• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan ini menggunakan rancangan petak tersarang, dengan tiga ulangan, petak utama adalah periode simpan terdiri atas enam taraf (2, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari setelah penyimpanan (HSP)), anak petak adalah lama pengeringan dalam MgCl2 terdiri dari empat taraf (0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan (JP)). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Total satuan percobaan yaitu 72 satuan percobaan.

Tanaman induk betina mentimun (KE014F) dipersiapkan untuk penyerbukan buatan. Untuk setiap periode simpan, ditanam sebanyak 60 tanaman induk betina untuk proses penyerbukan. Total tanaman yang digunakan untuk keseluruhan periode simpan, sebanyak 360 tanaman. Pengamatan yang dilakukan yaitu terhadap pembentukan buah, hasil benih, dan mutu benih (daya berkecambah dan bobot 1000 butir).

Pembentukan buah dihitung dengan rumus :

Hasil benihdihitung dengan rumus :

Penghitungan daya berkecambah benih dihitung dengan rumus:

Data dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut DMRT pada taraf α = 0.05 (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan

Panen serbuk sari dimulai dengan panen bunga pada satu hari sebelum antesis, dilanjutkan dengan melepaskan antera dari struktur bunga. Antera yang sudah diekstrak dari bunga kemudian dikeringkan dalam ruang ber-AC dengan suhu 22-250C, RH 60% selama 24 jam (Gambar 1A). Setelah antera mengering dilanjutkan dengan ekstraksi serbuk sari dari antera. Serbuk sari yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam boks berisi MgCl2 (Gambar 1B) sesuai dengan perlakuan lama pengeringan.

Gambar 1. Tahap pengeringan dalam pengolahan serbuk sari: A. Pengeringan antera dalam ruangan ber-AC selama 24 jam; dan B. Pengeringan serbuk sari dalam MgCl2 sesuai dengan perlakuan lama pengeringan.

Pengujian kadar air serbuk sari dilakukan dengan metode oven suhu tinggi 130-133°C selama 1 jam, dengan menggunakan bahan uji serbuk sari sebanyak 1 ml/cawan porselen. Berat 1 ml serbuk sari yaitu 0.581 gram. Terdapat tiga ulangan untuk setiap perlakuan pengeringan, yang setiap ulangan terdiri dari dua cawan porselen sebagai ulangan dalam cawan.

Kadar air serbuk sari dihitung berdasarkan rumus:

KA (%) = (M2-M1) - (M3-M1) x 100%

(M2-M1) dimana:

M1: berat cawan sebelum dioven (gram)

M2: berat cawan dan bahan sebelum dioven (gram) M3: berat cawan dan bahan setelah dioven (gram)

Pengecambahan dilakukan dalam media pengecambah serbuk sari (PGM F), dengan deckglass dan diinkubasi selama 4 jam. Pengecambahan diulang enam kali, dan setiap ulangan terdiri dari tiga deckglass, sehingga untuk setiap minggu pengamatan diamati sebanyak 72 deckglass (setiap

deckglass diamati enam bidang pandang dengan mikroskop cahaya perbesaran

100X).

Daya berkecambah (DB) dihitung dengan menggunakan rumus :

DB (%) = jumlah serbuk sari yang berkecambah pada bidang pandang x 100% total serbuk sari yang dikecambahkan pada bidang pandang

Serbuk sari yang sudah diekstrak, kemudian dikeringkan dalam kotak yang berisi MgCl2 dengan volume 2 liter dengan berat 1.6 kg, dan diletakkan dalam ruang ber-AC. Pengamatan kadar air dan viabilitas serbuk sari dilakukan setiap delapan jam selama 24 jam pengeringan.

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan

Serbuk sari yang telah dikeringkan dengan MgCl2 kemudian dimasukkan dalam cryovial dan disimpan dalam ultrafreezer. Satu boks penyimpanan berisi 36 cryovial untuk pengujian viabilitas, dan setiap cryovial

berisi 0.5 ml setara dengan 0.2905 g serbuk sari. Setiap satuan pengamatan di penyimpanan, memiliki cryovial berisi serbuk sari yang terpisah sesuai dengan waktu pengamatan setiap minggunya. Sebelum dikecambahkan cryovial

dikeluarkan dari ultra freezer dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 30 menit (defrosting) kemudian dikecambahkan dengan menggunakan media PGMF. Pengamatan daya berkecambah dilakukan setiap 7 hari dari 0 HSP sampai dengan 56 HSP.

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida

Percobaan ini dilakukan di screen house. Benih mentimun direndam dalam air hangat dan disemai di atas kertas yang dilembabkan kemudian disimpan dalam germinator. Keesokan harinya benih yang telah berkecambah ditanam dalam polibag dan 4 hari kemudian dipindah tanam ke lahan. Untuk setiap periode simpan, membutuhkan tanaman betina yang ditanam 30 hari sebelum waktu penyerbukan buatan. Proses panen dilakukan 30 hari setelah penyerbukan buatan. Waktu penyerbukan dilakukan antara pukul 07.00-09.00 WIB. Sehari sebelum penyerbukan buatan, bunga betina mentimun disungkup untuk bahan penyerbukan esok hari. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyerbukan oleh serangga penyerbuk.

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam percobaan satu adalah kadar air dan viabilitas serbuk sari selama pengeringan. Peubah yang diamati dalam percobaan dua adalah viabilitas serbuk sari selama penyimpanan. Peubah yang diamati dalam percobaan tiga adalah pembentukan buah, hasil benih, dan mutu benih (daya berkecambah dan bobot 1000 butir).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Produksi serbuk sari berasal dari populasi tanaman jantan KE014 sebanyak 10,000 populasi pada areal tanam seluas 4,400 m2. KE014 merupakan kode produksi tanaman mentimun yang hanya menghasilkan bunga jantan dengan perkiraan tiap tanaman menghasilkan ±10 bunga jantan sebagai sumber serbuk sari. Hasil kalibrasi menunjukkan 1,000 bunga setara 1 liter yang akan menghasilkan antera sebesar ±14.036 gram bobot basah. Setelah pengeringan antera dalam ruang AC selama 24 jam (tahap pengeringan pertama), 1 liter bunga jantan mentimun KE014 setelah ekstraksi antera menghasilkan serbuk sari sebanyak 0.5 ml.

Proses panen bunga jantan dilakukan pada pagi hari dengan rentang waktu antara pukul 06.30-10.00 WIB dan dalam tahap satu kali panen bunga jantan. Jumlah bunga yang dipanen dari 10,000 tanaman sekitar 200 liter bunga jantan KE014. Antera yang diperoleh dari 200 liter bunga jantan KE014 sekitar 2.807 kg bobot basah yang menghasilkan serbuk sari sebanyak 59.8 mililiter setara 34.743 gram. Screen house yang digunakan pada percobaan tiga memiliki rata-rata suhu harian bulan April-Agustus 2012, minimum 21.70C dan maksimum 28.60C, dengan RH 97.5%.

Percobaan 1. Perubahan Kadar Air dan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Pengeringan

Percobaan pertama dalam penelitian ini adalah mengukur perubahan kadar air dan viabilitas awal serbuk sari mentimun KE014 selama pengeringan tahap dua dalam boks yang berisi MgCl2. Bunga dipanen sehari sebelum antesis (A-1) (Gambar 2A) untuk menjaga kemurnian serbuk sari dan menghindari kehilangan serbuk sari karena antera yang sudah pecah. Ciri-ciri bunga sehari sebelum antesis adalah bunga masih kuncup dan mahkota yang berwarna kuning sudah tersembul penuh dari kelopak bunga (Fariroh et al., 2011). Antera yang dihasilkan dari proses ekstraksi bunga mentimun sehari

sebelum antesis (A-1), akan digunakan sebagai bahan dalam tahap pengeringan pertama (Gambar 2B).

Gambar 2. Panen serbuk sari: A. Bunga mentimun sehari sebelum antesis; dan B. Antera yang sudah dilepaskan dari bunga. Kadar air serbuk sari yang dihasilkan selama perlakuan lama pengeringan menunjukkan nilai yang berbeda (Lampiran 1). Lama pengeringan secara sangat nyata mempengaruhi tolok ukur kadar air dan viabilitas awal serbuk sari (Lampiran 2). Hasil sidik ragam menunjukkan lama pengeringan berpengaruh terhadap perubahan kadar air dan viabilitas awal serbuk sari yang dihasilkan (Lampiran 3 dan Lampiran 4).

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air serbuk sari agar lebih tahan simpan. Pengeringan serbuk sari pada 8 jam pertama menurunkan kadar air serbuk sari mentimun KE014 dari 12.05% menjadi 6.71%, menurun hampir separuhnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perubahan kadar air dan viabilitas serbuk sari KE014 selama pengeringan

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata

pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. (t)Data yang dianalisis adalah data

yang telah ditransformasi . Angka dalam kurung menunjukkan

persentase penurunan/kenaikan kadar air dan viabilitas serbuk sari dari kontrol.

Lama pengeringan (jam) Kadar air (%) Viabilitas (%)

0 12.05a 10.16b

8 6.71b (-44.3) 25.60a (151.9)

16 5.98bc (-10.8) 10.65b (-58.4) 24 5.76c (-3.7) 22.01a (106.8) KK (%) 4.75 18.49(t)

Penurunan kadar air sebesar 44.3% ini memberikan indikasi bahwa sebagian besar air bebas yang terdapat di permukaan dan yang terkandung dalam serbuk sari terabsorbsi oleh MgCl2. Pengeringan dalam MgCl2

menurunkan kadar air yang diharapkan dapat memperpanjang daya simpannya. Penurunan kadar air setelah pengeringan 8 jam terjadi dengan laju yang lebih rendah. Pada awal pengeringan, penurunan kadar air serbuk sari terjadi lebih cepat dan berangsur perlahan ketika mencapai kadar air seimbang. Kadar air seimbang terjadi ketika kandungan uap air bahan dengan lingkungan telah seimbang. Setelah 24 jam kadar air serbuk sari sebesar 5.76%.

Serbuk sari yang tidak dikeringkan dalam MgCl2 (0 JP) memiliki kadar air tertinggi dibandingkan perlakuan lain sebesar 12.05% dan nilai daya berkecambah terendah sebesar 10.16%. Kadar air tinggi yang terkandung dalam serbuk sari menunjukkan bahwa enzim-enzim dalam serbuk sari masih bekerja aktif yang menyebabkan tingginya laju respirasi, sehingga serbuk sari lebih cepat kehilangan energi.

Rahn (1991) menyatakan bahwa senyawa-senyawa Mg, seperti MgCl2 dan MgSO4 yang terdapat dalam garam mempunyai kemampuan menyerap air sangat besar, sehingga jika garam berada di udara dengan kelembaban tinggi akan mampu mengabsorb air dalam jumlah besar dan pada akhirnya akan meningkatkan jumlah kandungan air pada garam. Saksono (2000) menyatakan bahwa MgCl2 merupakan salah satu senyawa yang bersifat higroskopis.

Pengeringan serbuk sari delapan jam pertama, meningkatkan daya berkecambah serbuk sari sebesar 151.9%, meningkat dari 10.16% menjadi 25.60%. Namun pengeringan delapan jam berikutnya, menunjukkan penurunan menjadi 10.65%. Peningkatan daya berkecambah serbuk sari pada delapan jam pertama, memberikan indikasi bahwa serbuk sari masih dalam fase pemasakan, sebagaimana dilaporkan oleh Fariroh et al. (2011), yang menunjukkan bahwa sebelum antesis proses perkembangan bunga masih berlangsung, termasuk perkembangan serbuk sari di dalam antera, dan diduga proses perkembangan berakhir pada saat antesis. Hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa proses perkembangan serbuk sari dari bunga yang dipanen sebelum

antesis dapat terus berlangsung selama dalam proses pengeringan, sehingga terjadi peningkatan daya berkecambah.

Connor dan Towill (1993) melaporkan bahwa pengeringan serbuk sari menggunakan MgCl2 yang diujikan pada serbuk sari spruce (Gymnospermae), pinus, pecan (sejenis kemiri), cattail (tanaman rawa), dan jagung dengan kisaran RH 33% menunjukkan terjadinya dehidrasi yang cepat pada serbuk sari. Kadar air yang diperoleh setelah delapan jam pengeringan dalam MgCl2, serbuk sari tanaman spruce, pinus, pecan, cattail , dan jagung masing-masing sebesar 5.0%, 5.4%, 3.2%, 3.6%, dan 5.9%.

Daniel (2011) mengeringkan serbuk sari yam (Dioscorea alata) selama 24 jam dengan freeze-drying dan disimpan pada suhu -200C, selama 30 dan 400 hari. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa viabilitas serbuk sari setelah disimpan sebesar 65.6% dan 51.3% dengan metode pewarnaan. Viabilitas serbuk sari setelah disimpan dengan metode perkecambahan secara

in vitro sebesar 0%. Hasil ini menimbulkan dugaan bahwa serbuk sari yam termasuk kategori semi-rekalsitran, dimana serbuk sari rentan terhadap kondisi kekeringan sehingga membutuhkan tingkat kadar air tertentu untuk dapat mempertahankan viabilitasnya di penyimpanan. Menurut Ngu (1991), serbuk sari yam mempunyai karakter fisik yang lengket, memberikan indikasi bahwa serbuk sari memiliki tingkat kelembaban yang tinggi.

Serbuk sari yang tetap menunjukkan viabilitasnya setelah proses pengeringan dengan kadar air yang rendah disebut tipe toleran pengeringan, sedangkan serbuk sari yang kehilangan viabilitasnya setelah mengalami pengeringan dengan kadar air yang rendah disebut tipe peka pengeringan Beberapa serbuk sari tipe toleran pengeringan berhasil mempertahankan viabilitasnya setelah mengalami pengeringan pada tingkat kadar air 5-7%. (Towill, 1981; Copes, 1985).

Hubungan antara pengukuran kadar air dengan lama pengeringan serbuk sari dijelaskan melalui persamaan regresi linier sederhana. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi hubungan lama pengeringan serbuk sari dengan kadar air sebesar 0.952, yang artinya bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara keragaman dalam nilai-nilai

kadar air serbuk sari dengan perlakuan lama pengeringan serbuk sari. Dengan kata lain, semakin lama pengeringan dalam kisaran 0-24 jam menunjukkan pengaruh penurunan kadar air serbuk sari. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi mendekati 100%, artinya keragaman dari nilai-nilai kadar air dapat dijelaskan oleh hubungan dengan lama pengeringan serbuk sari. Persamaan kuadratik yang diperoleh adalah : Y = 11.84 – 0.7252X + 0.02002X2 (Gambar 3). Persamaan tersebut dapat digunakan untuk kisaran kadar air serbuk sari 5.76-12.05%. Sidik ragam regresi faktor perlakuan lama pengeringan terhadap kadar air yang dihasilkan memiliki p-value sebesar 0.000** (Lampiran 5).

Gambar 3. Grafik hubungan kuadratik antara lama pengeringan dan kadar air serbuk sari mentimun KE014.

Kadar air serbuk sari mentimun KE014 terlihat mengalami peningkatan setelah 16 JP pada grafik hubungan kuadratik antara lama pengeringan dengan kadar air yang dihasilkan. Hal ini diduga serbuk sari yang mendapat perlakuan 24 JP lebih banyak berhubungan dengan kelembaban udara di luar boks pengeringan. Setiap pengamatan pada interval waktu 0, 8, 16, dan 24 jam pengeringan dalam boks MgCl2, dilakukan dengan proses buka tutup boks MgCl2 sehingga mengakibatkan pada perlakuan 24 JP serbuk sari lebih banyak mengabsorpsi kelembaban udara dari luar boks. Dengan adanya interaksi serbuk sari dengan udara di luar boks mengakibatkan kadar air serbuk sari mengalami peningkatan dalam grafik hubungan kuadratik (Gambar 3).

Percobaan 2. Perubahan Viabilitas Serbuk Sari Mentimun KE014 selama Penyimpanan

Fariroh et al. (2011) menyatakan bahwa dibandingkan dengan freezer

(-1.75±1)0C dan deep freezer (-20±2)0C, ruang simpan serbuk sari mentimun terbaik adalah ultra freezer (-79±2)0C. Dalam penelitian ini interaksi antara lama pengeringan dan periode simpan berpengaruh terhadap daya berkecambah serbuk sari (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh interaksi periode simpan dan lama pengeringan terhadap viabilitas serbuk sari KE014

Lama pengeringan (jam) Periode simpan (HSP) 0 7 14 21 28 35 42 49 56 ...(%)... 0 10.16k-m 12.79i-l 10.21j-m 4.93op 11.40i-l 6.89m-o 8.59l-n 5.93n-p 3.68p

8 25.60b 24.99b 16.67e-i 14.07h-k 25.36b 17.72c-h 24.27bc 21.36b-e 24.56b

16 10.64j-m 21.93b-g 24.83b 10.78j-m 30.73a 20.67b-g 15.12f-j 17.56d-h 16.16e-i

24 20.65b-f 35.73a 12.54i-l 18.13e-i 15.50g-j 23.95b-d 19.41b-g 16.11e-i 16.30e-i Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada DMRT dengan taraf α= 5%; *KK= 13.60%

Serbuk sari yang tidak dikeringkan dalam MgCl2 (0 JP) memiliki daya berkecambah awal yang paling rendah sebesar 10.16%. Berdasarkan pengamatan, serbuk sari tanpa pengeringan hanya dapat disimpan untuk jangka pendek. Daya berkecambah serbuk sari 0 JP pada 56 hari setalah simpan sebesar 3.68%. Hanna dan Towill (1995) menyatakan bahwa serbuk sari dengan kadar air yang tinggi dan disimpan pada suhu rendah dapat menyebabkan pembentukan es intraseluler, kematian sel dan penurunan perkecambahan.

Pengeringan serbuk sari selama delapan jam cukup memadai untuk menurunkan kadar air serbuk sari untuk disimpan. Selama 56 hari penyimpanan, daya berkecambah serbuk sari tetap terjaga sebesar 24.56%, dengan persentase penurunan sebesar 4.06%. Data ini menunjukkan pengeringan serbuk sari selama delapan jam cukup untuk mempertahankan daya berkecambah selama 56 hari penyimpanan.

Serbuk sari dikategorikan tidak berkecambah jika empat jam setelah pengecambahan tidak menghasilkan tabung serbuk sari, dan berkecambah jika

menghasilkan tabung serbuk sari minimum sepanjang diameter serbuk sari. Serbuk sari 0 JP yang diamati empat jam setelah pengecambahan menunjukkan sebagian besar serbuk sari tidak menghasilkan tabung serbuk sari (Gambar 4A), sementara serbuk sari yang dikeringkan selama delapan jam banyak yang membentuk tabung serbuk sari cukup panjang empat jam setelah pengecambahan (Gambar 4B).

Gambar 4. Serbuk sari KE014 empat jam setelah pengecambahan dalam PGMF: A. Serbuk sari tanpa pengeringan (0 JP); dan B. Serbuk sari yang telah dikeringkan delapan jam (8 JP). b=berkecambah; tb=tidak berkecambah; perbesaran 100X.

Daya berkecambah serbuk sari berfluktuasi selama penyimpanan dalam

ultra freezer, diduga karena kondisi pengecambahan serbuk sari yang berbeda/beragam. Menurut Hecker dan McClintock (1988), nilai daya berkecambah serbuk sari yang tidak konsisten, dapat disebabkan oleh kondisi dan teknik pengecambahan, serta lingkungan produksi serbuk sari.

Perlakuan 16 JP dan 24 JP menunjukkan daya berkecambah di minggu awal saja tetap tinggi, namun mengalami penurunan di minggu-minggu berikutnya. Daya berkecambah serbuk sari pada 24 JP meningkat selama di penyimpanan sampai 7 HSP menjadi 35.73%, namun di periode penyimpanan selanjutnya daya berkecambah serbuk sari cenderung menurun hingga di akhir pengamatan 56 HSP menjadi 16.30%. Hal ini diduga serbuk sari pada perlakuan 24 JP mencapai fase matang (daya berkecambah serbuk sari maksimum) saat periode penyimpanan 7 HSP.

Interaksi antara lama pengeringan dan periode simpan berpengaruh terhadap viabilitas serbuk sari mentimun KE014 (Lampiran 6). Perlakuan

b

tb

faktor tunggal lama pengeringan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas serbuk sari mentimun (Lampiran 7 dan Lampiran 8).

Hasil uji F pengaruh periode penyimpanan dan lama pengeringan terhadap viabilitas serbuk sari memiliki nilai koefisien keragaman yang bervariasi dan viabilitas yang berfluktuasi selama penyimpanan (Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11). Serbuk sari mentimun KE014 mempunyai kadar air dan viabilitas awal yang berbeda-beda berdasarkan lama waktu pengeringan serbuk sari.

Percobaan 3. Pemanfaatan Serbuk Sari Mentimun KE014 dalam Produksi Benih Hibrida

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan serbuk sari mentimun KE014 yang telah mendapatkan perlakuan pengeringan dan penyimpanan dalam produksi benih hibrida. Serbuk sari yang digunakan untuk penyerbukan dimasukkan dalam boks berisi dry ice dalam suhu ruang (25-270C) selama 30 menit. Bunga yang akan diserbuk, disungkup sehari sebelum penyerbukan.

Penyungkupan dilakukan pada sore hari terhadap bunga yang masih kuncup (Gambar 5A). Hal ini dilakukan untuk menghindarkan bunga dari penyerbukan oleh serangga penyerbuk. Penyerbukan buatan dilakukan pada pagi hari dengan rentang waktu penyerbukan antara pukul 07.00-09.00 WIB (Gambar 5B).

Gambar 5. Hibridisasi: A. Penyungkupan bunga sehari sebelum penyerbukan; dan B. Penyerbukan buatan.

Keberhasilan pembentukan buah hasil penyerbukan, dapat dilihat dalam jangka waktu 4 hari setelah penyerbukan yang ditandai dengan ovarium yang membesar (Gambar 6A dan 6B). Pada tanaman Chaenomeles japonica

(Maloideae, Rosaceae, fertilisasi paling cepat terjadi tiga hari setelah proses penyerbukan (Kaufmane dan Rumpunen, 2001). Bunga-bunga yang tidak berkembang atau gagal membentuk buah, akan berubah warnanya menjadi kuning dan akhirnya rontok (Gambar 6C).

Gambar 6. Pembentukan buah mentimun KE014: A. 4 hari setelah penyerbukan; B. 7 hari setelah penyerbukan; dan C. Bunga yang gagal membentuk buah.

Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan terhadap peubah pembentukan buah, hasil benih, daya berkecambah, dan bobot 1000 butir benih menunjukkan nilai yang berbeda. Interaksi antara periode simpan dan lama pengeringan berpengaruh terhadap bobot 1000 butir benih (Tabel 3).

Tabel 3. Sidik ragam pengaruh periode simpan, lama pengeringan, dan interaksinya pada produksi benih mentimun KE014

Peubah Perlakuan dan interaksinya

PS LP PSxLP KK (%)

Pembentukan buah ** ** tn 20.21

Hasil benih tn ** tn 28.67

Daya berkecambah ** ** tn 2.27

Bobot 1000 butir ** tn * 3.90

Keterangan: tn= tidak berpengaruh nyata, *= berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT, **= berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% DMRT, KK= koefisien keragaman, PS (periode simpan), LP (lama pengeringan). Hasil sidik ragam menunjukkan lama pengeringan serbuk sari mentimun KE014 berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan buah dan hasil benih, namun periode simpan tidak berpengaruh nyata terhadap hasil

benih (Lampiran 12 dan 13). Penyerbukan yang berhasil menyebabkan terjadinya fertilisasi dan kemudian dilanjutkan dengan proses pembentukan buah dan biji (Darmono, 2003). Persentase pembentukan buah dihitung berdasarkan perbandingan banyaknya buah yang terbentuk dari keseluruhan bunga yang diserbuki (Rosati et al., 2010). Banyaknya jumlah serbuk sari yang menempel pada permukaan stigma dapat menyebabkan meningkatnya perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan tabung serbuk sari dalam stilus dan berpengaruh terhadap keberhasilan pembentukan buah (Marcucci dan Visser, 1987).

Perlakuan serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) menunjukkan nilai rata-rata persentase pembentukan buah yang terendah (5.23%) dibandingkan perlakuan 8, 16, dan 24 JP (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari terhadap pembentukan buah mentimun KE014

Lama pengeringan (jam)

Periode simpan (HSP) Rata-rata 2 7 14 21 28 56 ……… (%)……… 0 5.08a 1.30c 3.57b 4.82b 3.31b 13.34a 5.23b 8 11.45a 35.72a 25.27a 19.78ab 32.71a 29.08a 25.67a 16 3.18a 16.18b 22.81a 23.82a 32.00a 24.05a 20.34a 24 4.34a 22.15b 22.73a 31.77a 23.55a 34.48a 23.17a Rata-rata 6.01b 18.84a 18.6a 20.05a 22.89a 25.23a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama pada

kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi ( ); KK= 20.21%.

Rendahnya persentase pembentukan buah pada serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP), diduga karena serbuk sari memiliki struktur yang menggumpal (tidak remah), sehingga saat dilakukan penyerbukan buatan, serbuk sari tidak menempel seutuhnya pada kepala putik. Selain itu kadar air (12.05%) yang tinggi pada serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) akan membentuk kristal es selama penyimpanan dalam suhu rendah (ultra freezer (-79±2)0C) yang akan merusak membran sel serbuk sari, sebagai akibatnya serbuk sari tidak mampu berkecambah ketika menempel di kepala putik.

Perlakuan tanpa pengeringan (0 JP) menunjukkan nilai rata-rata persentase hasil benih yang paling rendah dibandingkan perlakuan pengeringan (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh periode simpan dan lama pengeringan serbuk sari terhadap hasil benih mentimun KE014

Lama pengeringan (jam)

Periode simpan (HSP) Rata-rata 2 7 14 21 28 56 ……… (%)……… 0 14.02a 31.02b 29.87b 59.59a 49.80a 60.91a 35.69b 8 87.13a 80.00a 90.66a 91.81a 88.84a 83.84a 87.04a 16 58.73a 85.74a 92.35a 89.35a 92.03a 82.66a 83.47a 24 29.83a 85.57a 91.92a 89.40a 88.43a 82.19a 77.89a Rata-rata 47.43b 62.83ab 76.20a 82.53a 79.77a 77.40a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% DMRT. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi ( ); KK= 28.67%

Berdasarkan data dalam Tabel 4 dan Tabel 5, serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) menunjukkan nilai rata-rata persentase pembentukan buah (5.23%) dan hasil benih (35.69%) yang rendah. Serbuk sari yang telah dikeringkan dalam MgCl2 selama 8, 16, dan 24 jam pengeringan mempunyai potensi pembentukan buah dan hasil benih yang lebih tinggi. Nilai rata-rata persentase pembentukan buah untuk serbuk sari 8, 16, dan 24 JP berturut-turut yaitu 25.67%, 20.34%, dan 23.17%; sedangkan persentase hasil benih yaitu 87.04%, 83.47%, dan 77.89%. Keberhasilan pembentukan buah tergantung kepada proses perkecambahan serbuk sari dan proses pertumbuhan tabung serbuk sari di dalam ovari (Reddy dan Kakani, 2007). Nilai rata-rata persentase hasil benih yang rendah pada serbuk sari 0 JP diduga disebabkan oleh serbuk sari tidak mampu berkecambah membentuk tabung serbuk sari yang dapat membuahi ovul yang nantinya akan berkembang menjadi biji. Melalui pengamatan pengecambahan in vitro, serbuk sari tanpa pengeringan dalam MgCl2 (0 JP) menghasilkan tabung serbuk sari yang lebih pendek jika dibandingkan dengan serbuk sari 8, 16, dan 24 JP.

Buah mentimun KE014 yang terbentuk dari hasil penyerbukan buatan yang dipanen 30 hari setelah penyerbukan mempunyai ukuran yang bervariasi (Gambar 7A) yang disebabkan oleh hasil biji yang berbeda (Gambar 7B).

Gambar 7. Hasil penyerbukan buatan pada KE014: A. Ukuran buah yang bervariasi; dan B. Hasil biji yang berbeda.

Buah mentimun hasil penyerbukan buatan menunjukkan bentuk buah

Dokumen terkait