• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Bahan Baku Spent Bleaching Earth (SBE)

Proses karakterisasi bahan baku dilakukan untuk melihat karakteristik bahan yang akan digunakan dalam pembuatan paving block karena sangat berpengaruh terhadap mutu paving block. Bahan baku limbah padat SBE yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu limbah SBE awal (SBE 0) dan SBE sisa proses produksi biodiesel (SBE 1). Perbedaan kedua jenis limbah SBE ini terletak pada kandungan minyak di dalamnya, dimana SBE 1 merupakan SBE 0 yang telah diekstrak minyaknya untuk produksi biodiesel sehingga kandungan minyak dalam SBE 1 lebih sedikit dibandngkan SBE 0. Untuk bahan baku limbah padat SBE, analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar lemak dan bobot isi. Hasil karakterisasi limbah SBE dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Yijk= μ + Ai +Bj+(AB)ij+ €k(ij)

11

Kandungan air pada bahan baku SBE akan mempengaruhi mutu paving block, khususnya pada kekuatan paving block (Tabel 4), karena pada saat terjadi proses hidrasi dengan semen, sebagian air akan ikut teruapkan dan meninggalkan ruang-ruang kosong dalam struktur paving block sehingga menyebabkan penurunan kekuatan. Selanjutnya, kandungan minyak atau lemak pada SBE akan mempengaruhi terhadap nilai penyerapan air paving block. Jika pada saat digunakan paving block terlalu banyak menyerap air, maka akan menyebabkan penurunan kekuatan. Kandungan minyak kedua jenis SBE berbeda, dimana kandungan SBE 0 lebih tinggi dibandingkan dengan SBE 1. Hal ini disebabkan SBE 1 merupakan SBE sisa dari proses produksi biodiesel yang telah diekstrak kembali minyaknya sehingga kandungan minyaknya tinggal sedikit. Sementara itu, pengujian bobot isi berguna untuk perencanaan pembuatan campuran bahan dalam pembuatan paving block.

Agregat Halus (Pasir)

Agregat merupakan bahan pengisi pada beton yang saling diikat oleh semen dengan bantuan air. Komposisi agregat dalam campuran beton cukup tinggi, yaitu 60-70% dari total volume beton (Nugraha dan Antoni 2007). Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, karena jumlahnya yang cukup besar, agregat sangat mempengaruhi kualitas beton, terutama ketahanan dan kekuatannya. Oleh karena itu, karakteristik agregat sangat menentukan mutu beton yang akan dihasilkan. Hasil pengujian terhadap karakteristik agregat halus ditunjukkan Tabel 5.

Kadar air pasir akan berpengaruh terhadap mutu paving block. Bila kandungan air di dalam pasir terlalu tinggi akan menambah rasio air dan semen, dimana pada saat terjadi reaksi hidrasi antara semen dan pasir, sebagian air akan ikut menguap dan meninggalkan rongga-rongga kosong pada struktur paving block sehingga menurunkan kekuatan. Berdasarkan ASTM, kadar air untuk agregat berkisar antara 3% - 5%. Selain kandungan air, kadar lumpur atau kotoran yang terkandung dalam pasir juga berpengaruh terhadap kekuatan dan ketahanan paving block. Jika kandungan lumpur terlalu tinggi dalam agregat, maka akan mengganggu proses pengikatan antara semen dan pasir sehingga kekuatan paving block menjadi berkurang. Berdasarkan hasil pengujian kadar lumpur pada pasir

Tabel 4 Karakteristik limbah SBE Parameter uji Satuan SBE 0 SBE 1

Kadar air % 3.09 3.08

Kadar lemak % bk 15.22 2.77

Bobot isi g/cm3 0.77 0.88

Tabel 5 Karakteristik agregat halus (pasir) Parameter uji Satuan Nilai

Kadar air % 3.73

Kadar lumpur % bk 4.99

12

(Tabel 5), telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu maksimum 5% sehingga pasir tidak perlu dicuci.

Abu Sekam Padi (ASP)

Abu sekam padi merupakan bahan tambahan dalam campuran bahan pembuatan paving block. Kandungan unsur mineral seperti silika (SiO2) di dalamnya diketahui memiliki aktivitas pozzolanic yang baik. Pozzolan adalah sejenis bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak mempunyai sifat penyemenan, tetapi akan bereaksi dengan kalsium hidroksida (CH) pada suhu ruang dan membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen (Mulyono 2004). Perbedaan reaksi hidrasi pada semen dan bahan pozzolan adalah sebagai berikut (Dabai et al. 2009):

Gambar 1 Perbedaan reaksi hidrasi semen dan material pozzolan

Kecepatan reaksi yang terjadi antara bahan pozzolan dengan kalsium hidroksida cenderung lebih lambat dibandingkan dengan reaksi hidrasi pada semen. Oleh sebab itu, pengaruh penambahan bahan pozzolan ini lebih kepada kekuatan akhir beton. Pada penelitian ini, pengujian kadar silika pada abu sekam padi menggunakan metode pengasaman dengan asam klorida (HCl). Hasil pengujian terhadap kandungan kimia dalam abu sekam padi ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kandungan kimia abu sekam padi

Komponen Jumlah (%) SiO2 87.85 K2O 0.93 Al2O3 0.11 Fe2O3 0.26 CaO 0.52 MgO 0.14 Hilang pijar 9.95

Berdasarkan Tabel 6, hasil pengujian menunjukkan kandungan silika pada abu sekam padi cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pozzolan. Silika yang terdapat dalam abu sekam padi ini nantinya akan bereaksi dengan senyawa CH dan membentuk CSH sekunder (Gambar 1). Senyawa CSH merupakan gel kaku yang tersusun oleh partikel-partikel sangat kecil dengan susunan lapisan yang cenderung membentuk formasi agregat yang akan memberikan kekuatan pada semen (Bakri 2008). Senyawa CSH inilah yang

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2

Semen portland Kalsium silikat hidrat Kalsium hidroksida Kalsium silikat hidrat 2SiO2 + 3Ca(OH)2 3CaO.2SiO2.3H2O

Kalsium hidroksida

13 berperan dalam memberikan kekuatan pada beton sehingga dengan adanya penambahan bahan pozzolan akan mempengaruhi kekuatan akhir beton. Menurut Nugraha (1989), senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang terbentuk akan mengisi pori-pori dalam struktur beton dan mengurangi porositas beton tersebut sehingga dapat meningkatkan kekuatan pada beton.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi awal semen dan tekanan press yang optimal dalam pembuatan paving block. Konsentrasi semen (A) yang digunakan pada tahap ini sebesar 20%, 30% dan 40%, dengan tekanan press (B) yang digunakan sebesar 25, 50, 75 dan 100 kg/cm2. Hasil terbaik diperoleh dari hasil pengujian terhadap kuat tekan paving block yang dihasilkan. Hasil pengujian terhadap nilai kuat tekan paving block dibedakan menjadi 2 berdasarkan jenis bahan baku SBE yang digunakan, yaitu paving block dengan bahan baku SBE 0 dan SBE 1. Selanjutnya, dari hasil pengujian kuat tekan akan ditentukan bahan baku SBE yang akan digunakan selanjutnya dalam penelitian utama. Hasil pengujian terhadap kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 0 ditunjukkan pada Tabel 7.

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor konsentrasi semen (A) dan tekanan press (B) serta interaksi antara keduanya (A*B) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kuat tekan paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Kemudian, dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A3B4 merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata kuat tekan tertinggi pada umur 28 hari (Lampiran 5). Sementara itu, untuk hasil pengujian kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 1 ditunjukkan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 7 Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 0 Perlakuan Kuat tekan (MPa)

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

A1B1 2.35 3.04 3.52 3.85 A1B2 2.98 3.33 3.80 4.26 A1B3 3.36 3.66 4.64 5.28 A1B4 3.66 4.13 4.93 5.40 A2B1 2.77 3.02 6.88 9.46 A2B2 3.62 4.38 7.58 9.94 A2B3 5.31 6.00 7.90 11.57 A2B4 5.79 8.29 9.67 11.72 A3B1 9.58 10.58 15.29 17.74 A3B2 9.83 12.22 17.78 18.73 A3B3 10.25 13.96 18.69 19.48 A3B4 12.55 14.84 18.87 21.16

Keterangan : A (Konsentrasi semen); B (Tekanan press) A1 (20%); A2 (30%); A3 (40%);

14

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor konsentrasi semen (A) dan tekanan press (B) serta interaksi antara keduanya (A*B) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kuat tekan paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Kemudian, dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A3B4 merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata kuat tekan tertinggi pada umur 28 hari dan masuk ke dalam kategori mutu B (Lampiran 6). Sama halnya seperti paving block berbasis SBE 0, pada paving block berbasis SBE 1 peningkatan konsentrasi semen dan tekanan press juga meningkatkan nilai kekuatan tekannya. Perbandingan hasil uji kuat tekan pada umur 28 hari untuk bahan berbasis limbah SBE 0 dan SBE 1 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 8 Kuat tekan paving block berbasis limbah SBE 1 Perlakuan Kuat tekan (MPa)

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

A1B1 5.75 7.92 8.62 10.57 A1B2 5.88 8.89 9.65 10.89 A1B3 6.86 9.04 10.91 11.15 A1B4 8.17 10.02 11.65 11.87 A2B1 10.42 12.89 16.23 18.75 A2B2 11.90 13.75 18.94 23.19 A2B3 12.77 14.82 20.28 27.02 A2B4 13.04 16.40 21.93 28.73 A3B1 15.58 18.06 20.65 26.95 A3B2 16.22 19.44 24.03 30.05 A3B3 17.12 20.20 26.18 31.19 A3B4 18.22 21.64 28.94 34.45

Keterangan : A (Konsentrasi semen); B (Tekanan press) A1 (20%); A2 (30%); A3 (40%);

B1 (25 kg/cm2); B2 (50 kg/cm2); B3 (75 kg/cm2); B4 (100 kg/cm2)

Tabel 9 Perbandingan nilai kuat tekan Perlakuan Kuat tekan (MPa)

SBE 0 SBE 1 A1B1 3.85 10.57 A1B2 4.26 10.89 A1B3 5.28 11.15 A1B4 5.40 11.87 A2B1 9.46 18.75 A2B2 9.94 23.19 A2B3 11.57 27.02 A2B4 11.72 28.73 A3B1 17.74 26.95 A3B2 18.73 30.05 A3B3 19.48 31.19 A3B4 21.16 34.45

15 Berdasarkan Tabel 9, nilai kuat tekan untuk formulasi yang menggunakan SBE 1 lebih tinggi dibandingkan SBE 0. Hal ini dapat dikarenakan kandungan minyak pada SBE 1 lebih sedikit dibandingkan SBE 0. Kandungan minyak yang tinggi pada SBE dapat menyebabkan reaksi hidrasi menjadi terganggu sehingga dapat menurunkan kekuatan pada beton. Selain itu, dengan kandungan minyak yang lebih sedikit pada SBE 1 membuat pasta semen lebih mudah homogen dibandingkan SBE 0. Nilai terbaik keduanya terjadi pada perlakuan A3B4 dan termasuk ke dalam mutu B. Namun demikian, berdasarkan standar mutu paving block (BSN 1996) untuk kuat tekan, perlakuan A2B1 dengan bahan baku SBE 1 telah memenuhi persyaratan untuk kategori mutu B, yaitu nilai kuat tekan sebesar 18,75 MPa. Oleh karena itu, formulasi paving block yang dipilih untuk digunakan pada penelitian utama adalah formulasi A2B1 dengan bahan baku SBE 1. Pemilihan ini dilakukan karena dengan konsentrasi semen dan tekanan press yang lebih rendah, mutu yang dihasilkan sama dengan perlakuan A3B4, yaitu kategori mutu B.

Penelitian Utama

Penelitian utama ini dilakukan dengan penambahan abu sekam padi pada formulasi bahan campuran paving block. Tujuannya adalah untuk menentukan seberapa besar peran abu sekam padi dalam menggantikan fungsi semen dalam meningkatkan mutu paving block. Formulasi yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan, dimana formulasi yang dipilih adalah perlakuan A2B1 dengan konsentrasi semen 30% dan tekanan press 25 kg/cm2. Abu sekam padi yang ditambahkan pada formulasi sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari bobot semen yang digunakan. Analisis mutu yang dilakukan meliputi analisis sifat tampak, ukuran atau dimensi, kuat tekan, penyerapan air, ketahanan natrium sulfat dan konduktivitas panas.

Karakteristik Mutu Sifat Tampak

Pengujian sifat tampak pada paving block mengacu pada SNI 03-0691-1996 tentang standar mutu paving block. Pengujian dilakukan dengan pengamatan langsung secara visual terhadap penampakan paving block. Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi

16

Penampakan paving block pada berbagai konsentrasi abu sekam padi secara keseluruhan tidak terlihat perbedaannya. Semua perlakuan memiliki kondisi permukaan paving block yang seragam dan rata, tidak terlihat adanya retak ataupun berlubang (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh metode pembuatannya, yaitu metode mekanis dengan bantuan alat press sehingga kondisi permukaan paving block yang dihasilkan seragam. Selain itu, faktor tekanan press yang diberikan pun mempengaruhi kondisi paving block yang dihasilkan. Tekanan press yang diberikan pada saat pembuatan sama, yaitu sebesar 25 kg/cm2. Oleh sebab itu, secara visual tidak terdapat perbedaan pada kondisi paving block yang dihasilkan dan telah memenuhi standar mutu.

Ukuran (Dimensi)

Pengukuran dilakukan untuk mengetahui dimensi paving block dan menghindari adanya penyimpangan ukuran yang akan berpengaruh pada saat pemasangan paving block. Menurut British Standart 6717 Part I (1986) tentang Precast Concrete Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain sebagai berikut:

1. Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai ukuran panjang 200 mm dan lebar 100 mm.

2. Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm dan 100 mm. 3. Toleransi dimensi pada paving block yang diijinkan, yaitu panjang ± 2 mm,

lebar ± 2 mm, dan tebal ± 3 mm.

Dalam penelitian ini digunakan cetakan yang berukuran 20 cm x 10 cm x 4.5 cm. Hasil pengukuran dimensi paving block dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap dimensi paving block (Tabel 10), perbedaan dimensi atau ukuran antar paving block masih berada dalam batas toleransi yang diperbolehkan. Adanya penyimpangan dimensi paving block akan berpengaruh pada saat proses pemasangan paving block. Apabila ukuran paving block tidak seragam dan melebihi batas toleransi dikhawatirkan pada saat pemasangan akan menghasilkan permukaan yang tidak rata dan bergelombang. Selain itu, apabila ukuran paving block tidak seragam akan menyulitkan pada saat proses pemasangan di lapangan.

Kuat Tekan

Kekuatan tekan didefinisikan sebagai kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Mulyono 2004). Kekuatan tekan pada paving block dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis dan kualitas bahan, metode pembuatan, perbandingan jumlah bahan, dan perawatan paving block. Berdasarkan SNI 03-0691-1996, mutu dan penggunaan paving block digolongkan menjadi 4 jenis dilihat dari nilai kuat tekannya (Tabel 1). Dari hasil penelitian

Tabel 10 Dimensi paving block Dimensi

(cm)

Konsentrasi abu sekam padi (%)

5 (A) 10 (B) 15 (C) 20 (D) 25 (E) Panjang 20.00 20.07 20.00 20.07 20.00 Lebar 10.01 10.03 10.03 10.02 10.03

17 pendahuluan, perlakuan yang dipilih adalah perlakuan A2B1 dengan bahan baku SBE 1 yang memiliki nilai kuat tekan rata-rata 18.75 MPa. Pada tahap ini, penambahan abu sekam padi pada campuran bahan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan paving block yang dihasilkan. Hasil pengukuran terhadap nilai kuat tekan paving block dengan penambahan abu sekam padi (ASP) dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Perlakuan Konsentrasi abu sekam padi

Kuat tekan (MPa)

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

A 5% 12.28 16.13 17.09 20.17

B 10% 14.32 17.49 18.75 21.31

C 15% 10.44 14.79 17.46 19.73

D 20% 10.18 14.92 15.76 16.14

E 25% 8.84 12.47 13.21 13.88

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor penambahan abu sekam padi pada campuran bahan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai kuat tekan paving block pada tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil uji lanjut Duncan, perlakuan B (ASP 10%) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai kuat tekan rata-rata tertinggi, yaitu 21.31 MPa, sementara untuk perlakuan A (ASP 5%) dan C (ASP 15%) tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap nilai kuat tekan (Lampiran 7).

Hasil pengujian terhadap kuat tekan menunjukkan peningkatan kuat tekan berbanding lurus dengan peningkatan umur paving block (Tabel 11). Hal ini disebabkan proses pengerasan atau pengikatan oleh semen berlangsung secara bertahap pada periode waktu tertentu. Proses pengerasan optimal biasanya terjadi setelah beton mencapai umur 28 hari (Sobelev 2002). Grafik hubungan antara konsentrasi abu sekam padi dengan nilai kuat tekan pada umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasarkan grafik di atas, penambahan abu sekam padi sebanyak 10% dari berat total semen menghasilkan nilai kuat tekan tertinggi, yaitu 21.31 MPa. Sementara penambahan abu sekam padi diatas 10% terjadi penurunan kuat tekan. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya jumlah semen dalam bahan sehingga jumlah kalsium hidroksida (CH) yang terbentuk dari hasil reaksi hidrasi juga

20.17 21.31 19.73 16.14 13.88 0 5 10 15 20 25 30 5% 10% 15% 20% 25% Kua t t eka n (MPa)

Konsentrasi abu sekam padi Tabel 11 Kuat tekan paving block

Gambar 3 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi terhadap kuat tekan pada umur 28 hari

18

berkurang. Akibatnya reaksi antara kalsium hidroksida (CH) dan silika dalam bahan pozzolan juga akan menurun sehingga pembentukan senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) menjadi kurang optimal. Dengan jumlah campuran yang tepat antara semen dan abu sekam padi dapat meningkatkan kekuatan pada mortar. Penambahan jumlah abu sekam padi sebanyak 10% ternyata meningkatkan nilai kuat tekan paving block dibandingkan dengan sebelum penambahan abu sekam padi. Perbandingan nilai kuat tekan sebelum dan sesudah penambahan abu sekam padi sebesar 10% dapat dilihat pada Gambar 4.

Penambahan abu sekam padi sebanyak 10% pada campuran bahan terbukti dapat meningkatkan nilai kuat tekannya (Gambar 4). Hal ini dikarenakan kandungan silika (SiO2) yang terdapat dalam abu sekam padi bereaksi dengan kalsium hidroksida (CH) dan membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) sekunder yang bersifat kaku dan keras. Senyawa CSH sekunder yang terbentuk ini dapat mengisi kekosongan pada struktur paving block sehingga struktur menjadi lebih rapat dan ikatan antar agregat menjadi lebih kuat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khassaf et al. (2014), penambahan abu sekam padi sebanyak 10-20% dapat meningkatkan kekuatan beton dan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini et al. (2012), penggantian semen oleh abu sekam padi sebesar 10% dapat meningkatkan nilai kuat beton yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil uji kuat tekan (Gambar 4), terlihat peningkatan nilai kuat tekan antara sebelum penambahan abu sekam padi (kontrol) dan setelah penambahan abu sekam padi 10% seiring peningkatan umur paving block. Pada umur 14 hari, paving block dengan penambahan abu sekam padi 10% telah mencapai kuat tekan minimal untuk mutu B dengan kuat tekan 17.49 MPa dan semakin meningkat hingga mencapai 21.31 MPa pada umur 28 hari. Apabila hasil ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mardiko (2014), mutu kuat tekan yang dihasilkan juga lebih baik, yaitu dari mutu C (kuat tekan rata-rata 15.34 MPa) menjadi mutu B dengan kuat tekan rata-rata 21.31 MPa. Berdasarkan standar mutu paving block, nilai kuat tekan yang dihasilkan pada penelitian ini termasuk ke dalam mutu B dan dapat digunakan untuk pelataran parkir (BSN 1996).

Penyerapan Air

Penyerapan air didefinisikan sebagai kemampuan bahan/benda uji dalam menyerap air. Penyerapan air merupakan salah satu faktor utama yang

1 0 .4 2 1 2 .8 9 16.2 3 1 8 .7 5 1 4 .3 2 17.4 9 1 8 .7 5 2 1 .3 1 0 5 10 15 20 25

7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari

Kua

t t

eka

n

(MPa)

Umur paving block

Kontrol ASP 10%

Gambar 4 Grafik perbandingan kuat tekan antara sebelum dan setelah penambahan abu sekam padi 10%

19 mempengaruhi kekuatan pada beton. Penyerapan air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan kekuatan pada beton. Hal ini disebabkan semakin tinggi penyerapan air oleh beton, maka tingkat porositas pada struktur beton juga akan semakin tinggi sehingga beton menjadi mudah retak dan pecah. Penyerapan air pada beton dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan sifat material, ukuran material, tingkat kerapatan pada struktur beton, dan banyak hal lainnya (Nugraha dan Antoni 2007).

Menurut standar mutu paving block (BSN 1996), penyerapan air pada paving block dibagi menjadi empat berdasarkan kelas mutu. Paving block kelas mutu A harus memenuhi rata-rata maksimal penyerapan air sebesar 3%, Mutu B sebesar 6%, Mutu C sebesar 8% dan mutu D sebesar 10%. Pada penelitian ini, pengujian daya serap air dilakukan terhadap sampel yang telah mencapai umur 28 hari. Hasil pengujian daya serap air ditunjukkan pada Tabel 12.

Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor penambahan abu sekam padi berpengaruh nyata terhadap penyerapan air paving block (Lampiran 8). Kemudian, dari hasil uji lanjut Duncan, sampel dengan penambahan abu sekam padi sebanyak 10% (perlakuan B) merupakan perlakuan terbaik dengan nilai rata-rata penyerapan air terkecil/terendah. Sementara itu, untuk perlakuan A (ASP 5%) dan C (ASP 10%) serta perlakuan E (ASP 25%) dan Kontrol (ASP 0%) tidak terdapat perbedaan yang nyata dari nilai penyerapan air (Lampiran 8). Hal ini dapat disebabkan dengan adanya penambahan abu sekam padi pada campuran bahan dapat mengoptimalkan proses pengikatan semen sehingga kerapatan struktur paving block juga semakin baik. Grafik pengaruh penambahan abu sekam terhadap penyerapan air paving block ditunjukkan pada Gambar 5 berikut.

10.94 6.06 4.72 6.34 7.59 11.16 0 2 4 6 8 10 12 14 Kontrol 5% 10% 15% 20% 25% P eny era pa n air (% )

Konsentrasi abu sekam padi Tabel 12 Penyerapan air paving block Perlakuan Konsentrasi abu

sekam padi (%) Porositas (%) Penyerapan air (%) Kontrol 0 15.77 10.94 A 5 9.64 6.06 B 10 7.54 4.72 C 15 10.17 6.34 D 20 11.79 7.59 E 25 15.80 11.16

Gambar 5 Grafik pengaruh konsentrasi abu sekam padi dengan penyerapan air

20

Berdasarkan Gambar 5, penyerapan air terbaik terjadi pada perlakuan konsentrasi abu sekam padi 10% dengan nilai penyerapan air terendah. Nilai penyerapan air pada konsentrasi abu sekam padi 10% juga terbukti lebih baik dibandingkan sebelum penambahan abu sekam padi (kontrol). Namun, nilai penyerapan air kembali meningkat pada penambahan abu sekam padi di atas 10%. Hal ini dapat dipengaruhi perbandingan jumlah abu sekam padi dan semen dalam bahan. Semakin banyak jumlah abu sekam padi yang ditambahkan, akan semakin mengurangi jumlah semen sehingga proses pengikatan agregat oleh semen tidak terjadi secara optimal dan menimbulkan banyak pori/rongga di dalam struktur paving block. Semakin banyak pori-pori pada struktur paving block, maka akan semakin mudah dalam menyerap air. Hal ini berkaitan juga dengan penurunan nilai kuat tekan paving block pada konsentrasi abu sekam padi di atas 10% (Gambar 3). Hal ini disebabkan jumlah senyawa kalsium hidroksida (CH) yang akan bereaksi dengan silika semakin berkurang seiring berkurangnya jumlah semen. Akibatnya ada sebagian silika yang tidak ikut bereaksi membentuk CSH sekunder karena kurangnya jumlah CH yang terbentuk dari proses hidrasi semen. Hal ini menyebabkan proses pengerasan yang terjadi kurang optimal sehingga mempengaruhi kekuatan dan porositas pada struktur paving block. Grafik hubungan tingkat porositas dengan penyerapan air ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik hubungan antara tingkat porositas dengan penyerapan air Berdasarkan grafik di atas, nilai penyerapan air akan semakin tinggi seiring peningkatan porositas bahan. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah pori-pori-pori pada struktur paving block, maka akan semakin mudah menyerap air. Adanya penambahan abu sekam padi dalam bahan terbukti dapat mengurangi tingkat porositas paving block. Menurut Putra (2006), penambahan abu sekam padi dapat mengurangi tingkat porositas beton karena senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang terbentuk dari reaksi silika abu sekam padi dengan kalsium hidroksida (CH) bersifat sebagai perekat yang dapat meningkatkan daya rekat antar agregat. Penelitian yang dilakukan oleh Kartini et al. (2012) juga menunjukkan bahwa penambahan abu sekam padi hingga 50% dapat mengurangi tingkat penyerapan air pada beton.

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, nilai penyerapan air setelah penambahan abu sekam padi 10% masih lebih tinggi. Hal ini disebabkan jenis SBE yang digunakan berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mardiko (2014), jenis SBE yang digunakan adalah SBE 0 yang memiliki kandungan minyak lebih tinggi dibandingkan SBE 1 sehingga dapat mengurangi tingkat penyerapan air. Namun, berdasarkan standar mutu paving block, nilai penyerapan air pada perlakuan abu sekam padi 10% (B) telah

4.72 6.06 6.34 7.59 10.94 11.16 0 2 4 6 8 10 12 6 8 10 12 14 16 18 P eny era pa n air (% ) Porositas (%)

21 memenuhi standar untuk kategori mutu B, yaitu rata-rata penyerapan air maksimal 6%.

Ketahanan terhadap Natrium Sulfat

Pengujian terhadap natrium sulfat (Na2SO4) ditujukan guna mengetahui tingkat ketahanan paving block terhadap perubahan kondisi lingkungan yang dapat menimbulkan kerusakan atau pelapukan. Sumber sulfat yang dapat mengakibatkan kerusakan pada beton ada dua macam, yaitu sumber internal dan eksternal. Sumber internal biasanya berasal dari bahan-bahan beton itu sendiri, seperti semen hidrolisis, agregat, bahan tambahan dan lainnya, sedangkan sumber eksternal dapat berasal dari tanah atau air tanah yang banyak mengandung sulfat. Menurut Cement Concrete and Aggregates Australia (2002), ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan beton terhadap sulfat, yaitu jenis semen, kadar semen, faktor air semen, bahan tambahan, pelaksanaan pembangunan, desain dan detail beton.

Pengujian terhadap natrium sulfat ini dilakukan pada sampel paving block

Dokumen terkait