• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Produksi Dan Viabilitas Serbuk Sari Serta Efektivitasnya Dalam Produksi Benih Melon Hibrida Ipb.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Produksi Dan Viabilitas Serbuk Sari Serta Efektivitasnya Dalam Produksi Benih Melon Hibrida Ipb."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN VIABILITAS SERBUK

SARI SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PRODUKSI

BENIH MELON HIBRIDA IPB

WINDA WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Winda Wahyuni

(4)

RINGKASAN

WINDA WAHYUNI. Peningkatan Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida IPB. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan KETTY SUKETI.

Proses penyediaan serbuk sari membutuhkan kegiatan pegelolaan serbuk sari. Beberapa kendala dalam kegiatan pengelolaan serbuk sari melon yaitu produksi yang rendah dan viabilitas yang cepat turun sehingga dibutuhkan perbaikan budidaya dilapang yaitu dengan penambahan unsur mikro seperti boron dan AgNO3. Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan dosis boron (B) dan konsentrasi AgNO3 terbaik untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida IPB, mendapatkan informasi lama simpan serbuk sari melon hibrida IPB pada suhu (-11°C) - (-8°C) dan menguji efektivitas serbuk sari melon yang telah disimpan dalam produksi benih melon hibrida.

Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan yaitu aplikasi boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari dan efektivitas serbuk sari yang sudah disimpan untuk produksi benih melon hibrida. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan PKHT Tajur II dan Laboratorium Biologi dan Biofisik Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Darmaga. Bahan yang digunakan adalah tetua jantan Sunrise Meta (M13) dan Orange Meta (M21) dan M23 sebagai tetua betina.

Rancangan yang digunakan adalah split plot rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dimana dosis boron yaitu 0, 1, 2 dan 3 kg ha-1 sebagai petak utama dan konsentrasi AgNO3 terdiri dari 0, 100, 200, 300 dan 400 ppm sebagai anak petak, diulang sebanyak empat kali. Penambahan boron dilakukan tiga kali pada 2, 5 dan 8 miggu setelah tanam (MST) dan pemberian AgNO3 dilakukan dua kali yaitu 10 dan 20 hari setelah tanam (HST). Rancangan yang digunakan pada percobaan kedua adalah rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor yaitu lama simpan menjadi faktornya 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 dan 30 hari setelah simpan (HSS), diulang sebanyak empat kali. Serbuk sari yang disimpan digunakan untuk penyerbukan dalam produksi benih hibrida.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur berbunga tetua jantan M21 lebih cepat yaitu sekitar 21 HST dibandingkan M13 sekitar 24 HST. Penambahan boron dengan dosis 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari sebanyak 8.8% pada tetua jantan M13 dan meningkatkan jumlah bunga jantan dari 7 kuntum menjadi 10 kuntum pada tetua M21. Penambahan AgNO3 dengan konsentrasi 200 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan dari 5 kuntum menjadi 10 kuntum pada tetua M13. Jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan cukup tinggi dengan rata-rata sekitar 1300 butir pada M13 dan 1100 pada M21. Viabilitas serbuk sari yang disimpan selama 30 hari di dalam freezer pada suhu (-11oC)-(-8oC) mengalami penurunandari 86.39% menjadi 27.27% pada M13 dan 88.11% menjadi 14.67% pada M21. Serbuk sari yang disimpan selama 12 HSS masih mampu menghasilkan benih yang tidak berbeda dari tanaman kontrol pada benih melon hibrida Sunrise Meta.

(5)

SUMMARY

WINDA WAHYUNI. Increasing Pollen Production and Viability and It‟s Effectiveness for Seed Production of IPB Hybrid Melon. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI and KETTY SUKETI.

Pollen management is needed to ensure pollen avaibility. The low pollen production and pollen viability were among the constraints of pollen management of melon. Application of boron and AgNO3 were reported to increase pollen production and pollen viability. The research was aimed to determine the optimum dosage of boron and the optimum concentration of AgNO3 in order to increase pollen production and pollen viability and to study the maintenance of pollen viability during storage of IPB hybrid pollen at (-11oC) - (-8oC) as well as the effectiveness of the stored pollen for hybrid seed production.

The study consisted of two experiments, the first was application of boron and AgNO3 to increase pollen production and viability and the second was to study effectiveness of the stored pollen for production of hybrid melon seed. The experiment was conducted at experimental station of Center for Tropical Horticulture Studies Tajur II and the Laboratory of Seed Biology and Biophysics Department of Agronomy and Horticulture IPB, Darmaga. Materials used were male stocks of hybrid melon Sunrise Meta (M13) and Orange Meta (M21) and female stock of M23 for both hybrids.

The research was arranged in split plot randomized block design with two factors, i.e. dosage of boron 0, 1, 2 and 3 kg ha-1 as main plot and AgNO3 concentration i.e. 0, 100, 200, 300 and, 400 ppm as subplot. The treatment was replicated four times. The application of boron was carried out three times at 2, 5 and 8 weeks after planting, and AgNO3 was sprayed twice at 10 and 20 days after planting (DAP). The second experiment was arranged in randomized block design with one factor i.e. storage period 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 27 and 30 day after storage (DAS) and replicated four times. The stored pollen then was used for pollination to produce hybrid seed.

The result show that M21 flowered 21 day after plantig (DAP) earlier than M13 of 24 DAP. Boron at 1 kg ha-1 increased pollen viability of M13 as much as 8.8% and the number of male flowers from 7 to 10 buds of M21. AgNO3 at 200 ppm increased the number of male flowers from 5 to10 buds of M13. The number of pollen per anther of the two genotypes averaged 1300 grains for M13 and 1100 grains for M21. Pollen storage in the freezer (-11oC) -s (-8oC) until 30 DAS decreased pollen viability of M13 from 86.39% to 27.27% and M21 from 88.11% to 14.67%. Pollen stored until 12 DAS was effective for hybrid seed production of Sunrise Meta.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

PENINGKATAN PRODUKSI DAN VIABILITAS SERBUK

SARI SERTA EFEKTIVITASNYA DALAM PRODUKSI

BENIH MELON HIBRIDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Peningkatan Produksi dan Viabilitas Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih Melon Hibrida IPB Nama : Winda Wahyuni

NIM : A251120021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc Ketua

Dr Ir Ketty Suketi, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Peningkatan Produksi dan Viabilitas

Serbuk Sari serta Efektivitasnya dalam Produksi Benih εelon Hibrida IPB”, disusun sebagai tugas akhir tesis mahasiswa S2 Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc dan Dr Ketty Suketi, MSi selaku Komisi Pembimbing Tesis yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu, saran serta kontribusinya kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas biaya penelitian melalui program BOPTN IPB dengan skema penelitian sesuai mandat pusat (PKHT) No : 95/IT3.41.2/L2/SPK/2013 tahun 2013-2014. Terima kasih yang sebesarnya penulis sampaikan kepada Dr Willy B. Suwarno, MS yang telah mengizinkan penulis untuk menggunakan benih melon hibridanya pada karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf dan karyawan PKHT Bapak Ahmad Kurniawan, Bapak Ibram, Bapak Baesuni dan Ibu Yuyun atas bantuan dan kerjasama selama pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua dan keluarga tercinta Ayah, Mamak, Adik, Tante pini, Adillah, Atika, Ridho dan teman-teman seperjuangan dan spesial untuk suami tercinta Asan Jonedi, Lc yang telah memberikan waktu, dorogan semangat serta

do‟a kepada penulis demi penyelesaian karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani Melon 2

Melon Hibrida 3

Viabilitas Serbuk Sari 3

Pengelolaan Serbuk Sari 4

Boron 5

AgNO3 (Perak Nitrat) 5

3 METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan 6

Alat 6

Metode penelitian 8

Aplikasi boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida 8

Efektivitas serbuk sari yang sudah disimpan untuk produksi benih melon hibrida IPB 10

Analisis Data 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum 13

Aplikasi boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida 13

Efektivitas serbuk sari yang sudah disimpan untuk produksi benih melon hibrida IPB 19

5 KESIMPULAN 25

Kesimpulan 25

UCAPAN TERIMA KASIH 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 30

(12)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap umur berbunga pada

tetua jantan M13 dan M21 14

2 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap bunga jantan pada

tetua jantan M13 dan M21 15

3 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap viabilitas serbuk sari

pada tetua jantan M13 dan M21 17

4 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah serbuk sari per

anterapada tetua jantan M13 dan M21 18

5 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap mutu buah melon hibrida 22 6 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap produksi dan mutu benih

melon hibrida 23

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 7

2 A. Periode pembungaan melon hibrida, B Tanaman melon yang

sedang berbunga 9

3 Proses ekstraksi serbuk sari melon hibrida: A. pemisahan antera, B. pengeringan antera, C. pemisahan serbuk sari dari antera, D. pengeringan serbuk sari dengan MgCl2, E. penyimpanan di dalam tabung mikro, F. penyimpanan serbuk sari di dalam freezer selama 30

hari 12

4 Penurunan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 selama penyimpanan

pada suhu (-11°C) – (-8°C) 20

5 Kurva regresi antara bobot buah dan total benih bernas M13 dan M21 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Sunrise Meta 30

2 Deskripsi varietas Orange Meta 31

3 Hasil analisis tanah pada lahan penelitian Kebun Percobaan PKHT Tajur II, Bogor-Jawa Barat (Percobaan tahap I) 32 4 Hasil analisis tanah pada lahan penelitian Kebun Percobaan PKHT

Tajur II, Bogor-Jawa Barat (Percobaan tahap II) 32

5 Deskripsi tetua melon Sunrise Meta 33

(13)
(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kendala dalam pengembangan produksi melon di Indonesia adalah ketergantungan petani terhadap penggunaan benih melon hibrida impor. Perakitan varietas lokal melon hibrida diharapkan mampu menjadi salah satu solusi masalah tersebut. Sobir et al. (2009) melaporkan bahwa Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) telah merilis varietas melon hibrida lokal pada tahun 2009 yaitu Sunrise Meta dan Orange Meta. Ketersediaan benih hibrida lokal tersebut dipasaran masih sangat terbatas. Selama ini produksi benih hibrida dilakukan dengan pola kemitraan bersama petani penangkar benih dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan plasma nutfah. Sobir

et al. (2010) juga menyatakan bahwa pola kemitraan dengan petani lebih menguntungkan dibandingkan dengan produksi benih yang dilakukan PKHT-IPB, karena dengan pola kemitraan ketersediaan lahan, frekuensi produksi dan ketersediaantenaga kerja lebih terjamin.

Pengembangan pola kemitraan secara luas membutuhkan suatu tindakan pengamanan. Salah satu upaya pengamanan plasma nutfah adalah petani penangkar diberi akses terhadap tetua betina saja, sementara tetua jantan disediakan dalam bentuk serbuk sari. Pola kemitraan seperti itu mengharuskan PKHT bertanggung jawab untuk menyediakan serbuk sari setiap saat diperlukan. Oleh karena itu prosedur pengelolaan serbuk sari perlu dikembangkan, yang mencakup produksi, ekstraksi dan penyimpanan serbuk sari.

Kendala utama dalam kegiatan pengelolaan serbuk sari melon adalah produksi yang rendah dan penurunan viabilitas yang cepat. Boron (B) dan AgNO3 dilaporkan dapat meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari. Byers et al.

(1972) melaporkan bahwa AgNO3 terbukti menghambat kerja etilen pada jaringan tanaman yang menyebabkan peningkatan jumlah bunga jantan. Ram (1980) menyatakan bahwa secara umum hormon giberelin dan auksin menginduksi ekspresi bunga jantan sementara etilen dan sitokinin menginduksi ekspresi bunga betina pada sistem monosius dan diosius. Yongan et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian AgNO3 pada tanaman labu (Cucurbita pepo L.) dengan konsentrasi 200 ppm dan 300 ppm dapat meningkatkan produksi bunga jantan. Karakaya dan Padem (2012) juga melaporkan bahwa AgNO3 pada konsentrasi 250, 500, 750 dan 1000 ppm yang disemprotkan pada titik tumbuh dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun sebanyak 50% daripada tanaman kontrol pada Cucumis sativus L. Agustin et al. (2014) juga melaporkan bahwa kombinasi AgNO3 200 ppm dan Na2SO4 1000 ppm menghasilkan jumlah serbuk sari per antera pada tetua jantan melon hibrida M13 dan M21 lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. ECPPGR (2011) merekomendasikan pemberian AgNO3 yang intensif pada konsentrasi 250-1000 ppm, tergantung pada varietas yang ditanam.

(16)

2

ke daun, bunga dan batang. Pada bagian reproduksi boron meningkatkan konten DNA dan RNA sehingga meningkatkan inisiasi pucuk, pembentukan buah dan biji. Misra dan Patil (2008) menyatakan bahwa pemberian boron dalam bentuk boraks 20 000 ppm dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari, jumlah bunga dan jumlah biji per polong alfalfa. Krudnak et al. (2012) menjelaskan bahwa pemberian boron 3.13 kg ha-1 meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga 82.60% dan persentase pembentukan biji 63.47% pada bunga matahari.

Upaya memperpanjang periode viabilitas serbuk sari umumnya dilakukan dengan menyimpan pada suhu dan kelembaban yang rendah. Perveen dan Khan (2010) menyatakan bahwa serbuk sari Citrullus lanatus L. yang disimpan pada suhu -60°C masih mempunyai viabilitas sebesar 51.50% pada 48 minggu setelah simpan. Perveen dan Khan (2014) juga melaporkan bahwa penyimpanan serbuk sari apel pada suhu -60oC dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 65.60% selama 48 minggu. Hal ini tidak hanya berlaku untuk tanaman Cucurbitaceae, tetapi tergantung pada jenis tanamannya. Penyimpanan serbuk sari jangka panjang umumnya mencapai sekitar satu tahun atau 48 minggu.

Penggunaan boron dan AgNO3 untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serta daya simpan serbuk sari melon hibrida perlu diteliti untuk pengembangan pengelolaan serbuk sari dalam produksi benih hibrida.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1 Mendapatkan dosis boron (B) dan konsentrasi AgNO3 terbaik untuk meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari tetua jantan melon hibrida IPB.

2 Mendapatkan informasi lama simpan serbuk sari melon hibrida IPB pada suhu (-11°C) - (-8°C).

3 Mempelajari lama simpan serbuk sari melon hibrida yang efektif untuk produksi benih melon hibrida.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani Melon

Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah yang termasuk famili

Cucurbitaceae. Melon berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Melon mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1980 an dan sampai saat ini melon yang beredar di pasaran sangat beragam yang merupakan hasil introduksi dari Taiwan, Thailand, dan Belanda (Prajnanta 2002).

(17)

3 melekatnya daun. Pada ketiak-ketiak diantara batang dan tangkai daun muncul tunas atau cabang dalam jumlah yang cukup banyak.

Robinson dan Walters (1999) melaporkan bahwa ekspresi seks pada tanaman melon dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Melon termasuk jenis tanaman andromonoecious, terdapat bunga hermaprodit dan bunga jantan dalam satu tanaman. Delaphane dan Mayer (2000) menjelaskan bahwa penyerbukan melon umumnya dibantu oleh lebah karena serbuk sari yang terlalu berat untuk disebarkan melalui angin. Ciri-ciri dari serbuk sari melon yaitu berwarna kuning dengan tekstur lengket. Periode efektif dari serbuk sari pada stigma tidak lebih dari beberapa jam pada pagi hari. Penyerbukan sebaiknya dilakukan saat bunga mekar sempurna pada pagi hari.

Melon Hirida

Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbred. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang (Hallauer et al. 1987). Menurut Allard (1995) pembentukan varietas hibrida dapat diperoleh dengan menyilangkan klon-klon, varietas bersari bebas, galur inbred (hasil persilangan sekerabat) melalui silang tunggal (persilangan dua galur murni), silang ganda (persilangan dari dua silang tunggal), silang banyak varietas sintetis (persilangan antara satu galur murni dengan hibrida persilangan tunggal).

Sobir et al. (2010) melaporkan bahwa melon hibrida hasil rakitan pemulia IPB telah dilepas pada tahun 2009 yaitu Sunrise Meta dan Orange Meta. Melon hibrida IPB Sunrise Meta dan Orange Meta merupakan hasil persilangan antara dua galur murni yaitu IPB M23 x IPB M13 dan IPB M23 x IPB M21. Melon Sunrise Meta dan Orange Meta berasal dari tetua yang berbeda. Tetua jantan dari Melon Sunrise Meta merupakan galur murni yang dibentuk dari hasil ektraksi dari melon komersial yang berasal dari Belanda. Tetua jantan dari Melon Orange Meta merupakan galur murni yang dibentuk dari hasil ekstraksi dari melon komersial Taiwan.

Tetua dari varietas Sunrise Meta dan Orange Meta diperoleh melalui metode silsilah (pedigree) dengan memanfaatkan populasi dasar yang berasal dari varietas yang memiliki sifat-sifat unggul. Perakitan varietas hibrida unggul IPB bertujuan menghasilkan produk unggul dengan sifat-sifat yang berbeda. Melon Sunrise Meta memiliki keunggulan tertentu diantaranya ketahanan terhadap penyakit, daging buah yang renyah dan daya adaptasi yang baik, sementara keunggulan dari melon Orange Meta yaitu bobot buah yang tinggi dan daging buah yang berwarna oranye (Lampiran 1 dan 2).

Viabilitas Serbuk Sari

(18)

4

serbuk sari adalah melalui pengelolaan serbuk sari. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008) viabilitas serbuk sari juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Viabilitas serbuk sari yang tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur serta menghasilkan buah dan benih bermutu yang memiliki viabilitas tinggi. Viabilitas serbuk sari dapat diketahui melalui pengamatan daya berkecambah secara invitro. Serbuk sari dikategorikan telah berkecambah apabila tabungserbuk sari yang terbentuk telah mencapai paling sedikit sama dengan panjang diameter serbuk sari.

Pengujian serbuk sari secara invitro umumnya dilakukan dengan mengecambahkan serbuk sari pada media perkecambahan. Beberapa media yang sering digunakan untuk pengujian viabilitas serbuk sari adalah pollen germination medium (PGM), Brewbeker dan Kwack (BK) atau modifikasi lainnya. Media perkecambahan sebuk sari minimal mengandung gula, boron dan kalsium. Warid (2009) menggunakan media PGM modifikasi Schreiber dan Dresselhaus (2003) untuk menguji serbuk sari famili Solanaceae, Euphorbiaceae, Poaceae dan

Myrtaceae. Media tersebut menghasilkan daya berkecambah sekitar 71-84%. Komposisi media tersebut adalah 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM CaCl2, 0.05% mM KH2PO4 dan 4% PEG 6000. Sementara Fariroh et al. (2011) melakukan modifikasi pada media PGM sehingga diperoleh media PGM dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.001 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml akuades, media PGM modifikasi ini sangat cocok untuk perkecambahan serbuk sari mentimun (Cucurbitaceae).

Pengelolaan Serbuk Sari

Kegiatan pengelolaan serbuk sari dilakukan untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas serbuk sari. Kegiatan pengelolaan serbuk sari terdiri dari beberapa tahap yaitu kegiatan panen, ekstraksi, pengeringan, penyimpanan dan pengujian viabilitas serbuk sari. Waktu panen serbuk sari untuk kegiatan pengelolaan sangat menentukan viablitas yang tinggi dari serbuk sari. Hasil penelitian Fariroh et al.

(2011) menunjukkan bahwa panen serbuk sari mentimun sebaiknya dilakukan ketika bunga telah memasuki fase antesis. Bunga yang telah memasuki antesis akan memiliki viabilitas yang tinggi kemudian serbuk sari diekstrak dari antera.

(19)

5 Agustin et al. (2014) juga melaporkan serbuk sari dari bunga antesis yang telah disimpan selama 30 hari memiliki daya kecambah lebih tinggi 30.34% (M13) dan 24.86% (M21) dibandingkan dengan serbuk sari yang dipanen dari bunga sehari sebelum antesis 2.40% (M13) dan 7.35% (M21).

Boron

Boron diserap tanaman dalam bentuk asam borat (H3BO3) (Tjondronegoro

et al. 1999). Adapun bentuk lain boron yang jumlahnya sedikit dan diserap oleh tanaman adalah B4O72, H2BO31-, HBO32- dan BO32. Boron bersifat immobile di dalam tanaman dan fungsinya dalam pertumbuhan tanaman belum diketahui dengan jelas.

Brown et al. (2002) melaporkan bahwa ketiadaan boron dapat menyebabkan pecahnya tabung serbuk sari karena memiliki fungsi sebagai pembentuk struktur dinding sel pada tabung serbuk sari. Lordkaew et al. (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman pada perkembangan reproduktif akan lebih peka terhadap boron dibandingkan perkembangan vegetatif. Tahir et al. (2013) menyatakan bahwa boron berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti penguatan dinding sel, pembelahan sel, pembentukan buah dan biji serta perkembangan hormonal.

Al-amery et al. (2011) menyatakan bahwa aplikasi boron 150 mg L-1 pada bunga matahari dapat meningkatkan total berat kering, selain itu boron juga dapat menurunkan persentase benih hampa dan meningkatkan seed yield. Krudnak et al.

(2012) menjelaskan bahwa penambahan boron dengan dosis 9.38 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga 96.93% pada bunga matahari. Rosliani

et al. (2012) menegaskan bahwa pemberian boron dapat meningkatkan jumlah umbel per rumpun, jumlah bunga per umbel, dan jumlah buah per umbel pada bawang merah. Tetapi tidak berpengaruh terhadap waktu berbunga, persentase tanaman berbunga dan proporsi bunga menjadi buah. Amanullah et al. (2010) menambahkan peran boron dalam merangsang pembungaan dan pembentukan buah karena boron merupakan unsur mikro yang berhubungan dengan metabolisme hormon auksin. Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan dosis boron meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada fase pembungaan P3 dan P4 sebanyak 988 butir pada M13 dan 998.50 butir pada M21.

AgNO3 (Perak nitrat)

Penggunaan perak nitrat (AgNO3) pada tanaman dapat menggantikan fungsi hormon giberelin untuk menginduksi produksi bunga jantan. Byers et al. (1972) melaporkan bahwa AgNO3 terbukti menghambat kerja etilen pada jaringan tanaman yang menyebabkan peningkatan jumlah bunga jantan. Ram (1980) menjelaskan bahwa secara umum hormon giberelin dan auksin menginduksi ekspresi bunga jantan sementara etilen dan sitokinin menginduksi ekspresi bunga betina pada sistem monosius dan diosius.

(20)

6

penelitian menunjukkan bahwa kultivar yang diberi perlakuan AgNO3 menunjukkan produksi yang optimal dibandingkan dengan kontrol. Menurut ECPPGR (2011) pemberian perak nitrat (AgNO3) dengan dosis 250-1000 ppm pada melon dapat menggantikan fungsi hormon giberelin untuk menginduksi produksi bunga jantan.

Menurut Yongan et al. (2002) GA3 dan AgNO3 sangat efektif untuk mengontrol ekspresi bunga jantan pada Cucurbita pepo L. Karakaya dan Padem (2011) melaporkan bahwa penggunaan AgNO3 250, 500, 750 dan 1000 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada mentimun yang diuji pada dua musim. Konsentrasi yang terbaik yang digunakan adalah AgNO3 1000 ppm, selain itu penggunaan AgNO3 ini dapat menurunkan jumlah bunga betina. Pemberian AgNO3 dapat dilakukan dengan cara penyemprotan pada titik tumbuh dan dilaksanakan pada pagi hari sebelum matahari terbit.

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2014. Penanaman tetua, evaluasi viabilitas serbuk sari dan produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) Tajur II. Penelitian terdiri dari dua tahapan percobaan (Gambar 1). Percobaan tahap satu dilaksanakan di rumah paranet dan di lapangan terbuka pada tahap dua. Proses pengeringan, penyimpanan, dan pengujian viabilitas dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Biofisik Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Darmaga.

Bahan

Bahan tanam yang digunakan adalah benih tetua jantan Sunrise Meta yaitu M13 dan Orange Meta yaitu M21,serta M23 sebagai tetua betina. Boron, AgNO3, MgCl2 digunakan untuk pengeringan serbuk sari, dan media perkecambahan serbuk sari yaitu PGM modifikasi dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.001 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4, 3 g PEG 4000, 50 ml akuades, skapur pertanian, pupuk NPK, KCL, SP 36, pupuk kandang, furadan serta pestisida.

Alat

(21)

7 mikroskop cahaya Olympus BX 51 dengan perbesaran 100x. Serbuk sari yang telah dikeringkan MgCl2 kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dan disimpan di dalam freezer (-11oC)-(-8oC).

Prosedur Percobaan

Gambar 1 Diagram alir penelitian Tetua jantan melon hibrida

(M13 dan M21)

Teknik budidaya untuk meningkatkan produksi dan

viabilitas serbuk sari

Kombinasi boron (B) dan AgNO3

Teknik budidaya terbaik untuk produksi serbuk sari

Tetua betina melon hibrida (M23)

Penyimpanan serbuk sari

Penyerbukan

(22)

8

Metode Penelitian

Aplikasi Boron dan AgNO3 untuk Meningkatkan Produksi dan Viabilitas

Serbuk Sari Tetua Jantan Melon Hibrida IPB

Percobaan bertujuan mendapatkan dosis boron (B) dan konsentrasi AgNO3 terbaik yang dapat meningkatkan produksi dan viabilitas serbuk sari.

Rancangan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) Split Plot. Petak utama yaitu dosis boron yang terdiri atas empat taraf, yaitu :

P0 : tanpa boron (kontrol) P1 : boron 1 kg ha-1 P2 : boron 2 kg ha-1 P3 : boron 3 kg ha-1

Anak petak adalah konsentrasi AgNO3 yang terdiri atas lima taraf yaitu : A0 : tanpa AgNO3 (kontrol)

A1 : AgNO3 100 ppm

A2 : AgNO3 200 ppm

A3 : AgNO3 300 ppm

A4 : AgNO3 400 ppm

Pada percobaan ini terdapat 20 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan teknik budidaya diulang empat kali. Setiap satuan kombinasi perlakuan digunakan dua tanaman, sehingga diperlukan 160 tanaman per genotipe. Seluruh tanaman pada percobaan ini dijadikan sebagai sampel. Berikut ini adalah model linier dari percobaan :

Yijk=

µ

+

α

i+ ik +

β

j + (

αβ

)ij+ ijk

Keterangan :

Yijk : Pengamatan pemberian dosis boron ke-i, konsentrasi AgNO3 ke-j dan

ulangan ke-k. µ : Rataan umum

αi

: Pengaruh perlakuan pemberian dosis boron (B) ke-i (0, 1, 2, 3)

ik : Komponen acak dari dosis boron ke-i

βj : Pengaruh perlakuan pemberian konsentrasi AgNO3 ke-j (0, 1, 2, 3, 4)

(

αβ

)

ij : Interaksi dari perlakuan pemberian dosis boron (B) ke-i dan pemberian

konsentrasi AgNO3 ke-j

ijk : Pengaruh acak pemberian dosis boron (B) ke-i, pemberian konsentrasi

(23)

9

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini diawali dengan pengujian kandungan boron pada tanah yang akan digunakan untuk menghindari terjadinya keracunan boron pada tanaman. Lahan dibersihkan dari gulma kemudian dibentuk bedengan. Setelah proses penyemaian selama dua minggu dilakukan pindah tanam pada bedengan yang sudah disediakan. Boron diberikan dengan menyiramkan pada tanah sekitar tanaman di pagi hari. Boron diberikan pada minggu ke 2, 5 dan 8 MST. AgNO3 diberikan pada 10 dan 20 HST dengan cara penyemprotan ke titik tumbuh pada pukul 05.30-06.00 atau sebelum matahari terbit.

Bunga jantan dipanen saat bunga mekar sempurna (antesis) sekitar pukul 06.00-09.00. Kemudian bunga dikumpulkan dalam kantong kain strimin dan dimasukkan ke dalam boks pendingin untuk menjaga kesegarannya hingga sampai di laboratorium untuk diuji viabilitasnya. Viabilitas serbuk sari segar diuji dengan PGM modifikasi. Sesampai di laboratorium antera dipisahkan dari bunga jantan dan dilakukan pengujian terhadap viabilitas serbuk sari segar dengan cara meletakkan serbuk sari pada gelas objek dan ditetesi media perkecambahan dan ditutup dengan cover glass dan diinkubasi selama empat jam. Kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya. Perkecambahan serbuk sari ditentukan dengan kriteria tabung serbuk sari mencapai paling sedikit sama dengan diameter serbuk sari. Pengamatan serbuk sari dilakukan pada setiap periode pembungaan dimulai dari P2, P3, P4 (tetua jantan M13) dan sampai P5 (tetua jantan M21).Penelitian Agustin et al. (2014) melaporkan pembungaan melon dibagi ke dalam lima periode yaitu P1 : 22-27 HST periode muncul bunga jantan, P2 : 28-33 HST periode muncul bunga betina, P3 : 34-39 HST periode penyerbukan bunga melon, P4 : 40-45 HST dan P5 : 46-51 HST yaitu periode pembesaran buah (Gambar 2).

Gambar 2 A. Periode pembungaan melon hibrida (Agustin et al. 2014), B. Tanaman melon yang sedang berbunga

B A

B

(24)

10

Variabel Pengamatan

1 Umur berbunga

Pengamatan dilakukan dengan menghitung umur tanaman pada saat tanaman memasuki stadia reproduktif yaitu membukanya bunga pertama kali. Umur berbunga ditentukan dengan mengamati 50% bunga jantan telah mekar sempurna pada setiap satuan percobaan.

2 Jumlah bunga jantan

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga jantan yang muncul pada setiap tanaman sampel yang telah ditentukan. Jumlah bunga jantan yang muncul dihitung sejak kuncup bunga jantan pertama sampai terakhir pada setiap tanaman sampel.

3 Viabilitas serbuk sari

Perhitungan persentase viabilitas serbuk sari dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Viabilitas % =Jumlah serbuk sari berkecambah

Jumlah serbuk sari yang diamati x 100% 4 Jumlah serbuk sari per antera

Jumlah serbuk sari per antera akan dihitung di bawah mikroskop dengan cara diambil satu antera dari satu bunga. Kemudian serbuk sari diketuk-ketuk dengan menggunakan jarum ose diatas gelas objek dan ditetesi dengan akuades dan ditutupi dengan cover glass dan dihitung dengan menggunakan counter di bawah mikroskop.

Efektivitas Serbuk Sari yang Sudah Disimpan untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari lama simpan serbuk sari melon hibrida dan menguji efektivitas serbuk sari melon yang disimpan. Percobaan menggunakan dua tetua jantan yaitu genotipe M13 (Sunrise Meta) dan M21 (Orange Meta).Tetua betina yang digunakan adalah genotipe M23.

Rancangan Percobaan

(25)

11 Y =

µ

+

τ

i + βj + ij

Keterangan :

Y : Pengamatan lama simpan ke-i, dan kelompok ke j.

µ

: Rataan umum.

τi : Pengaruh perlakuan lama simpan ke-i (i = 0,3,6,9,12,15, 18...30).

βj : Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3, dan 4).

ij : Pengaruh acak periode simpan ke-i dan kelompok ke-j

Pelaksanaan Percobaan

Tetua jantan melon hibrida yang digunakan adalah genotipe M13 (Sunrise Meta) dan M21 (Orange Meta). Masing-masing genotipe ditanam sebanyak 200 tanaman yang diberi perlakuan sesuai percobaan tahap 1. Kemudian dilakukan penanaman tetua jantan secara bertahap dengan interval waktu tiga hari dan ketika bunga jantan sudah mulai berbunga dan masuk periode pembungaan P2 dilakukan pemanenan bunga jantan. Bunga jantan dari kedua tetua dipanen pada pukul 06.00-09.00. Bunga jantan yang dipanen dikumpulkan dalam kantong kain strimin dan dimasukkan ke dalam boks pendingin untuk menjaga kesegarannya sampai di laboratorium. Sesampai di laboratorium sebagian bunga jantan dipisahkan untuk diuji viabilitas serbuk sari segarnya dan sebagian lagi digunakan untuk ekstraksi serbuk sari. Pengujian serbuk sari dilakukan sama dengan metode percobaan tahap 1. Proses ekstraksi serbuk sari diawali dengan pemisahan antera dari mahkota bunga. Antera dikeringkan dengan menggunakan AC pada suhu 16oC selama 24 jam. Antera yang sudah kering disaring dengan menggunakan dengan kain strimin halus. Serbuk sari yang sudah terpisah dikumpulkan kemudian dikeringkan dengan MgCl2 selama empat jam dan dimasukkan dalam tabung mikro dan disimpan di dalam freezer bersuhu (-11°C)-(-8°C) selama 30 hari (Gambar 3). Pengujian viabilitas serbuk sari yang disimpan dilakukan tiga hari sekali dengan menggunakan media PGM modifikasi.

(26)

12

Gambar 3 Proses ekstraksi serbuk sari melon hibrida: A. pemisahan antera, B. pengeringan antera, C. pemisahan serbuk sari dari antera, D. pengeringan serbuk sari dengan MgCl2, E. penyimpanan di dalam tabung mikro, F. penyimpanan serbuk sari di dalam freezer selama 30 hari.

Variabel Pengamatan

1. Indeks vigor (IV)

Indeks vigor (IV) ditentukan dengan cara menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh pada perhitungan pertama. Pengamatan indeks vigor dilakukan pada perhitungan pertama, yaitu pada saat 4 MST (ISTA 2010) dan dihitung dengan menggunakan rumus :

DB(%) = Jumlah kecambah normal

Jumlah benih yang ditanamx 100 % D

E F

B A

(27)

13

2. Daya berkecambah (DB)

Perhitungan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal yang tumbuh selama periode perkecambahan dalam dua kali pengamatan. Waktu perhitungan daya berkecambah yang umum digunakan dengan menghitung persentase kecambah normal yaitu pada 4 hari setelah tanam (HST) dan 8 HST (ISTA 2010). Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan rumus :

DB(%) = Jumlah kecambah normal

Jumlah benih yang ditanamx 100 %

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F, apabila hasil menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji

Wilayah Berganda Duncan (DεRT) dengan taraf α = 0.05.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Berdasarkan hasil analisis tanah jumlah boron tersedia pada tanah di kebun percobaan PKHT Tajur II yaitu 0.16 ppm dan pH tanah 6.29 untuk percobaan 1 (Lampiran 3 dan 4). Sementara itu pada percobaan 2 jumlah boron yang tersedia pada tanah yaitu 0.65 ppm dengan pH 6.45 (Lampiran 3 dan 4). Kebun percobaan PKHT Tajur II berada pada 310 m dpl. Suhu harian rata-rata sebesar 25.9o C dan kelembaban rata-rata 83% dengan rata-rata curah hujan yaitu sebesar 313 mm. Pada percobaan tahap I pertumbuhan awal tanaman melambat karena tingginya curah hujan dan serangan hama. Penyulaman tanaman adalah upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Tanaman tetua jantan dan betina pada percobaan tahap II yang ditanam di lapangan terbuka memiliki pertumbuhan yang lebih baik, sehingga tanaman dapat menghasilkan buah untuk produksi benih hibrida.

Aplikasi Boron dan AgNO3 untuk Meningkatkan Produksi dan Daya

Berkecambah Serbuk Sari Tetua Jantan Melon Hibrida IPB

Bedasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa penambahan boron dapat memperlambat umur muncul bunga pada tetua jantan M13 (Tabel 1). Tanaman kontrol pada tetua jantan M13 memiliki umur berbunga lebih cepat sekitar 21.4 HST, sementara tanaman yang diberi perlakuan boron mengalami penundaan pembungaan 3-5 hari. Hasil penelitian Goldberg et al. (2003) menunjukkan hal

yang sama bahwa penambahan dosis boron sebanyak 2.22, 3.33 dan

B

(28)

14

5.27 mmol L-1 dapat memperlambat munculnya bunga pada tanaman melon menjadi 40, 50 dan 60 HST, sementara umur muncul bunga tanaman kontrol yang tidak diberi perlakuan boron sekitar 36 HST.

Penambahan boron tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga pada tetua jantan M21 (Tabel 1). Rata-rata umur muncul bunga pada M21 yaitu sekitar 21.7 HST. Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan boron 10 kg ha-1 pada tetua jantan M13 dan M21 tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga tanaman, kedua tetua jantan mulai berbunga yaitu sekitar 21 HST.

Tabel 1 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap umur berbunga pada

Penyemprotan AgNO3 pada titik tumbuh tanaman tidak berpengaruh pada umur berbunga tetua jantan melon hibrida IPB baik pada M13 mapun M21 (Tabel 1). Tetua jantan M13 memiliki umur berbunga yang berbeda dengan M21, umur berbunga pada M13 sekitar 24.4 HST dan 21.6 HST untuk M21. Palupi dan Suketi (2013) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 pada tanaman tidak berpengaruh terhadap umur muncul bunga dan umur berbunga tetua jantan M21 sekitar 16 HST lebih cepat dibandingkan M13 sekitar 21 HST. Hal ini diduga karena pengaruh genetik dan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian dilakukan pada dua lokasi, penelitian Palupi dan Suketi (2013) dilakukan di kebun percobaan Pasir Kuda, Bogor dengan menggunakan varietas tetua jantan yang sama. Namun pertumbuhan tanaman pada lingkungan Pasir Kuda tersebut berbeda dengan penelitian di Kebun Percobaan Tajur. Pertumbuhan tanaman di Kebun Percobaan Pasir Kuda lebih baik dibandingkan pertumbuhan tanaman di Tajur, baik dari segi perkecambahan benih, waktu berbunga yang cepat dan perbesaran batang. Meskipun secara genetik tetua jantan yang digunakan sama tetapi jika kondisi lingkungannya berbeda maka respon pertumbuhan dari tanaman juga akan berbeda.

(29)

15 mencapai 20.6 kuntum per fase pembungaan (7 hari). Rata-rata jumlah bunga jantan yang diperoleh jika diberi penambahan boron yaitu sekitar 8.1 kuntum per fase pembungaan. Namun, penambahan dosis boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada M21 (Tabel 2). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman M21 yang diberi penambahan boron 1 kg ha-1 menghasilkan jumlah bunga jantan sebanyak 3 kuntum lebih tinggi per fase pembungaan (7 hari) dibandingkan tanaman kontrol.

Agustin et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan dosis boron 10 kg ha-1 tidak meningkatkan jumlah bunga jantan pada kedua tetua jantan dan jumlah bunga jantan yang dihasilkan sekitar 9-12 kuntum per fase pembungaan (5 hari). Hal ini diduga karena dosis boron 10 kg ha-1 yang digunakan dinilai cukup tinggi sehingga tidak dapat menginduksi pembentukan bunga jantan.Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penambahan boron dengan dosis 1, 2, 3 kg ha-1 dapat menurunkan jumlah bunga pada M13. Holley dan Dulin (1989) melaporkan bahwa aplikasi boron 5.0 ppm dapat menurunkan produksi bunga pada bibit kapas.Meskipun pada M21 penambahan boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah bunga jantan sebanyak 3 kuntum tetapi tidak berbeda dari tanaman kontrol. Hasil penelitian ini memberikan indikasi bahwa penambahan boron tidak meningkatkan jumlah bunga.

Tabel 2 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap jumlah bunga jantan pada tetua jantan M13 dan M21

Dosis boron Jumlah bunga jantan (kuntum) per fase pembungaan

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

(30)

16

berfungsi dalam pembentukan dinding sel. Bentuk dan fungsi dinding sel memiliki peran terhadap pertumbuhan dan perpanjangan tabung serbuk sari.

Penambahan AgNO3 pada konsentrasi 200 dan 400 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan sebanyak 5 kuntum per fase pembungaan (7 hari) pada M13 tetapi tidak untuk M21. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa penambahan kombinasi AgNO3 200 ppm + Na2SO4 1000 ppm tidak meningkatkan produksi bunga jantan pada tetua M13 dan M21 pada setiap fase pembungaan (5 hari). Hal ini diduga karena pemberian AgNO3 dikombinasikan dengan Na2SO4.

Penyemprotan AgNO3 pada tanaman bertujuan untuk meningkatkan jumlah bunga jantan pada tetua jantan M13 dan M21, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi serbuk sari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan AgNO3 sebanyak 200 dan 400 ppm meningkatkan produksi bunga jantan menjadi 5 kuntum per fase pembungaan pada M13. Pada penelitian ini penambahan AgNO3 diduga dapat menekan atau mereduksi keberadaan etilen yang akan menggantikan fungsi hormon giberelin yang terdapat pada tanaman sehingga menginduksi bunga jantan. Menurut Yamasaki dan Manabe (2011) keberadaan etilen pada tanaman tingkat tinggi memiliki korelasi dengan gen F (betina), oleh karena itulah dibutuhkan inhibitor atau penghambat etilen.

Penyemprotan AgNO3 dinilai cukup efektif untuk meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman. Hasil penelitian ini sejalan dengan Kasrawi (1988) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 sebanyak 200 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun varietas Diyala. Yamasaki dan Manabe (2011) juga melaporkan bahwa penambahan AgNO3 dengan konsentrasi 1.0 mM (setara dengan 10.81 ppm) dapat meningkatkan produksi bunga jantan pada tanaman mentimun dari 2 kuntum hingga 10 kuntum bunga pada buku ke 6-9. Karakaya dan Padem (2012) menambahkan bahwa pemberian AgNO3 sebanyak 250, 500, 750 dan 1000 ppm dapat meningkatkan jumlah bunga jantan pada tanaman mentimun varietas „GND1‟ dan „GND2‟ mencapai 5-30 kuntum setiap minggu pada berbagai musim tanam.

Hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa jumlah bunga jantan masih dapat terus meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi AgNO3. Tidak berpengaruhnya penyemprotan AgNO3 pada M21 diduga karena masih rendahnya konsentrasi AgNO3 yang diaplikasikan pada tanaman. Pengaruh AgNO3 pada konsentrasi yang lebih tinggi terhadap peningkatan produksi bunga jantan perlu diteliti lebih lanjut.

Viabilitas serbuk sari M13 meningkat dengan penambahan boron 1 kg ha-1 tetapi tidak berpengaruh terhadap M21 (Tabel 3). Dosis boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari sebanyak 8.8% pada M13. Rata-rata persentase viabilitas serbuk sari pada M21 yaitu sekitar 85.64%. Agustin et al.

(31)

17 Penyemprotan AgNO3 pada tetua jantan M13 dan M21 terbukti tidak dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari. Hasil penelitian ini sama seperti Agustin et al. (2014) yang menunjukkan bahwa penyemprotan AgNO3 200 ppm + Na2SO4 1000 ppm tidak meningkatkan viabilitas serbuk sari pada kedua tetua jantan melon hibrida IPB, karena AgNO3 tidak berperan dalam perkembangan tabung serbuk sari terutama pada saat perkecambahan serbuk sari.

Tabel 3 Pengaruh aplikasi boron dan AgNO3 terhadap viabilitas serbuk sari pada M13 dan M21

Dosis boron Viabilitas serbuk sari (%)

M13 M21

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan boron 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari pada M13 tetapi tidak pada M21. Hal ini diduga karena ketersediaan boron pada tanah yang digunakan sangat rendah sebesar 0.16 ppm dengan pH tanah 6.29 (Lampiran 3). Kebutuhan boron pada setiap tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Kelling (1999) melaporkan bahwa kebutuhan boron pada tanaman monokotil seperti jagung adalah sebesar 6.5-40 ppm dan kacang-kacangan sekitar 20-50 ppm (tanaman dikotil) lebih tinggi dibandingkan tanaman monokotil. Kebutuhan boron yang berbeda pada setiap tanaman diduga merupakan penyebab tidak meningkatnya viabilitas serbuk sari pada M21. Pada dasarnya tetua dari masing-masing tetua jantan M13 dan M21 berbeda yaitu „J13-8‟ pada M13 dan „A‟ pada M21 (Lampiran 5 dan 6), diduga karena perbedaan tersebut yang menyebabkan perbedaan respon terhadap perlakuan boron yang diberikan. Tingginya viabilitas serbuk sari pada M21 juga ditunjukkan oleh Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa viabilitas serbuk sari segar pada M21 lebih tinggi daripada M13.

(32)

18

membuktikan bahwa boron berpengaruh dalam pengumpulan D-glukosa ke dinding tabung serbuk sari sehingga meningkatkan perpanjangan tabung serbuk sari. Boron terlibat dalam metabolisme karbohidrat yang merupakan sumber energi perpanjangan tabung serbuk sari. Menurut Dannel et al. (2002) pemberian boron dalam bentuk larutan, akanmempermudah penyerapan boron pada sel-sel bagian akar maupun bagian xilem pada tanaman.

Hasil penelitian ini didukung oleh Chen et al. (1998) menunjukkan

kecenderungan yang sama bahwa penyemprotan boron dengan dosis 12.9 - 17.1 mg L-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari hingga 6-13% lebih

tinggi daripada kontrol pada tanaman blueberry. Nyomora et al. (2000) juga mendapatkan hasil yang serupa bahwa penambahan boron 0.8 dan 1.7 kg ha-1 dapat meningkatkan perkecambahan serbuk sari mencapai 85-90% setelah 48 jam aplikasi boron pada kacang almond. Misra dan Patil (2008) juga membuktikan bahwa pemberian boron dalam bentuk boraks pada konsentrasi 20 000 ppm dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari, jumlah bunga dan jumlah biji per polong alfalfa. Mondal dan Ghanta (2012) melaporkan bahwa secara invitro

penambahan asam boraks dengan konsentrasi 100 ppm setelah empat jam (inkubasi) meningkatkan perkecambahan serbuk sari dari 58% menjadi 88% dengan panjang tabung serbuk sari 407 µm pada Solanum macranthum.

Penambahan boron sampai dengan 3 kg ha-1 tidak meningkatkan jumlah

dengan DεRT α=0.05. (rata-rata dari fase pembungaan P2, P3 dan P4 untuk M13 dan P2, P3, P4 dan P5 untuk M21).

(33)

19

Perbedaan respon ini diduga karena dosis boron yang ditambahkan pada penelitian ini sangat rendah sehingga tidak mampu meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan melon hibrida. Berbeda halnya dengan viabilitas serbuk sari penambahan dosis boron yang tinggi justru tidak mampu meningkatkan viabilitas serbuk sari melon. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyemprotan AgNO3 300 ppm dapat meningkatkan jumlah serbuk sari per antera pada M21 tetapi tidak berbeda untuk M13 (Tabel 4). Namun, jumlah serbuk sari yang dihasilkan tidak berbeda dari tanaman kontrol.

Unsur mikro AgNO3 berperan dalam ekspresi seks tanaman, sebagaimana yang dilaporkan oleh Beyer (1976) diduga ion Ag yang terkandung pada unsur tersebut berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat etilen reseptor (anti etilen) sehingga menyebabkan kinerja etilen yang berfungsi untuk meginduksi bunga betina melemah pada tanaman mentimun dan tomat. Lau dan Yang (1976) juga melaporkan hal yang sama bahwa unsur AgNO3 berperan sebagai penyedia ion Ag+ yang menghambat kerja etilen dalam metabolisme tanaman. Law et al. (2002) melaporkan bahwa aplikasi Ag2S2O3 pada tanaman betina Silene latifolia

(Caryophyllaceae) dengan konsentrasi 50-100 mmol L-1 dapat memproduksi serbuk sari dengan filamen yang lebih panjang dan lokul antera yang lebih besar. AgNO3 dan Ag2S2O3 diketahui sebagai unsur logam yang dapat berpengaruh pada ekspresi seks tanaman. PenambahanAg2S2O3 dilakukan pada awal perkembangan tanaman sehingga bertepatan pada proses pembelahan meiosis dan pembetukan mikrospora (mikrosporogenesis). Menurut Zaman (2006) serbuk sari per antera pada famili Cucurbitaceae tidak lebih dari 1000 butir, rata-rata jumlah serbuk sari per antera pada melon mencapai 778 butir, labu sebanyak 970 butir, dan semangka sekitar 850.33 butir per antera. Sementara itu, rata-rata serbuk sari per antera pada penelitian ini mencapai sekitar 1300 butir untuk M13 dan 1100 butir untuk M21. Jumlah ini tergolong tinggi dibandingkan hasil pengamatan Zaman (2006), walaupun tidak berbeda nyata, namun serbuk sari M13 cenderung meningkat dengan perlakuan AgNO3. Hasil penelitian ini memperlihatkan peningkatan terhadap jumlah serbuk sari per antera pada kedua tetua jantan.

Efektivitas Serbuk Sari yang Sudah Disimpan untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB

(34)

20

Pada tetua jantan M21 juga terdapat fluktuasi penurunan viabilitas serbuk sari.Penyimpanan serbuk sari pada saat 0 hingga 3 HSS mengalami penurunan viabilitas yang tajam dari 88.11% menjadi 70.24%. Penurunan viabilitas mulai melambat dari 3 hingga 12 HSS dengan persentase viabilitas serbuk sari dari 70.24% menjadi 61.17%.Viabilitas serbuk sari pada lama simpan 12 sampai 21 HSS mengalami penurunan viabilitas cukup tajam dari 61.17% menjadi 55.63%. Pada lama simpan 21 hingga 27 HSS penurunan viabilitas serbuk sarimulai melambat dan menurun tajampada 30 HSS dengan viabilitas akhir menjadi 14.67%. Jika dilihat dari kurva fluktuasi penurunan viabilitas, pada periode awal simpan kedua tetua jantan memiliki viabilitas serbuk sari yang sama-sama tinggi. Dan ketika memasuki periode simpan 15 HSS viabilitas serbuk sari kedua tetua sudah menurun, namun tetua M13 lebih mampu bertahan dibandingkan M21.

Gambar 4 Penurunan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 selama penyimpanan pada suhu (-11°C) – (-8°C)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serbuk sari melon hibrida IPB tidak mampu bertahan selama periode simpan 30 hari jika disimpan didalam freezer. Hasil penelitian ini serupa dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa penyimpanan serbuk sari tetua jantan M13 dan M21 dari bunga yang dipanen saat antesis selama 30 hari didalam ultra freezer dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari dari 79% menjadi 40%. Hal ini memberi indikasi bahwa serbuk sari kedua tetua jantan melon hibrida tergolong serbuk sari yang tidak bisa disimpan dalam jangka waktu panjang.

Pengeringan serbuk sari pada penelitian ini menggunakan MgCl2. Fariroh et

al. (2011) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari dengan menggunakan MgCl2 dapat menurunkan viabilitas serbuk sari sebanyak 0.32% pada tanaman mentimun. Palupi dan Suketi (2013) melaporkan bahwa serbuk sari yang dikeringkan dengan MgCl2 selama empat jam dan disimpan di dalam deep freezer

(35)

21 dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 sekitar 78.7%. Sidabutar et al. (2014) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari dengan MgCl2 selama delapan jam pertama dapat meningkatkan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 dari 10.16% menjadi 25.60%. Hal ini memberi indikasi bahwa serbuk sari yang dikeringkan dengan menggunakan MgCl2 dengan waktu yang singkat (empat jam) masih meneruskan proses perkembangan selama pengeringan, oleh karena itu serbuk sari masih sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan.

Pada dasarnya penyimpanan serbuk sari dilakukan pada suhu yang sangat rendah (-60°C) sehingga dapat mempertahankan viabilitas serbuk sari untuk penyimpanan jangka panjang selama 12 bulan misalnya pada serbuk sari Citrullus lanatus (Perveen dan Khan 2010), serbuk sari apel (Perveen dan Khan 2014) dan serbuk sari Pyrus spp (Bhat et al. 2012). Daher et al. (2008) juga menyatakan bahwa serbuk sari Arabidopsis thaliana yang disimpan pada suhu -20oC dapat mempertahankan viabilitasnya hingga 5 bulan. Dutta et al. (2013) menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari tanaman mangga dapat bertahan sebesar 60% pada penyimpanan dengan suhu -196oC selama 24 minggu.

Serbuk sari yang telah lama disimpan jika dikecambahkan akan mengalami pecah membran sehingga terjadi penurunan viabilitas. Peristiwa seperti ini biasanya terjadi pada saat lama simpan 21 hingga 30 HSS. Menurut Shivana dan Johri (1989) penurunan viabilitas dan daya berkecambah serbuk sari dapat terjadi karena berkurangnya cadangan makanan akibat proses respirasi selama penyimpanan, penghambatan aktivitas enzim dan hormon, serta adanya kerusakan membran. Song dan Tachibana (2007) melaporkan bahwa penurunan daya berkecambah tomat karena adanya penurunan aktivitas enzim dan sintesis protein.

Hasil penyerbukan antara serbuk sari segar M13 dengan tetua betina M23 menghasilkan buah melon yang memiliki bobot buah, panjang buah, diameter buah dan ketebalan daging buah yang tidak berbeda nyata dengan buah dari hasil penyerbukan serbuk sari yang disimpan selama 3, 6, 9 dan 12 HSS (Tabel 5). Penyerbukan serbuk sari segar dan serbuk sari yang disimpan tidak berpengaruh terhadap diameter buah.

Mutu buah yang dihasilkan dari penyerbukan antara serbuk sari segar M21 dengan tetua betina M23 tidak berbeda nyata dengan mutu buah yang berasal dari penyerbukan serbuk sari yang disimpan (Tabel 5). Buah yang dihasilkan dari serbuk sari yang disimpan memiliki bobot buah, panjang buah, diameter buah dan tebal daging buah yang tidak berbeda dengan buah yang dihasilkan dari serbuk sari segar pada M21. Buah yang dihasilkan dari penyerbukan dengan serbuk sari yang disimpan memiliki mutu buah yang lebih tinggi dibandingkan denganbuah yang berasal dari serbuk sari segar (0 HSS). Hal ini diduga karena tanaman betina terserang penyakit sehingga buah yang dihasilkan sedikit dengan mutu yang rendah.

Penyerbukan serbuk sari yang disimpan selama 27 dan 30 HSS baik pada tetua jantan M13 dan M21 tidak mampu menghasilkan buah karena viabilitas serbuk sari yang rendah. Serbuk sari yang disimpan selama 27 dan 30 HSS memiliki viabilitas yang sangat rendah sehingga menyebabkan fertilisasi tidak terjadi dan sebagai akibatnya buah dan benih tidak terbentuk.

(36)

22

yang berbeda nyata dibandingkan serbuk sari yang disimpan dengan berat buah 98.42 g, fruit set 72.36% dan berat benih per buah 4.12 g pada buah segar. Agustin et al. (2014) juga melaporkan bahwa serbuk sari yang berasal dari bunga yang telah antesis dan telah disimpan selama tiga hari mampu menghasilkan buah dengan bobot buah, panjang buah dan diameter buah yang sama dengan penyerbukan serbuk sari segar.Buah yang dihasilkan dari penyerbukan serbuk sari yang disimpan hingga tujuh hari memperlihatkan kecenderungan penurunan terhadap bobot buahyang dihasilkan yang berkisar antara 500-600 g dan panjang buah yang dihasilkan juga tidak berbeda dengan serbuk sari segar yaitu sekitar 11-14 cm. Penelitian ini menunjukkan hasil yang serupa dimana bobot buah, panjang buah dan diameter buah yang dihasilkan dari persilangan serbuk sari yang disimpan 12 HSS tidak berbeda dengan serbuk sari segar pada M13, namun terlihat kecenderungan penurunan mutu buah yang dihasilkan dari serbuk sari yang disimpan.

Tabel 5 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap mutu buah melon hibrida

(37)

23 Buah yang dihasilkan dari penyerbukan digunakan untuk produksi benih hibrida. Berdasarkan hasil pengamatan buah yang dihasilkan dari serbuk sari segar memiliki produksi benih total yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk sari yang disimpan pada M13, akan tetapi variabel pengamatan benih bernas menunjukkan tidak berbeda nyata antara serbuk sari yang disimpan dengan yang segar. Buah yang berasal dari serbuk sari yang disimpan hingga 12 HSS mampu menghasilkan total benih yang sama dengan serbuk sari segar. Sementara itu, benih yang dihasilkan dari penyerbukan M21 tidak berbeda nyata antara penggunaan serbuk sari segar dengan yang disimpan baik pada total benih maupun total benih bernas (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh lama simpan serbuk sari terhadap produksi dan mutu benih

Keterangan : DB (daya berkecambah) dan IV (indeks vigor). Angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata dengan DεRT α=0.05.

(38)

24

Mutu benih yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong rendah. Benih melon hibrida yang dihasilkan dari serbuk sari segar memiliki daya berkecambah sekitar 77.50% dan indeks vigor 59.75% paling tinggi dibandingkan dengan benihyang berasal dari serbuk sari yang disimpan. Benih hibrida yang dihasilkan dari serbuk sari dengan lama simpan 3 HSS mempunyai daya berkecambah benih 28.25% dan indeks vigor 9.75% lebih rendah dari tanaman kontrol. Benih hibrida dari serbuk sari yang disimpan selama 6, 9, 12, 15, 18, 21 dan 24 HSS mempunyai daya berkecambah yang rendah.

Hasil penyerbukan serbuk sari segar maupun serbuk sari yang disimpan tetua jantan M21 menghasilkan produksi dan mutu benih yang tidak berbeda nyata pada setiap periode simpan serbuk sari yang digunakan. Rata-rata persentase daya berkecambah benih pada M21 sangat rendah sekitar 28.11%. Indeks vigor benih hibrida yang dihasilkan pada M21 juga tidak berbeda nyata.Rata-rata indeks vigor benih pada M21 sekitar 19.89 %.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa bobot buah berkorelasi nyata terhadap benih bernas pada tetua jantan M13 (P<0.01) dengan koefisien korelasi r=0.818.Pada tetua jantan M21, bobot buah berkorelasi nyata terhadap benih bernas (P<0.01) dengan koefisien korelasi r= 0.727, yang memberi indikasi bahwa semakin berat bobot buah maka semakin banyak benih bernas yang dihasilkan (Gambar 5).

Gambar 5 Kurva regresi antara bobot buah dan benih bernas M13 dan M21

(39)

25 Hasil penelitian ini berbeda dengan Agustin et al. (2014) yang melaporkan bahwa buah yang dihasilkan baik dari serbuk sari segar maupun yang disimpan selama tujuh hari memiliki nilai DB dan IV yang tidak berbeda nyata tetapi nilai DB dan IV yang dihasilkan tinggi sekitar 80 hingga 70% untuk DB dan 70% untuk IV. Nascimento et al. (2003) melaporkan bahwa hasil penyerbukan serbuk sari terung yang disimpan kurang dari 50 hari menghasilkan buah dengan bobot buah yang tinggi dan mutu benih yang paling tinggi dibandingkan serbuk sari yang disimpan diatas 50 dan 60 hari.

Rendahnya DB dan IV pada penelitian ini diduga karena kondisi tanaman saat fase reproduktif dan perkembangan benih terserang penyakit sehingga tidak mampu menghasilkan benih dengan mutu yang terjamin.Benih bermutu adalah benih yang memenuhi kriteria sertifikasi benih. Salah satu parameter yang menentukan mutu dari benih adalah daya berkecambah (DB). Menurut Dirjen Hortikultura (2013) benih melon memiliki standar sertifikasi benih dengan daya berkecambah sekitar 85%. Namun pada penelitian ini benih yang dihasilkan dari penyerbukan antara serbuk sari segar dengan tetua betina memiliki DB sekitar 77.5%, artinya benih tersebut belum memenuhi kriteria sebagai benih bermutu.

5 KESIMPULAN

Kesimpulan

Boron dengan dosis 1 kg ha-1 dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari pada tetua jantan M13 dan meningkatkan jumlah bunga jantan pada M21. AgNO3 dengan konsentrasi 200 ppm meningkatkan jumlah bunga jantan pada M13. Viabilitas serbuk sari yang disimpan selama 30 hari di dalam freezer pada suhu (-11oC) - (-8oC) menurun dari 86.39% menjadi 27.27% pada M13 dan 88.11% menjadi 14.67% pada M21. Mutu benih yang dihasilkan dari serbuk sari segar maupun yang sudah disimpan belum memenuhi kriteria sebagai benih melon hibrida bermutu.

UCAPAN TERIMA KASIH

(40)

26 [diunduh 2015 November 13]. Tersedia pada : www.alcanada.com

Al-amery MM, Hamza JH, Fuller MP. 2011. Effect boron foliar on reproductive growth of sunflower (Helianthus annus L.). International Journal of Agronomy. 2011:1-5.

Allard RW. 1995. Pemuliaan Tanaman. Manna, Penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Rineka Citra. Terjemahan dari Principle of plant breeding.

Amanullah MM, Sekar S, Vincent S. 2010. Plant growth substance in crop production: A Review. Asian Journal of Plant Science Plant. 9: 215-222. Beyer EM. 1976. A Potential inhibitor ethylene action in plants. Plants Physiol.

58: 268-271.

Bhat ZA, Dhillon WS, Shafi RHS, Rather JA, Mir AH, Shafi W, Rashid R, Rather TR, Wani TA. 2012. Influence of storage temperature on viability and invitro germination capacity of pear (Pyrus Spp.) pollen. Journal of Agricultural Science. 4(11):128-135.

Blevins DG, Lukazewski KM. 1998. Boron in plant structure and function. Ann.

Rev. Plant Phys. Plant Mol. Biol.49:481-500.

Brown PH, Bellaloui N, Wimmer MA, Bassil ES, Ruiz J, Hu H, Pfeffer H, Dannel F, Romveld V. 2002. Boron in plant biology. Plant Biol. 4: 205-223.

Byers RE, Baker LR, Sell HM, Herner RC, Dilley D. 1972. Ethylene a natural regulator of sex expression of Cucumis melo L. Proc. Natl. Acad. Sci. (USA) 69:717-720.

Chen Y, Smagula JM, Litten W, Dunham S. 1998. Effect boron and calcium foliar spray on pollen germination and development, fruit set seed development and berry yield and quality in lowbush blueberry (Vaccinium angustifolium

Ait.). J. Amer. Soc. Hort. Sci. 123(4): 524-531.

Daher FB, Chebli Y, Geitman A. 2008. Optimization of conditions for germination of cold-stored Arabidopsis thaliana pollen. Plant Cell Rep. 2008: 1-11.

Dannel F, Preffer H, Romheld V. 2002. Update on boron in higher plant-uptake primary translocation and compartementation. Plant Biology. 4:193-204. Delaphane KS, Mayer DS. 2000. Crop Pollination by Bees. New York (US):

CABI Publishing.

Direktorat Jendral Hortikultura. 2013. Pedoman Teknis Sertifikasi Benih Tanaman Hortikultura. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.

Dutta SK, Srivastav M, Chaudhary R, Lal P, Singh AK. 2013. Low temperature storage of mango (Mangifera indica L.) pollen. Scientia Horticulturae.

161:197-197.

(41)

27 Fariroh I, Palupi ER, Wahyudin DS. 2011. Media perkecambahan dan kondisi ruang simpan serbuk sari mentimun (Cucumis sativus L.). Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Lembang, hlm. 431-438.

Goldberg S, Shouse PJ, Lesch SM, Grieve CM, Poss JA, Suarez DL. 2003. Effect of high boron application on boron content and growth of melons. Plant and Soil. 256: 403–411.

Hallauer AR, Filho JBM, Carena MJ. 1987. Quantitative Genetics in Maize Breeding Eds-2. Amerika (US): Iowa State Univ. Press. 680 p.

Holley KT, Dulin TG. Influence of boron on flower bud development in cotton.

Journal of Agricultural Research. 59(7):541-545.

[ISTA] International Seed Testing Association.2010.International Rules for Seed Testing.Switzerland (CH): ISTA.

Karakaya D, Padem H. 2012. Effects of silver nitrate applications on cucumbers (Cucumis sativus L.). Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj.11: 7213664 -7213669. Kasrawi MA. 1988. Effect of silver nitrate on sex expression and pollen viability

in pathenocarpic cucumber (Cucumis sativus L.). University of Jordan. 15 (11):68-78.

Kelling KA. 1999. Soil and applied boron. [Internet] [diunduh 2015 Juli 15]. Tersedia pada http://www.soils.wisc.edu/extension/pubs/a2522.Pdf.

Krudnak A, Wonprasaid S, Machikowa T. 2012. Boron affects pollen viability and seed set in sunflowers. African Journal of Agricultural Research. 8(2): 162-166.

Kwack SN, Kunimitsu F. 1984. Facilitation of self pollination in gynocious cucumber with silver nitrate treatment of cuttings. Cucurbit Genetics Cooperative Report. 7:6-7.

Lau OL, Yang SF. 1976. Inhibition of ethylene productionby cobaltus ion.Plant Physiology. 58(1):114-117.

Law TF, Hardenack SL, Grant SR. 2002. Silver enhances stamen development in female white campion (Silene latiofolia (Caryophyllaceae)). American Journal of Botany. 89(6):1014-1020.

Loewus F, Lambarca C. 1973. The nutritional role of pistil exudate in pollen tube wall formation in Lilium longiflorum. Plant physiol. 52:87-92.

Lordkaew S, Dell B, Jamjod S, Rerkarsem B. 2011. Boron deficiency in maize.

Plant Soil. 342:207-220.

Mengel K, Kirkby EA. 1982. Principles of Plant Nutrition. Switzerland (CH) :Int. Potash Inst.687 p.

Misra SM, Patil BD. 2008.Effect of boron on seed yield in lucerne (Medicago sativa L.). J. of Agron.and Crop Sci.158: 34-37.

Mondal S, Ghanta R. 2012. Effect ofnsucrose and boric acid on in vitro pollen germination of Solanum macranthum Dunal. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences. 2(2):202-206.

Mortazavi SMH, Arzani K, Moieni A. 2010. Optimizing storage and in vitro

germination of date palm (Phoenix dactylifera) pollen. J. Agri. Sci. Tech.

12:181-189.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 2 A. Periode pembungaan melon hibrida (Agustin et al. 2014), B.
Gambar 3  Proses ekstraksi serbuk sari melon hibrida: A. pemisahan antera, B.
Gambar 4 Penurunan viabilitas serbuk sari M13 dan M21 selama penyimpanan pada suhu (-11°C) – (-8°C)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dan cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda. *untuk tomat: serbuk sari cabai; untuk cabai rawit:

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan serbuk sari mentimun KE014 yang telah mendapatkan perlakuan pengeringan dan penyimpanan dalam produksi

Penelitian ini bertujuan menentukan media pengujian viabilitas serbuk sari in vitro yang terbaik untuk cabai besar dan cabai rawit (Capsicum annuum L.), serta

Serbuk sari yang telah disimpan dan mempunyai viabilitas yang tinggi diharapkan dapat digunakan dalam produksi benih hibrida dengan mutu yang tinggi.. Oleh sebab itu

Hubungan antara Lama Simpan Serbuk Sari dengan Pro- duksi Buah dan Viabilitas Benih Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. zalacca) (dibirnbiig oleh ENDAH RETNO PALUPI

Serbuk sari yang telah disimpan pada suhu -196 °C dan -20 °C selama 4 minggu dapat digunakan untuk produksi benih dengan potensi jumlah benih per tongkol sebesar 20% dari

Persentase pembentukan buah pada penyerbukan menggunakan serbuk sari segar (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi lama simpan serbuk sari dan teknik

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penurunan kadar air selama pengeringan dengan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 dan kemampuannya dalam