Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN
DESA DALAM ERA
OTONOMI DAERAH
(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )
INDRO BUDIANTO
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN
DESA DALAM ERA
OTONOMI DAERAH
(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )
SKRIPSI
OLEH : INDRO BUDIANTO
030309001
PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
( Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, M. A. D. E.) (Ir. Iskandarini, M. M) Ketua Anggota
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan
Nikmat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari
skripsi ini adalah “Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam
Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. H. Meneth
Ginting, M. A. D. E. dan Ibu Ir. Iskandarini, M.M selaku Dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak memberikan bimbingan, perhatian, saran dan masukan sehingga skripsi ini
dapat di selesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Ibu Ir. Lily Fauziah.
Ibunda Mamiek Nurhayati dan Ayahanda Slamet Riyadi di Yogyakarta, atas doa
dan segala bantuan moral dan material.
Abang dan adikku, Heru Priyanto, S.P., Arief Nugroho, S.Pt., Indah Nurmita Sari,
dan Yudi Hari Utomo atas doa dan semangat.
Keluarga besar Tante Elyzar dan Om Syamsuar di Medan dan Kisaran atas doa,
semangat dan bantuan-bantuan materi bagi penulis.
Tante Tuti dan Om Iswadi Idris di Yogyakarta atas bantuan-bantuannya yang
Rekan-rekan seperjuangan Praktek Kerja Lapangan Kelompok 6, Riris, Mita,
Juniar, Parjo
Kepala Desa dan Perangkat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.
Rekan-rekan SEP 2003, Ainul, Budi, Parjo, Nur, Diba, Mola, Vina, Yuni,
Wilmar, S. P., Arif, S. P., Ilal dan lain-lainnya atas semangatnya.
Nindya Safira Aztrida.... perhatian, semangat, doa, alasan, dan cita-cita.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan didalamnya. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca untuk dapat lebih menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga skripsi
ini bermanfaat bagi saya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT Deskripsi Daerah Penelitian ... 29
Karakteristik Masyarakat Desa Sriharjo ... 32
Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo ... 33
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 35
Penilaian Masyarakat Desa Positif Terhadap Pemerintahan Desa
Dalam Era Otonomi Daerah ... 39
Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era
Otonomi Daerah ... 41 Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era
Otonomi Daerah ... 47 Masalah yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Masyarakat Desa ... 50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 51 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : DAFTAR TABEL
1. Kecamatan di Kabupaten Bantul ... 7
2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri ... 8
3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999 ... 15
4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo ... 30
5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo ... 31
6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo ... 32
7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo ... 33
8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 40
9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 41
10.Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 42
11.Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 44
12.Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 45
14.Analisis Linier Berganda Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan
Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 47
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah ... 42. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 5
3. Skema Kerangka Pemikiran ...19
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa
2. Jawaban Sampel Terhadap Pernyataan
3. Pernyataan Positif dan Negatif
4. Nilai Skala Kategori Jawaban
5. Total Nilai Skala Kategori Jawaban
6. Skor Sikap dan Interpretasinya
7. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya
Terhadap Pemerintahan Desa
8. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Umur Dengan Penilaian Masyarakat
Desa Terhadap Pemerintahan Desa
9. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan Dengan Penilaian
Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa
10.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan Dengan
Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa
11.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Pendapatan Dengan Penilaian
Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa
12.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan
Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa
13.Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penilaian Masyarakat Desa
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungannya dengan
pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang menurut UU No. 5 tahun 1974 hanya
merupakan kepanjangan tangan pusat di daerah. Dalam UU 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah telah dibuka saluran baru (kran) bagi pemerintah propinsi dan
kabupaten untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum
kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
(Widjaya, 2004)
Reformasi pemerintahan desa dimaksud untuk memperbaharui dan memperkuat
unsur-unsur demokrasi dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa. Undang-undang
No. 5 tahun 1979 selama ini tampaknya tidak atau kurang memperdayakan
(empowerment) unsur demokrasi, sehingga melemahkan dan menghapuskan
unsur-unsur demokrasi dengan dalih demi keseragaman bentuk dan susunan Pemerintahan
Desa. Dengan demikian, desa yang sudah direformasi memberikan nuansa yang berbeda.
(Widjaja, 2004)
Undang-undang No 5/1974 tidak lagi menganut otonomi yang seluas-luasnya atau
otonomi yang maksimal, akan tetapi undang-undang ini tidak menghendaki
penyelenggaraan pemerintahan di daerah cenderung yang bersifat sentralistik. Yang
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
yang optimal. Artinya peranan Pemerintah Daerah harus cukup besar dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, terutama dalam pelayanan
terhadap masyarakat, akan tetapi masih tetap dalam kerangka memperkokoh Negara
Kesatuan. (Sujamto, 1990)
Pelaksanaan otonomi secara luas diletakkan di daerah kabupaten dan kota, bukan
pada daerah propinsi. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
penyelenggaraan pemerintah akan efisien efektif jika antara yang memberi pelayanan dan
perlindungan dengan yang diberi pelayanan dan perlindungan berada dalam jarak
hubungan yang relatif dekat. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah dapat
melaksanakan fungsi pemerintahan umum itu kepada rakyat secara jelas dan tepat.
(Yudhoyono, 2001)
Pelaksanaan desentralisasi bukan hanya sebagai tuntutan formil yuridis namun
juga merupakan kebutuhan riil Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang yang
berhadapan dengan zaman yang serba efisien. Sentralisasi yang ketat selain hanya
menimbulkan pemerintahan dengan biaya yang tinggi juga diyakini tidak mampu lagi
menjawab tantangan zaman. Desentralisasi bukan hanya sebagai trend tetapi merupakan
suatu kebutuhan. (Nugroho, 2000)
Sejarah perjalanan tata pemerintahan daerah/desa selama ini berubah-ubah seiring
dengan dinamika kondisi dan situasi politik nasional. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 kurang memberikan kebebasan Daerah/Desa
untuk mengatur dan mnegurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan dengan berbagai
Undang-Undang Pemerintahan, desa diperlemah karena diambil beberapa penghasilannya
Sebagai mesin pemerintahan yang paling rendah, urusan-urusan yang diproses di
tingkat desa adalah urusan-urusan ”sisa”, yang tidak ditangani mesin tingkat
kabupaten/kota ataupun propinsi. Urusan-urusan yang strategis dan vital banyak yang
diproses dan ditentukan pada level supra desa (di kabupaten/kota maupun propinsi).
Kalau kita serius melakukan pembaruan desa secara partisipatif, maka prasyaratnya
adalah tergolong daya pancar aspirasi dan daya serap aspirasi yang tertata dalam
siklus-siklus kebijakan di level supra desa tadi. (Santoso, dkk. 2002)
Betapa pentingnya Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa,
tidaklah memerlukan kata pengantar yang panjang dari berbagai alasan yang dapat
diturunkan, satu pertanyaan saja sudah sangat mencukupi : “…. Apabila tujuan
pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya, maka Pembangunan
Desa dimana mayoritas manusia Indonesia berada tentulah hal yang merupakan
prioritas”. (Ginting, 2005)
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah
memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
meningkatkan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat.
(Sedarmayanti, 2003)
Konsep pemerintahan desa yang sentralistik memiliki susunan bentuk struktur
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
asal-usulnya desa daerah adalah suatu ” locale rechtgemenschaappen”. Ia otonom
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan pada struktur Pemerintahan Desa
dalam era otonomi daerah desa dikembalikan pada bentuk dan susunan sebelum adanya
UU No. 5 tahun 1979 dengan memperhatikan asal-usul ”desa asli” yang berdasarkan adat
yaitu otonomi desa. (Widjaya, 2004)
Gambar 1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah
Undang-Undang No. 5 tahun 1979 mengarahkan pada penyeragaman bentuk dan
susunan pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin tewujudnya
Demokratisasi Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam
wadah yang disebut Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Semua anggota LMD ditunjuk Camat
Lembaga Masyarakat Desa
Kepala Desa
Ka. Urusan Ka. Urusan Ka. Urusan
Sekretaris Desa
Ka. Dusun Ka. Dusun
Ka. Dusun
oleh Kepala Desa, tidak ada yang dipilih oleh masyarakat. Kemampuan anggota LMD
masih diragukan apakah memang benar-benar mampu menyalurkan aspirasi masyarakat
untuk dimasukkan ke dalam Keputusan Desa, lebih-lebih Kepala Desa tidak bertanggung
jawab pada LMD.
Gambar 2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Perubahan tentang pemerintahan desa menurut Undang No. 5 tahun 1979 menjadi
struktur pada era otonomi daerah adalah perangkat desa terdiri dari unsur-unsur staf yaitu
unsur pelayanan seperti sekretaris desa atau tata usaha, unsur pelaksana seperti pamong
tani desa, urusan keamanan dan urusan pembantu-pembantu Kepala Desa di wilayah
seperti Kepala Dukuh/Dusun. Adanya Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legilatif
desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama-sama Pemerintah Desa membuat Bupati
Badan Musyawarah
Desa Ka. Desa
Rakyat Desa
Perangkat Desa
Unsur Wilayah
Kepala Dukuh Unsur Pelaksana
Pamong tani, Keamanan Unsur staff
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
dan menetapkan Peraturan Desa (Perdes), menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat desa kepada pejabat atau instansi yang berwenang serta melakukan
pengawasan terhadap penyalenggaraan Perdes, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
dan Keputusan Kepala Desa.
Kepala Desa pada dasanrya bertanggung jawab kepada rakyat yang dalam tata
cara prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui
Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan
pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi
pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui
BPD untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang
bertalian dengan pertanggungjawabannya tersebut. (Undang-Undang No.
32/2004)
Dalam kegiatan pembangunan masyarakat desa, masalah mengenai pemerintahan
di desa merupakan salah satu hal yang terpenting untuk dapat memberdayakan
masyarakat desa. Disini masyarakat desa juga memilliki peran untuk berpartisipasi dalam
proses pemerintahan yang ada di desa. Sehingga kita dapat melakukan pemerintahan
yang baik pada desa, maka kita juga telah memulai dalam pembangunan masyarakat
desa. (Ginting, 2005)
Secara administratif Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan yang dibagi
Tabel 1. Kecamatan di Kabupaten Bantul
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lima kabupaten, yang terdiri dari
Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon
Progo dan Kotamadya Yogyakarta. Kabupaten Bantul memiliki 17 kecamatan.
Kecamatan Imogiri memiliki luas 54,49 km² dengan terdiri dari 8 desa dan terdiri dari 72
pedukuhan. Desa Sriharjo terdapat di Kecamatan Imogiri.
Adapun jumlah penduduk di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul adalah
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri
No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Kepala Keluarga
1. Selopamioro 13.707 1.317
2. Sriharjo 9.466 2.095
3. Kebon Agung 3.606 1.088
4. Karang Tengah 4.926 1.294
5. Giri Rejo 4.467 1.278
6. Karang Talun 2.503 745
7. Imogiri 4.071 2.043
8. Wukirsari 14.663 4.395
Jumlah 57.409 14.255
Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)
Berdasarkan data diatas, Kecamatan Imogiri terdiri dari 8 pedesaan. Jumlah
penduduk Kecamatan Imogiri sebanyak 57.409 jiwa dengan Kepala Keluarga sebanyak
14.255. Desa Sriharjo menduduki peringkat ketiga dalam hal jumlah penduduk terbanyak
di Kecamatan Sriharjo dengan penduduk 9.466 jiwa dan Kepala Keluarga sebanyak
2.095.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dan data-data yang ada pada latar belakang di atas, maka
permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan antara Pemerintahan Desa menurut UU No. 5 tahun 1979
dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi ?
2. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah
3. Bagaimana penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era
otonomi daerah?
4. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan
penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah?
5. Bagaimana pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan
penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah?
6. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah
menurut masyarakat desa?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dapat ditarik beberapa tujuan dari
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No.
5 tahun 1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era dalam era otonomi daerah.
2. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi
daerah menurut aparat pemerintahan desa.
3. Untuk mengetahui penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam
era otonomi daerah.
4. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa
dengan penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
5. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan
penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah.
6. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi
daerah menurut masyarakat desa.
Kegunaan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasil yang didapat nantinya di
kemudian hari dapat dipergunakan sebagai :
1. Sumbangan pemikiran dalam pembangunan masyarakat desa dan sistem
pemerintahan yang ada di desa.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan pihak pemerintahan maupun pihak
lainnya dalam rangka pembinaan sistem lembaga pemerintahan yang ada di
pedesaan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat desa dalam sistem
pemerintahan di desa.
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
Realisasi dari visi wujud pedesaan 2020 merupakan kemajuan nyata dari enam
bidang prioritas yang harus diimplementasikan oleh Departemen Pertanian bersama
Departemen lainnya, pemerintah, dan aparat daerah, dunia usaha dan organisasi
masyarakat madani. Keenam strategi tersebut adalah seperti berikut :
1. Percepatan pemberdayaan sumber daya manusia dan kewirausahaan
2. Pemberdayaan kelembagaan modal (social capital) melalui pemantapan
desentralisasi, kegotongroyongan dan pemberdayaan kelembagaan masyarakat.
(Anonimous, 2006)
Desa dan masyarakat desa yang pada masa perjuangan memiliki peran cukup
besar dalam mendukung para gerilyawan dan pejuang Republik Indonesia, di masa
kemerdekaan justru dalam posisi marjinal dan kurang mendapat perhatian serta
keberpihakan yang cukup proporsional dari pemerintah. Demikian pula dalam dunia
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Dengan berlakunya UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah, peranan desa akan
menjadi lebih strategis dan penting dalam pembangunan. Apa yang diharapkan mengenai
Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa dalam Otonomi Daerah pada
dasarnya adalah pembangunan yang terlaksana dari, oleh, dan untuk masyarakat desa
yang merupakan dasar Musyawarah Mufakat Pembangunan Desa. (Ginting, 2005)
Konsep otonomi daerah adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,
bila masih ada pemimpin yang berpikir untuk memajaki rakyat maka ia akan ketinggalan,
sebab sejak tahun 2003 Indonesia telah era perdagangan bebas. Bila tidak memberikan
pelayanan yang baik maka investor akan mempertimbangkan menanamkan modalnya.
Inilah sebabnya pemimpin daerah yang cerdas akan memberikan insentif kepada dunia
usaha agar mau berinvestasi di daerahnya, bahkan pemimpin daerah harus mampu
berpikir bagaimana memberi diskon kepada dunia usaha agar berlomba-lomba
menanamkan modal di wilayahnya. (Widjaja, 2004 )
Ditinjau dari aspek manajemen, Pemerintah Daerah dan Propinsi selaku wakil
pemerintah di daerah, wajib memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan
Kabupaten/Kota melalui pemberian pedoman, bimbingan, arahan, pelatihan dan
supervise. Oleh Karena itu, antara perangkat pemerintah Propinsi dengan pemerintah
Kabupaten terdapat hubungan fungsional, timbal balik dan bersifat konsultatif.
(Sedarmayanti, 2003)
Undang-Undang No. 4 tahun 1975 menyatakan bahwa titik berat otonomi
diletakkan di Daerah Tingkat II (pasal 11). Kenyataannya, pasal ini baru dapat dijalankan
setelah diberlakukannya UU ini selama 18 tahun dengan dikeluarkannya Peraturan
berlaku sangat terbatas, karena hanya beberapa Daerah Tingkat II yang kemudian
dijadikan Daerah Otonom percontohan saperti Sleman di Yogyakarta, Sidoarjo di Jawa
Timur, Lombok Tengah di Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain. Hal ini menunjukka n
betapa tidak seriusnya Pemerintah Pusat dalam menjalankan kebijaksanaan otonomi
daerah. (Syaukani, dkk. 2003)
UU No. 22/1999 memberi nuansa lain dalam perkembangan otonomi daerah di
Indonesia. Konsep yang dikembangkan merupakan lompatan besar jauh kedepan. Konsep
sentralisasi kemudian diganti dengan konsep desentralisasi. Seiring dengan reformasi
yang telah berjalan kurang lebih tiga tahun, maka telah terjadi perubahan dalam berbagai
aspek masyarakat. Dengan demikian perubahan pada kelembagaan, keuangan, dan
kewenangan tidak dapat dihindari lagi. (Sedarmayanti, 2003)
Nasib suatu desa tidak akan berdaya selama sistem yang dianutnya adalah sistem
pemerintahan yang sentralistik. Yaitu suatu keadaan yang terjadi sebelum adanya UU No
22/1999 tentang Otonomi daerah. Pada saat sistem pemerintahan yang sentralistik, semua
papan nama kelembagaan desa diseragamkan dengan nama PKK, LKMD, KUD, Karang
Taruna dan diawasi Depdagri dan Babinsa. Desa akhirnya kehilangan jiwanya dan
tergantung kepada supra desa baik dalam program pembangunan dan sumber pendanaan
desa di satu sisi. Di sisi lain diberikan peran besar menjalankan pemerintahan desa.
(Altov, 2003)
Langkah konkret upaya pengembangan desa antara lain berupa lahirnya
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti berbagai peraturan
Undang-Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
menjalankan tiga peran utamanya, yaitu sebagai struktur perantara, sebagai pelayan
masyarakat serta agen perubahan. (Supriatna, 2007)
Landasan Teori
Penilaian merupakan sikap dalam mengevaluasi yang dilakukan untuk mengkaji
kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan
pedoman / patokan-patokan yang diberikan. Juga dimaksudkan agar semua pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan progran tersebut merasa ikut bertanggung jawab terhadap
keberhasilan program yang telah dirumuskan, jika program tersebut dilaksanakan.
(Mardikanto, 1993)
Penilaian juga berarti kegiatan mengoreksi kerja sama dari masyarakat, bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang hal sesuatu yang telah diajarkan,
berapa banyak masyrakat yang sudah melakukan sesuatu dengan metode yang telah
diajarkan, serta dapatkah mereka memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka
hadapi. (Tambunan, 1979)
Penilaian atau evaluasi adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu
program dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai. Untuk melakukan
penilaian diperlukan adanya laporan dan rencana program. Penilaian tersebut dapat
ditujukan keluar dan kedalam. (Mardikanto, 1993)
Evaluasi terhadap kemampuan daerah/desa adalah penilaian dengan
menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi
untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata
secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan. (Mardikanto, 1993)
Tabel 3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999
Definisi Desa UU No.5/1979 UU No. 22/1999
Kesatuan wilayah Suatu komunitas hukum Nama Desa dan
Kepalanya
Wajib desa dan Kades di seluruh Indonesia.
Daerah dapat mengatur
penggunaan istilah tradisional untuk desa Kades
. Pembentukan
Desa Baru
Diusulkan oleh Camat, disetujui oleh Bupati.
Diusulkan warga, disetujui oleh Kabupaten dan DPRD. Institusi Desa LMD dan LKMD dibawah kekuasaan
kades tidak boleh ada organisasi lain.
BPD dengan segala haknya dan otonom, plus institusi lain yang dianggap perlu oleh Desa dan Kabupaten. Kepala Desa Kepala Desa dan LMD terpisah. Kepala Desa BPD lembaga
yang terpisah tetapi merupakan partner.
Dipilih langsung oleh masyarakat desa, bertanggung jawab pada Kabupaten.
Dipilih langsung oleh masyarakat, bertanggung jawab pada BPD, boleh menjabat paling lama 10 tahun.
Perangkat Desa Ditunjuk oleh Kepala Desa disetujui oleh Kabupaten.
Dipilih oleh masyarakat atau ditunjuk oleh Kepala Desa, disetujui oleh BPD.
Pemecatan Kades Dianjurkan oleh Camat, disetujui oleh Kabupaten.
Dianjurkan oleh BPD disetujui oleh Kabupaten.
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
disetujui oleh Kecamatan oleh BPD bersama Kepala Desa
Keuangan Desa Dirancang oleh Kepala Desa dan LMD Dirancang dan disetujui oleh BPD bersama
Sumber pendanaan desa
Blockgrant dari Kabupaten Blockgrant dari sumber lokal
Badan usaha milik desa
Tidak ada Diperbolehkan
Indeks Otonomi Tidak ada desa betul-betul berada dibawah kecamatan
Desa berhak untuk menolak program pemerintah yang tidak disetujui atau infra struktur dan untuk merancang peraturan
Implementasi dan pemantauan
Departemen Dalam Negeri Kabupaten
Sumber : Zakaria (2004)
Sikap dalam menilai suatu hal, dapat negatif atau positif. Sikap negatif
memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari ataupun tidak
menyukai keberadaan suatu obyek. Sedangkan sikap positif memunculkan
kecenderungan untuk menyenangi atau mendekati, menerima, atau bahkan mengharapkan
obyek tertentu. (Azwar, 1998)
Dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sitem pemerintahan sehingga desa
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
(Zakaria, 2004 )
Berlakunya UU Nomor 32 tahun 2004 terdapat perubahan struktur organisasi dan
tata kerja Pemerintahan Desa yaitu dalam Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah
Desa (Lurah Desa dan Pamong Desa) dan Badan Perwakilan Desa (BPD). Keberadaan
yang ada dalam masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai mitra kerja Pemerintah
Desa. (Santoso, dkk. 2002 )
Perspektif pengelolaan keuangan dan ekonomi desa antara lain dapat
dikembangkan melalui model penguatan keuangan dan perekonomian desa dengan
pendekatan sistem. Implementasi model ini meunjukan bahwa skenario yang digunakan
dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam penguatan perekonomian desa. Pada
akhirnya diharapkan dapat mencapai petumbuhan pembangunan berbasis produktivitas
yang diakselrasi oleh daya manfaat yang meng-generate lapangan kerja, mengurangi
pengangguran dan kemiskinan. (Maryunani, 2005)
Kerangka Pemikiran
Otonomi daerah sebagai sebuah ide atau gagasan baru yang disampaikan oleh
penyuluh kepada masyarakat desa sebagai sasaran. Hal ini dilakukan oleh penyuluh untuk
memperkenalkan dan menunjukkan suatu ide baru tersebut untuk membawa perubahan
yang lebih baik dan menguntungkan bagi masyarakat desa. Pemerintah daerah dan
pemerintah desa telah beralih dari sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi yang
desentralistik. Begitu juga Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Desa, yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1979 yang telah diganti dengan
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Bentuk pemerintahan yang top-down terus berlangsung pada masa Presiden
Soeharto. Sampai pada masa reformasi dengan munculnya Undang-Undang No. 22 tahun
1999 yang selanjutnya direvisi kembali dengan keluarnya Undang-Undang No. 32 tahun
2004. Disini terjadi perubahan mengenai sistem pemerintahan daerah dan desa serta
perubahan aturan-aturan dan sistem perangkat desanya.
Kegagalan yang dihasilkan dari pemerintahan yang sentralistik telah
menyebabkan beralihnya harapan bahwa penguatan masyarakat dapat dilakukan dengan
cara desentralisasi atau otonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat mengurangi berbagai
ketimpangan yang dihadapi selama ini, seperti ketimpangan regional, ketimpangan kota
desa serta ketimpangan antara si kaya dengan si miskin dan bahkan ketimpangan antar
sektor.
Sedangkan untuk Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa yang desentralisasi
diharapkan akan lebih membawa perubahan ke arah positf bagi masyarakat desa karena
masyarakat desa diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam proses pemerintahan.
Desentralisasi juga meningkatkan rasa demokrasi di pedesaan, yaitu dengan melibatkan
masyarakat desa dalam pemilihan anggota Pemerintahan Desa.
Masyarakat desa sebagai sekumpulan orang yang menempati desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurusi
kepentingan masyarakatnya. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa juga mempengaruhi
dalam penilaiannya terhadap kinerja Pemerintah Desa tersebut. Maka dari itu desa
memiliki posisi yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang
terhadap penyelenggara otonomi daerah, sehingga akan berpengaruh secara signifikan
Sistem pemerintahan yang ada di desa dalam era otonomi daerah diharapkan akan
semakin dapat mengoptimalkan pelayanannnya kepada masyarakat desa. Selain itu juga
antara pemerintah desa dan masyarakat diharapkan juga akan saling bekerja sama dalam
mengatasi masalah yang ada.
Dengan demikian penilaian masyarakat menjadi penentu pemerintahan desa yang
akan dilaksanakan sendiri. Penilaian masyarakat terhadap pemerintah desa dititik
beratkan pada institusi desa yang ada, kinerja Kepala Desa dan perangkat desa,
bagaimana tentang peraturannya, apakah sudah lengkap atau tidak sesuai dan yang
terpenting adalah pelayanan pemerintah desa terhadap kebutuhan masyarakat desa.
Dari uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Era Otonomi Daerah
SENTRALISASI DESENTRALISASI
MASYARAKAT DESA
UU No. 5 tahun 1979 PEMERINTAHAN DESA
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Hubungan
Gambar 3. Skema kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No. 5 tahun
1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi.
2. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah
menurut aparat pemerintahan desa.
FAKTOR SOSIAL EKONOMI
1. Umur
2. Pendidikan
3. Jumlah tanggungan 4. Pendapatan
5. Tingkat Kosmopolitan DINILAI OLEH
MASYARAKAT
Pengaruh
1. Institusi Desa 2. Kepala Desa 3. Perangkat Desa 4. Peraturan Desa 5. Pelayanan
3. Penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah
di daerah penelitian adalah positif.
4. Terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan
penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah
yaitu:
a. Semakin tinggi umur masyarakat desa maka semakin positif penilaian
masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.
b. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat desa maka semakin positif
penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi
daerah.
c. Semakin tinggi jumlah tanggungan maka semakin positif penilaian
masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.
d. Semakin tinggi jumlah pendapatan masyarakat desa maka semakin positif
penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi
daerah.
e. Semakin tinggi tingkat kosmopolitan masyarakat desa maka semakin
positif penilaian masyarakat terhadap pemerintahan desa dalam era
otonomi daerah.
5. Terdapat pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan
penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.
6. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Sampel
Daerah sampel adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditentukan secara sampling purposive karena
kesejahteraan masyarakat, perkembangan ekonomi masyarakat desa dan dalam sistem
pemerintahannya.
Metode Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat desa yang berada
di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desa Sriharjo berpenduduk sebanyak 9466 jiwa dengan 2095 Kepala Keluarga.
Penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling)
dengan memilih 30 orang dari masyarakat desa baik yang berjenis kelamin laki-laki
maupun yang perempuan.
Untuk memperkirakan berapa seharusnya besar suatu sampel dapat digunakan
aturan 1/10. Aturan 1/10 menyatakan bahwa sebaiknya peneliti mencoba memperoleh
1/10 dari populasi yang diteliti dalam sampelnya. Tetapi seperti kebanyakan aturan dalam
penelitian sosial, banyak terdapat pengecualian. Pengambilan sampel dapat dilakukan
lebih kecil dari 1/10. Hal ini tidak menimbulkan banyak masalah untuk para ahli statistik
karena mempertimbangkan efisiensi dalam memperkirakan parameter populasi. (Black,
1999)
Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Pada penelitian ini juga dikumpulkan data sekunder yang diperoleh dari kantor
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, kantor Kecamatan Imogiri, Kabupaten
Bantul dan Kantor Kepala Desa Sriharjo serta literatur yang ada hubungannya dengan
penelitian ini.
Metode Analisis Data
Untuk hipotesis 1, 2 dan 6 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu
dengan melihat pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan masalah yang dihadapi oleh
pemerintahan desa menurut aparat pemerintahan desa dan menurut masyarakat Desa
Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hipotesis 3 untuk mengetahui sikap masyarakat desa terhadap peranan dan
pelayanan pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan menggunakan teknik
penskalaan likert, yaitu dengan mencatat (tally) penguatan respon dan untuk pernyataan
positif dan negatif tentang objek di lapangan. Dengan kategori jawaban sebagai berikut :
5 : Sangat Setuju
4 : Setuju
3 : Ragu-Ragu
2 : Tidak Setuju
1 : Sangat Tidak Setuju
dan memberi nilai atau skor untuk masing-masing kategori jawaban mulai dari sangat
Hipotesis 4 yaitu untuk melihat hubungan karakteristik sosial ekonomi
masyarakat desa terhadap pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan
menggunakan metode analisis korelasi Rank Spearman dengan rumus :
N
Rs = Koefisien korelasi Rank Spearman
di = Selisih antara penilaian masyarakat dengan keberhasilan pemerintahan desa
N = Jumlah sampel
= Derajat Nyata
db = Derajat bebas
Kemudian di uji dengan menggunakan uji t hitung dengan rumus sebagai berikut :
2
Dengan kriteria uji sebagai berikut :
H0 diterima apabila t hitung ≤ t tabel, tidak ada hubungan
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Untuk menguji hipotesis 5 dengan menggunakan analisis Regresi Linier
Berganda, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat
desa terhadap Undang-Undang Otonomi Daerah dihitung dengan rumus :
5
Yˆ = Penilaian masyarakat desa
1
x = Tingkat kosmopolitan
Kemudian diuji dengan menggunakan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut:
)
Jkreg = Jumlah kuadrat-kuadrat regresi
Jkres = Jumlah kuadrat-kuadrat residu
n = sampel
k = Derajat Kebebasan
dengan kriteria uji sebagai berikut :
H0 diterima apabila F hitung ≤ t tabel ; tidak terdapat pengaruh
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi
dan batasan operasional sebagai berikut,
Definisi
1. Pemerintahan Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa.
2. Desa Sriharjo adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk suk
jawa sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan dibawah
kabupaten.
3. Masyarakat Desa Sriharjo adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi yang
mendiami tempat di Desa Sriharjo.
4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Sentralisasi adalah suatu bentuk sistem yang kewenangan suatu daerah berada di
pusat.
6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
7. Masalah adalah suatu keadaan yang dapat menghambat dan menghalangi suatu
kegiatan dalam mencapai tujuan.
8. Penilaian adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu program
dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai
9. Faktor Sosial Ekonomi adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam
menentukan dan mengambil sebuah sikap.
10.Institusi Desa adalah organisasi yang bersifat formal maupun informal yang
mengatur prilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan
rutin sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai tujuan tertentu.
11.Perangkat desa adalah beberapa unsur yang bertugas di Pemerintahan Desa, yaitu
unsur staf (Sekretaris Desa dan tata usaha), unsur pelaksana teknis lapangan
(Pamong Tani Desa dan urusan keamanan) dan unsur wilayah (Kepala Dusun).
12.Kepala Desa adalah orang yang memimpin Pemerintah Desa dan bersama Badan
Musyawarah Desa membuat peraturan desa.
13.Peraturan Desa adalah aturan-aturan yang berlaku yang mengatur ruang gerak
masyarakat desa dan wajib untuk ditaati.
Batasan Operasional
1. Tempat penelitian adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2007
3. Sampel adalah masyarakat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT
Deskripsi Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten
Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Luas dan Topografi Desa Sriharjo
Desa Sriharjo terletak di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 615.680 Ha. Jumlah penduduk Desa Sriharjo
sebanyak 9.466 jiwa yang terdiri dari 4.567 jiwa laki-laki dan 4.899 jiwa perempuan,
adapun jumlah kepala keluarga sebanyak 2.095 Kepala keluarga.
Daerah ini berada pada ketinggian 50 M dari permukaan laut. Jarak dari Desa
Sriharjo sejauh 3 Km dari pusat pemerintahan kecamatan dan berjarak 10 Km dari ibu
kota kabupaten Daerah Tingkat II.
Adapun batas-batas Desa Sriharjo sebagai daerah penelitian adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kebon Agung
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Selopamioro
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Srihardono
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Keadaan Penduduk
Penduduk Desa Sriharjo berjumlah 9.466 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat kita
lihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo
No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase(%)
1. 0 – 3 729 7,70
2. 4 - 6 512 5,41
3. 7 - 12 539 5,69
4. 13 - 15 533 5,63
5. 16 – 18 427 4,51
6. ≥ 19 6.726 71,08
Jumlah 9.466 100
Sumber : Data monografi Desa Sriharjo 2005
Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbesar menurut umur atau
usia yang produktif yaitu sebesar 6.726 jiwa atau sebesar 71,08% dan jumlah penduduk
terkecil terdapat pada golongan umur atau usia 16 – 18 tahun yaitu sebesar 427 jiwa atau
sebesar 4,51%. Usia produktif antara 16-45 tahun.
Tingkat Pendidikan
Keadaan penduduk berdasarkan dari tingkat pendidikan formal di Desa Sriharjo
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo
No. Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. Taman kanak-kanak 1561 26,39
2. Sekolah Dasar 2392 40,43
3. S M P 1045 17,66
4. S M A 818 13,82
5. Akademik, D1 – D3 51 0,86
6. Sarjana (S1 – S3) 48 0,81
Jumlah 5915 100
Sumber: Data monogarfi Desa Sriharjo 2005
Dari tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Sriharjo pada tahun 2005
sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMP yaitu sebesar 1045 jiwa atau sebesar
17,66%, dari sini kita dapat menyimpulkan taraf pendidikan yang ada di Desa Sriharjo
masih rendah. Untuk pendidikan pasca sekolah menengah hanya sebesar 51 jiwa atau
0,86% untuk Akademik D1-D3 dan 48 jiwa atau 0,81% yang memiliki pendidikan
Sarjana S1-S3.
Perekonomian
Desa Sriharjo pada umumnya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor
pertanian, hal dapat kita lihat pada tabel 6. berikut ini dengan melihat dari jenis mata
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1. P N S 189 3,03
2. T N I 41 0,65
3. Swasta 219 3,51
4. Wiraswasta 247 3,96
5. Tani 1.647 26,43
6. Pertukangan 209 3,35
7. Buruh tani 3.475 55,76
8. Jasa 152 2,43
9. Pensiunan 52 0,83
Jumlah 6231 100
Sumber: Data monografi Desa Sriharjo 2005
Dari tabel 6. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar besar penduduk Desa
Sriharjo bermatapencaharian pada sektor pertanian, yaitu 5.122 jiwa atau sebesar 82,18%,
karena di Desa Sriharjo sebagian besar lahan yang ada digunakan sebagai lahan
pertanian. Adapun komoditi terbesar sebagai komoditi unggulan di Desa Sriharjo yaitu
padi sawah.
Masyarakat Desa Sriharjo adalah sampel dalam penelitian ini, yaitu perangkat
desa dan seluruh warga yang tinggal di Desa Sriharjo. Karakteritik masyarakat desa
dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga,
jumlah pendapatan per-bulan dan tingkat kosmopolitan.
Secara rinci karakteristik masyarakat desa dapat diuraikan pada tabel 7. dibawah
ini.
Tabel 7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo
No. Karakteristik Sosial Ekonomi
Satuan Range Rerata
1. Umur Tahun 19-55 38
2. Tingkat Pendidikan Tahun 9-16 12
3. Jumlah Tanggungan Jiwa 0-6 2
4. Pendapatan/Bulan Rupiah 0-2.000.000 512.000
5. Tingkat Kosmopolitan Buah 0-3 2
Sumber: Diolah dari data lampiran 1
Pada tabel 7. dapat diketahui bahwa umur masyarakat desa sebagai sampel adalah
155 tahun dengan rerata 38 tahun, lama pendidikan formal masyarakat desa berkisar
9-16 tahun dengan rerata 12 tahun, adapun jumlah tanggungan 0-6 jiwa dengan rerata 2
jiwa, pendapatan per bulan masyarakat Desa Sriharjo sebagai sampel antara Rp 0 - Rp
2.000.000 dengan rerata Rp 512.000 per bulan. Sedangkan tingkat kosmopolitan antara
0-3 buah dengan rerata 2 buah.
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Setelah terjadinya bencana alam yang terjadi pada Juli 2006 lalu di Yogyakarta,
Desa Sriharjo adalah salah satu desa yang telah menunjukkan perkembangan yang baik,
disamping bangunan puskesmas juga telah dibangun kantor kepala desa yang baru.
Adapun skema susunan pemerintahan Desa Sriharjo dapat dilihat pada gambar 4. berikut.
Keterangan: = perintah langsung = mitra kerja
Gambar 4. Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo
Pemerintahan Desa Sriharjo dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Kepala desa
dibantu oleh seorang sekretaris desa (Carik), seorang kepala bagian pemerintahan,
seorang kepala bagian pembangunan, seorang kepala bagian keuangan, seorang kepala Kepala Desa
Sekretaris Desa / Carik
BPD
Kabag. Umum
Kabag. Agama dan Kesejahteraan Rakyat
Kabag. Keuangan
Kabag. Pemerintahan Kabag. Pembangunan
bagian Agama dan kesejahteraan rakyat, dan seorang kepala bagian umum. Desa Sriharjo
memiliki 13 pedukuhan (dusun) dan masing-masing dipimpin oleh seorang kepala dukuh
yang membantu tugas kepala desa pada masing-masing pedukuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 adalah bersifat sentralisitik.
Pada pemerintahan desa ini terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa.
Pemerintah desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Perangkat desa. Perangkat
desa ini terdiri dari Sekretaris desa dan Kepala-Kepala dusun. Sedangkan Pemerintahan
desa dalam era otonomi daerah sekarang ini, adalah bersifat desentralistik. Pemerintah
desa terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa. Perangkat desa itu sendiri terdiri dari
Sekretaris desa dan bagian-bagian lainnya. Pada masa otonomi daerah ini sekretaris desa
yang dimaksud adalah diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
Menurut UU No 5 tahun 1979 tentang pemilihan Kepala Desa, Kepala desa
dipilih secara langsung, umum, bebas, dan rahasia oleh penduduk desa yang
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pemilihan
Kepala desa dalam era otonomi daerah, Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari
penduduk desa yang berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan
tata cara pemilihannya diatur dengan peraturan daerah yang berpedoman pada pemerintah
daerah. Calon Kepala desa yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan dalam
pemilihan Kepala desa ditetapkan sebagai Kepala desa terpilih. Dalam era otonomi
daerah ini pun. Peraturan atau hukum adat tradisional juga dapat digunakan sebagai
pedoman, sepanjang keberadaannya masih berlaku dan diakui oleh penduduk dan
pemerintah daerah setempat.
Berkaitan dengan masa jabatan Kepala desa, menurut UU No 5 tahun 1979,
Kepala desa berhak menjabat selama delapan tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya
dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sedangkan masa
jabatan Kepala desa dalam era otonomi daerah adalah selama enam tahun dan dapat
dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa dilantik oleh pejabat yang berwenang
mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan pada otonomi
daerah ini, Kepala desa terpilih dilantiik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari
setelah pemilihan.
Menurut UU No 5 tahun 1979, dalam menjalankan hak, wewenang, dan
kewajiban pimpinan Pemerintah desa, Kepala desa betanggung jawab kepada pajabat
yang berwewenang melalui camat dan memberi keterangan pertanggungjawaban tersebut
pada Lembaga Musyawarah Desa, sedangkan Pemerintahan desa pada otonomi daerah
Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979, terdapat Lembaga Musyawarah
Desa. Lembaga Musyawarah Desa ini adalah Lembaga Permusyawaratan/Permufakatan
yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-Kepala dusun, Pimpinan lembaga
kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat setempat. Lembaga Musyawarah Desa
ini diketuai oleh Kepala desa setempat dan diisi oleh Sekretaris yang juga merupakan
Sekretaris desa itu sendiri. Peraturan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan daerah
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pada era
otonomi daerah sekarang ini, terdapat suatu lembaga yang bernama Badan
Permusyawaratan Desa, yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama-sama
Kepala desa dan perangkat desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Anggota Badan Pemusyawaratan Desa terdiri dari wakil dari penduduk desa setempat
yang ditetapkan secara musyawarah mufakat, sedangkan pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa tersebut dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan
Desa itu sendiri. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah enam tahun
dan dapat dipilih hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Disini juga terdapat
lembaga lain (lembaga kemasyarakatan) yang bertugas sebagai mitra kerja pemerintahan
desa dalam memberdayakan masyarakat desa.
Dalam pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 berkaitan dengan sumber
pendapatan, kekayaan dan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa adalah
sumber pendapatan desa berasal dari hasil tanah-tanah kas desa, hasil swadaya dan
partisipasi masyarakat desa, hasil dari gotong royong masyarakat desa dan lain-lain dari
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
pemerintah daerah, dan sebagian dari pajak retribusi daerah yang diberikan kepada desa.
Setiap tahun kepala desa menetapkan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan
desa setelah dimusyawarahkan atau dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.
Sedangkan pada pemerintahan desa dalam era otonomi daerah berkaitan dengan
keuangan desa ialah, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (pandapatan,
belanja dan pengelolaan keuangan desa). Sumber pendapatan desa berasal dari
pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota, dan hibah dari pihak ketiga.
Berdasarkan uraian tentang perbedaan antara Pemerintahan desa menurut UU No
5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi diatas, hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut UU No. 5
tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi daerah adalah diterima.
Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Aparat Pemerintahan Desa
Dalam menjalankan tugasnya, terdapat beberapa masalah bagi Pemerintah Desa
Sriharjo yang menjadi hambatan dalam melakukan tugas kesehariannya.
Masalah-masalah ini penulis ketahui dari aparat desa secara langsung pada saat penelitian.
1. Belum terangkum secara detail permasalahan masyarakat tentang masalah yang
dihadapi. Hal ini menjadikan penghambat bagi pemerintah desa karena
pemerintah desa kesulitan untuk mengetahui perkembangan masyarakatnya.
2. Kurangnya etos kerja aparat pemerintah desa. Hal ini akan sangat menghambat
kinerja pemerintah desa.
3. Belum tersedianya komputer, diharapkan dengan adanya komputer akan lebih
mempercepat kinerja aparat desa.
4. kurangnya alat transportasi kantor, karena akan sangat memperlambat aktivitas
aparat desa. Hal ini terjadi karena jarak kantor kepala desa yang jauh dari
kecamatan.
5. Kurangnya alat komunikasi yang canggih.
6. Sumber daya manusia yang lemah. Hal ini terjadi karena sebagian besar
masyarakat desa hanya tamat SMP, sehingga aparat desa hanya diisi oleh sumber
daya manusia yang masih rendah.
7. Terbatasnya kemampuan teknologi yang ada.
8. Keuangan desa (kas desa) yang masih sangat kurang, hal ini diperparah dengan
adanya bencana gempa bumi pada tahun 2006 lalu.
9. Beberapa sarana dan prasarana kantor Kepala Desa Sriharjo dalam melayani
masyarakat.
Berdasarkan beberapa masalah diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat
masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut aparat
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Adalah Positif
Penilaian masyarakat desa sebagai sampel dapat diperoleh dari jawaban
responden terhadap setiap pernyataan, akan diperoleh distribusi frekuensi bagi setiap
kategori, yang kemudian secara kumulatif akan dilihat deviasinya menurut distribusi
normal. Untuk pernyataan positif jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1, jawaban
Tidak Setuju diberi nilai 2, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai
4, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5. Sebaliknya pada pernyataan negatif, jawaban
Sangat Tidak Setuju diberi nilai 5, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 4, jawaban
Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 2, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai
1. (Azwar, 1997)
Adapun hasil yang diperoleh dari responden yaitu 16 orang sampel bersikap
positif dan 14 orang sampel bersikap negatif.
Tabel 8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah.
No Kategori Jumlah Persentase
1. Positif 17 56,67
2. Negatif 13 43,33
Jumlah 30 100
Sumber: Diolah dari Lampiran 6
Berdasarkan tabel 8 diatas, dapat menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagai
sampel terdapat penilaian masyarakat desa yang positif sebanyak 17 orang (56,67%) dan
penilaian masyarakat desa yang negatif sebanyak 13 orang (43,33%), maka hipotesis
era otonomi daerah positif adalah diterima, artinya penilaian masyarakat desa terhadap
pemerintahan desa dalam era otonomi daerah lebih sesuai daripada sebelum otonomi
daerah.
Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa karakteristik sosial
ekonomi masyarakat desa sebagai sampel (meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah
tanggungan, dan tingkat kosmopolitan) tidak memiliki hubungan dengan penilaiannya
terhadap Pemerintahan Desa dalam era Otonomi Daerah di Desa Sriharjo. Sedangkan
pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan dengan penilaian masyarakat desa
terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah di Desa Sriharjo. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini:
Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Umur dalam penelitian ini adalah umur masyarakat desa sebagai sampel yang
merupakan anggota masyarakat Desa Sriharjo pada saat penelitian dilaksanakan.
Gambaran hubungan umur dengan penilaiann masyarakat desa terhadap pemerintahan
desa dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Umur
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
Berdasarkan tabel 9. diatas, dapat diketahui bahwa faktor umur, sebagian besar
masyarakat desa sebagai sampel bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo
dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (55,7%) sampel yang menilai
positif.
Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =
0,0624 dan nilai t-hitung = 0,3308, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu
1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel dan H0 ditolak
apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara umur masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa
terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 8).
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan formal yang
diterima oleh masyarakat desa sebagai sampel. Gambaran hubungan tingkat pendidikan
dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat
pada tabel 10 berikut :
Berdasarkan tabel 10. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor tingkat
pendidikan, masyarakat desa yang tingkat pendidikannnya tamatan SMP, yaitu 3 orang
(10 %), tamatan SMU yaitu sebanyak 9 orang (30 %), dan Sarjana sebanyak 5 orang
(16,7 %) bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi
daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (56,7 %) sampel yang menilai positif.
Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =
0,0591 dan nilai t-hitung = 0,3175, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu
1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel dan H0 ditolak
apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat
desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 9).
Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Jumlah tanggungan dalam penelitian ini adalah banyaknya anggota keluarga yang
menjadi beban tanggungan masyarakat desa sebagai sampel karena akan menjadi
pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Gambaran hubungan jumlah
tanggungan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah
dapat dilihat pada tabel 11 berikut :
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Sumber : Diolah dari lampiran 7
Berdasarkan tabel 11. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor jumlah
tanggungan, sebagian besar masyarakat desa bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa
Sriharjo dalam era otonomi daerah, yaitu jumlah tanggungan masyarakat desa 0 – 3
orang sebanyak 12 orang (40 %) dan jumlah tanggungan 4 – 6 orang sebanyak 5 orang
(16,7 %).
Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =
0,07790 dan nilai t-hitung = 0,4136, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu
1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel dan H0 ditolak
apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat
desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 10).
Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan bersih dalam
bentuk uang yang diperoleh usahanya. Gambaran hubungan antara jumlah pendapatan
masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada
tabel 12 dibawah ini:
Sumber : Diolah dari lampiran 7
Berdasarkan tabel 12. diatas diketahui jumlah pendapatan keluarga masyarakat
desa sebagian besar cenderung bersikap positif terhadap pemerintahan desa dalam era
otonomi daerah, yaitu masyarakat desa dengan jumlah pendapatan berkisar antara
600.000 -2.000.000 yaitu sebanyak 7 orang (23,3 %).
Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =
0,3333 dan nilai t-hitung = 1,870, yaitu lebih besar dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu
1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel dan H0 ditolak
apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat
hubungan positif antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat
desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah diterima. (lampiran 11).
Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Tingkat kosmopolitan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat
desa terhadap pemerintahan desa dan otonomi daerah dengan mengetahui kepemilikan
media, baik itu media cetak, media elektronik dan media massa lainnya. Gambaran
hubungan antara tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap
pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini :
Tabel 13. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Tingkat Kosmopolitan
(buah)
Penilaian Jumlah
Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :
<2 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %)
≥2 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %)
Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %)
Sumber : Diolah dari lampiran 7
Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat
kosmopolitan ≥2 bersikap positif sebanyak 12 orang (40%). Hal ini dapat diketahui
bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 buah akan memiliki wawasan
lebih luas terhadap perkembangan dunia luar sehingga akan lebih mengetahui kelebihan
dari sistem otonomi daerah.
Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs =
0,1252 dan nilai t-hitung = 0,667 yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701.
Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung ≤ t-tabel dan H0 ditolak apabila
t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan
positif antara tingkat tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat
desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 12).
Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Adapun karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa yang dibahas pengaruhnya
terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dalam penelitian ini adalah umur
(X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4), dan
tingkat kosmopolitan (X5). Data setiap variabel sebagai hasil survey terhadap responnden
disajikan pada lampiran 13.
Berdasarkan model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dapat dilihat
Tabel 14. Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah
Variabel Koefisien Regresi
t-hitung t-tabel
( =0.05) Probabilitas Signifikan
Intercept 42.222
Sumber Diolah dari Lampiran 13
Dengan menggunakan rumus regresi linier berganda didapat persamaan sebagai
berikut:
Y = 42.222 + 0.049 X1 + 0.254 X2 + 0.003 X3 + 1.97E-006 X4 – 0.324 X5
Dimana :
Y = Penilaian masyarakat desa
X1 = Umur
X2 = Tingkat pendidikan
X3 = Jumlah tanggungan
X4 = jumlah pendapatan
X5 = Tingkat kosmopolitan
Dari analisis linier berganda secara serempak diperoleh F-hitung 0.136 yaitu lebih
kecil dari F-tabel 2.53 pada tingkat kepercayaan 95%. Ini berarti bahwa secara serempak
umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4),