergunakan sebagai :

1. Sumbangan pemikiran dalam pembangunan masyarakat desa dan sistem

pemerintahan yang ada di desa.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan pihak pemerintahan maupun pihak

lainnya dalam rangka pembinaan sistem lembaga pemerintahan yang ada di

pedesaan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat desa dalam sistem

pemerintahan di desa.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Realisasi dari visi wujud pedesaan 2020 merupakan kemajuan nyata dari enam

bidang prioritas yang harus diimplementasikan oleh Departemen Pertanian bersama

Departemen lainnya, pemerintah, dan aparat daerah, dunia usaha dan organisasi

masyarakat madani. Keenam strategi tersebut adalah seperti berikut :

1. Percepatan pemberdayaan sumber daya manusia dan kewirausahaan

2. Pemberdayaan kelembagaan modal (social capital) melalui pemantapan

desentralisasi, kegotongroyongan dan pemberdayaan kelembagaan masyarakat.

(Anonimous, 2006)

Desa dan masyarakat desa yang pada masa perjuangan memiliki peran cukup

besar dalam mendukung para gerilyawan dan pejuang Republik Indonesia, di masa

kemerdekaan justru dalam posisi marjinal dan kurang mendapat perhatian serta

keberpihakan yang cukup proporsional dari pemerintah. Demikian pula dalam dunia

(21)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Dengan berlakunya UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah, peranan desa akan

menjadi lebih strategis dan penting dalam pembangunan. Apa yang diharapkan mengenai

Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa dalam Otonomi Daerah pada

dasarnya adalah pembangunan yang terlaksana dari, oleh, dan untuk masyarakat desa

yang merupakan dasar Musyawarah Mufakat Pembangunan Desa. (Ginting, 2005)

Konsep otonomi daerah adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,

bila masih ada pemimpin yang berpikir untuk memajaki rakyat maka ia akan ketinggalan,

sebab sejak tahun 2003 Indonesia telah era perdagangan bebas. Bila tidak memberikan

pelayanan yang baik maka investor akan mempertimbangkan menanamkan modalnya.

Inilah sebabnya pemimpin daerah yang cerdas akan memberikan insentif kepada dunia

usaha agar mau berinvestasi di daerahnya, bahkan pemimpin daerah harus mampu

berpikir bagaimana memberi diskon kepada dunia usaha agar berlomba-lomba

menanamkan modal di wilayahnya. (Widjaja, 2004 )

Ditinjau dari aspek manajemen, Pemerintah Daerah dan Propinsi selaku wakil

pemerintah di daerah, wajib memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan

Kabupaten/Kota melalui pemberian pedoman, bimbingan, arahan, pelatihan dan

supervise. Oleh Karena itu, antara perangkat pemerintah Propinsi dengan pemerintah

Kabupaten terdapat hubungan fungsional, timbal balik dan bersifat konsultatif.

(Sedarmayanti, 2003)

Undang-Undang No. 4 tahun 1975 menyatakan bahwa titik berat otonomi

diletakkan di Daerah Tingkat II (pasal 11). Kenyataannya, pasal ini baru dapat dijalankan

setelah diberlakukannya UU ini selama 18 tahun dengan dikeluarkannya Peraturan

(22)

berlaku sangat terbatas, karena hanya beberapa Daerah Tingkat II yang kemudian

dijadikan Daerah Otonom percontohan saperti Sleman di Yogyakarta, Sidoarjo di Jawa

Timur, Lombok Tengah di Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain. Hal ini menunjukka n

betapa tidak seriusnya Pemerintah Pusat dalam menjalankan kebijaksanaan otonomi

daerah. (Syaukani, dkk. 2003)

UU No. 22/1999 memberi nuansa lain dalam perkembangan otonomi daerah di

Indonesia. Konsep yang dikembangkan merupakan lompatan besar jauh kedepan. Konsep

sentralisasi kemudian diganti dengan konsep desentralisasi. Seiring dengan reformasi

yang telah berjalan kurang lebih tiga tahun, maka telah terjadi perubahan dalam berbagai

aspek masyarakat. Dengan demikian perubahan pada kelembagaan, keuangan, dan

kewenangan tidak dapat dihindari lagi. (Sedarmayanti, 2003)

Nasib suatu desa tidak akan berdaya selama sistem yang dianutnya adalah sistem

pemerintahan yang sentralistik. Yaitu suatu keadaan yang terjadi sebelum adanya UU No

22/1999 tentang Otonomi daerah. Pada saat sistem pemerintahan yang sentralistik, semua

papan nama kelembagaan desa diseragamkan dengan nama PKK, LKMD, KUD, Karang

Taruna dan diawasi Depdagri dan Babinsa. Desa akhirnya kehilangan jiwanya dan

tergantung kepada supra desa baik dalam program pembangunan dan sumber pendanaan

desa di satu sisi. Di sisi lain diberikan peran besar menjalankan pemerintahan desa.

(Altov, 2003)

Langkah konkret upaya pengembangan desa antara lain berupa lahirnya

Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti berbagai peraturan

(23)

Undang-Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

menjalankan tiga peran utamanya, yaitu sebagai struktur perantara, sebagai pelayan

masyarakat serta agen perubahan. (Supriatna, 2007)

Landasan Teori

Penilaian merupakan sikap dalam mengevaluasi yang dilakukan untuk mengkaji

kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan

pedoman / patokan-patokan yang diberikan. Juga dimaksudkan agar semua pihak yang

terlibat dalam pelaksanaan progran tersebut merasa ikut bertanggung jawab terhadap

keberhasilan program yang telah dirumuskan, jika program tersebut dilaksanakan.

(Mardikanto, 1993)

Penilaian juga berarti kegiatan mengoreksi kerja sama dari masyarakat, bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang hal sesuatu yang telah diajarkan,

berapa banyak masyrakat yang sudah melakukan sesuatu dengan metode yang telah

diajarkan, serta dapatkah mereka memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka

hadapi. (Tambunan, 1979)

Penilaian atau evaluasi adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu

program dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai. Untuk melakukan

penilaian diperlukan adanya laporan dan rencana program. Penilaian tersebut dapat

ditujukan keluar dan kedalam. (Mardikanto, 1993)

Evaluasi terhadap kemampuan daerah/desa adalah penilaian dengan

menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi

(24)

untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata

secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan. (Mardikanto, 1993)

Tabel 3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999

Definisi Desa UU No.5/1979 UU No. 22/1999

Kesatuan wilayah Suatu komunitas hukum Nama Desa dan

Kepalanya

Wajib desa dan Kades di seluruh Indonesia.

Daerah dapat mengatur

penggunaan istilah tradisional untuk desa Kades

. Pembentukan

Desa Baru

Diusulkan oleh Camat, disetujui oleh Bupati.

Diusulkan warga, disetujui oleh Kabupaten dan DPRD. Institusi Desa LMD dan LKMD dibawah kekuasaan

kades tidak boleh ada organisasi lain.

BPD dengan segala haknya dan otonom, plus institusi lain yang dianggap perlu oleh Desa dan Kabupaten. Kepala Desa Kepala Desa dan LMD terpisah. Kepala Desa BPD lembaga

yang terpisah tetapi merupakan partner.

Dipilih langsung oleh masyarakat desa, bertanggung jawab pada Kabupaten.

Dipilih langsung oleh masyarakat, bertanggung jawab pada BPD, boleh menjabat paling lama 10 tahun.

Perangkat Desa Ditunjuk oleh Kepala Desa disetujui oleh Kabupaten.

Dipilih oleh masyarakat atau ditunjuk oleh Kepala Desa, disetujui oleh BPD.

Pemecatan Kades Dianjurkan oleh Camat, disetujui oleh Kabupaten.

Dianjurkan oleh BPD disetujui oleh Kabupaten.

(25)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

disetujui oleh Kecamatan oleh BPD bersama Kepala Desa

Keuangan Desa Dirancang oleh Kepala Desa dan LMD Dirancang dan disetujui oleh BPD bersama

Sumber pendanaan desa

Blockgrant dari Kabupaten Blockgrant dari sumber lokal

Badan usaha milik desa

Tidak ada Diperbolehkan

Indeks Otonomi Tidak ada desa betul-betul berada dibawah kecamatan

Desa berhak untuk menolak program pemerintah yang tidak disetujui atau infra struktur dan untuk merancang peraturan

Implementasi dan pemantauan

Departemen Dalam Negeri Kabupaten

Sumber : Zakaria (2004)

Sikap dalam menilai suatu hal, dapat negatif atau positif. Sikap negatif

memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari ataupun tidak

menyukai keberadaan suatu obyek. Sedangkan sikap positif memunculkan

kecenderungan untuk menyenangi atau mendekati, menerima, atau bahkan mengharapkan

obyek tertentu. (Azwar, 1998)

Dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sitem pemerintahan sehingga desa

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.

(Zakaria, 2004 )

Berlakunya UU Nomor 32 tahun 2004 terdapat perubahan struktur organisasi dan

tata kerja Pemerintahan Desa yaitu dalam Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah

Desa (Lurah Desa dan Pamong Desa) dan Badan Perwakilan Desa (BPD). Keberadaan

(26)

yang ada dalam masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai mitra kerja Pemerintah

Desa. (Santoso, dkk. 2002 )

Perspektif pengelolaan keuangan dan ekonomi desa antara lain dapat

dikembangkan melalui model penguatan keuangan dan perekonomian desa dengan

pendekatan sistem. Implementasi model ini meunjukan bahwa skenario yang digunakan

dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam penguatan perekonomian desa. Pada

akhirnya diharapkan dapat mencapai petumbuhan pembangunan berbasis produktivitas

yang diakselrasi oleh daya manfaat yang meng-generate lapangan kerja, mengurangi

pengangguran dan kemiskinan. (Maryunani, 2005)

Kerangka Pemikiran

Otonomi daerah sebagai sebuah ide atau gagasan baru yang disampaikan oleh

penyuluh kepada masyarakat desa sebagai sasaran. Hal ini dilakukan oleh penyuluh untuk

memperkenalkan dan menunjukkan suatu ide baru tersebut untuk membawa perubahan

yang lebih baik dan menguntungkan bagi masyarakat desa. Pemerintah daerah dan

pemerintah desa telah beralih dari sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi yang

desentralistik. Begitu juga Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintah Daerah

dan Pemerintah Desa, yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1979 yang telah diganti dengan

(27)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Bentuk pemerintahan yang top-down terus berlangsung pada masa Presiden

Soeharto. Sampai pada masa reformasi dengan munculnya Undang-Undang No. 22 tahun

1999 yang selanjutnya direvisi kembali dengan keluarnya Undang-Undang No. 32 tahun

2004. Disini terjadi perubahan mengenai sistem pemerintahan daerah dan desa serta

perubahan aturan-aturan dan sistem perangkat desanya.

Kegagalan yang dihasilkan dari pemerintahan yang sentralistik telah

menyebabkan beralihnya harapan bahwa penguatan masyarakat dapat dilakukan dengan

cara desentralisasi atau otonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat mengurangi berbagai

ketimpangan yang dihadapi selama ini, seperti ketimpangan regional, ketimpangan kota

desa serta ketimpangan antara si kaya dengan si miskin dan bahkan ketimpangan antar

sektor.

Sedangkan untuk Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa yang desentralisasi

diharapkan akan lebih membawa perubahan ke arah positf bagi masyarakat desa karena

masyarakat desa diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam proses pemerintahan.

Desentralisasi juga meningkatkan rasa demokrasi di pedesaan, yaitu dengan melibatkan

masyarakat desa dalam pemilihan anggota Pemerintahan Desa.

Masyarakat desa sebagai sekumpulan orang yang menempati desa merupakan

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurusi

kepentingan masyarakatnya. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa juga mempengaruhi

dalam penilaiannya terhadap kinerja Pemerintah Desa tersebut. Maka dari itu desa

memiliki posisi yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang

terhadap penyelenggara otonomi daerah, sehingga akan berpengaruh secara signifikan

(28)

Sistem pemerintahan yang ada di desa dalam era otonomi daerah diharapkan akan

semakin dapat mengoptimalkan pelayanannnya kepada masyarakat desa. Selain itu juga

antara pemerintah desa dan masyarakat diharapkan juga akan saling bekerja sama dalam

mengatasi masalah yang ada.

Dengan demikian penilaian masyarakat menjadi penentu pemerintahan desa yang

akan dilaksanakan sendiri. Penilaian masyarakat terhadap pemerintah desa dititik

beratkan pada institusi desa yang ada, kinerja Kepala Desa dan perangkat desa,

bagaimana tentang peraturannya, apakah sudah lengkap atau tidak sesuai dan yang

terpenting adalah pelayanan pemerintah desa terhadap kebutuhan masyarakat desa.

Dari uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Era Otonomi Daerah

SENTRALISASI DESENTRALISASI

MASYARAKAT DESA

UU No. 5 tahun 1979 PEMERINTAHAN DESA

(29)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Hubungan

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No. 5 tahun

1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi.

2. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah

menurut aparat pemerintahan desa.

FAKTOR SOSIAL EKONOMI

1. Umur

2. Pendidikan

3. Jumlah tanggungan 4. Pendapatan

5. Tingkat Kosmopolitan DINILAI OLEH

MASYARAKAT

Pengaruh

1. Institusi Desa 2. Kepala Desa 3. Perangkat Desa 4. Peraturan Desa 5. Pelayanan

(30)

3. Penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah

di daerah penelitian adalah positif.

4. Terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah

yaitu:

a. Semakin tinggi umur masyarakat desa maka semakin positif penilaian

masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

b. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat desa maka semakin positif

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi

daerah.

c. Semakin tinggi jumlah tanggungan maka semakin positif penilaian

masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

d. Semakin tinggi jumlah pendapatan masyarakat desa maka semakin positif

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi

daerah.

e. Semakin tinggi tingkat kosmopolitan masyarakat desa maka semakin

positif penilaian masyarakat terhadap pemerintahan desa dalam era

otonomi daerah.

5. Terdapat pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

6. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah

(31)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah sampel adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditentukan secara sampling purposive karena

(32)

kesejahteraan masyarakat, perkembangan ekonomi masyarakat desa dan dalam sistem

pemerintahannya.

Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat desa yang berada

di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Desa Sriharjo berpenduduk sebanyak 9466 jiwa dengan 2095 Kepala Keluarga.

Penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling)

dengan memilih 30 orang dari masyarakat desa baik yang berjenis kelamin laki-laki

maupun yang perempuan.

Untuk memperkirakan berapa seharusnya besar suatu sampel dapat digunakan

aturan 1/10. Aturan 1/10 menyatakan bahwa sebaiknya peneliti mencoba memperoleh

1/10 dari populasi yang diteliti dalam sampelnya. Tetapi seperti kebanyakan aturan dalam

penelitian sosial, banyak terdapat pengecualian. Pengambilan sampel dapat dilakukan

lebih kecil dari 1/10. Hal ini tidak menimbulkan banyak masalah untuk para ahli statistik

karena mempertimbangkan efisiensi dalam memperkirakan parameter populasi. (Black,

1999)

Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar

(33)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Pada penelitian ini juga dikumpulkan data sekunder yang diperoleh dari kantor

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, kantor Kecamatan Imogiri, Kabupaten

Bantul dan Kantor Kepala Desa Sriharjo serta literatur yang ada hubungannya dengan

penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk hipotesis 1, 2 dan 6 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu

dengan melihat pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan masalah yang dihadapi oleh

pemerintahan desa menurut aparat pemerintahan desa dan menurut masyarakat Desa

Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hipotesis 3 untuk mengetahui sikap masyarakat desa terhadap peranan dan

pelayanan pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan menggunakan teknik

penskalaan likert, yaitu dengan mencatat (tally) penguatan respon dan untuk pernyataan

positif dan negatif tentang objek di lapangan. Dengan kategori jawaban sebagai berikut :

5 : Sangat Setuju

4 : Setuju

3 : Ragu-Ragu

2 : Tidak Setuju

1 : Sangat Tidak Setuju

dan memberi nilai atau skor untuk masing-masing kategori jawaban mulai dari sangat

(34)

Hipotesis 4 yaitu untuk melihat hubungan karakteristik sosial ekonomi

masyarakat desa terhadap pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan

menggunakan metode analisis korelasi Rank Spearman dengan rumus :

N

Rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

di = Selisih antara penilaian masyarakat dengan keberhasilan pemerintahan desa

N = Jumlah sampel

= Derajat Nyata

db = Derajat bebas

Kemudian di uji dengan menggunakan uji t hitung dengan rumus sebagai berikut :

2

Dengan kriteria uji sebagai berikut :

H0 diterima apabila t hitung ≤ t tabel, tidak ada hubungan

(35)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Untuk menguji hipotesis 5 dengan menggunakan analisis Regresi Linier

Berganda, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat

desa terhadap Undang-Undang Otonomi Daerah dihitung dengan rumus :

5

Yˆ = Penilaian masyarakat desa

1

x = Tingkat kosmopolitan

Kemudian diuji dengan menggunakan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut:

)

Jkreg = Jumlah kuadrat-kuadrat regresi

Jkres = Jumlah kuadrat-kuadrat residu

n = sampel

k = Derajat Kebebasan

dengan kriteria uji sebagai berikut :

H0 diterima apabila F hitung ≤ t tabel ; tidak terdapat pengaruh

(36)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi

dan batasan operasional sebagai berikut,

Definisi

1. Pemerintahan Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa.

2. Desa Sriharjo adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk suk

jawa sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan dibawah

kabupaten.

3. Masyarakat Desa Sriharjo adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi yang

mendiami tempat di Desa Sriharjo.

4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat

kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Sentralisasi adalah suatu bentuk sistem yang kewenangan suatu daerah berada di

pusat.

6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan

(37)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

7. Masalah adalah suatu keadaan yang dapat menghambat dan menghalangi suatu

kegiatan dalam mencapai tujuan.

8. Penilaian adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu program

dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai

9. Faktor Sosial Ekonomi adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam

menentukan dan mengambil sebuah sikap.

10.Institusi Desa adalah organisasi yang bersifat formal maupun informal yang

mengatur prilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan

rutin sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai tujuan tertentu.

11.Perangkat desa adalah beberapa unsur yang bertugas di Pemerintahan Desa, yaitu

unsur staf (Sekretaris Desa dan tata usaha), unsur pelaksana teknis lapangan

(Pamong Tani Desa dan urusan keamanan) dan unsur wilayah (Kepala Dusun).

12.Kepala Desa adalah orang yang memimpin Pemerintah Desa dan bersama Badan

Musyawarah Desa membuat peraturan desa.

13.Peraturan Desa adalah aturan-aturan yang berlaku yang mengatur ruang gerak

masyarakat desa dan wajib untuk ditaati.

Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2007

3. Sampel adalah masyarakat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,

(38)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT

Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten

Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Luas dan Topografi Desa Sriharjo

Desa Sriharjo terletak di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 615.680 Ha. Jumlah penduduk Desa Sriharjo

sebanyak 9.466 jiwa yang terdiri dari 4.567 jiwa laki-laki dan 4.899 jiwa perempuan,

adapun jumlah kepala keluarga sebanyak 2.095 Kepala keluarga.

Daerah ini berada pada ketinggian 50 M dari permukaan laut. Jarak dari Desa

Sriharjo sejauh 3 Km dari pusat pemerintahan kecamatan dan berjarak 10 Km dari ibu

kota kabupaten Daerah Tingkat II.

Adapun batas-batas Desa Sriharjo sebagai daerah penelitian adalah sebagai

berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kebon Agung

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Selopamioro

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Srihardono

(39)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Sriharjo berjumlah 9.466 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo

No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase(%)

1. 0 – 3 729 7,70

2. 4 - 6 512 5,41

3. 7 - 12 539 5,69

4. 13 - 15 533 5,63

5. 16 – 18 427 4,51

6. ≥ 19 6.726 71,08

Jumlah 9.466 100

Sumber : Data monografi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbesar menurut umur atau

usia yang produktif yaitu sebesar 6.726 jiwa atau sebesar 71,08% dan jumlah penduduk

terkecil terdapat pada golongan umur atau usia 16 – 18 tahun yaitu sebesar 427 jiwa atau

sebesar 4,51%. Usia produktif antara 16-45 tahun.

Tingkat Pendidikan

Keadaan penduduk berdasarkan dari tingkat pendidikan formal di Desa Sriharjo

(40)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo

No. Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Taman kanak-kanak 1561 26,39

2. Sekolah Dasar 2392 40,43

3. S M P 1045 17,66

4. S M A 818 13,82

5. Akademik, D1 – D3 51 0,86

6. Sarjana (S1 – S3) 48 0,81

Jumlah 5915 100

Sumber: Data monogarfi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Sriharjo pada tahun 2005

sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMP yaitu sebesar 1045 jiwa atau sebesar

17,66%, dari sini kita dapat menyimpulkan taraf pendidikan yang ada di Desa Sriharjo

masih rendah. Untuk pendidikan pasca sekolah menengah hanya sebesar 51 jiwa atau

0,86% untuk Akademik D1-D3 dan 48 jiwa atau 0,81% yang memiliki pendidikan

Sarjana S1-S3.

Perekonomian

Desa Sriharjo pada umumnya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor

pertanian, hal dapat kita lihat pada tabel 6. berikut ini dengan melihat dari jenis mata

(41)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. P N S 189 3,03

2. T N I 41 0,65

3. Swasta 219 3,51

4. Wiraswasta 247 3,96

5. Tani 1.647 26,43

6. Pertukangan 209 3,35

7. Buruh tani 3.475 55,76

8. Jasa 152 2,43

9. Pensiunan 52 0,83

Jumlah 6231 100

Sumber: Data monografi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 6. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar besar penduduk Desa

Sriharjo bermatapencaharian pada sektor pertanian, yaitu 5.122 jiwa atau sebesar 82,18%,

karena di Desa Sriharjo sebagian besar lahan yang ada digunakan sebagai lahan

pertanian. Adapun komoditi terbesar sebagai komoditi unggulan di Desa Sriharjo yaitu

padi sawah.

(42)

Masyarakat Desa Sriharjo adalah sampel dalam penelitian ini, yaitu perangkat

desa dan seluruh warga yang tinggal di Desa Sriharjo. Karakteritik masyarakat desa

dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,

jumlah pendapatan per-bulan dan tingkat kosmopolitan.

Secara rinci karakteristik masyarakat desa dapat diuraikan pada tabel 7. dibawah

ini.

Tabel 7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo

No. Karakteristik Sosial Ekonomi

Satuan Range Rerata

1. Umur Tahun 19-55 38

2. Tingkat Pendidikan Tahun 9-16 12

3. Jumlah Tanggungan Jiwa 0-6 2

4. Pendapatan/Bulan Rupiah 0-2.000.000 512.000

5. Tingkat Kosmopolitan Buah 0-3 2

Sumber: Diolah dari data lampiran 1

Pada tabel 7. dapat diketahui bahwa umur masyarakat desa sebagai sampel adalah

155 tahun dengan rerata 38 tahun, lama pendidikan formal masyarakat desa berkisar

9-16 tahun dengan rerata 12 tahun, adapun jumlah tanggungan 0-6 jiwa dengan rerata 2

jiwa, pendapatan per bulan masyarakat Desa Sriharjo sebagai sampel antara Rp 0 - Rp

2.000.000 dengan rerata Rp 512.000 per bulan. Sedangkan tingkat kosmopolitan antara

0-3 buah dengan rerata 2 buah.

(43)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Setelah terjadinya bencana alam yang terjadi pada Juli 2006 lalu di Yogyakarta,

Desa Sriharjo adalah salah satu desa yang telah menunjukkan perkembangan yang baik,

disamping bangunan puskesmas juga telah dibangun kantor kepala desa yang baru.

Adapun skema susunan pemerintahan Desa Sriharjo dapat dilihat pada gambar 4. berikut.

Keterangan: = perintah langsung = mitra kerja

Gambar 4. Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo

Pemerintahan Desa Sriharjo dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Kepala desa

dibantu oleh seorang sekretaris desa (Carik), seorang kepala bagian pemerintahan,

seorang kepala bagian pembangunan, seorang kepala bagian keuangan, seorang kepala Kepala Desa

Sekretaris Desa / Carik

BPD

Kabag. Umum

Kabag. Agama dan Kesejahteraan Rakyat

Kabag. Keuangan

Kabag. Pemerintahan Kabag. Pembangunan

(44)

bagian Agama dan kesejahteraan rakyat, dan seorang kepala bagian umum. Desa Sriharjo

memiliki 13 pedukuhan (dusun) dan masing-masing dipimpin oleh seorang kepala dukuh

yang membantu tugas kepala desa pada masing-masing pedukuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 adalah bersifat sentralisitik.

Pada pemerintahan desa ini terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa.

Pemerintah desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Perangkat desa. Perangkat

desa ini terdiri dari Sekretaris desa dan Kepala-Kepala dusun. Sedangkan Pemerintahan

desa dalam era otonomi daerah sekarang ini, adalah bersifat desentralistik. Pemerintah

desa terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa. Perangkat desa itu sendiri terdiri dari

Sekretaris desa dan bagian-bagian lainnya. Pada masa otonomi daerah ini sekretaris desa

yang dimaksud adalah diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

Menurut UU No 5 tahun 1979 tentang pemilihan Kepala Desa, Kepala desa

dipilih secara langsung, umum, bebas, dan rahasia oleh penduduk desa yang

(45)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pemilihan

Kepala desa dalam era otonomi daerah, Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari

penduduk desa yang berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan

tata cara pemilihannya diatur dengan peraturan daerah yang berpedoman pada pemerintah

daerah. Calon Kepala desa yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan dalam

pemilihan Kepala desa ditetapkan sebagai Kepala desa terpilih. Dalam era otonomi

daerah ini pun. Peraturan atau hukum adat tradisional juga dapat digunakan sebagai

pedoman, sepanjang keberadaannya masih berlaku dan diakui oleh penduduk dan

pemerintah daerah setempat.

Berkaitan dengan masa jabatan Kepala desa, menurut UU No 5 tahun 1979,

Kepala desa berhak menjabat selama delapan tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya

dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sedangkan masa

jabatan Kepala desa dalam era otonomi daerah adalah selama enam tahun dan dapat

dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa dilantik oleh pejabat yang berwenang

mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan pada otonomi

daerah ini, Kepala desa terpilih dilantiik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari

setelah pemilihan.

Menurut UU No 5 tahun 1979, dalam menjalankan hak, wewenang, dan

kewajiban pimpinan Pemerintah desa, Kepala desa betanggung jawab kepada pajabat

yang berwewenang melalui camat dan memberi keterangan pertanggungjawaban tersebut

pada Lembaga Musyawarah Desa, sedangkan Pemerintahan desa pada otonomi daerah

(46)

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979, terdapat Lembaga Musyawarah

Desa. Lembaga Musyawarah Desa ini adalah Lembaga Permusyawaratan/Permufakatan

yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-Kepala dusun, Pimpinan lembaga

kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat setempat. Lembaga Musyawarah Desa

ini diketuai oleh Kepala desa setempat dan diisi oleh Sekretaris yang juga merupakan

Sekretaris desa itu sendiri. Peraturan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan daerah

dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pada era

otonomi daerah sekarang ini, terdapat suatu lembaga yang bernama Badan

Permusyawaratan Desa, yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama-sama

Kepala desa dan perangkat desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Anggota Badan Pemusyawaratan Desa terdiri dari wakil dari penduduk desa setempat

yang ditetapkan secara musyawarah mufakat, sedangkan pimpinan Badan

Permusyawaratan Desa tersebut dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan

Desa itu sendiri. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah enam tahun

dan dapat dipilih hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Disini juga terdapat

lembaga lain (lembaga kemasyarakatan) yang bertugas sebagai mitra kerja pemerintahan

desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

Dalam pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 berkaitan dengan sumber

pendapatan, kekayaan dan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa adalah

sumber pendapatan desa berasal dari hasil tanah-tanah kas desa, hasil swadaya dan

partisipasi masyarakat desa, hasil dari gotong royong masyarakat desa dan lain-lain dari

(47)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

pemerintah daerah, dan sebagian dari pajak retribusi daerah yang diberikan kepada desa.

Setiap tahun kepala desa menetapkan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan

desa setelah dimusyawarahkan atau dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.

Sedangkan pada pemerintahan desa dalam era otonomi daerah berkaitan dengan

keuangan desa ialah, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat

dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat

dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (pandapatan,

belanja dan pengelolaan keuangan desa). Sumber pendapatan desa berasal dari

pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,

bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota, dan hibah dari pihak ketiga.

Berdasarkan uraian tentang perbedaan antara Pemerintahan desa menurut UU No

5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi diatas, hipotesis yang

menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut UU No. 5

tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi daerah adalah diterima.

Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Aparat Pemerintahan Desa

Dalam menjalankan tugasnya, terdapat beberapa masalah bagi Pemerintah Desa

Sriharjo yang menjadi hambatan dalam melakukan tugas kesehariannya.

Masalah-masalah ini penulis ketahui dari aparat desa secara langsung pada saat penelitian.

(48)

1. Belum terangkum secara detail permasalahan masyarakat tentang masalah yang

dihadapi. Hal ini menjadikan penghambat bagi pemerintah desa karena

pemerintah desa kesulitan untuk mengetahui perkembangan masyarakatnya.

2. Kurangnya etos kerja aparat pemerintah desa. Hal ini akan sangat menghambat

kinerja pemerintah desa.

3. Belum tersedianya komputer, diharapkan dengan adanya komputer akan lebih

mempercepat kinerja aparat desa.

4. kurangnya alat transportasi kantor, karena akan sangat memperlambat aktivitas

aparat desa. Hal ini terjadi karena jarak kantor kepala desa yang jauh dari

kecamatan.

5. Kurangnya alat komunikasi yang canggih.

6. Sumber daya manusia yang lemah. Hal ini terjadi karena sebagian besar

masyarakat desa hanya tamat SMP, sehingga aparat desa hanya diisi oleh sumber

daya manusia yang masih rendah.

7. Terbatasnya kemampuan teknologi yang ada.

8. Keuangan desa (kas desa) yang masih sangat kurang, hal ini diperparah dengan

adanya bencana gempa bumi pada tahun 2006 lalu.

9. Beberapa sarana dan prasarana kantor Kepala Desa Sriharjo dalam melayani

masyarakat.

Berdasarkan beberapa masalah diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat

masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut aparat

(49)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Adalah Positif

Penilaian masyarakat desa sebagai sampel dapat diperoleh dari jawaban

responden terhadap setiap pernyataan, akan diperoleh distribusi frekuensi bagi setiap

kategori, yang kemudian secara kumulatif akan dilihat deviasinya menurut distribusi

normal. Untuk pernyataan positif jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1, jawaban

Tidak Setuju diberi nilai 2, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai

4, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5. Sebaliknya pada pernyataan negatif, jawaban

Sangat Tidak Setuju diberi nilai 5, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 4, jawaban

Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 2, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai

1. (Azwar, 1997)

Adapun hasil yang diperoleh dari responden yaitu 16 orang sampel bersikap

positif dan 14 orang sampel bersikap negatif.

Tabel 8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah.

No Kategori Jumlah Persentase

1. Positif 17 56,67

2. Negatif 13 43,33

Jumlah 30 100

Sumber: Diolah dari Lampiran 6

Berdasarkan tabel 8 diatas, dapat menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagai

sampel terdapat penilaian masyarakat desa yang positif sebanyak 17 orang (56,67%) dan

penilaian masyarakat desa yang negatif sebanyak 13 orang (43,33%), maka hipotesis

(50)

era otonomi daerah positif adalah diterima, artinya penilaian masyarakat desa terhadap

pemerintahan desa dalam era otonomi daerah lebih sesuai daripada sebelum otonomi

daerah.

Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa karakteristik sosial

ekonomi masyarakat desa sebagai sampel (meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah

tanggungan, dan tingkat kosmopolitan) tidak memiliki hubungan dengan penilaiannya

terhadap Pemerintahan Desa dalam era Otonomi Daerah di Desa Sriharjo. Sedangkan

pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan dengan penilaian masyarakat desa

terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah di Desa Sriharjo. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini:

Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur dalam penelitian ini adalah umur masyarakat desa sebagai sampel yang

merupakan anggota masyarakat Desa Sriharjo pada saat penelitian dilaksanakan.

Gambaran hubungan umur dengan penilaiann masyarakat desa terhadap pemerintahan

desa dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur

(51)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Berdasarkan tabel 9. diatas, dapat diketahui bahwa faktor umur, sebagian besar

masyarakat desa sebagai sampel bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo

dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (55,7%) sampel yang menilai

positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =

0,0624 dan nilai t-hitung = 0,3308, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu

1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara umur masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa

terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 8).

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan formal yang

diterima oleh masyarakat desa sebagai sampel. Gambaran hubungan tingkat pendidikan

dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat

pada tabel 10 berikut :

(52)

Berdasarkan tabel 10. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor tingkat

pendidikan, masyarakat desa yang tingkat pendidikannnya tamatan SMP, yaitu 3 orang

(10 %), tamatan SMU yaitu sebanyak 9 orang (30 %), dan Sarjana sebanyak 5 orang

(16,7 %) bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi

daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (56,7 %) sampel yang menilai positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =

0,0591 dan nilai t-hitung = 0,3175, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu

1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat

desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 9).

Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Jumlah tanggungan dalam penelitian ini adalah banyaknya anggota keluarga yang

menjadi beban tanggungan masyarakat desa sebagai sampel karena akan menjadi

pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Gambaran hubungan jumlah

tanggungan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah

dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

(53)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 11. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor jumlah

tanggungan, sebagian besar masyarakat desa bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa

Sriharjo dalam era otonomi daerah, yaitu jumlah tanggungan masyarakat desa 0 – 3

orang sebanyak 12 orang (40 %) dan jumlah tanggungan 4 – 6 orang sebanyak 5 orang

(16,7 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =

0,07790 dan nilai t-hitung = 0,4136, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu

1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat

desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 10).

Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan bersih dalam

bentuk uang yang diperoleh usahanya. Gambaran hubungan antara jumlah pendapatan

masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada

tabel 12 dibawah ini:

(54)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 12. diatas diketahui jumlah pendapatan keluarga masyarakat

desa sebagian besar cenderung bersikap positif terhadap pemerintahan desa dalam era

otonomi daerah, yaitu masyarakat desa dengan jumlah pendapatan berkisar antara

600.000 -2.000.000 yaitu sebanyak 7 orang (23,3 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =

0,3333 dan nilai t-hitung = 1,870, yaitu lebih besar dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu

1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat

desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah diterima. (lampiran 11).

Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat kosmopolitan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat

desa terhadap pemerintahan desa dan otonomi daerah dengan mengetahui kepemilikan

media, baik itu media cetak, media elektronik dan media massa lainnya. Gambaran

hubungan antara tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap

pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat Kosmopolitan

(buah)

Penilaian Jumlah

(55)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

<2 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %)

≥2 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %)

Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat

kosmopolitan ≥2 bersikap positif sebanyak 12 orang (40%). Hal ini dapat diketahui

bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 buah akan memiliki wawasan

lebih luas terhadap perkembangan dunia luar sehingga akan lebih mengetahui kelebihan

dari sistem otonomi daerah.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =

0,1252 dan nilai t-hitung = 0,667 yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701.

Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila

t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan

positif antara tingkat tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat

desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 12).

Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Adapun karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa yang dibahas pengaruhnya

terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dalam penelitian ini adalah umur

(X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4), dan

tingkat kosmopolitan (X5). Data setiap variabel sebagai hasil survey terhadap responnden

disajikan pada lampiran 13.

Berdasarkan model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dapat dilihat

(56)

Tabel 14. Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Variabel Koefisien Regresi

t-hitung t-tabel

( =0.05) Probabilitas Signifikan

Intercept 42.222

Sumber Diolah dari Lampiran 13

Dengan menggunakan rumus regresi linier berganda didapat persamaan sebagai

berikut:

Y = 42.222 + 0.049 X1 + 0.254 X2 + 0.003 X3 + 1.97E-006 X4 – 0.324 X5

Dimana :

Y = Penilaian masyarakat desa

X1 = Umur

X2 = Tingkat pendidikan

X3 = Jumlah tanggungan

X4 = jumlah pendapatan

X5 = Tingkat kosmopolitan

Dari analisis linier berganda secara serempak diperoleh F-hitung 0.136 yaitu lebih

kecil dari F-tabel 2.53 pada tingkat kepercayaan 95%. Ini berarti bahwa secara serempak

umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4),

Gambar

Gambar 1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah
Gambar 2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Tabel 1. Kecamatan di Kabupaten Bantul
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi evaluasi efektivitas program suplementasi tablet besi pada ibu hamil. Makalah Seminar Sehari Hasil Penelitian bidang Kesehatan &amp; Gizi Masyarakat. Permaesih, Dewi, et

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitoplankton yang ditemukan di laguna Glagah berjumlah 9 spesies dalam 3 fungsional grup dengan kemelimpahan rata-rata sebesar 1839.667

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pelalawan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pelalawan Nomor : 02 Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan

Tekanan yang diterima di ujung depan dari elips bagian tengah, ma- kin besar jarak antar elips tekanan yang diterima tidak terlalu jauh berbeda dan hampir sama dengan tekanan

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia, rahmat, kasih setia dan perlindungan-Nya yang tak pernah berhenti, sehingga peneliti

Keberhasilan pembelajaran tiada batas, karena pembelajaran kontekstual memprioritaskan perubahan perilaku yang sebaik baiknya, sehingga dibutuhkan refleksi untuk

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Muhammadiyah dan

jadi, serta alur penjualan barang jadi pada Perusahaan “ADI DAYA” yang.. bergerak pada pengolahan barang mentah menjadi