• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Berdasarkan hasil analisis tanah jumlah boron tersedia pada tanah di kebun percobaan PKHT Tajur II yaitu 0.16 ppm dan pH tanah 6.29 untuk percobaan 1 (Lampiran 3 dan 4). Sementara itu pada percobaan 2 jumlah boron yang tersedia pada tanah yaitu 0.65 ppm dengan pH 6.45 (Lampiran 3 dan 4). Kebun percobaan PKHT Tajur II berada pada 310 m dpl. Suhu harian rata-rata sebesar 25.9o C dan kelembaban rata-rata 83% dengan rata-rata curah hujan yaitu sebesar 313 mm. Pada percobaan tahap I pertumbuhan awal tanaman melambat karena tingginya curah hujan dan serangan hama. Penyulaman tanaman adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Tanaman tetua jantan dan betina pada percobaan tahap II yang ditanam di lapangan terbuka memiliki pertumbuhan yang lebih baik, sehingga tanaman dapat menghasilkan buah untuk produksi benih hibrida.

Aplikasi Boron dan AgNO3 untuk Meningkatkan Produksi dan Daya Berkecambah Serbuk Sari Tetua Jantan Melon Hibrida IPB

Bedasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa penambahan boron dapat memperlambat umur muncul bunga pada tetua jantan M13 (Tabel 1). Tanaman kontrol pada tetua jantan M13 memiliki umur berbunga lebih cepat sekitar 21.4 HST, sementara tanaman yang diberi perlakuan boron mengalami penundaan pembungaan 3-5 hari. Hasil penelitian Goldberg et al. (2003) menunjukkan hal

yang sama bahwa penambahan dosis boron sebanyak 2.22, 3.33 dan

B

14

5.27 mmol L-1 dapat memperlambat munculnya bunga pada tanaman melon menjadi 40, 50 dan 60 HST, sementara umur muncul bunga tanaman kontrol yang tidak diberi perlakuan boron sekitar 36 HST.

Penambahan boron tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga pada tetua jantan M21 (Tabel 1). Rata-rata umur muncul bunga pada M21 yaitu sekitar 21.7 HST. Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan boron 10 kg ha-1 pada tetua jantan M13 dan M21 tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga tanaman, kedua tetua jantan mulai berbunga yaitu sekitar 21 HST.

Tabel 1 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap umur berbunga pada tanaman tetua jantan M13 dan M21

Dosis boron Umur berbunga (HST)

M13 M21 0 kg ha-1 (kontrol) 21.4 b 21.5 1 kg ha-1 24.2 a 21.5 2 kg ha-1 26.0 a 22.1 3 kg ha-1 26.3 a 21.5 Rata-rata 21.7 Konsentrasi AgNO3 0 ppm (kontrol) 24.4 21.3 100 ppm 23.9 21.6 200 ppm 24.6 21.8 300 ppm 25.3 22.0 400 ppm 23.7 21.3 Rata-rata 24.4 21.6

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT α=0.05.

Penyemprotan AgNO3 pada titik tumbuh tanaman tidak berpengaruh pada umur berbunga tetua jantan melon hibrida IPB baik pada M13 mapun M21 (Tabel 1). Tetua jantan M13 memiliki umur berbunga yang berbeda dengan M21, umur berbunga pada M13 sekitar 24.4 HST dan 21.6 HST untuk M21. Palupi dan Suketi (2013) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 pada tanaman tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga dan umur berbunga tetua jantan M21 sekitar 16 HST lebih cepat dibandingkan M13 sekitar 21 HST. Hal ini diduga karena pengaruh genetik dan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian dilakukan pada dua lokasi, penelitian Palupi dan Suketi (2013) dilakukan di kebun percobaan Pasir Kuda, Bogor dengan menggunakan varietas tetua jantan yang sama. Namun pertumbuhan tanaman pada lingkungan Pasir Kuda tersebut berbeda dengan penelitian di Kebun Percobaan Tajur. Pertumbuhan tanaman di Kebun Percobaan Pasir Kuda lebih baik dibandingkan pertumbuhan tanaman di Tajur, baik dari segi perkecambahan benih, waktu berbunga yang cepat dan perbesaran batang. Meskipun secara genetik tetua jantan yang digunakan sama tetapi jika kondisi lingkungannya berbeda maka respon pertumbuhan dari tanaman juga akan berbeda.

Penambahan dosis boron pada M13 dapat menurunkan jumlah bunga jantan (Tabel 2). Tanaman kontrol pada M13 memiliki rata-rata jumlah bunga jantan

15 mencapai 20.6 kuntum per fase pembungaan (7 hari). Rata-rata jumlah bunga jantan yang diperoleh jika diberi penambahan boron yaitu sekitar 8.1 kuntum per fase pembungaan. Namun, penambahan dosis boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada M21 (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman M21 yang diberi penambahan boron 1 kg ha-1 menghasilkan jumlah bunga jantan sebanyak 3 kuntum lebih tinggi per fase pembungaan (7 hari) dibandingkan tanaman kontrol.

Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan dosis boron 10 kg ha-1 tidak meningkatkan jumlah bunga jantan pada kedua tetua jantan dan jumlah bunga jantan yang dihasilkan sekitar 9-12 kuntum per fase pembungaan (5 hari). Hal ini diduga karena dosis boron 10 kg ha-1 yang digunakan dinilai cukup tinggi sehingga tidak dapat menginduksi pembentukan bunga jantan.Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penambahan boron dengan dosis 1, 2, 3 kg ha-1 dapat menurunkan jumlah bunga pada M13. Holley dan Dulin (1989) melaporkan bahwa aplikasi boron 5.0 ppm dapat menurunkan produksi bunga pada bibit kapas.Meskipun pada M21 penambahan boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah bunga jantan sebanyak 3 kuntum tetapi tidak berbeda dari tanaman kontrol. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa penambahan boron tidak meningkatkan jumlah bunga.

Tabel 2 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah bunga jantan pada tetua jantan M13 dan M21

Dosis boron Jumlah bunga jantan (kuntum) per fase pembungaan M13 M21 0 kg ha-1 (kontrol) 20.6 a 7.7 ab 1 kg ha-1 6.60 b 10.4 a 2 kg ha-1 8.20 b 5.6 b 3 kg ha-1 9.40 b 5.7 b Rata-rata Konsentrasi AgNO3 0 ppm (kontrol) 7.7 b 8.5 100 ppm 11.3 ab 7.9 200 ppm 12.7 a 7.1 300 ppm 11.5 ab 7.0 400 ppm 12.8 a 6.1 Rata-rata 7.3

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Induksi pembungaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya panjang hari, suhu, intensitas cahaya, kelembaban tanah, mineral, hara serta faktor cekaman. Boron merupakan unsur hara mikro yang berperan penting dalam pergerakan karbohidrat dan gula, pertumbuhan tabung serbuk sari dan memelihara aktivitas meristematik. Menurut A dan L Laboratorium Kanada (2002) boron

16

berfungsi dalam pembentukan dinding sel. Bentuk dan fungsi dinding sel memiliki peran terhadap pertumbuhan dan perpanjangan tabung serbuk sari.

Penambahan AgNO3 pada konsentrasi 200 dan 400 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan sebanyak 5 kuntum per fase pembungaan (7 hari) pada M13 tetapi tidak untuk M21. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa penambahan kombinasi AgNO3 200 ppm + Na2SO4 1000 ppm tidak meningkatkan produksi bunga jantan pada tetua M13 dan M21 pada setiap fase pembungaan (5 hari). Hal ini diduga karena pemberian AgNO3 dikombinasikan dengan Na2SO4.

Penyemprotan AgNO3 pada tanaman bertujuan untuk meningkatkan jumlah bunga jantan pada tetua jantan M13 dan M21, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi serbuk sari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan AgNO3 sebanyak 200 dan 400 ppm meningkatkan produksi bunga jantan menjadi 5 kuntum per fase pembungaan pada M13. Pada penelitian ini penambahan AgNO3 diduga dapat menekan atau mereduksi keberadaan etilen yang akan menggantikan fungsi hormon giberelin yang terdapat pada tanaman sehingga menginduksi bunga jantan. Menurut Yamasaki dan Manabe (2011) keberadaan etilen pada tanaman tingkat tinggi memiliki korelasi dengan gen F (betina), oleh karena itulah dibutuhkan inhibitor atau penghambat etilen.

Penyemprotan AgNO3 dinilai cukup efektif untuk meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman. Hasil penelitian ini sejalan dengan Kasrawi (1988) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 sebanyak 200 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun varietas Diyala. Yamasaki dan Manabe (2011) juga melaporkan bahwa penambahan AgNO3 dengan konsentrasi 1.0 mM (setara dengan 10.81 ppm) dapat meningkatkan produksi bunga jantan pada tanaman mentimun dari 2 kuntum hingga 10 kuntum bunga pada buku ke 6-9. Karakaya dan Padem (2012) menambahkan bahwa pemberian AgNO3 sebanyak 250, 500, 750 dan 1000 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun varietas „GND1‟ dan „GND2‟ mencapai 5-30 kuntum setiap minggu pada berbagai musim tanam.

Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa jumlah bunga jantan masih dapat terus meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi AgNO3. Tidak berpengaruhnya penyemprotan AgNO3 pada M21 diduga karena masih rendahnya konsentrasi AgNO3 yang diaplikasikan pada tanaman. Pengaruh AgNO3 pada konsentrasi yang lebih tinggi terhadap peningkatan produksi bunga jantan perlu diteliti lebih lanjut.

Viabilitas serbuk sari M13 meningkat dengan penambahan boron 1 kg ha-1 tetapi tidak berpengaruh terhadap M21 (Tabel 3). Dosis boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari sebanyak 8.8% pada M13. Rata-rata persentase viabilitas serbuk sari pada M21 yaitu sekitar 85.64%. Agustin et al.

(2014) melaporkan bahwa penggunaan dosis boron10 kg ha-1 tidak dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari pada tetua jantan M13 dan M21 dengan rata-rata viabilitas serbuk sari yang dihasilkan 60% untuk M13 dan 75% pada M21. Hasil penelitian ini juga menunjukkan hal yang serupa yaitu penambahan boron dengan dosis 2 dan 3 kg ha-1 pada tetua jantan M13 memperlihatkan penurunan viabilitas serbuk sari pada M13 menjadi 75.5%. Hal ini diduga karena dosis boron yang digunakan pada penelitian tersebut terlalu tinggi sehingga tidak mampu meningkatkan viabilitas serbuk sari pada kedua tetua jantan melon hibrida.

17 Penyemprotan AgNO3 pada tetua jantan M13 dan M21 terbukti tidak dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari. Hasil penelitian ini sama seperti Agustin et al. (2014) yang menunjukkan bahwa penyemprotan AgNO3 200 ppm + Na2SO4 1000 ppm tidak meningkatkan viabilitas serbuk sari pada kedua tetua jantan melon hibrida IPB, karena AgNO3 tidak berperan dalam perkembangan tabung serbuk sari terutama pada saat perkecambahan serbuk sari.

Tabel 3 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap viabilitas serbuk sari pada M13 dan M21

Dosis boron Viabilitas serbuk sari (%)

M13 M21 0 kg ha-1 (kontrol) 76.3 b 87.1 1 kg ha-1 85.1 a 84.9 2 kg ha-1 76.9 b 85.4 3 kg ha-1 75.5 b 85.1 Rata-rata 85.6 Konsentrasi AgNO3 0 ppm (kontrol) 80.5 84.9 100 ppm 76.5 84.0 200 ppm 79.3 87.4 300 ppm 79.4 86.3 400 ppm 74.1 86.0 Rata-rata 77.9 85.7

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari pada M13 tetapi tidak pada M21. Hal ini diduga karena ketersediaan boron pada tanah yang digunakan sangat rendah sebesar 0.16 ppm dengan pH tanah 6.29 (Lampiran 3). Kebutuhan boron pada setiap tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Kelling (1999) melaporkan bahwa kebutuhan boron pada tanaman monokotil seperti jagung adalah sebesar 6.5-40 ppm dan kacang-kacangan sekitar 20-50 ppm (tanaman dikotil) lebih tinggi dibandingkan tanaman monokotil. Kebutuhan boron yang berbeda pada setiap tanaman diduga merupakan penyebab tidak meningkatnya viabilitas serbuk sari pada M21. Pada dasarnya tetua dari masing-masing tetua jantan M13 dan M21 berbeda yaitu „J13-8‟ pada M13 dan „A‟ pada M21 (Lampiran 5 dan 6), diduga karena perbedaan tersebut yang menyebabkan perbedaan respon terhadap perlakuan boron yang diberikan. Tingginya viabilitas serbuk sari pada M21 juga ditunjukkan oleh Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa viabilitas serbuk sari segar pada M21 lebih tinggi daripada M13.

Boron berperan penting dalam siklus reproduksi tanaman terutama dalam perkecambahan serbuk sari. Mengel dan Kirkby (1982) juga melaporkan bahwa boron salah satu unsur mikro yang berperan dalam perpanjangan tabung serbuk sari, yang akan meningkatkan viabilitas serbuk sari. Loewus dan Lambarca (1973)

18

membuktikan bahwa boron berpengaruh dalam pengumpulan D-glukosa ke dinding tabung serbuk sari sehingga meningkatkan perpanjangan tabung serbuk sari. Boron terlibat dalam metabolisme karbohidrat yang merupakan sumber energi perpanjangan tabung serbuk sari. Menurut Dannel et al. (2002) pemberian boron dalam bentuk larutan, akanmempermudah penyerapan boron pada sel-sel bagian akar maupun bagian xilem pada tanaman.

Hasil penelitian ini didukung oleh Chen et al. (1998) menunjukkan

kecenderungan yang sama bahwa penyemprotan boron dengan dosis 12.9 - 17.1 mg L-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga 6-13% lebih

tinggi daripada kontrol pada tanaman blueberry. Nyomora et al. (2000) juga mendapatkan hasil yang serupa bahwa penambahan boron 0.8 dan 1.7 kg ha-1 dapat meningkatkan perkecambahan serbuk sari mencapai 85-90% setelah 48 jam aplikasi boron pada kacang almond. Misra dan Patil (2008) juga membuktikan bahwa pemberian boron dalam bentuk boraks pada konsentrasi 20 000 ppm dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari, jumlah bunga dan jumlah biji per polong alfalfa. Mondal dan Ghanta (2012) melaporkan bahwa secara invitro

penambahan asam boraks dengan konsentrasi 100 ppm setelah empat jam (inkubasi) meningkatkan perkecambahan serbuk sari dari 58% menjadi 88% dengan panjang tabung serbuk sari 407 µm pada Solanum macranthum.

Penambahan boron sampai dengan 3 kg ha-1 tidak meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan (Tabel 4). Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan boron 10 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah serbuk sari per antera tetua jantan melon hibrida pada setiap fase pembungaan (5 hari).

Tabel 4 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah serbuk sari per antera pada M13 dan M21

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Dosis boron Jumlah serbuk sari per antera (butir) M13 M21 0 kg ha-1 (kontrol) 1402.9 1138.8 1 kg ha-1 1312.9 1168.4 2 kg ha-1 1418.3 1045.8 3 kg ha-1 1350.5 1169.7 Rata-rata 1371.2 1130.7 Konsentrasi AgNO3 0 ppm (kontrol) 1309.4 1136.4 ab 100 ppm 1385.9 1078.0 b 200 ppm 1420.2 1133.5 ab 300 ppm 1396.8 1246.7 a 400 ppm 1353.8 1072.4 b Rata-rata 1373.2

19 Perbedaan respon ini diduga karena dosis boron yang ditambahkan pada penelitian ini sangat rendah sehingga tidak mampu meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan melon hibrida. Berbeda halnya dengan viabilitas serbuk sari penambahan dosis boron yang tinggi justru tidak mampu meningkatkan viabilitas serbuk sari melon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyemprotan AgNO3 300 ppm dapat meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada M21 tetapi tidak berbeda untuk M13 (Tabel 4). Namun, jumlah serbuk sari yang dihasilkan tidak berbeda dari tanaman kontrol.

Unsur mikro AgNO3 berperan dalam ekspresi seks tanaman, sebagaimana yang dilaporkan oleh Beyer (1976) diduga ion Ag yang terkandung pada unsur tersebut berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat etilen reseptor (anti etilen) sehingga menyebabkan kinerja etilen yang berfungsi untuk meginduksi bunga betina melemah pada tanaman mentimun dan tomat. Lau dan Yang (1976) juga melaporkan hal yang sama bahwa unsur AgNO3 berperan sebagai penyedia ion Ag+ yang menghambat kerja etilen dalam metabolisme tanaman. Law et al. (2002) melaporkan bahwa aplikasi Ag2S2O3 pada tanaman betina Silene latifolia

(Caryophyllaceae) dengan konsentrasi 50-100 mmol L-1 dapat memproduksi serbuk sari dengan filamen yang lebih panjang dan lokul antera yang lebih besar. AgNO3 dan Ag2S2O3 diketahui sebagai unsur logam yang dapat berpengaruh pada ekspresi seks tanaman. PenambahanAg2S2O3 dilakukan pada awal perkembangan tanaman sehingga bertepatan pada proses pembelahan meiosis dan pembetukan mikrospora (mikrosporogenesis). Menurut Zaman (2006) serbuk sari per antera pada famili Cucurbitaceae tidak lebih dari 1000 butir, rata-rata jumlah serbuk sari per antera pada melon mencapai 778 butir, labu sebanyak 970 butir, dan semangka sekitar 850.33 butir per antera. Sementara itu, rata-rata serbuk sari per antera pada penelitian ini mencapai sekitar 1300 butir untuk M13 dan 1100 butir untuk M21. Jumlah ini tergolong tinggi dibandingkan hasil pengamatan Zaman (2006), walaupun tidak berbeda nyata, namun serbuk sari M13 cenderung meningkat dengan perlakuan AgNO3. Hasil penelitian ini memperlihatkan peningkatan terhadap jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan.

Efektivitas Serbuk Sari yang Sudah Disimpan untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB

Viabilitas serbuk sari tetua jantan M13 dan M21 sebelum simpan cukup tinggi, rata-rata masing-masing sebesar 86.39% untuk M13 dan 88.11% untuk M21 (Gambar 4). Masing-masing genotipe tetua jantan memiliki fluktuasi penurunan viabilitas serbuk sari selama penyimpanan. Pada tetua jantan M13, serbuk sari yang disimpan dari 0 hingga 3 hari setelah simpan (HSS) mengalami penurunan viabilitas serbuk sari yang cukup tajam dari 86.39% menjadi 69.07%. Penurunan viabilitas serbuk sari M13 mulai melambat pada lama simpan 3 hingga 18 HSS dari 69.07% menjadi 60.72%. Pada penyimpanan 18 hingga 30 HSS laju penurunan viabilitas serbuk sari kembali meningkat tajam dengan viabilitas akhir 27.27%. Tejadinya fluktuasi viabilitas serbuk sari selama periode simpan karena karena masih terjadi kesetimbangan kadar air pada serbuk sari dengan lingkungan simpan.

20

Pada tetua jantan M21 juga terdapat fluktuasi penurunan viabilitas serbuk sari.Penyimpanan serbuk sari pada saat 0 hingga 3 HSS mengalami penurunan viabilitas yang tajam dari 88.11% menjadi 70.24%. Penurunan viabilitas mulai melambat dari 3 hingga 12 HSS dengan persentase viabilitas serbuk sari dari 70.24% menjadi 61.17%.Viabilitas serbuk sari pada lama simpan 12 sampai 21 HSS mengalami penurunan viabilitas cukup tajam dari 61.17% menjadi 55.63%. Pada lama simpan 21 hingga 27 HSS penurunan viabilitas serbuk sarimulai melambat dan menurun tajampada 30 HSS dengan viabilitas akhir menjadi 14.67%. Jika dilihat dari kurva fluktuasi penurunan viabilitas, pada periode awal simpan kedua tetua jantan memiliki viabilitas serbuk sari yang sama-sama tinggi. Dan ketika memasuki periode simpan 15 HSS viabilitas serbuk sari kedua tetua sudah menurun, namun tetua M13 lebih mampu bertahan dibandingkan M21.

Gambar 4 Penurunan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 selama penyimpanan pada suhu (-11°C) – (-8°C)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serbuk sari melon hibrida IPB tidak mampu bertahan selama periode simpan 30 hari jika disimpan didalam freezer. Hasil penelitian ini serupa dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa penyimpanan serbuk sari tetua jantan M13 dan M21 dari bunga yang dipanen saat antesis selama 30 hari didalam ultra freezer dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari dari 79% menjadi 40%. Hal ini memberi indikasi bahwa serbuk sari kedua tetua jantan melon hibrida tergolong serbuk sari yang tidak bisa disimpan dalam jangka waktu panjang.

Pengeringan serbuk sari pada penelitian ini menggunakan MgCl2. Fariroh et al. (2011) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari dengan menggunakan MgCl2 dapat menurunkan viabilitas serbuk sari sebanyak 0.32% pada tanaman mentimun. Palupi dan Suketi (2013) melaporkan bahwa serbuk sari yang dikeringkan dengan MgCl2 selama empat jam dan disimpan di dalam deep freezer

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 V iabili tas se rbuk sa ri (% )

Lama simpan serbuk sari (HSS)

M13 M21

21 dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 sekitar 78.7%. Sidabutar et al. (2014) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari dengan MgCl2 selama delapan jam pertama dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 dari 10.16% menjadi 25.60%. Hal ini memberi indikasi bahwa serbuk sari yang dikeringkan dengan menggunakan MgCl2 dengan waktu yang singkat (empat jam) masih meneruskan proses perkembangan selama pengeringan, oleh karena itu serbuk sari masih sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan.

Pada dasarnya penyimpanan serbuk sari dilakukan pada suhu yang sangat rendah (-60°C) sehingga dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari untuk penyimpanan jangka panjang selama 12 bulan misalnya pada serbuk sari Citrullus lanatus (Perveen dan Khan 2010), serbuk sari apel (Perveen dan Khan 2014) dan serbuk sari Pyrus spp (Bhat et al. 2012). Daher et al. (2008) juga menyatakan bahwa serbuk sari Arabidopsis thaliana yang disimpan pada suhu -20oC dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 5 bulan. Dutta et al. (2013) menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari tanaman mangga dapat bertahan sebesar 60% pada penyimpanan dengan suhu -196oC selama 24 minggu.

Serbuk sari yang telah lama disimpan jika dikecambahkan akan mengalami pecah membran sehingga terjadi penurunan viabilitas. Peristiwa seperti ini biasanya terjadi pada saat lama simpan 21 hingga 30 HSS. Menurut Shivana dan Johri (1989) penurunan viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari dapat terjadi karena berkurangnya cadangan makanan akibat proses respirasi selama penyimpanan, penghambatan aktivitas enzim dan hormon, serta adanya kerusakan membran. Song dan Tachibana (2007) melaporkan bahwa penurunan daya berkecambah tomat karena adanya penurunan aktivitas enzim dan sintesis protein.

Hasil penyerbukan antara serbuk sari segar M13 dengan tetua betina M23 menghasilkan buah melon yang memiliki bobot buah, panjang buah, diameter buah dan ketebalan daging buah yang tidak berbeda nyata dengan buah dari hasil penyerbukan serbuk sari yang disimpan selama 3, 6, 9 dan 12 HSS (Tabel 5). Penyerbukan serbuk sari segar dan serbuk sari yang disimpan tidak berpengaruh terhadap diameter buah.

Mutu buah yang dihasilkan dari penyerbukan antara serbuk sari segar M21 dengan tetua betina M23 tidak berbeda nyata dengan mutu buah yang berasal dari penyerbukan serbuk sari yang disimpan (Tabel 5). Buah yang dihasilkan dari serbuk sari yang disimpan memiliki bobot buah, panjang buah, diameter buah dan tebal daging buah yang tidak berbeda dengan buah yang dihasilkan dari serbuk sari segar pada M21. Buah yang dihasilkan dari penyerbukan dengan serbuk sari yang disimpan memiliki mutu buah yang lebih tinggi dibandingkan denganbuah yang berasal dari serbuk sari segar (0 HSS). Hal ini diduga karena tanaman betina terserang penyakit sehingga buah yang dihasilkan sedikit dengan mutu yang rendah.

Penyerbukan serbuk sari yang disimpan selama 27 dan 30 HSS baik pada tetua jantan M13 dan M21 tidak mampu menghasilkan buah karena viabilitas serbuk sari yang rendah. Serbuk sari yang disimpan selama 27 dan 30 HSS memiliki viabilitas yang sangat rendah sehingga menyebabkan fertilisasi tidak terjadi dan sebagai akibatnya buah dan benih tidak terbentuk.

Hasil penelitian Santosh dan Malabasari (2014) juga menunjukkan bahwa penyerbukan tanaman pare dengan serbuk sari segar menghasilkan mutu buah

22

yang berbeda nyata dibandingkan serbuk sari yang disimpan dengan berat buah 98.42 g, fruit set 72.36% dan berat benih per buah 4.12 g pada buah segar. Agustin et al. (2014) juga melaporkan bahwa serbuk sari yang berasal dari bunga yang telah antesis dan telah disimpan selama tiga hari mampu menghasilkan buah dengan bobot buah, panjang buah dan diameter buah yang sama dengan penyerbukan serbuk sari segar.Buah yang dihasilkan dari penyerbukan serbuk sari yang disimpan hingga tujuh hari memperlihatkan kecenderungan penurunan terhadap bobot buahyang dihasilkan yang berkisar antara 500-600 g dan panjang buah yang dihasilkan juga tidak berbeda dengan serbuk sari segar yaitu sekitar 11-14 cm. Penelitian ini menunjukkan hasil yang serupa dimana bobot buah, panjang buah dan diameter buah yang dihasilkan dari persilangan serbuk sari yang disimpan 12 HSS tidak berbeda dengan serbuk sari segar pada M13, namun terlihat kecenderungan penurunan mutu buah yang dihasilkan dari serbuk sari yang disimpan.

Tabel 5 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap mutu buah melon hibrida

Dokumen terkait