• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.) serta Pemanfaatannya dalam Produksi Benih Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.) serta Pemanfaatannya dalam Produksi Benih Hibrida"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN SERBUK SARI

MENTIMUN (

Cucumis sativus

L.) SERTA

PEMANFAATANNYA DALAM PRODUKSI BENIH HIBRIDA

ROTUA MELISA SIDABUTAR

A24080005

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ROTUA MELISA SIDABUTAR. Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.) serta Pemanfaatannya dalam Produksi Benih Hibrida. (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan KARYADI WANAFIAH).

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perubahan kadar air serbuk sari mentimun KE014 selama pengeringan dengan daya berkecambah serbuk sari, perubahan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 selama penyimpanan, dan kemampuannya dalam produksi benih hibrida. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2012 di lahan percobaan Production Farm

dan Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia, Jember, Jawa Timur.

Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan utama. Percobaan pertama yaitu mempelajari perubahan kadar air dan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 selama pengeringan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu lama pengeringan serbuk sari yang terdiri atas empat taraf, yaitu 0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan (JP). Hubungan antara lama pengeringan serbuk sari dengan kadar air yang dihasilkan, dianalisis dengan regresi kuadratik sederhana. Pengujian kadar air serbuk sari dilakukan dengan metode oven suhu tinggi 130-133°C selama 1 jam.

Penurunan kadar air serbuk sari mentimun KE014 yang dikeringkan dalam boks berisi MgCl2 terjadi selama 8 jam pertama, pengeringan selanjutnya tidak

(3)

pengeringan serbuk sari maka kadar air yang dihasilkan semakin menurun pada kisaran lama pengeringan 0–24 jam.

Percobaan kedua yaitu mempelajari perubahan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 selama penyimpanan. Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang dengan enam ulangan, petak utama adalah periode simpan yang terdiri atas sembilan taraf (0, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 hari setelah penyimpanan (HSP)), anak petak adalah lama pengeringan dalam MgCl2

yang terdiri dari empat taraf (0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan (JP)). Total satuan percobaan sebanyak 216 satuan percobaan. Hasil pengamatan menunjukkan, pengeringan serbuk sari mentimun KE014 selama 8 jam dengan MgCl2 dapat

mempertahankan daya berkecambah serbuk sari selama kisaran waktu 56 hari penyimpanan dalam ultrafreezer (-79±2)0C. Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 selama 24 jam dengan MgCl2 dapat digunakan untuk penyimpanan jangka

pendek selama kisaran waktu 7 hari penyimpanan dalam ultrafreezer (-79±2)0C. Percobaan ketiga yaitu mempelajari kemampuan serbuk sari mentimun KE014 yang sudah disimpan dalam produksi benih hibrida. Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang, dengan tiga ulangan, petak utama adalah periode simpan yang terdiri atas enam taraf (2, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari setelah penyimpanan (HSP)), anak petak adalah lama pengeringan dalam MgCl2

terdiri dari empat taraf (0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan (JP)). Total satuan percobaan sebanyak 72 satuan percobaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengeringan serbuk sari mentimun KE014 dalam boks berisi MgCl2 selama 8, 16,

(4)

PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN SERBUK SARI

MENTIMUN (

Cucumis sativus

L.) SERTA

PEMANFAATANNYA DALAM PRODUKSI BENIH HIBRIDA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ROTUA MELISA SIDABUTAR

A24080005

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Penelitian

:

PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN

SERBUK SARI MENTIMUN (

Cucumis

sativus

L.) SERTA PEMANFAATANNYA

DALAM PRODUKSI BENIH HIBRIDA

Nama

:

ROTUA MELISA SIDABUTAR

NIM

:

A24080005

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. Karyadi Wanafiah, SP. NIP. 19580518 198903 2 002 NIP. 2111021340

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tanggal 28 Juni 1990. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Drs. Marihot Hamonangan Ignatius Sidabutar dan Ibu Dra. Florianti Linda Agustina Tampubolon.

Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Katolik Xaverius Padangsidempuan, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Katolik Kesuma Indah Padangsidempuan. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan studi di SMAN 4 Padangsidempuan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selanjutnya pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa dalam unit kegiatan mahasiswa. Tahun 2008-2009 penulis aktif di kegiatan unit kegiatan mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) sebagai anggota divisi Kesehjateraan Anggota. Tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai anggota divisi Eksternal unit kegiatan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON). Tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai Wakil Ketua unit kegiatan mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI). Tahun 2008-2012 penulis aktif sebagai anggota paduan suara Puella Domini Choir dalam cakupan unit kegiatan mahasiswa Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI). Tahun 2009/2010; 2010/2011; dan 2011/2012, penulis aktif sebagai asisten Mata Kuliah Agama Katolik TPB IPB. Tahun 2011/2012 penulis aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Ekologi Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan kekuatan dan hikmat sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik dan indah pada waktunya. Tuhan yang mengawali, Tuhan yang menyertai, dan Tuhan yang menyelesaikan.

Penelitian yang berjudul “Pengeringan dan Penyimpanan Serbuk Sari Mentimun (Cucumis sativus L.) serta Pemanfaatannya dalam Produksi Benih Hibrida”, disusun oleh penulis sebagai salah satu persyaratan dalam rangka mendapatkan gelar sarjana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. sebagai dosen pembimbing skripsi I yang telah sabar dalam memberikan doa, bimbingan, arahan, kritik, dan saran kepada penulis sejak awal proses penelitian hingga proses penyelesaian skripsi.

2. Karyadi Wanafiah, SP. sebagai pembimbing skripsi II yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis melakukan penelitian di PT. East West Seed Indonesia.

3. Maryati Sari, SP., MSi. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam proses ujian skripsi.

4. Prof. Dr. Ir. Muhammad Chozin, MSc. sebagai dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dalam konsultasi akademik di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

5. Bapak yang selalu mengajarkan semangat untuk tekun dalam segala hal, mamak yang selalu memberikan doa, harapan, dan kasih sayang, serta adik-adik tersayang Ferdinan Raymond Sidabutar dan Samuel Romulus Sidabutar yang memberikan indahnya kasih dalam persaudaraan.

6. Supriyadi, A.Md sebagai pembimbing lapang atas bimbingan, saran, dan fasilitas selama pelaksanaan kegiatan penelitian di PT East West Seed Indonesia Jember.

(8)

8. Ray March Syahadat dan kak Abdullah bin Arief, SP., MSi. yang telah mengajarkan pengolahan data selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 9. Yeni Rahel Naibaho, sebagai rekan penulis selama penulis melakukan

penelitian di Jember.

10. Mami Joshtina, Om Im, Ibu Joesli, Abang Dhika, dan Adek Joean yang telah menjadi keluarga kecil, memberikan saran dan doa selama penulis berada di Jember.

11. Keluarga Laboratorium Serbuk Sari PT. East West Seed Indonesia cabang Jember, Pak Dodik, Pak Dudin, Pak Kris, Ibu Rina, Pak Khoiri STTC, Pak Khoiri Farm, Pak Mukhlis STTC, Pak Anang, Pak Sofyan, Mas Firta, Mas Saiful, Mas Antok, Mas Sodikin, Mas Herman, Mas Idris, Om Adi, Om Edi,

T’Ayik, Bu Noh, M’In, Bu Yah, M’Ika, T’Reni, T’Rizki, T’Kiki, M’Nur, Bu Endang dan seluruh pihak yang membantu selama penulis melakukan penelitian di Jember.

12. Buruh harian lepas serta mandor lapang wilayah Ajung dan Plalangan PT. East West Seed Indonesia yang telah membantu selama penulis mempersiapkan bahan tanaman di lapang.

13. Sahabat-sahabat terbaikku, Rosa Bintang, Wina Novila, Monika A., Melinda Carolina, Monica Cory, Abe Eiko, Novra Ernaliana, Yohana Ayu, Lynn Kaat, Melfi Dora, Keswari, Sindra, Mardi Simanjuntak, Imanuel Zega, A. Soleman, Erick Raynalta, Ryanda Rachmad., Samuel A. Sihombing, Gusto W. Simatupang, Ganis, Anas, Riska, dan Septi.

14. Sahabat–sahabat terbaikku, Meliani Efelina Napitupulu dan Enita Sonaria. 15. Keluarga A3 298 yang tersayang, Indah Dwi Sukma, Lusiana Manik, dan

Christine Mahardika.

16. Indigenous 45 yang telah memberikan warna persahabatan selama di AGH. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan, terima kasih penulis ucapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan

tentang pengelolaan serbuk sari.

(9)

DAFTAR ISI

Karakteristik Pembungaan Mentimun (Cucumis sativus L.) ... 4

Serbuk Sari ... 5

Viabilitas Serbuk Sari ... 6

Pengelolaan Serbuk Sari ... 7

Media Perkecambahan Serbuk Sari (Pollen Germination Medium) .. 8

Pengeringan Serbuk Sari ... 9

Penyimpanan Serbuk Sari ... 10

Penyerbukan ... 11

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan ... 13

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan ... 14

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan ... 16

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan ... 17

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Kondisi Umum ... 19

(10)

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun

KE014 selama Penyimpanan ... 24

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perubahan kadar air dan viabilitas serbuk sari KE014 selama pengeringan ... 20 2. Pengaruh interaksi periode simpan dan lama pengeringan terhadap

viabilitas serbuk sari KE014 ... 24 3. Sidik ragam pengaruh periode simpan, lama pengeringan, dan

interaksinya pada produksi benih mentimun KE014 ... 27 4. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari

terhadap pembentukan buah mentimun KE014 ... 28 5. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari

terhadap hasil benih mentimun KE014 ... 29 6. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari

terhadap daya berkecambah benih mentimun KE014 ... 31 7. Pengaruh interaksi periode simpan dan lama pengeringan serbuk

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahap pengeringan dalam pengolahan serbuk sari: A. Pengeringan antera dalam ruangan ber-AC selama 24 jam; dan B. Pengeringan serbuk sari dalam MgCl2 sesuai dengan perlakuan lama

pengeringan ... 16 2. Panen serbuk sari: A. Bunga mentimun sehari sebelum antesis; dan

B. Antera yang sudah dilepaskan dari bunga ... 20 3. Grafik hubungan kuadratik antara lama pengeringan dan kadar air

serbuk sari mentimun KE014 ... 23 4. Serbuk sari KE014 empat jam setelah pengecambahan dalam

PGMF: A. Serbuk sari tanpa pengeringan (0 JP); dan B. Serbuk sari yang telah dikeringkan delapan jam (8 JP). b=berkecambah; tb=tidak berkecambah; perbesaran 100X ... 25 5. Hibridisasi: A. Penyungkupan bunga sehari sebelum penyerbukan;

dan B. Penyerbukan buatan ... 26 6. Pembentukan buah mentimun KE014: A. 4 hari setelah

penyerbukan; B. 7 hari setelah penyerbukan; dan C. Bunga yang gagal membentuk buah ... 27 7. Hasil penyerbukan buatan pada KE014: A. Ukuran buah yang

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nilai kadar air serbuk sari KE014 ... 41 2. Sidik ragam pengaruh lama pengeringan pada tolok ukur kadar air

dan viabilitas 0 HSP serbuk sari... 41 3. Sidik ragam pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air serbuk

sari KE014 ... 41 4. Sidik ragam pengaruh lama pengeringan terhadap viabilitas serbuk

sari KE014 periode 0 HSP ... 42 5. Sidik ragam regresi pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air

serbuk sari KE014 ... 42 6. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan lama pengeringan

terhadap tolok ukur daya berkecambah serbuk sari KE014 ... 42 7. Pengaruh faktor tunggal lama pengeringan terhadap daya

berkecambah serbuk sari KE014 ... 43 8. Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap tolok ukur daya

berkecambah serbuk sari KE014 ... 43 9. Rekapitulasi hasil uji F perlakuan lama pengeringan terhadap daya

berkecambah serbuk sari KE014 ... 44 10. Rekapitulasi hasil uji F perlakuan periode simpan terhadap daya

berkecambah serbuk sari KE014 ... 44 11. Data hasil viabilitas serbuk sari KE014 perlakuan periode simpan

dan lama pengeringan dalam rancangan petak tersarang dengan enam ulangan ... 45 12. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan lama pengeringan

terhadap pembentukan buah mentimun KE014 ... 46 13. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan lama pengeringan

terhadap hasil benih mentimun KE014 ... 46 14. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan lama pengeringan

terhadap daya berkecambah benih mentimun KE014 ... 47 15. Sidik ragam pengaruh periode simpan dan lama pengeringan

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) yang banyak dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat. Produksi mentimun pada tiga tahun terakhir di Indonesia berfluktuasi dari 583,139 ton pada tahun 2009 menjadi 547,141 ton pada tahun 2010, menurun sebesar 6.17% (BPS, 2013). Pada tahun 2011 mengalami penurunan produksi, menjadi 521,535 ton, menurun sebesar 4.67% (BPS, 2013). Berdasarkan data statistik pertanian Indonesia, luas areal panen mentimun tahun 2009, 2010, dan 2011 berturut-turut adalah 56,009; 56,921; dan 53,758 ha (Deptan, 2013). Salah satu upaya untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas adalah melalui penggunaan benih hibrida. Benih hibrida adalah benih generasi F1 yang dijual untuk produksi komersial.

Produksi benih hibrida di perusahaan benih swasta umumnya dikerjasamakan dengan petani penangkar dengan pengawasan yang ketat. Dalam rangka menjamin keamanan plasma nutfah dan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan serta menjamin ketersediaan serbuk sari, maka pengelolaan serbuk sari mulai dikembangkan. Pengelolaan serbuk sari mencakup panen, penanganan, penyimpanan dan pengujian mutu serbuk sari.

Penanganan serbuk sari dimulai sesaat setelah panen sampai serbuk sari siap disimpan, umumnya mencakup ekstraksi dan pengeringan. Dalam penanganan serbuk sari mentimun, pengeringan dilakukan dua tahap. Pengeringan tahap pertama dilakukan setelah ekstraksi antera dari bunga jantan pada ruang ber-AC (suhu 22-250C, RH 60%) selama 24 jam. Pengeringan tahap kedua dilakukan setelah ekstraksi serbuk sari dari antera dilakukan dalam boks yang berisi MgCl2 (suhu 26-270C, RH 35-45%) selama 24 jam pada ruang

ber-AC.

(15)

yang dipanen pada saat antesis dari 12.02% menjadi 6.93%, kemudian mengalami penurunan daya berkecambah lebih jauh lagi pada pengeringan tahap kedua menjadi 0.32%. Penurunan daya berkecambah tersebut diduga disebabkan karena waktu pengeringan yang terlalu lama dalam dua kali proses pengeringan serbuk sari.

Serbuk sari mentimun mempunyai karakter fisik yang lengket dan kadar kelembaban yang tinggi (Delaplane dan Mayer, 2009), yang diduga sebagai penyebab turunnya viabilitas dalam waktu yang singkat. Kartikawati et al. (2005) menyatakan bahwa serbuk sari tanaman kayuputih memiliki sifat yang agak lengket, sehingga perlu dikeringkan dalam boks yang berisi silica gel selama 2 hari pada suhu kamar 27–280C sebelum disimpan dalam lemari es.

Serbuk sari dengan kadar air awal yang tinggi memiliki sifat lebih peka terhadap perubahan lingkungan dan masa simpan yang lebih singkat (Georgieva dan Kruleva, 1994). Serbuk sari buah naga, Hylocereus spp (Cactaceae) yang dikumpulkan pada pagi hari, memiliki kadar air yang relatif tinggi sekitar 18-22%. Kemudian setelah mengalami dehidrasi selama 1 jam dalam silica gel, kadar air berkisar antara 5-10%. Setelah mencapai kisaran kadar air tersebut, serbuk sari mampu disimpan untuk jangka waktu 3 dan 9 bulan, dengan suhu penyimpanan +4, –18, –70, dan –196°C (Metz et al., 2000).

Pengeringan serbuk sari bertujuan untuk menurunkan kadar airnya sehingga daya simpannya lebih panjang (Connor dan Towill, 1993). Umumnya pengeringan mempengaruhi viabilitas serbuk sari. Oleh karena itu perlu ditentukan prosedur pengeringan yang sesuai dengan jenis serbuk sari tertentu (Metz et al., 2000).

(16)

Kedua parameter tersebut berdampak pada viabilitas serbuk sari pada periode penyimpanan singkat ataupun lama. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui lama pengeringan serbuk sari mentimun (Cucumis sativus

L.) yang dapat menurunkan kadar air tetapi tetap mempertahankan viabilitas serbuk sari selama pengolahan dan penyimpanan.

Tujuan utama pengelolaan serbuk sari mulai dari panen, pengolahan, dan penyimpanan adalah agar serbuk sari tersebut dapat dimanfaatkan dalam produksi benih hibrida. Oleh karena itu, serbuk sari yang telah disimpan dalam penelitian ini digunakan untuk produksi benih hibrida mentimun.

Tujuan

1. Mempelajari perubahan kadar air dan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 selama pengeringan dengan MgCl2.

2. Mempelajari perubahan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 selama penyimpanan.

3. Mempelajari pemanfaatan serbuk sari mentimun KE014 dalam produksi benih hibrida.

Hipotesis

1. Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 dengan MgCl2 menurunkan

kadar air serbuk sari dan dapat mempertahankan daya berkecambahnya selama penyimpanan.

2. Serbuk sari mentimun KE014 yang sudah dikeringkan dengan MgCl2

dapat dipertahankan daya berkecambahnya dalam kondisi simpan

ultrafreezer (-79±2)0C.

3. Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 dengan MgCl2 tidak

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pembungaan Mentimun (Cucumis sativus L.)

Tanaman Cucurbitaceae atau labu-labuan dicirikan dengan batangnya yang panjang. Umumnya batangnya mengandung air dan lunak. Daunnya lebar dan bercangap menjari. Seluruh bagian batang sampai daun ditumbuhi bulu-bulu tajam. Bunganya berkelamin tunggal (unisexualis), tetapi berumah satu. Bunga betina ditandai dengan adanya bakal buah. Bakal buah berbentuk bulat panjang yang membengkak di bawah mahkota bunga. Mahkota bunganya berbentuk bintang berwarna kuning atau putih kekuningan. Bijinya banyak, berbentuk pipih, berwarna putih kekuningan, dan terdapat dalam ruang buah (Sunarjono, 2010).

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar. Bunga mentimun berbentuk terompet dan berwarna kuning bila sudah mekar. Bunga betina mempunyai bakal buah, terletak di bawah mahkota bunga, sedangkan bunga jantan tidak mempunyai bagian bakal buah. Tanaman Mentimun mempunyai tiga variasi berdasarkan jenis kelamin, yaitu monoecious, androecious, dan gynoecious. Monoecious artinya bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman. Androecious, artinya dalam satu tanaman hanya terdapat bunga jantan. Gynoecious, artinya dalam satu tanaman hanya terdapat bunga betina saja. Mentimun lokal jumlah bunga jantannya lebih banyak daripada bunga betina. Bunga jantan keluar beberapa hari lebih dulu baru bunga betina muncul pada ruas ke-6 setelah bunga jantan (Sumpena, 2007).

Mentimun memiliki beberapa fase perkembangan, yaitu fase dimana hanya bunga jantan yang muncul. Fase selanjutnya adalah fase bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Fase terakhir adalah fase dimana bunga betina gagal untuk berkembang. Buah hanya terbentuk dari fase saat bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan (Hossain et al., 2002).

(18)

karena peningkatan baik dalam jumlah dan ukuran sel. Pada tanaman mentimun, pembelahan sel terjadi sekitar seminggu setelah antesis, sedangkan pemanjangan sel terjadi sepanjang tahap perkembangan buah (Marcellis dan Baan Hofman-Eijer, 1993).

Serbuk Sari

Serbuk sari merupakan jaringan tanaman yang memiliki potensi untuk dapat digunakan dan dimanipulasi dalam pemanfaatan di bidang genetika, pemuliaan, dan konservasi plasma nutfah (Hecker dan McClintock, 1988). Performa serbuk sari dipengaruhi oleh genotipe serbuk sari (Snow dan Spira, 1991). Daya hidup serbuk sari berbeda pada setiap spesies, dari beberapa jam, beberapa bulan, hingga beberapa tahun. Lama simpan serbuk sari dapat ditingkatkan dengan mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitasnya. Faktor ini mencakup cahaya, suhu, udara, dan kelembaban (Galetta, 1983).

Sesaat antera terbuka, serbuk sari akan kehilangan air yang terkandung di dalamnya dengan cepat dan mengakibatkan daya berkecambah serbuk sari akan menurun dengan tajam dalam beberapa jam setelah antera terbuka (Gay

et al., 1987; Nepi dan Pacini, 1993). Selain itu penurunan viabilitas serbuk sari diduga terkait dengan semakin tingginya suhu udara pada waktu semakin siang, sehingga terjadi penguapan dan serbuk sari akan mengering yang kemudian akan mati (Darjanto dan Satifah, 1990). Serbuk sari yang disimpan pada suhu rendah menunjukkan kemampuan berkecambah yang lebih baik dibandingkan penyimpanan pada suhu tinggi setelah penyimpanan (Stanley dan Linskens, 1974). Periode viabilitas serbuk sari secara alami bervariasi, berkisar antara beberapa hari bahkan sampai beberapa menit setelah bunga mekar (antesis) (Song, 2001; Wang et al., 2004).

(19)

1963). Stanley dan Linskens (1974) menyatakan bahwa serbuk sari binukleat lebih tahan disimpan dibandingkan serbuk sari trinukleat. Serbuk sari trinukleat umumnya berumur pendek dan sulit untuk berkecambah pada media perkecambahan serbuk sari (Hecker dan McClintock, 1988).

Flint dan Caldwell (1986) menyatakan bahwa serbuk sari binukleat, dalam tahap perkembangannya belum menyelesaikan tahap perkembangan mitosis kedua,dan mulai ke tahap perkembangan mitokondria dan menginduksi sintesis protein sebelum terjadinya proses perkecambahan serbuk sari. Semantara serbuk sari trinukleat dalam tahap perkembangannya telah menyelesaikan tahap perkembangan mitosis kedua dan perkembangan fisiologis serbuk sari dipersiapkan untuk proses perkecambahan sesaat setelah perkembangan mitokondria dan sintesis protein.

Delaplane dan Mayer (2009) menyatakan bahwa serbuk sari mentimun mempunyai karakteristik fisik yang lengket yang diduga sebagai penyebab turunnya viabilitas serbuk sari dalam waktu yang singkat. Melati (2009) menyatakan bahwa serbuk sari dari jambu mete (Anacardium occidentale L.) yang juga bersifat lengket, bersifat viabel hanya selama dua hari.

Viabilitas Serbuk Sari

Tuinstra dan Wedel (2000) menyatakan bahwa serbuk sari dianggap berkecambah saat panjang tabung serbuk sari lebih panjang dari diameter serbuk sari. Kearns dan Inouye (1993) menyatakan bahwa persentase perkecambahan serbuk sari ditentukan dengan membagi jumlah serbuk sari yang berkecambah dalam satu bidang pandang dengan jumlah total serbuk sari dalam satu bidang pandang dan dinyatakan sebagai persentase.

(20)

tidak dapat digunakan secara umum karena setiap tanaman memerlukan media perkecambahan serbuk sari yang berbeda, sehingga diperlukan pengujian awal untuk mendapatkan komposisi dan konsentrasi bahan kimia yang tepat.

Penelitian Bolat dan Pirlak (1999) menunjukkan bahwa perkecambahan serbuk sari beberapa spesies dan kultivar tanaman buah bervariasi tergantung pada medium atau konsentrasi bahan kimianya. Penelitian Mathias (2009) menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari tanaman Adenium obesum

dipengaruhi oleh umur bunga. Viabilitas serbuk sari tertinggi tercapai pada umur bunga tiga hari setelah antesis sebesar 45.56%.

Pengelolaan Serbuk Sari

Pengelolaan serbuk sari mulai dikembangkan dan diadopsi oleh para produsen benih hibrida untuk mencegah terjadi pencurian materi genetik. Pada umumnya, pengelolaan serbuk sari mencakup pemanenan, penanganan, penyimpanan, dan pengujian viabilitas serbuk sari. Pengelolaan serbuk sari bertujuan untuk mempertahankan kemurnian dan viabilitas tetap tinggi, sehingga menjamin ketersediaannya sewaktu-waktu diperlukan. Dengan berkembangnya teknik penyimpanan serbuk sari yang ada saat ini, maka petani mitra dalam produksi benih hibrida hanya perlu menanam tanaman induk betina, sedangkan induk jantan disediakan dalam bentuk sediaan serbuk sari. Dengan demikian pencurian dan pemalsuan benih hibrida dapat dicegah (Warid, 2009). Daya berkecambah serbuk sari selama penyimpanan harus dipertahankan agar bermanfaat dalam program hibridisasi dan dalam program peningkatan mutu benih (Perveen, 2007).

(21)

memanipulasi sumber genetik. Umur serbuk sari dapat didefinisikan sebagai periode waktu dimana serbuk sari mempertahankan viabilitasnya atau kelangsungan hidupnya, yang disebut sebagai kemampuan berkecambah yang bervariasi tergantung jenis spesies dan kondisi penyimpanan serbuk sari (Hanna dan Towill, 1995; Dafni dan Firmage, 2000).

Media Perkecambahan Serbuk Sari (Pollen Germination Medium)

Schreiber dan Dresselhaus (2003) menyatakan bahwa PGM (pollen

germination medium) memang bukan merupakan media yang umum untuk

perkecambahan serbuk sari bagi semua spesies tanaman, tetapi PGM dapat digunakan untuk mempelajari perkecambahan serbuk sari pada banyak spesies baik monokotil maupun dikotil dari famili yang berbeda di bawah kondisi yang sama. PGM terdiri atas 10% sukrosa, 0.005% H3BO3, 10 mM

CaCl2, 0.05% mM KH2PO4, 6% PEG 4000.

Berdasarkan kandungan boron dalam media, PGM merupakan media yang optimal kandungan boronnya dibandingkan media lainnya, termasuk BK. Pada media BK, komposisi boron sekitar 100 ppm sedangkan PGM 0.005% (50 ppm). Tinggi atau rendahnya nilai daya berkecambah serbuk sari dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sumber karbon, boron dan kalsium, potensial air, derajat kemasaman media, kerapatan serbuk sari dalam media dan aerasi dalam media kultur (Rihova et al., 1996).

(22)

perkecambahan serbuk sari dan memberikan energi dalam membantu proses pertumbuhan tabung serbuk sari.

Media pengecambah serbuk sari PGM memberikan nilai viabilitas yang lebih tinggi daripada media lain seperti media Brewbaker & Kwack. Untuk famili Solanaceae, PGM menghasilkan viabilitas yang lebih tinggi dibanding media BK, yaitu masing-masing sekitar 71-84% untuk PGM, sedang untuk BK menghasilkan viabilitas sekitar 40-63% (Warid, 2009).

Perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan panjang tabung serbuk sari dapat dipengaruhi oleh suhu selama inkubasi serbuk sari, kelembaban udara (RH), konsentrasi nutrisi dan kepadatan serbuk sari dalam medium perkecambahan sebuk sari (Zhang, 1998).

Pengeringan Serbuk Sari

Kadar air adalah berat air yang hilang karena pengeringan sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (ISTA, 2006). Dalam hal ini, pengeringan serbuk sari dimaksudkan untuk mengurangi kadar air serbuk sari sehingga aman untuk diproses lebih lanjut. Penetapan kadar air menggunakan metode oven, yaitu metode oven suhu rendah konstan (103±2)°C dan metode temperatur tinggi 130-133°C. Kedua metode tersebut dapat digunakan dalam penentuan kadar air (Bonner, 1995).

(23)

Mill.) setelah pengeringan selama 90 menit adalah 49.7%, sedangkan kadar air serbuk sari segar sesaat setelah antera pecah sebesar 85.7% (Lora et al., 2005).

Nepi et al. (2009) meneliti serbuk sari tanaman Petunia hybrida dan

Cucurbita pepo diekspos pada kisaran kelembaban udara 30% dan 75%. Kadar

air serbuk sari Cucurbita pepo menurun drastis pada kisaran ke dua kelembaban udara tersebut, sementara serbuk sari Petunia hybrida lebih sedikit mengalami dehidrasi (kering) pada RH 30% dan lebih banyak terhidrasi pada RH 75%. Serbuk sari dari ke dua spesies tersebut menunjukkan tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap kekeringan. Serbuk sari Petunia hybrida

lebih tahan terhadap pengeringan, dengan viabilitas akhir setelah pengeringan sekitar 80%, sedangkan serbuk sari Cucurbita pepo sangat sensitif terhadap pengeringan, seperti terlihat dari viabilitas yang menurun menjadi sekitar 13% pada kisaran RH 30% dan 75% dalam proses pengeringan serbuk sari. Kadar air dan viabilitas serbuk sari tanaman Petunia hybrida dan Cucurbita pepo

diukur setelah lama perlakuan sekitar 6 jam. Serbuk sari yang telah mengalami proses pengeringan, umumnya memiliki kadar air akhir yang bervariasi antara 5-20%.

Penyimpanan Serbuk Sari

Secara umum, suhu rendah dan kelembaban relatif yang rendah dapat mempertahankan kelangsungan hidup serbuk sari (Stanley dan Linskens, 1974). Kondisi yang baik untuk penyimpanan serbuk sari telah dipelajari untuk sebagian besar tanaman agronomi dan hortikultura (Lee et al., 1985; Yates et al., 1991).

(24)

penyimpanan kering dan suhu rendah yang mengindikasikan seperti perilaku penyimpanan pada benih ortodoks.

Setiawan dan Ruskandi (2002) mengamati daya berkecambah serbuk sari tiga kultivar kelapa, yaitu : Dalam Tenga (DTA), Dalam Bali (DBI), dan Dalam Palu (DPU) setelah disimpan 24 minggu masih baik, dan dapat digunakan untuk persilangan karena daya berkecambahnya lebih dari 30%. Serbuk sari yang telah dimurnikan disimpan selama 24 minggu dalam lemari pembeku pada suhu -200C dengan kadar air 4-5%.

Perveen (2007) menyatakan bahwa suhu dan kelembaban merupakan faktor utama yang mempengaruhi ketahanan serbuk sari pada kondisi yang berbeda. Selain itu faktor lain yang berkaitan dengan penyimpanan serbuk sari adalah kadar air serbuk sari. Serbuk sari Pisum sativum L. (Papilionaceae), yang disimpan pada suhu -60°C selama 48 minggu menunjukkan viabilitas 60%. Zulkarnain dan Gusniwati (2005) meneliti serbuk sari tanaman

Swainsona formosa yang disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 40C dan lemari pembeku pada suhu -100C, menunjukkan viabilitas serbuk sari pada suhu 40C tetap tinggi hingga 21 hari penyimpanan. Sedangkan pada suhu -100C viabilitas serbuk sari tetap tinggi hingga mencapai 63 hari penyimpanan.

Khan dan Perveen (2009) meneliti serbuk sari kedelai (Glycine max L.) yang disimpan selama 48 minggu dalam berbagai kondisi penyimpanan kulkas,

freezer, vakum kering beku, dan dalam pelarut organik. Serbuk sari yang disimpan selama 12 minggu pada suhu -600C dalam ruang vakum kering beku, memiliki persentase perkecambahan yang lebih baik sekitar 30-40%. Setelah penyimpanan selama 48 minggu persentase perkecambahan menurun dan mencapai viabilitas 10%.

Penyerbukan

(25)

pembentukan buah dan biji pada sebagian besar spesies tanaman, dan pengetahuan mengenai biologi serbuk sari yang mencakup viabilitas dan pertumbuhan tabung serbuk sari bermanfaat dalam usaha meningkatkan produktivitas tanaman (Bolat dan Pirlak, 1999). Tangmitcharoen dan Owens (1997) menyarankan bahwa keberhasilan penyerbukan terjadi pada tahap awal perkembangan bunga dan selama puncak periode perkembangan bunga, dibandingkan pada tahap akhir periode perkembangan bunga pada tanaman.

(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan September 2012 di Lahan Percobaan Production Farm dan Laboratorium PT. East West Seed Indonesia, Jember, Jawa Timur.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman induk jantan dalam produksi benih mentimun hibrida (KE014M), dari fase perkembangan bunga sehari sebelum antesis (A-1) dan tanaman induk betina (KE014F). Media perkecambahan serbuk sari menggunakan media PGM F (Fariroh et al., 2011) dengan komposisi 5 g sukrosa, 0.01 g H3BO3, 0.025 g CaCl2, 0.032 g KH2PO4,

3 g PEG 4000, dan 50 ml aquadest. Bahan pengering serbuk sari menggunakan MgCl2. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengecambahan serbuk sari

adalah seperangkat alat pembuat larutan, deck glass, jarum ose, boks pengujian, pipet, hand counter, cryovial, tissue, deck glass, timbangan

digital, termometer, hygrometer (alat ukur RH), aluminium foil, mikroskop cahaya Olympus CX41. Ruang simpan serbuk sari yang digunakan selama proses penyimpanan adalah ultra freezer (-79±2)0C. Peralatan yang digunakan dalam proses penyerbukan buatan adalah cotton bud, kertas, staples, benang penanda, alat penyungkup bunga, dan dry ice.

Metode Penelitian

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan

(27)

dalam ruang-AC selama 24 jam tidak dikeringkan lagi dalam MgCl2. Serbuk

sari yang sudah diekstrak dari antera untuk taraf 8, 16, dan 24 jam dikeringkan dalam boks berisi MgCl2 dengan volume MgCl2 sebanyak 2 liter dalam boks

yang berukuran 34 cm x 26 cm x 7 cm selama 24 jam pada ruang ber-AC, dengan suhu boks pengeringan 26-270C dan RH 35-45%. Serbuk sari yang dikeringkan sebanyak 34.743 gram/boks. Pengamatan dilakukan terhadap kadar air dan daya berkecambah yang dilakukan setiap interval waktu 0, 8, 16 dan 24 jam pengeringan dan diulang sebanyak 3 kali.

Adapun model linier yang digunakan adalah : Yij = μ + Ti + εij

Yij = nilai pengamatan dari lama pengeringan ke-i ulangan ke-j

μ = rataan umum

Ti = pengaruh lama pengeringan serbuk sari ke-i

μij = pengaruh galat percobaan lama pengeringan ke-i, ulangan ke-j

Data dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995). Regresi antara lama pengeringan dengan kadar air serbuk sari dianalisis berdasarkan persamaan regresi kuadratik sederhana. Rumus

regresi kuadratik sederhana, yaitu Y = α + bX + cX2

.

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan

Serbuk sari yang telah dikeringkan dalam MgCl2 kemudian dimasukkan

dalam cryovial dan disimpan dalam ultrafreezer. Penelitian ini menggunakan rancangan petak tersarang, petak utama adalah periode simpan terdiri atas enam taraf (0, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 hari setelah penyimpanan (HSP)), dan anak petak adalah lama pengeringan dalam MgCl2 terdiri dari

empat taraf (0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan (JP)).

(28)

Berikut merupakan model rancangan dalam penelitian ini : Yijk = μ + τi + (ατ)ij + βj + (τβ)ij + εijk

Yijk = respon pengamatan faktor 1 perlakuan ke-i, faktor 2 perlakuan ke- j,

ulangan ke-k

μ = nilai rataan umum

τi = lama penyimpanan serbuk sari perlakuan (petak utama) ke-i (ατ)ij = ulangan tersarang dalam penyimpanan

βj = lama pengeringan serbuk sariperlakuan (anak petak) ke-j

(τβ)ij = interaksi lama penyimpanan dengan lama pengeringan serbuk sari

εijk = pengaruh galat penelitian (experimental error)

Data dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata maka akan dilanjutkan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995).

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida

Percobaan ini menggunakan rancangan petak tersarang, dengan tiga ulangan, petak utama adalah periode simpan terdiri atas enam taraf (2, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari setelah penyimpanan (HSP)), anak petak adalah lama pengeringan dalam MgCl2 terdiri dari empat taraf (0, 8, 16, dan 24 jam

pengeringan (JP)). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Total satuan percobaan yaitu 72 satuan percobaan.

Tanaman induk betina mentimun (KE014F) dipersiapkan untuk penyerbukan buatan. Untuk setiap periode simpan, ditanam sebanyak 60 tanaman induk betina untuk proses penyerbukan. Total tanaman yang digunakan untuk keseluruhan periode simpan, sebanyak 360 tanaman. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap pembentukan buah, hasil benih, dan mutu benih (daya berkecambah dan bobot 1000 butir).

Pembentukan buah dihitung dengan rumus :

(29)

Hasil benihdihitung dengan rumus :

Penghitungan daya berkecambah benih dihitung dengan rumus:

Data dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan

Panen serbuk sari dimulai dengan panen bunga pada satu hari sebelum antesis, dilanjutkan dengan melepaskan antera dari struktur bunga. Antera yang sudah diekstrak dari bunga kemudian dikeringkan dalam ruang ber-AC dengan suhu 22-250C, RH 60% selama 24 jam (Gambar 1A). Setelah antera mengering dilanjutkan dengan ekstraksi serbuk sari dari antera. Serbuk sari yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam boks berisi MgCl2 (Gambar 1B) sesuai dengan

perlakuan lama pengeringan.

Gambar 1. Tahap pengeringan dalam pengolahan serbuk sari: A. Pengeringan antera dalam ruangan ber-AC selama 24 jam; dan B. Pengeringan serbuk sari dalam MgCl2 sesuai dengan perlakuan

(30)

Pengujian kadar air serbuk sari dilakukan dengan metode oven suhu tinggi 130-133°C selama 1 jam, dengan menggunakan bahan uji serbuk sari sebanyak 1 ml/cawan porselen. Berat 1 ml serbuk sari yaitu 0.581 gram. Terdapat tiga ulangan untuk setiap perlakuan pengeringan, yang setiap ulangan terdiri dari dua cawan porselen sebagai ulangan dalam cawan.

Kadar air serbuk sari dihitung berdasarkan rumus:

KA (%) = (M2-M1) - (M3-M1) x 100%

(M2-M1) dimana:

M1: berat cawan sebelum dioven (gram)

M2: berat cawan dan bahan sebelum dioven (gram) M3: berat cawan dan bahan setelah dioven (gram)

Pengecambahan dilakukan dalam media pengecambah serbuk sari (PGM F), dengan deckglass dan diinkubasi selama 4 jam. Pengecambahan diulang enam kali, dan setiap ulangan terdiri dari tiga deckglass, sehingga untuk setiap minggu pengamatan diamati sebanyak 72 deckglass (setiap

deckglass diamati enam bidang pandang dengan mikroskop cahaya perbesaran

100X).

Daya berkecambah (DB) dihitung dengan menggunakan rumus :

DB (%) = jumlah serbuk sari yang berkecambah pada bidang pandang x 100% total serbuk sari yang dikecambahkan pada bidang pandang

Serbuk sari yang sudah diekstrak, kemudian dikeringkan dalam kotak yang berisi MgCl2 dengan volume 2 liter dengan berat 1.6 kg, dan diletakkan

dalam ruang ber-AC. Pengamatan kadar air dan viabilitas serbuk sari dilakukan setiap delapan jam selama 24 jam pengeringan.

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan

Serbuk sari yang telah dikeringkan dengan MgCl2 kemudian

(31)

berisi 0.5 ml setara dengan 0.2905 g serbuk sari. Setiap satuan pengamatan di penyimpanan, memiliki cryovial berisi serbuk sari yang terpisah sesuai dengan waktu pengamatan setiap minggunya. Sebelum dikecambahkan cryovial

dikeluarkan dari ultra freezer dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 30 menit (defrosting) kemudian dikecambahkan dengan menggunakan media PGMF. Pengamatan daya berkecambah dilakukan setiap 7 hari dari 0 HSP sampai dengan 56 HSP.

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida

Percobaan ini dilakukan di screen house. Benih mentimun direndam dalam air hangat dan disemai di atas kertas yang dilembabkan kemudian disimpan dalam germinator. Keesokan harinya benih yang telah berkecambah ditanam dalam polibag dan 4 hari kemudian dipindah tanam ke lahan. Untuk setiap periode simpan, membutuhkan tanaman betina yang ditanam 30 hari sebelum waktu penyerbukan buatan. Proses panen dilakukan 30 hari setelah penyerbukan buatan. Waktu penyerbukan dilakukan antara pukul 07.00-09.00 WIB. Sehari sebelum penyerbukan buatan, bunga betina mentimun disungkup untuk bahan penyerbukan esok hari. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyerbukan oleh serangga penyerbuk.

Pengamatan

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Produksi serbuk sari berasal dari populasi tanaman jantan KE014 sebanyak 10,000 populasi pada areal tanam seluas 4,400 m2. KE014 merupakan kode produksi tanaman mentimun yang hanya menghasilkan bunga jantan dengan perkiraan tiap tanaman menghasilkan ±10 bunga jantan sebagai sumber serbuk sari. Hasil kalibrasi menunjukkan 1,000 bunga setara 1 liter yang akan menghasilkan antera sebesar ±14.036 gram bobot basah. Setelah pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam (tahap pengeringan pertama), 1 liter bunga jantan mentimun KE014 setelah ekstraksi antera menghasilkan serbuk sari sebanyak 0.5 ml.

Proses panen bunga jantan dilakukan pada pagi hari dengan rentang waktu antara pukul 06.30-10.00 WIB dan dalam tahap satu kali panen bunga jantan. Jumlah bunga yang dipanen dari 10,000 tanaman sekitar 200 liter bunga jantan KE014. Antera yang diperoleh dari 200 liter bunga jantan KE014 sekitar 2.807 kg bobot basah yang menghasilkan serbuk sari sebanyak 59.8 mililiter setara 34.743 gram. Screen house yang digunakan pada percobaan tiga memiliki rata-rata suhu harian bulan April-Agustus 2012, minimum 21.70C dan maksimum 28.60C, dengan RH 97.5%.

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan

Percobaan pertama dalam penelitian ini adalah mengukur perubahan kadar air dan viabilitas awal serbuk sari mentimun KE014 selama pengeringan tahap dua dalam boks yang berisi MgCl2. Bunga dipanen sehari sebelum

(33)

sebelum antesis (A-1), akan digunakan sebagai bahan dalam tahap pengeringan pertama (Gambar 2B).

Gambar 2. Panen serbuk sari: A. Bunga mentimun sehari sebelum antesis; dan B. Antera yang sudah dilepaskan dari bunga. Kadar air serbuk sari yang dihasilkan selama perlakuan lama pengeringan menunjukkan nilai yang berbeda (Lampiran 1). Lama pengeringan secara sangat nyata mempengaruhi tolok ukur kadar air dan viabilitas awal serbuk sari (Lampiran 2). Hasil sidik ragam menunjukkan lama pengeringan berpengaruh terhadap perubahan kadar air dan viabilitas awal serbuk sari yang dihasilkan (Lampiran 3 dan Lampiran 4).

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air serbuk sari agar lebih tahan simpan. Pengeringan serbuk sari pada 8 jam pertama menurunkan kadar air serbuk sari mentimun KE014 dari 12.05% menjadi 6.71%, menurun hampir separuhnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perubahan kadar air dan viabilitas serbuk sari KE014 selama pengeringan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata

pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. (t)Data yang dianalisis adalah data

yang telah ditransformasi . Angka dalam kurung menunjukkan

persentase penurunan/kenaikan kadar air dan viabilitas serbuk sari dari kontrol.

Lama pengeringan (jam) Kadar air (%) Viabilitas (%)

0 12.05a 10.16b

8 6.71b (-44.3) 25.60a (151.9)

(34)

Penurunan kadar air sebesar 44.3% ini memberikan indikasi bahwa sebagian besar air bebas yang terdapat di permukaan dan yang terkandung dalam serbuk sari terabsorbsi oleh MgCl2. Pengeringan dalam MgCl2

menurunkan kadar air yang diharapkan dapat memperpanjang daya simpannya. Penurunan kadar air setelah pengeringan 8 jam terjadi dengan laju yang lebih rendah. Pada awal pengeringan, penurunan kadar air serbuk sari terjadi lebih cepat dan berangsur perlahan ketika mencapai kadar air seimbang. Kadar air seimbang terjadi ketika kandungan uap air bahan dengan lingkungan telah seimbang. Setelah 24 jam kadar air serbuk sari sebesar 5.76%.

Serbuk sari yang tidak dikeringkan dalam MgCl2 (0 JP) memiliki kadar

air tertinggi dibandingkan perlakuan lain sebesar 12.05% dan nilai daya berkecambah terendah sebesar 10.16%. Kadar air tinggi yang terkandung dalam serbuk sari menunjukkan bahwa enzim-enzim dalam serbuk sari masih bekerja aktif yang menyebabkan tingginya laju respirasi, sehingga serbuk sari lebih cepat kehilangan energi.

Rahn (1991) menyatakan bahwa senyawa-senyawa Mg, seperti MgCl2

dan MgSO4 yang terdapat dalam garam mempunyai kemampuan menyerap air

sangat besar, sehingga jika garam berada di udara dengan kelembaban tinggi akan mampu mengabsorb air dalam jumlah besar dan pada akhirnya akan meningkatkan jumlah kandungan air pada garam. Saksono (2000) menyatakan bahwa MgCl2 merupakan salah satu senyawa yang bersifat higroskopis.

(35)

antesis dapat terus berlangsung selama dalam proses pengeringan, sehingga terjadi peningkatan daya berkecambah.

Connor dan Towill (1993) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari menggunakan MgCl2 yang diujikan pada serbuk sari spruce (Gymnospermae),

pinus, pecan (sejenis kemiri), cattail (tanaman rawa), dan jagung dengan kisaran RH 33% menunjukkan terjadinya dehidrasi yang cepat pada serbuk sari. Kadar air yang diperoleh setelah delapan jam pengeringan dalam MgCl2,

serbuk sari tanaman spruce, pinus, pecan, cattail , dan jagung masing-masing sebesar 5.0%, 5.4%, 3.2%, 3.6%, dan 5.9%.

Daniel (2011) mengeringkan serbuk sari yam (Dioscorea alata) selama 24 jam dengan freeze-drying dan disimpan pada suhu -200C, selama 30 dan 400 hari. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari setelah disimpan sebesar 65.6% dan 51.3% dengan metode pewarnaan. Viabilitas serbuk sari setelah disimpan dengan metode perkecambahan secara

in vitro sebesar 0%. Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa serbuk sari yam termasuk kategori semi-rekalsitran, dimana serbuk sari rentan terhadap kondisi kekeringan sehingga membutuhkan tingkat kadar air tertentu untuk dapat mempertahankan viabilitasnya di penyimpanan. Menurut Ngu (1991), serbuk sari yam mempunyai karakter fisik yang lengket, memberikan indikasi bahwa serbuk sari memiliki tingkat kelembaban yang tinggi.

Serbuk sari yang tetap menunjukkan viabilitasnya setelah proses pengeringan dengan kadar air yang rendah disebut tipe toleran pengeringan, sedangkan serbuk sari yang kehilangan viabilitasnya setelah mengalami pengeringan dengan kadar air yang rendah disebut tipe peka pengeringan Beberapa serbuk sari tipe toleran pengeringan berhasil mempertahankan viabilitasnya setelah mengalami pengeringan pada tingkat kadar air 5-7%. (Towill, 1981; Copes, 1985).

(36)

kadar air serbuk sari dengan perlakuan lama pengeringan serbuk sari. Dengan kata lain, semakin lama pengeringan dalam kisaran 0-24 jam menunjukkan pengaruh penurunan kadar air serbuk sari. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi mendekati 100%, artinya keragaman dari nilai-nilai kadar air dapat dijelaskan oleh hubungan dengan lama pengeringan serbuk sari. Persamaan kuadratik yang diperoleh adalah : Y = 11.84 – 0.7252X + 0.02002X2 (Gambar 3). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk kisaran kadar air serbuk sari 5.76-12.05%. Sidik ragam regresi faktor perlakuan lama pengeringan terhadap kadar air yang dihasilkan memiliki p-value sebesar 0.000** (Lampiran 5).

Gambar 3. Grafik hubungan kuadratik antara lama pengeringan dan kadar air serbuk sari mentimun KE014.

Kadar air serbuk sari mentimun KE014 terlihat mengalami peningkatan setelah 16 JP pada grafik hubungan kuadratik antara lama pengeringan dengan kadar air yang dihasilkan. Hal ini diduga serbuk sari yang mendapat perlakuan 24 JP lebih banyak berhubungan dengan kelembaban udara di luar boks pengeringan. Setiap pengamatan pada interval waktu 0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan dalam boks MgCl2, dilakukan dengan proses buka tutup boks

MgCl2 sehingga mengakibatkan pada perlakuan 24 JP serbuk sari lebih banyak

(37)

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan

Fariroh et al. (2011) menyatakan bahwa dibandingkan dengan freezer

(-1.75±1)0C dan deep freezer (-20±2)0C, ruang simpan serbuk sari mentimun terbaik adalah ultra freezer (-79±2)0C. Dalam penelitian ini interaksi antara lama pengeringan dan periode simpan berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh interaksi periode simpan dan lama pengeringan terhadap viabilitas serbuk sari KE014

Serbuk sari yang tidak dikeringkan dalam MgCl2 (0 JP) memiliki daya

berkecambah awal yang paling rendah sebesar 10.16%. Berdasarkan pengamatan, serbuk sari tanpa pengeringan hanya dapat disimpan untuk jangka pendek. Daya berkecambah serbuk sari 0 JP pada 56 hari setalah simpan sebesar 3.68%. Hanna dan Towill (1995) menyatakan bahwa serbuk sari dengan kadar air yang tinggi dan disimpan pada suhu rendah dapat menyebabkan pembentukan es intraseluler, kematian sel dan penurunan perkecambahan.

Pengeringan serbuk sari selama delapan jam cukup memadai untuk menurunkan kadar air serbuk sari untuk disimpan. Selama 56 hari penyimpanan, daya berkecambah serbuk sari tetap terjaga sebesar 24.56%, dengan persentase penurunan sebesar 4.06%. Data ini menunjukkan pengeringan serbuk sari selama delapan jam cukup untuk mempertahankan daya berkecambah selama 56 hari penyimpanan.

(38)

menghasilkan tabung serbuk sari minimum sepanjang diameter serbuk sari. Serbuk sari 0 JP yang diamati empat jam setelah pengecambahan menunjukkan sebagian besar serbuk sari tidak menghasilkan tabung serbuk sari (Gambar 4A), sementara serbuk sari yang dikeringkan selama delapan jam banyak yang membentuk tabung serbuk sari cukup panjang empat jam setelah pengecambahan (Gambar 4B).

Gambar 4. Serbuk sari KE014 empat jam setelah pengecambahan dalam PGMF: A. Serbuk sari tanpa pengeringan (0 JP); dan B. Serbuk sari yang telah dikeringkan delapan jam (8 JP). b=berkecambah; tb=tidak berkecambah; perbesaran 100X.

Daya berkecambah serbuk sari berfluktuasi selama penyimpanan dalam

ultra freezer, diduga karena kondisi pengecambahan serbuk sari yang berbeda/beragam. Menurut Hecker dan McClintock (1988), nilai daya berkecambah serbuk sari yang tidak konsisten, dapat disebabkan oleh kondisi dan teknik pengecambahan, serta lingkungan produksi serbuk sari.

Perlakuan 16 JP dan 24 JP menunjukkan daya berkecambah di minggu awal saja tetap tinggi, namun mengalami penurunan di minggu-minggu berikutnya. Daya berkecambah serbuk sari pada 24 JP meningkat selama di penyimpanan sampai 7 HSP menjadi 35.73%, namun di periode penyimpanan selanjutnya daya berkecambah serbuk sari cenderung menurun hingga di akhir pengamatan 56 HSP menjadi 16.30%. Hal ini diduga serbuk sari pada perlakuan 24 JP mencapai fase matang (daya berkecambah serbuk sari maksimum) saat periode penyimpanan 7 HSP.

Interaksi antara lama pengeringan dan periode simpan berpengaruh terhadap viabilitas serbuk sari mentimun KE014 (Lampiran 6). Perlakuan

(39)

faktor tunggal lama pengeringan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas serbuk sari mentimun (Lampiran 7 dan Lampiran 8).

Hasil uji F pengaruh periode penyimpanan dan lama pengeringan terhadap viabilitas serbuk sari memiliki nilai koefisien keragaman yang bervariasi dan viabilitas yang berfluktuasi selama penyimpanan (Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11). Serbuk sari mentimun KE014 mempunyai kadar air dan viabilitas awal yang berbeda-beda berdasarkan lama waktu pengeringan serbuk sari.

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan serbuk sari mentimun KE014 yang telah mendapatkan perlakuan pengeringan dan penyimpanan dalam produksi benih hibrida. Serbuk sari yang digunakan untuk penyerbukan dimasukkan dalam boks berisi dry ice dalam suhu ruang (25-270C) selama 30 menit. Bunga yang akan diserbuk, disungkup sehari sebelum penyerbukan.

Penyungkupan dilakukan pada sore hari terhadap bunga yang masih kuncup (Gambar 5A). Hal ini dilakukan untuk menghindarkan bunga dari penyerbukan oleh serangga penyerbuk. Penyerbukan buatan dilakukan pada pagi hari dengan rentang waktu penyerbukan antara pukul 07.00-09.00 WIB (Gambar 5B).

(40)

Keberhasilan pembentukan buah hasil penyerbukan, dapat dilihat dalam jangka waktu 4 hari setelah penyerbukan yang ditandai dengan ovarium yang membesar (Gambar 6A dan 6B). Pada tanaman Chaenomeles japonica

(Maloideae, Rosaceae, fertilisasi paling cepat terjadi tiga hari setelah proses penyerbukan (Kaufmane dan Rumpunen, 2001). Bunga-bunga yang tidak berkembang atau gagal membentuk buah, akan berubah warnanya menjadi kuning dan akhirnya rontok (Gambar 6C).

Gambar 6. Pembentukan buah mentimun KE014: A. 4 hari setelah penyerbukan; B. 7 hari setelah penyerbukan; dan C. Bunga yang gagal membentuk buah.

Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan terhadap peubah pembentukan buah, hasil benih, daya berkecambah, dan bobot 1000 butir benih menunjukkan nilai yang berbeda. Interaksi antara periode simpan dan lama pengeringan berpengaruh terhadap bobot 1000 butir benih (Tabel 3).

Tabel 3. Sidik ragam pengaruh periode simpan, lama pengeringan, dan interaksinya pada produksi benih mentimun KE014

Peubah Perlakuan dan interaksinya

PS LP PSxLP KK (%)

Pembentukan buah ** ** tn 20.21

Hasil benih tn ** tn 28.67

Daya berkecambah ** ** tn 2.27

Bobot 1000 butir ** tn * 3.90

(41)

benih (Lampiran 12 dan 13). Penyerbukan yang berhasil menyebabkan terjadinya fertilisasi dan kemudian dilanjutkan dengan proses pembentukan buah dan biji (Darmono, 2003). Persentase pembentukan buah dihitung berdasarkan perbandingan banyaknya buah yang terbentuk dari keseluruhan bunga yang diserbuki (Rosati et al., 2010). Banyaknya jumlah serbuk sari yang menempel pada permukaan stigma dapat menyebabkan meningkatnya perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan tabung serbuk sari dalam stilus dan berpengaruh terhadap keberhasilan pembentukan buah (Marcucci dan Visser, 1987).

Perlakuan serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP)

menunjukkan nilai rata-rata persentase pembentukan buah yang terendah (5.23%) dibandingkan perlakuan 8, 16, dan 24 JP (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari

kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi ( ); KK= 20.21%.

Rendahnya persentase pembentukan buah pada serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP), diduga karena serbuk sari memiliki struktur

yang menggumpal (tidak remah), sehingga saat dilakukan penyerbukan buatan, serbuk sari tidak menempel seutuhnya pada kepala putik. Selain itu kadar air (12.05%) yang tinggi pada serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP)

(42)

Perlakuan tanpa pengeringan (0 JP) menunjukkan nilai rata-rata persentase hasil benih yang paling rendah dibandingkan perlakuan pengeringan (Tabel 5). kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi ( ); KK= 28.67%

Berdasarkan data dalam Tabel 4 dan Tabel 5, serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) menunjukkan nilai rata-rata persentase

pembentukan buah (5.23%) dan hasil benih (35.69%) yang rendah. Serbuk sari yang telah dikeringkan dalam MgCl2 selama 8, 16, dan 24 jam pengeringan

mempunyai potensi pembentukan buah dan hasil benih yang lebih tinggi. Nilai rata-rata persentase pembentukan buah untuk serbuk sari 8, 16, dan 24 JP berturut-turut yaitu 25.67%, 20.34%, dan 23.17%; sedangkan persentase hasil benih yaitu 87.04%, 83.47%, dan 77.89%. Keberhasilan pembentukan buah tergantung kepada proses perkecambahan serbuk sari dan proses pertumbuhan tabung serbuk sari di dalam ovari (Reddy dan Kakani, 2007). Nilai rata-rata persentase hasil benih yang rendah pada serbuk sari 0 JP diduga disebabkan oleh serbuk sari tidak mampu berkecambah membentuk tabung serbuk sari yang dapat membuahi ovul yang nantinya akan berkembang menjadi biji. Melalui pengamatan pengecambahan in vitro, serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) menghasilkan tabung serbuk sari yang lebih pendek jika

(43)

Buah mentimun KE014 yang terbentuk dari hasil penyerbukan buatan yang dipanen 30 hari setelah penyerbukan mempunyai ukuran yang bervariasi (Gambar 7A) yang disebabkan oleh hasil biji yang berbeda (Gambar 7B).

Gambar 7. Hasil penyerbukan buatan pada KE014: A. Ukuran buah yang bervariasi; dan B. Hasil biji yang berbeda.

Buah mentimun hasil penyerbukan buatan menunjukkan bentuk buah yang bervariasi, yang diduga diakibatkan dari hasil biji yang berbeda melalui proses pengisian biji oleh tabung serbuk sari pada ovul pada saat terjadi fertilisasi di dalam ovari. Serbuk sari KE014 yang tidak dikeringkan dalam MgCl2 (0 JP) ketika digunakan untuk menyerbuk, menghasilkan benih dengan

(44)

Tabel 6. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari pada tingkat kepercayaan 95% DMRT; KK= 2.27%

Rata-rata daya berkecambah benih yang dihasilkan dari serbuk sari yang dikeringkan pada berbagai lama pengeringan, tidak berbeda antara pengeringan 8 jam (99.63%), 16 jam (99.56%), dan 24 jam (98.36%), walaupun yang berasal dari serbuk sari yang tidak dikeringkan dalam MgCl2

(0 JP) memiliki rata-rata daya berkecambah yang lebih rendah sebesar 95.58%. Namun demikian nilai rata-rata persentase perkecambahan serbuk sari untuk semua perlakuan lebih dari 90%. Wijoyo (2012) menyatakan salah satu kriteria benih mentimun hibrida yang baik yaitu daya tumbuhnya lebih dari 90%. Interaksi periode simpan dan lama pengeringan tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah benih mentimun KE014 (Lampiran 14).

(45)

kebasah-basahan yang berubah menjadi lunak dan berwarna coklat pada buah. Rata-rata bobot 1000 butir benih periode 28 HSP terendah sebesar 25.58 g.

Tabel 7. Pengaruh interaksi periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari terhadap bobot 1000 butir benih mentimun KE014

Lama pengeringan (jam)

Periode simpan (HSP)

Rata-rata 2 7 14 21 28 56

……… (gram)………

0 29.75a-c 30.25ab 30.99a 28.97a-c 28.24bc 29.57a-c 29.62

8 30.66a 30.66a 30.99a 28.43bc 24.82d 29.38a-c 29.15

16 30.81a 30.02ab 31.05a 28.08bc 23.86d 30.12ab 28.99

24 29.96a-c 30.82a 30.81a 27.79c 25.43d 30.81a 29.27

Rata-rata 30.29a 30.44a 30.96a 28.31b 25.58c 29.97a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama, menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% DMRT; KK= 3.90%

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penurunan kadar air serbuk sari mentimun KE014 yang dikeringkan dalam boks berisi MgCl2 terjadi selama 8 jam pertama, pengeringan selanjutnya

tidak menurunkan kadar air secara nyata.

2. Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 selama 8 jam dengan MgCl2

dapat mempertahankan daya berkecambah serbuk sari selama kisaran waktu 56 hari penyimpanan dalam ultrafreezer (-79±2)0C.

Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 selama 24 jam dengan MgCl2

dapat digunakan untuk penyimpanan jangka pendek selama kisaran waktu 7 hari penyimpanan dalam ultrafreezer (-79±2)0C.

3. Pengeringan serbuk sari mentimun KE014 dalam boks berisi MgCl2,

meningkatkan produksi benih hibrida, tetapi tidak mempengaruhi mutu benih yang dihasilkan.

Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek =55&notab=20. [21 Januari 2013].

Bolat, I. and L. Pirlak. 1999. An investigation on pollen viability, germination, and tube growth in some stone fruits. J. Agric. For. 99(23):383-388.

Bonner, F. T. 1995. Measurement and Management of Tree Seed Moisture. Technical Note. No. 1. Danida Forest Seed Centre.

Brewbaker, J.I. 1963. Pollen cytology and self incompatibility systems in plants. J. Her. 48:271-277.

Connor, K.F. and L.E. Towill. 1993. Pollen handling protocol and hydration/dehydration characteristics of pollen for application to long-term storage. Euphytica 68:77-84.

Copes, D.L. 1985. Fertility of Douglas-fir pollen after one year of storage in liquid nitrogen. For. Sci. 31: 569-574.

Dafni A. and D. Firmage. 2000. Pollen viability and longevity: practical, ecological and evolutionary implications. Plant Syst. Evol. 222:113-132.

Daniel, I.O. 2011. Exploring storage protocols for yam (Dioscorea spp.) pollen genebanking. Afr. J. Biotech. 10(42):8306-8311.

Darjanto dan S. Satifah. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT Gramedia. Jakarta. 156 hal.

Darmono. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 78 hal.

Delaplane, K.S. and D.F. Mayer. 2009. Cucumber. http://ag.udel.edu/ enwc/ faculty/dmcaron/Pollination/cucumber.html. [18 Januari 2012].

(48)

Fariroh, I., E.R. Palupi, dan D.S. Wahyudin. 2011. Media perkecambahan dan kondisi ruang simpan serbuk sari mentimun (Cucumis sativus L.). Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Perhimpunan Hortikultura Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. Lembang. 431-438.

Flint, S.D. and M.M. Caldwell. 1986. Comparative sensitivity of binucleate and trinucleate pollen to ultraviolet radiation. Euphytica G8:211-222. Galletta, G. J. 1983. Pollen and seed management p. 23-35. In: J. N. More and

J. Janick (Eds.). Methods in Fruit Breeding. Purdue Univ. Press. West Lavayette Ind.

Gay, C., C. Kerhoas, and C. Dumas. 1987. Quality of a stress-sensitive

Cucurbita pepo L. pollen. Planta 171:82–87.

Georgieva, D. and M.M. Kruleva. 1994. Cytochemical investigation of long-term stored maize pollen. Euphytica 72:87–94.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Hanna, W.W. and L.E. Towil. 1995. Long-term pollen storage. Plant Breeding Rev. 13:179-207.

Hecker, R.J. and M. McClintock. 1988. Sugarbeet pollen germination in vitro. J. Sugar Beet Res. 25:42-54.

Hong, T. D., R. H. Ellis, J. Buitink, C. Walters, F.A. Hoekstra, and J. Cranes. (1999). A model of the effect of temperature and moisture on pollen longevity in air-dry storage environment. Ann. Bot. 83:167-173. Hossain, M. A., M.R. Karim, S. Begum, and M.A. Haque. 2002. Effect of

cephalexin on sex expression, fruit development and yield of cucumber (Cucumis sativus L.). J. Biol. Sci. 2(10):656-658.

ISTA. 2006. International Rules for Seed Testing. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. CH-Switzerland.

Kakani, V.G., P.V.V. Prasad, P.Q. Craufurd, and T.R. Wheeler. 2002. Response of in vitro pollen germination and pollen tube growth of groundnut (Arachis hypogaea L.) genotypes to temperature. Plant Cell Environ. 25:1651–1661.

(49)

Kaufmane, E. and K. Rumpunen. 2001. Pollination, pollen tube growth and fertilization in Chaenomeles japonica (Japanese quince). Sci. Hort. 94:257–271.

Kearns, C.A. and D.W. Inouye. 1993. Techniques for Pollination Biologists. University Press of Colorado, Niwot, CO. 583 p.

Khan, S.A. and A. Perveen. 2009. Maintenance of pollen germination capacity of Glycine max (L.) Merr., (Papilionaceae). Pak. J. Bot. 41(5):2083-2086.

Lee, C.W., J.C. Thomas, and S.L. Buchmann. 1985. Factors affecting in vitro germination and storage of jojoba pollen. J. Am. Soc. Hort. Sci. 110:671–676.

Loguercio, L.L. (2002). Pollen treatment in high osmotic potencial : a simple tool for in vitro preservation and manipulation of viability in gametophytic populations. Braz. J. Plant Physiol. 14:65-70.

Lora, J., M.A.P. Oteyza, P. Fuentetaja, and J.I. Hormanza. 2005. Low temperature storage and in vitro germination of cherimoya (Annona cherimola Mill.) pollen. Sci. Hort. 108(2006):91-94.

Lubis, U.A. 1993. Pedoman Pengadaan Benih Kelapa Sawit. Pematang Siantar: Pusat Penelitan Kelapa Sawit.

Marcellis, L. F. M. 1993. Fruit shape in cucumber as influenced by position within the palant, fruit load and temperature. Sci. Hort. 56:299-308. Marcelis, L.F.M. and L.R. Baan Hofman-Eijer. 1993. Cell division and

expansion in the cucumber fruit. J. Hort. Sci. 68:665–671.

Marcucci, M.C. and T. Visser. 1987. Pollen tube growth in apple and pear styles in relation to self-incompatibility, incongruity and pollen load. Adv. Hort. Sci. 1:90-94.

Melati. 2009. Pembungaan dan penyerbukan pada jambu mete (Anacardium occidentale L.). Perkembangan Teknologi TRO. 21(2)56-63.

Metz, C., A. Nerd, and Y. Mizrahi. 2000. Viability of pollen of two fruit crop Cacti of the genus Hylocereus is affected by temperature and duration of storage. Hort. Sci. 35(2):199-201.

Gambar

Gambar 1. Tahap
Gambar 2.  Panen serbuk sari: A. Bunga mentimun sehari sebelum
Gambar 5. Hibridisasi:
Tabel 3.  Sidik ragam pengaruh periode simpan, lama pengeringan, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Begitulah yang dirasakan David Kim (John Cho) ketika mencari tahu keberadaan putrinya, Margot, yang menghilang dengan menelusuri jejak digital. Ia yang semula menganggap

Cakupan pelayanan teknis ATB selama 19 tahun menjadi perusahaan air minum di Pulau Batam mengalami peningkatan yang baik seiring dengan pertumbuhan penduduk di

Sapi Jepang coklat memiliki kualitas daging yang lebih rendah namun memiliki angka pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Buang air besar di kebun dinilai biasa, kebiasaan buang air besar dikebun yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Desa Pagar Gading telah berlangsung sejak lama, perilaku

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kos keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan asing dan meningkatkan kebijakan utang perusahaan.. Perusahaan dengan

data yang masuk/keluar dari suatu level harus sama dengan alur data. yang masuk/keluar pada

rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pacar air (Impatiens balsamina L.) terhadap

Pengklasifikasian 2 kelas paslon 01 mendapatkan f- measure kelas negatif yang lebih banyak dari paslon 02 yaitu sebesar 0,78 untuk paslon 01 dan sebesar 0,76 untuk