• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencampuran Serbuk sari Dalam Produksi Benih Tomat (Solanum lycopersicum) dan Cabai Rawit (Capsicum annuum L) Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencampuran Serbuk sari Dalam Produksi Benih Tomat (Solanum lycopersicum) dan Cabai Rawit (Capsicum annuum L) Hibrida"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DE

(

EPARTEM

IN

(

Capsicum

YENI

MEN AGR

FAKU

NSTITUT

m annuum

RAHEL

A24080

RONOMI

ULTAS PE

T PERTA

2013

m

L) HIBR

NAIBAH

0045

I DAN HO

ERTANIA

ANIAN BO

3

RIDA

HO

ORTIKU

AN

OGOR

(2)

YENI RAHEL NAIBAHO. Pencampuran Serbuk sari Dalam Produksi Benih Tomat (Solanum lycopersicum) dan Cabai Rawit (Capsicum annuum L) Hibrida (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan KARYADI WANAFIAH )

Produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan penggunaan benih hibrida.

Produksi benih hibrida dilakukan dengan menyilangkan dua tetua. Materi tetua

jantan dalam bentuk sediaan serbuk sari bermanfaat dalam pengamanan plasma

nutfah dan efisiensi lahan penangkar. Efektivitas penggunaan serbuk sari menjadi

hal yang penting dalam produksi benih hibrida. Salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk menghemat penggunaan serbuk sari adalah dengan menggunakan

bahan pencampur. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rasio

serbuk sari dengan bahan campurannya terhadap persentase pembentukan buah,

pembentukan biji serta mutu benih tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit

(Capsicum annuum L) hibrida. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan

Production Farm dan Laboratorium PT East West Seed Indonesia, Jember, Jawa Timur pada bulan Maret sampai Oktober 2012.

Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)

dengan dua faktor yaitu dua taraf daya berkecambah (DB) serbuk sari DB 1 (DB

rendah < 8%), DB 2 (DB tinggi 9-15%); 4 taraf rasio yaitu R1 (serbuk sari

murni), R2 (4:1: 4/5 bagian serbuk sari murni : 1/5 bagian bahan pencampur), R3

(2:1: 2/3 bagian serbuk sari murni : 1/3 bagian bahan pencampur) dan R4 (1:1: ½

bagian serbuk sari murni : ½ bagian bahan pencampur); dengan 2 bahan

pencampur yakni talk dan serbuk sari tanaman lain (serbuk sari tomat yang telah

mati sebagai bahan pencampur untuk serbuk sari cabai; sebaliknya serbuk sari

cabai yang telah mati sebagai bahan pencampur untuk serbuk sari tomat). Serbuk

sari murni yang digunakan pada percobaan ini adalah serbuk sari yang

sebelumnya sudah disimpan didalam ruang penyimpanan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari

mempengaruhi hasil biji, tetapi tidak mempengaruhi pembentukan buah dan mutu

benih. Serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%) menghasilkan

(3)

tinggi sebanyak 72 butir/buah dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah

rendah (<8%) sebanyak 63 butir/buah.

Rasio serbuk sari dengan bahan pencampur mempengaruhi hasil biji, tetapi

tidak berpengaruh terhadap pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari murni

dan rasio 4:1 menghasilkan biji tomat per buah yang tidak berbeda nyata. Rasio

2:1 dan 1:1 dapat menurunkan produksi biji tomat per buah. Serbuk sari murni

dan rasio 4:1, 2:1 dan 1:1 menghasilkan biji cabai rawit per buah yang tidak

berbeda nyata. Rasio 1:1 menghasilkan biji cabai rawit terendah.

Bahan pencampur yang digunakan untuk tomat yakni talk dan serbuk sari

cabai tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, hasil biji dan mutu

benih yang terbentuk. Bahan pencampur yang digunakan untuk cabai rawit yakni

talk dan serbuk sari tomat tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah,

(4)

(

Capsicum annuum

L) HIBRIDA

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

YENI RAHEL NAIBAHO

A24080045

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(5)

PRODUKSI BENIH TOMAT (

Solanum

lycopersicum

) dan CABAI RAWIT (

Capsicum

annuum

L) HIBRIDA

Nama

: YENI RAHEL NAIBAHO

NIM

: A24080045

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc Karyadi Wanafiah, S.P. NIP.19580518 198903 2 002 NIP. 2111021340

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

dari pasangan Maniur Naibaho dengan Minar Simbolon. Menyelesaikan

pendidikan SMA di SMA N.1 Pangururan pada tahun 2008. Penulis memulai

kuliah di Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur masuk USMI dan

diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kuliah di IPB, penulis aktif dalam kegiatan PMK

(Persekutuan Mahasiswa Kristen) dan menjadi asisten pada mata kuliah

Pendidikan Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2010/2011 dan

2011/2012. Tahun 2009 penulis mengikuti program pelatihan keahlian yang

diadakan oleh BEM KM IPB khusus untuk mahasiswa yang berada di asrama

TPB IPB. Pada tahun 2010, penulis mengikuti program Go-Field yang diadakan

oleh IPB selama satu bulan di Citeureup Bogor. Selain itu, penulis juga terlibat

dalam kepanitiaan MPD (Masa Perkenalan Departemen). Penulis juga pernah

mengikuti kegiatan sosial yang diadakan oleh GKKD (Gereja Kristen Kemah

Daud) Bogor bekerjasama dengan Uni-ex Consulting, dan mengadakan

penyuluhan pertanian selama 10 hari di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012,

menjadi panitia seminar potensi UPCC (Unlocking Potential College Conference)

tahun 2010 dan mengikuti seminar SYF (Seize Your Future 2011). Penulis

mengikuti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) pada tahun 2011. Banyak hal

yang penulis dapatkan ketika kuliah di IPB, dimulai dengan mengikuti banyak

seminar-seminar yang diadakan di kampus IPB dan menjadi bagian dari beberapa

(7)

Kristus karena setiap penyertaan dan pengertian-pengertian baru yang

diberikanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

yang berjudul “Pencampuran serbuk sari dalam produksi benih tomat (Solanum

lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum L) hibrida.”

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Endah Retno Palupi,

M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas arahan, bimbingan, waktu dan kasih

yang diberikan mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian hingga

penulisan skripsi. Terimakasih kepada bapak Karyadi Wanafiah, SP sebagai

pembimbing di lapangan atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama proses

penelitian dan penulisan skripsi. Terimakasih kepada Ir. Endang Sjamsudin

M.Agr, Sc sebagai dosen pembimbing akdemik, atas bimbingan dan arahan yang

diberikan selama penulis menjadi mengikuti perkuliahan di IPB. Terimakasih

kepada Dr. M. Syukur, SP. M.Si sebagai dosen penguji atas saran dalam penulisan

skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada

keluarga yang luar biasa, buat Mama dan Papa atas doa, kasih sayang, perhatian

dan dukungan yang diberikan, buat abangku Marolop, adik-adikku Yanti, Anita,

Molisna dan Felixmon, terimakasih buat setiap perhatian dan kasih yang boleh

penulis rasakan. Terimakasih kepada PT East West Seed Indonesia, yang

memberikan tempat, pengetahuan-pengetahuan baru tentang pertanian, dan segala

hal yang penulis butuhkan selama penelitian berlangsung. Terimakasih kepada

bapak Supriyadi, A.Md atas setiap bantuan, bimbingan dan saran selama

pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung. Terimakasih kepada tim Farm (Pak Dodik, Pak Dudin, Pak Sopyan, Mas Anang, Om firta, Om saiful, Opa Umar,

Tante Rizky, Tante Kiky, Tante Reny, Tante Ayik, Tante Heny, Tante Holip,

Tante Sutik, Tante Halimah, Oma Inayah, Oma Nur, Oma Ika, Oma Ryna, Bu

Endang, Bu No, Bu Iyah, Mas Antok, Mas Dikin, Mas Edy, Om Ady, Om Idris)

dan tim Panti (Pak Biyanto dan keluarga, seluruh tim yang bergabung di lahan

Panti) untuk setiap pelajaran baru dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

Terimakasih kepada mami Josh dan keluarga atas kasih dan perhatian yang

(8)

kepada komunitas YoNM (Youth of Nation Ministry), terutama buat kakak PA

(Melisa Rani Sapitri),) buat sahabat-sahabatku YoNM 45 (Dwi Endah, Leny

Tampubolon, Dita Barus, Efratia, Dumas dan Natanael Ginting) buat doa, setiap

kasih sayang, perhatian dan dukungannya sampai proses penulisan skripsi ini

selesai. Kepada teman-teman AGH 45 (terkhusus untuk Niken Khusnul, Lidya

Oktaviani, Resky Yunitia, Emilia Tri, Anita, Novita, Rani), KPS 45, asistensi

Elohay Mikarov, Asistensi Melchis’edek, kakak-kakak asisten, dan teman-teman

di Perwira 10 terimakasih atas semua dukungannya. Terimakasih buat semua

pihak yang memberikan dukungan dan bantuan selama penulis berada di IPB

yang belum penulis tuliskan, penulis bangga boleh kenal dan bekerjasama dengan

kalian semua.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu

kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan ini.

Bogor, Maret 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Hipotesis... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Tanaman Tomat dan Cabai Rawit... 3

Produksi Buah dan Biji... 4

Tomat ... 4

Cabai Rawit... 5

Serbuk sari dan Viabilitas Serbuk Sari... 6

BAHAN DAN METODE... 8

Waktu dan Tempat... 8

Bahan dan Alat... 8

Metode Penelitian... 8

Percobaan 1. Pengujian Daya Berkecambah Serbuk Sari... 8

Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

Kondisi Umum... 15

Percobaan 1. Penentuan Lot Serbuk sari dengan Dua Taraf DB... 16

Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih... 17

Pembentukan Buah... 17

Hasil Biji... 21

Mutu Benih... 27

KESIMPULAN DAN SARAN... 31

Kesimpulan... 31

Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Hasil pengamatan daya berkecambah beberapa lot serbuk sari yang dipanen 6 Februari 2012... 16

2. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada tomat dengan bahan pencampur yang berbeda... 18

3. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada cabai rawit dengan bahan pencampur yang berbeda... 19

4. Hasil uji t antara dua bahan pencampur yang digunakan terhadap

persentase pembentukan buah tomat dan cabai rawit hibrida... 20

5. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap jumlah buah tomat yang terbentuk pada dengan bahan pencampur yang berbeda... 23

6. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat pada

setiap ukuran buah yang berbeda dengan bahan pencampur yang berbeda... 25

7. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dan

cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda... 26

8. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap mutu benih tomat dan

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bentuk serbuk sari yang berkecambah... 9

2. Serbuk sari dengan bahan pencampurnya sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan... 11

3. Wadah untuk menyimpan serbuk sari: a. Cryovial; b. Cryovial berisi serbuk sari dalam boks plastik; c. Cryovial dalam boks... 11

4. Proses penyerbukan buatan: a. Kastrasi bunga betina; b. Penyerbukan dengan serbuk sari yang telah dicampur... 12

5. Pengujian mutu benih tomat dan cabai rawit: a. Benih ditanam dengan menggunakan metode UDK; b. Kecambah yang tumbuh dalam media; c. Kecambah dalam media pasir; d. Kecambah normal yang ditanam dalam media pasir; e. Amplop berisi kecambah normal dalam penentuan BKKN... 14 6. Persiapan penyerbukan: a. Perlengkapan penyerbukan di lapangan; b. Penyerbukan bunga tomat; c. Penyerbukan bunga cabai rawit ... 15

7. Buah hasil penyerbukan: a. Buah tomat; b. Buah cabai rawit ... 16

8. Biji yang terbentuk: a. Biji tomat; b. Biji cabai rawit... 21

9. Variasi ukuran buah: a. Kecil; b. Sedang; c. Besar... 22

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari tomat dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi pembentukan buah tomat hibrida... 37

2. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari tomat dengan bahan pencampur serbuk sari cabai terhadap persentasi pembentukan buah tomat hibrida... 37

3. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari cabai dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi pembentukan buah cabai hibrida... 37

4. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari tomat terhadap persentasi pembentukan buah cabai hibrida... 38

5. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari tomat dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi hasil biji tomat hibrida... 38

6. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari cabai terhadap persentasi hasil biji tomat hibrida... 38

7. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari cabai dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi hasil biji cabai hibrida... 39

8. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk

sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari tomat terhadap persentasi hasil biji cabai hibrida... 39

9. Kandungan bahan pencampur: talk... 40

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data impor buah tomat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya

peningkatan yang cukup tinggi masing-masing selama tahun 2007-2011 sebesar 7.672

ton, 11.015 ton, 7.556 ton, 10.325 ton, 10.639 ton, sementara untuk cabai pada kurun

waktu yang sama sebesar 12.615 ton, 15.612 ton, 17.922 ton, 20.200 ton, 28.887 ton

(BPS, 2012). Di lain pihak produktivitas kedua komoditas ini juga meningkat

masing-masing untuk tomat sebesar 12.33 ton/ha; 13.66 ton/ha; 15.27 ton/ha; 14.58 ton/ha;

16.65 ton/ha dan cabai sebesar 4.67 ton/ha; 4.47 ton/ha; 5.07 ton/ha; 4.56 ton/ha; 5.01

ton/ha (BPS, 2012). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

produksi benih tomat dan cabai rawit adalah dengan penyediaan benih hibrida.

Benih hibrida tomat dan cabai diproduksi melalui penyerbukan buatan dengan

bantuan manusia untuk menjaga kemurniannya. Dalam produksi benih hibrida ini,

serbuk sari yang akan digunakan dikumpulkan dari tetua jantan dengan pemanenan dan

penyimpanan, agar serbuk sari tersedia sewaktu-waktu dibutuhkan. Dalam aplikasi di

lapangan, serbuk sari diserbukkan ke kepala putik dalam jumlah yang cukup banyak,

sementara jumlah serbuk sari yang tersedia terbatas. Ketersediaan serbuk sari harus

terjamin agar benih hibrida tetap dapat diproduksi. Oleh karena itu, penghematan

serbuk sari dalam penyerbukan sangat diperlukan.

Penghematan penggunaan serbuk sari dapat dilakukan dengan menggunakan

bahan pencampur. Pencampuran serbuk sari telah banyak dilakukan dalam produksi

benih Annona cherimoya (Gonzales et al., 2006), Elaeis guineensis (Widiastuti dan

Palupi, 2007), Capsicum flexuosum (Garcia, 2011). Pada kelapa sawit, pencampuran

0,11 g serbuk sari + 0,89 g talk menghasilkan persentase pembentukan buah lebih tinggi

dibandingkan dengan pencampuran 0,088 g serbuk sari + 0,912 g talk (Widiastuti dan

Palupi, 2007). Pada cabai merah pencampuran 75% serbuk sari + 25% bahan

pencampur menghasilkan persentase pembentukan buah, pembentukan biji, daya

berkecambah dan bobot 100 butir yang lebih tinggi dibandingkan pencampuran 50%

serbuk sari + 50% bahan pencampur (Kivadasannavar, 2008). Challaham (1966)

melaporkan bahwa pencampuran 30% serbuk sari murni + 70% bahan pencampur pada

(14)

nyata dengan pencampuran 50% serbuk sari murni + 50% bahan pencampur dan

pencampuran 70% serbuk sari murni + 30% bahan pencampur.

Garcia (2011) menyatakan bahwa biji yang terbentuk dengan penyerbukan

buatan lebih banyak dibandingkan dengan tanpa penyerbukan. Penambahan serbuk sari

dapat meningkatkan jumlah biji yang terbentuk (Gonzales et al., 2006; Widiastuti dan Palupi, 2007; Kivadasannavar, 2008). Callaham (1966) juga melaporkan bahwa

pencampuran yang mengandung 10-20% serbuk sari murni menghasilkan biji yang

lebih sedikit dibandingkan dengan pencampuran yang mengandung 30-70% serbuk sari

murni. Penelitian terkait dengan bahan pencampur belum banyak dilakukan. Oleh

karena itu, penelitian mengenai bahan pencampur dan proporsinya terhadap serbuk sari

yang digunakan perlu dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rasio serbuk sari dengan

bahan campurannya terhadap persentase pembentukan buah, hasil biji serta mutu benih

tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum L) hibrida.

Hipotesis

1. Bahan pencampur serbuk sari tanaman lain lebih baik daripada talk dalam

pemanfaatannya untuk produksi benih.

2. Pencampuran serbuk sari menghasilkan persentase pembentukan buah, hasil biji

dan mutu benih tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum

L) hibrida yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan serbuk sari murni.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tomat dan Cabai Rawit

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu produk hortikultura

yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai prospek pasar yang cukup menjanjikan.

Tomat, baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang

cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri atas 5-10% berat kering tanpa air dan 1

persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, sekitar 50% dari berat keringnya

terdiri dari gula-gula tereduksi (terutama glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam

organik, mineral, pigmen, vitamin dan lipid. Kandungan gula pada tomat, sangat

dipengaruhi oleh sifat genetis tanaman (Wijayani dan Widodo, 2005).

Tanaman tomat terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan biji. Tinggi tanaman

tomat mencapai 2-3 meter. Saat masih muda, batangnya berbentuk bulat dan teksturnya

lunak, tapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras

berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus di seluruh

permukaanya. Akar tanaman tomat berbentuk serabut yang menyebar ke segala arah.

Daun tomat yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan

lebar 15-20 cm. daun tomat tumbuh di dekat dahan atau cabang. Sementara itu, tangkai

daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7-10 cm dan ketebalannya 0.3-0.5 cm.

Tomat termasuk tanaman setahun (annual) (Kusandryani et al., 2005; Maulida dan Julkarnaen, 2010) dengan pola tumbuh determinate, indeterminate (Kusandryani et al., 2005) dan semi determinate (Warianto, 2011). Tipe determinate adalah tanaman tomat yang pertumbuhannya diakhiri dengan tumbuhnya rangkaian bunga atau buah.

Umur panennya relatif lebih pendek dan pertumbuhan batangnya cepat. Tipe

indeterminate adalah tanaman tomat yang pertumbuhannya tidak diakhiri dengan tumbuhnya bunga atau buah. Umur panennya relatif lama dan pertumbuhan batangnya

lebih lambat. Tipe semi determinate adalah tanaman tomat memiliki ciri-ciri

pertumbuhan antara determinate dengan indeterminate (Warianto, 2011).

Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam tangkai dengan

jumlah 5-10 bunga pertangkai atau tergantung dari varietasnya. Kuntum bunga terdiri

dari lima helai daun kelopak dan lima helai daun mahkota. Pada serbuk sari bunga

terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang

(16)

bunganya berumah satu. Biji tomat berbentuk pipih, berbulu dan diselimuti daging

buah. Warna bijinya ada yang putih, putih kekuningan ada juga yang kecoklatan

(Atherton dan Rudich, 1986).

Cabai merupakan salah satu famili Solanaceae penting di dunia (Navarro et al., 2006). Cabai rawit merupakan tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan

oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan

vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan

vitamin C (Piay et al., 2010). Umur berbunga cabai yang lebih cepat dapat

menyebabkan umur panen lebih cepat (Syukur et al., 2010). Tanaman cabai rawit

memiliki tinggi 50-100 cm dengan banyak percabangan pada batangnya. Daun

berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing dan pangkal menyempit, tepi rata dengan

panjang 5.0-9.5 cm, lebar 1.5-5.5 cm (Kusandryani, 1996).

 

Produksi Buah dan Biji

Tomat

Dalam proses pembentukan buah harus melalui penyerbukan dan pembuahan.

Penyerbukan hanya dapat terjadi apabila serbuk sari yang viabel akan jatuh ke kepala

putik yang reseptif. Serbuk sari akan berkecambah membentuk tabung sari dan

menghantarkan sperma untuk membuahi sel telur sehingga pembuahan dapat berhasil.

Untuk membentuk bunga dan pertumbuhan yang baik, tanaman tomat memerlukan

suhu 23oC pada siang hari dan 17oC pada malam hari (Daryanto dan Satifah, 1984).

Lutihfyrakhman dan Susila (2013) melaporkan bahwa suhu yang dibutuhkan tanaman

tomat agar tumbuh, berkembang dan berbuah dengan baik adalah 18.5oC dan 25oC.

Dinding pada rongga buah merupakan tempat dimana biji-biji itu tumbuh

(Atherton dan Rudich, 1986), dengan demikian makin banyak jumlah rongga buah

maka makin banyak peluang tempat untuk tumbuhnya biji. Keberhasilan proses

pembungaan dan pembuahan ditentukan oleh faktor genetis tanaman itu sendiri. Purwati

(2008) menyatakan bahwa karakteristik fenotipik tomat seperti tebal daging buah dan

ukuran buah tidak berkorelasi dengan jumlah biji. Jumlah rongga buah berkorelasi

dengan jumlah biji.

Kematangan buah tomat dapat diklasifikasikan ke dalam empat tahap (Naika et

(17)

diiris, tidak ada sari buah didalamnya, 2) Biji berwarna coklat kekuningan (matang) dan

terdapat beberapa sari buah, 3) Biji terdorong ke luar ketika dipotong. Bagian dalamnya

masih berwarna hijau, 4) Sari buah berwarna merah. 

Pemanenan tomat pada tahap pertama menghasilkan tomat dengan kualitas

rendah, sedangkan pemanenan pada tahap ketiga dan keempat menghasilkan tomat

dengan kualitas yang tinggi (Naika et al., 2005). Jumlah buah tomat terus meningkat hingga umur 11 MST dan mengalami penurunan pada umur 12 MST (Wijayanti dan

Susila, 2013).

Cabai Rawit

Cabai mempunyai sifat menyerbuk sendiri dengan variasi penyerbukan silang

yang tinggi tergantung genotipe dan lingkungan. Pertumbuhan dan pembungaan cabai

rawit membutuhkan kisaran suhu udara antara 210C-270C dan suhu untuk pembuahan

antara 15.50C -210C. Daerah yang mempunyai suhu udara 160C pada malam hari dan

minimal 230C pada siang hari sangat cocok bagi pertumbuhan cabai rawit. Bila suhu

udara malam hari dibawah 160C dan siang hari diatas 320C, proses pembungaan dan

pembuahan tanaman cabai rawit akan mengalami kegagalan (Rukmana, 2002).

Cabai dipanen setelah berumur 75-85 hst. Pemanenan dilakukan pagi hari,

dengan warna buah orange sampai merah. Pemanenan cabai sebaiknya dilakukan

serentak dalam satu hamparan dan dilakukan pada kondisi buah cabai sudah tidak basah

karena embun. Cabai juga merupakan tanaman yang mempunyai kadar air yang cukup

tinggi (55-85%) pada saat panen (Piay et al., 2010).

Keberhasilan dalam proses pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan antara lain curah hujan, jumlah air , unsur hara , serangan

hama dan penyakit (Purwati, 2008) dan suhu (Snyder, 1996; Gao et al., 2010). Suhu

yang tinggi setelah penyerbukan dapat menurunkan produksi buah dan biji per buah

(Pagamas dan Nawata, 2007). Selain faktor diatas, Purwati (2008) juga melaporkan

bahwa pada tomat faktor genetis juga mempengaruhi pembungaan dan pembuahan yang

mengalami penyerbukan, dan persentase bunga yang jadi buah. Rendahnya produksi

buah dan biji Acacia menurut Sunarti (2008) disebabkan masih rendahnya jumlah

kuntum bunga yang terbentuk. Tingginya bunga mekar pada tanaman jeruk pamelo

(18)

Nurhasybi dan Sudrajad (2002) juga melaporkan bahwa pohon Acacia manginum yang memiliki pertumbuhan yang kurang baik menghasilkan biji yang sedikit.

Serbuk Sari dan Viabilitas Serbuk Sari

Serbuk sari merupakan pembawa organ jantan yang terdapat dalam bunga.

Serbuk sari bahkan mungkin menjadi steril. Shore dan Barret (1984) yang menyatakan

bahwa pada tanaman Turnera ulmifolia intensitas penyerbukan mempengaruhi

terbentuknya buah; buah gagal terbentuk dikarenakan intensitas penyerbukan yang

rendah.

Viabilitas serbuk sari merupakan kemampuan untuk berkecambah dan

membentuk tabung sari (Abdul-Baki, 1992). Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh

waktu penyimpanan. Pada kelapa sawit viabilitas serbuk sari menurun setelah disimpan

selama tiga bulan dari 92% menjadi 83% (Widiastuti dan Palupi, 2008). Viabilitas

serbuk sari buah naga juga menurun setelah disimpan setelah satu minggu, dua minggu

dan tiga minggu akan tetapi cenderung meningkat setelah disimpan selama empat

minggu (Sari et al., 2010). Rendahnya viabilitas serbuk sari juga disebabkan karena

metode penyimpanan yang kurang sesuai. Penyimpanan serbuk sari Morus alba hingga

48 minggu pada freezer (-30 oC,-20 oC) menghasilkan viabitas serbuk sari yang lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas serbuk sari yang disimpan pada suhu 4oC dalam

larutan organik (Khan dan Perveen, 2008). Faktor lain yang menyebabkan rendahnya

viabilitas serbuk sari adalah tingkat kemasakan serbuk sari. Makin tinggi tingkat

kemasakan serbuk sari maka persentase perkecambahan makin tinggi (Bhojwani dan

Bahtnagar, 1999). Komposisi dan konsentrasi media yang digunakan dalam uji

perkecambahan serbuk sari dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari pada berbagai

jenis tumbuhan (Wang et al., 2004; Prakash et al., 2010). Viabilitas serbuk sari pada Cucurbitaceae optimum dihasilkan dengan pengecambahan pada media dengan

konsentrasi sukrosa antara 7.5% dan 20% (Dane et al., 2004). Komposisi media yang

dibutuhkan untuk perkecambahan serbuk sari adalah air, gula, garam anorganik, dan

vitamin (Khan dan Perveen, 2008). Viabilitas serbuk sari juga dipengaruhi oleh suhu,

kelembaban, perbedaan genotipe, vigor, dan fisiologi tanaman, dan umur bunga (Nyine

dan Pillay, 2007). Persentase perkecambahan serbuk sari tomat menurun dalam kondisi

lingkungan dengan suhu yang tinggi 37/27 oC (Soylu dan Comlecioglu, 2009). Selain

(19)

bawah kondisi suhu yang tinggi menjadi faktor yang sangat penting dalam

kemampuannya untuk membentuk buah. Sharafi (2011) yang menyatakan bahwa

persentase perkecambahan serbuk sari tomat menunjukkan kemampuannya dalam

membentuk buah. Persentase perkecambahan serbuk sari family Rosaceae yang

semakin tinggi menghasilkan buah hasil penyerbukan yang terbentuk juga semakin

tinggi.

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2012 di lahan

percobaan Production Farm dan Laboratorium PT. East West Seed Indonesia, kantor

Jember, Jawa Timur.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah serbuk sari dari tanaman induk jantan dalam

produksi benih tomat (TO 038) dan cabai rawit (CR 002) dengan dua taraf daya

berkecambah (DB), bahan campuran yang digunakan antara lain serbuk sari tanaman

lain dan talk. Media perkecambahan serbuk sari yang digunakan untuk pengujian DB

yaitu media Ewid 1.

Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain pinset, mikroskop cahaya,

jarum ose, deck glass, tissue, cawan petri, box plastik, timbangan, alat penyerbukan, label, plastik, cryovial, kamera dan alat-alat pertanian di lapangan.

Metode Penelitian

Percobaan 1. Pengujian Daya Berkecambah Serbuk Sari.

Percobaan pertama dilakukan untuk mencari lot serbuk sari dengan 2 taraf daya

berkecambah (DB), yakni taraf DB1 (rendah) dan taraf DB2 (tinggi). Serbuk sari yang

digunakan adalah serbuk sari yang tersedia dalam berbagai penyimpanan. Serbuk sari

tersebut akan digunakan dalam percobaan 2. Pengujian daya berkecambah dilakukan

dengan menggunakan media Ewid 1.

Pelaksanaan percobaan

1. Serbuk sari dalam kotak cryovial (Gambar 3C) diambil dari ultra frezeer

(-80oC), didiamkan ± 15 menit pada suhu ruang.

2. Serbuk sari dalam cryovial diambil dengan menggunakan jarum ose, kemudian

diletakkan dalam deck glass. Serbuk sari tersebut dikecambahkan pada media

Ewid 1, dengan mencampurkan serbuk sari dan media pada deck glass.

(21)

telah dialasi dengan kertas lembab, dan disimpan dalam ruangan dengan suhu

± 240C selama empat jam.

3. Pengamatan dilakukan pada empat jam setelah pengecambahan menggunakan

mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serbuk sari yang viabel. Serbuk sari

yang viabel akan berkecambah dan membentuk tabung serbuk sari. Serbuk sari

dikategorikan viabel (tumbuh) apabila berkecambah sepanjang paling sedikit satu kali

panjang diameternya (Gambar 1). Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan

rumus :

Daya berkecambah = %

Gambar 1. Bentuk serbuk sari yang berkecambah.

Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih

Percobaan 2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencampuran serbuk sari

dengan bahan pencampurnya terhadap mutu benih. Percobaan ini menggunakan

rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan dua faktor; daya berkecambah

serbuk sari dan rasio serbuk sari.

Faktor daya berkecambah serbuk sari terdiri atas dua taraf yaitu daya

berkecambah rendah (DB1: <8%) dan daya berkecambah tinggi (DB2: 9-15%). Faktor

rasio serbuk sari terdiri atas empat taraf rasio yaitu R1 (serbuk sari murni), R2 (rasio 4:1

: 4/5 bagian serbuk sari murni dan 1/5 bagian bahan pencampur), R3 (rasio 2:1 : 2/3

bagian serbuk sari murni dan 1/3 bagian bahan pencampur), R4 (rasio 1:1 : ½ bagian

serbuk sari murni dan ½ bagian bahan pencampur). Kombinasi dua taraf tersebut

(22)

Dalam satu satuan percobaan terdapat lima tanaman contoh. Percobaan ini

menggunakan dua bahan pencampur yang digunakan secara terpisah untuk tomat

digunakan talk dan serbuk sari cabai yang telah mati ; untuk cabai rawit digunakan talk

dan serbuk sari tomat yang telah mati. Uji t dilakukan untuk mengetahui bahan

pencampur yang terbaik. Untuk satu bahan pencampur terdapat 160 tanaman contoh;

dua bahan pencampur 320 tanaman contoh. Jadi, terdapat 640 tanaman contoh untuk

dua jenis bahan tanam. Peubah yang diamati antara lain adalah jumlah buah yang

terbentuk setelah penyerbukan, hasil biji yang terbentuk dan mutu benih yakni daya

berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, bobot seribu butir dan

BKKN (berat kering kecambah normal). Model matematika yang digunakan dalam

percobaan ini adalah :

Yijk= μ + αi + j + (α )ij + k + εijk ; (i=1,2; j=1,2,3,4; k=1,2,3,4)

Ket : Yijk = respon pengamatan pengaruh daya berkecambah-i, rasio ke-j, kelompok

ke-k)

μ = nilai tengah umum

αi = pengaruh daya berkecambah ke-i

j = pengaruh rasio ke-j

(α )ij = pengaruh interaksi daya berkecambah ke-i, rasio ke-j

k = pengaruh kelompok ke-k

εij = galat percobaan ke-i, kelompok ke-j

Pelaksanaan percobaan

a. Pencampuran serbuk sari

1. Serbuk sari yang telah diuji, dimasukkan ke dalam cawan petri dan

dipisahkan menjadi dua bagian. Bagian pertama serbuk sari yang memiliki

DB rendah (<8%) dan bagian kedua serbuk sari yang memiliki DB tinggi

(9-15%). Bahan pencampur yakni serbuk sari tanaman lain dan talk dimasukkan

ke dalam cawan petri secara terpisah.

2. Serbuk sari dan bahan pencampur ditimbang sesuai dengan rasio yang telah

ditentukan (Gambar 2).

3. Serbuk sari dan bahan pencampurnya diaduk dan dimasukkan ke dalam

(23)

diaplikasikan untuk satu kali penyerbukan sehingga terdapat 224 Cryovial

untuk satu bahan tanam; 448 Cryovial untuk dua bahan tanam

Gambar 2. Serbuk sari dengan bahan pencampurnya sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan

4. Untuk Cryovial yang berisi serbuk sari tomat, dimasukkan kedalam boks

plastik yang telah diisi dry ice untuk dibawa ke lahan percobaan PT East West Seed Indonesia desa Karang Kebun Kec. Panti (Gambar 3b),

sedangkan untuk Cryovial yang berisi serbuk sari cabai rawit dimasukkan ke dalam kotak Cryovial dan disimpan dalam freezer untuk diaplikasikan di

Screen house PT East West Seed Indonesia.

Gambar 3. Wadah untuk menyimpan serbuk sari: a. Cryovial; b. Cryovial berisi serbuk sari dalam boks plastik; c. Cryovial dalam boks

b. Penyerbukan di lahan

1. Pada tanaman tomat dilakukan kastrasi (Gambar 4a) satu hari sebelum

penyerbukan yang dilaksanakan siang hingga sore hari dengan menggunakan

pinset, sedangkan pada tanaman cabai kastrasi tidak perlu dilakukan karena

tanaman cabai yang digunakan merupakan tanaman yang telah disterilkan

terlebih dahulu. Bunga tomat yang dikastrasi adalah bunga yang masih

kuncup dan diserbuki keesokan harinya. Bunga cabai yang diserbuki adalah

bunga yang mekar.

2. Penyerbukan (Gambar 4b) dilaksanakan pagi hari dari pukul 06.50 wib

hingga 10.00 wib sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan dengan

menggunakan perlengkapan penyerbukan.

R4 R3

R2 R1

Serbuk sari

1 g

Talk

1 g

Talk

0.7 g 1.3 g

Serbuk sari Serbuk sari

Talk

0.4 g

Serbuk sari 1.6 g

2 g

(24)

3. Untuk cabai rawit, tidak dilakukan kastrasi karena bahan tanaman yang

digunakan adalah steril jantan.

Gambar 4. Proses penyerbukan buatan: a. Kastrasi bunga betina; b. Penyerbukan dengan serbuk sari yang telah dicampur

Dua minggu setelah penyerbukan, buah yang telah terbentuk dihitung, baik

untuk tomat maupun cabai rawit. Peubah yang diamati adalah jumlah buah yang

terbentuk. Persentase pembentukan buah dihitung menggunakan rumus:

Pembentukan buah % Jumlah buah yang terbentukjumlah bunga yang disebuk %

c. Pemanenan buah

1. Buah yang telah siap panen (buah yang berwarna merah), dipanen dari lahan,

dan dipisahkan sesuai dengan perlakuan.

2. Buah kemudian diekstrak.

3. Pada tomat setelah diekstrak, biji dimasukkan ke dalam wadah dan

didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan lendir yang menempel pada

biji tomat. Kemudian, biji tersebut dibersihkan dengan menggunakan

deterjen, dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari langsung. Setelah

kering, biji bernas dihitung.

4. Pada cabai, setelah diekstrak biji bernas yang terbentuk dihitung, kemudian

dibersihkan dengan menggunakan deterjen dan dikeringkan di bawah sinar

matahari.

Peubah yang diamati adalah jumlah biji bernas yang terbentuk per buah.

d. Pengujian daya berkecambah benih

1. Benih ditanam dengan menggunakan metode uji di atas kertas (UDK)

(Gambar 5a).

2. Penghitungan kecambah normal dilakukan pada hari yang kesepuluh setelah

tanam. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal yang

(25)

tumbuh pada akhir pengamatan. Persentase daya berkecambah dihitung

dengan menggunakan rumus:

Daya berkecambah DB jumlah benih yang ditanam xjumlah kecambah normal %

Kriteria kecambah normal sesuai dengan ketentuan International Seed

Testing Association (ISTA) (2010) : terdapat akar primer yang panjang dan

akar sekunder, memiliki dua kotiledon, terdapat minimal dua daun primer.

e. Pengujian kecepatan tumbuh benih

1. Benih ditanam dengan metode UDK

2. Untuk tomat, kecambah normal yang terbentuk dihitung setiap hari hingga

14 hari pengamatan. Untuk cabai rawit, kecambah normal yang terbentuk

diamati setiap hari hingga 12 hari pengamatan.

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal yang tumbuh

setiap hari selama pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung menggunakan

rumus:

KCT % kecambah normal pada etmal ke iwaktu pengamatan etmal ke i

f. Penentuan potensi tumbuh maksimum

Potensi tumbuh maksimum ditentukan berdasarkan persentase benih yang

tumbuh. Benih yang tumbuh adalah benih yang terimbibisi dan radikulanya

berkembang sampai menembus kulit benih. Persentase potensi tumbuh

maksimum dihitung dengan menggunakan rumus:

PTM % jumlah benih yang ditanamjumlah benih yang tumbuh %

g. Penentuan berat kering kecambah normal

Dalam menguji berat kering kecambah normal, benih ditanam dengan

menggunakan media pasir (Gambar 5c), menggunakan 25 butir benih pada

(26)

1. Kecambah normal yang terbentuk 14 hari setelah pengecambahan,

dibersihkan, kotiledon dibuang dan dimasukkan kedalam amplop

2. Kecambah yang sudah dibuang kotiledonnya dimasukkan ke dalam amplop.

Amplop sebelumnya ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot

awalnya (Ko). Amplop dimasukkan ke dalam oven pada suhu 600C selama

3x24 jam.

3. Amplop diambil dan didiamkan dalam desikator hingga dingin dan

ditimbang (K1).

Bobot kering kecambah = K1-Ko.

Gambar 5. Pengujian mutu benih tomat dan cabai rawit: a. Benih ditanam dengan metode UDK; b. Kecambah yang tumbuh dalam media; c. Kecambah dalam media pasir; d. Kecambah normal yang ditanam dalam media pasir; e. Amplop berisi kecambah normal dalam penentuan BKKN

h. Bobot 1000 butir

Sebanyak 100 butir benih diambil secara acak dengan 8 ulangan. Setiap ulangan

ditimbang bobotnya (2 desimal). Perbedaan antar ulangan tidak boleh >6%,

kemudian kedelapan ulangan dirata-ratakan.

Bobot 1000 butir =Kedelapan ulangan dirata-ratakan x 10.

Setiap data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software SAS dan jika

dalam analisis ragam perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT

pada taraf 5%.

b

b

e

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tanaman tomat (TO 038) adalah tanaman determinate, yang berbunga pada 23

HST. Bunga yang digunakan dalam produksi benih (diserbuki) adalah bunga yang

muncul pada tahap dua. Hal ini dimaksudkan agar saat proses penyerbukan seluruh

tanaman sudah berbunga. Penyerbukan dilakukan pada pukul 06.30-10.00, akan tetapi

saat jumlah bunga banyak, penyerbukan dilaksanakan hingga pukul 12.00 WIB.

Tanaman cabai rawit (CR 002) berbunga pada 20 HST. Bunga yang digunakan

dalam produksi benih (diserbuki) adalah bunga yang muncul pada tahap dua. Hal ini

dilakukan karena bunga yang muncul pada tahap satu rontok, dan dilakukan

penanganan khusus sehingga bunga tahap dua dapat diserbuk. Penyerbukan dimulai

pada pukul 07.00-09.00 WIB, akan tetapi saat jumlah bunga banyak, penyerbukan

dilaksanakan hingga pukul 11.00 WIB.

Aplikasi penyerbukan dilapangan menggunakan perlengkapan yang dirancang

khusus untuk penyerbukan berupa selang kecil (Gambar 6). Serbuk sari dalam cryovial

dimasukkan kedalam selang, kemudian putik dibenamkan kedalam serbuk sari tersebut.

Dengan cara tersebut banyaknya serbuk sari yang menempel pada permukaan putik

sama.

Gambar 6. Persiapan penyerbukan: a. Perlengkapan penyerbukan di lapangan; b. Penyerbukan bunga tomat; c. Penyebukan cabai rawit

Penyerbukan dilakukan pada 320 tanaman tomat dan 320 tanaman cabai rawit.

Pada tomat penyerbukan dilakukan pada setiap bunga yang telah dikastrasi dua hari

sebelumnya. Rata-rata bunga yang diserbuki lima bunga per tanaman. Jumlah bunga

yang dikastrasi lebih banyak dibandingkan bunga yang diserbuki, hal ini terjadi karena

bunga yang dikastrasi dua hari sebelumnya ada yang rontok. Penyerbukan pada cabai

rawit dilakukan pada bunga yang mekar. Rata-rata bunga yang diserbuki dua bunga per

tanaman. Panen dilaksanakan ketika buah tomat berwarna merah. Panen tomat

(28)

dilakukan secara bertahap sebanyak 14 kali (Gambar 7a), sedangkan cabai rawit

(Gambar 7b) dipanen dua kali.

Gambar 7. Buah hasil penyerbukan: a. Buah tomat; b. Buah cabai rawit

Buah tomat yang dipanen, langsung diekstrak dan didiamkan selama 24 jam

kemudian dicuci dan dijemur pada panas matahari. Perlakuan ini dimaksudkan agar biji

yang dihasilkan dapat dicuci dan lendir yang menempel pada biji terbuang. Berbeda

halnya dengan cabai rawit, buah yang telah dipanen diekstrak, dicuci dan langsung

dijemur pada panas matahari.

Percobaan 1. Penentuan Lot Serbuk Sari dengan Dua Taraf DB

Serbuk sari yang digunakan pada Percobaan 1 diambil dari waktu panen yang

sama yaitu 6 Februari 2012. Dari beberapa lot yang diamati (Tabel 1) diambil lot

dengan DB <8% (rendah) dan DB 9-15% (tinggi).

Tabel 1. Hasil pengamatan daya berkecambah beberapa lot serbuk sari yang dipanen 6 Februari 2012

Sebuksari yang digunakan untuk Percobaan 2 pada tomat menggunakan lot

nomor 1200383 dan 1200393 dengan daya berkecambah rendah (<8%), dan lot nomor

1200442 dan 1200450 untuk daya berkecambah tinggi (9-15%). Untuk cabai rawit, lot

nomor 1200912 dan 1200919 digunakan sebagai serbuk sari dengan daya berkecambah

Tomat Cabai rawit

Lot Lot

Nomor U1 U2 Rata-rata Nomor U 1 U 2 Rata-rata

1200383 10.40 2.40 6.40 1200912 5.82 3.00 4.41

1200393 3.42 4.38 3.45 1200919 5.88 5.94 5.91

1200442 15.95 8.67 12.31 1200934 14.70 15.2 14.95

1200450 9.80 11.00 10.40

(29)

rendah (<8%) dan lot nomor 1200934 sebagai serbuk sari dengan daya berkecambah

tinggi (9-15%).

Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji Dan Mutu Benih.

Pembentukan Buah

Buah yang dipanen adalah buah berwarna merah. Buah tomat dipanen 41 hari

setelah penyerbukan, sedangkan cabai rawit 56 hari setelah penyerbukan. Hasil sidik

ragam (Lampiran 1, 2, 3 dan 4) menunjukkan bahwa tingkat daya berkecambah serbuk

sari dan rasio serbuk sari dengan bahan pencampur talk maupun serbuk sari dari

tanaman lain tidak berpengaruh secara nyata terhadap pembentukan buah. Serbuk sari

dengan daya berkecambah rendah maupun tinggi menghasilkan persentase

pembentukan buah yang tinggi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembentukan buah tidak dipengaruhi

oleh seberapa banyak serbuk sari yang diaplikasikan dan berapa tingkat daya

berkecambahnya baik pada tanaman tomat (Tabel 2) maupun cabai rawit (Tabel 3).

Persentase pembentukan buah tomat yang terbentuk menggunakan serbuk sari dengan

daya berkecambah rendah (<8%) dan bahan pencampur talk adalah 79.2%, dengan

bahan pencampur serbuk sari cabai sebesar 77.2%. Serbuk sari dengan daya

berkecambah tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk menghasilkan persentase

pembentukan buah sebesar 80.5%, dengan bahan pencampur serbuk sari cabai sebesar

81.1%. Persentase pembentukan buah cabai rawit yang terbentuk menggunakan serbuk

sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur talk sebesar

83.9%, dengan bahan pencampur serbuk sari tomat sebesar 81.2%. Serbuk sari dengan

daya berkecambah tinggi dengan bahan pencampur talk menghasilkan persentase

pembentukan buah cabai rawit sebesar 88.9%, dengan bahan pencampur serbuk sari

tomat sebesar 82.0%. Walaupun ada kecenderungan daya berkecambah serbuk sari

yang lebih tinggi menghasilkan persentase pembentukan buah yang lebih tinggi

daripada persentase pembentukan buah dari serbuk sari dengan daya berkecambah

rendah, akan tetapi keduanya tidak berbeda nyata secara statistik. Hasil penelitian ini,

(30)
[image:30.842.49.765.154.356.2]

Tabel 2. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada tomat dengan bahan pencampur yang berbeda

Rasio

Bahan pencampur: talk

DB1 (<8%) DB2 (9-15%)

∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%) ∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%)

R1 1015 858 84.5 1124 936 83.3

R2 1132 897 79.2 1033 845 81.8

R3 1082 885 81.8 1283 1033 80.5

R4 1173 836 71.3 1003 766 76.4

Rata-rata 79.2 80.5

Bahan pencampur: serbuk sari cabai

R1 1678 1274 75.9 1274 936 73.5

R2 1322 1031 78.0 1042 924 88.7

R3 1304 1039 79.7 1365 1109 81.2

R4 1374 1033 75.2 1355 1098 81.0

Rata-rata 77.2 81.1

(31)
[image:31.842.76.761.155.358.2]

Tabel 3. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada cabai rawit dengan bahan pencampur yang berbeda

Rasio

Bahan pencampur: talk

DB1 (<8%) DB2 (9-15%)

∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%) ∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%)

R1 533 431 80.9 556 528 95.0

R2 368 307 83.4 357 337 94.4

R3 373 325 87.1 410 365 89.0

R4 424 358 84.4 253 195 77.1

Rata-rata 83.9 88.9

Bahan pencampur: serbuk sari tomat

R1 512 430 84.0 470 417 88.7

R2 397 290 73.0 525 464 88.4

R3 457 376 82.3 385 313 81.3

R4 483 413 85.5 403 281 69.7

Rata-rata 81.2 82.0

(32)

pencampuran serbuk sari tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, tetapi

bertentangan dengan penelitian Widiastuti dan Palupi (2007) pada kelapa sawit yang

menyatakan bahwa persentase pembentukan buah meningkat seiring dengan

penambahan serbuk sari murni. Penelitian Kivadasannavar (2008) juga menunjukkan

bahwa banyaknya serbuk sari yang diaplikasikan mempengaruhi banyaknya buah cabai

tingggi dibandingkan pencampuran 50% serbuk sari murni : 50% bahan pencampur.

Kumar et al. (2008) melaporkan bahwa persentase pembentukan buah pada

penyerbukan dari satu bunga jantan untuk menyerbuki empat bunga betina lebih tinggi

dibandingkan dengan penyerbukan oleh satu bunga jantan untuk menyerbuki enam

bunga betina pada tomat. Hal ini terkait dengan jumlah serbuk sari viabel yang tersedia

untuk penyerbukan. Semakin tinggi ketersediaan serbuk sari viabel yang tersedia

semakin tinggi pembentukan buah. Dalam penelitian ini, rasio serbuk sari dengan bahan

pencampur 1:1 diduga sudah melebihi kebutuhan serbuk sari untuk pembentukan buah

yang tinggi, sehingga rasio yang lebih tinggi tidak meningkatkan persentase

pembentukan buah. Demikian juga karena serbuk sari yang tersedia melebihi

kebutuhan, maka lot serbuk sari dengan daya berkecambah rendah tetap dapat

menghasilkan pembentukan buah yang tinggi. Kivadasannavar (2008) melaporkan

bahwa pembentukan buah cabai merah tertinggi dihasilkan pada perlakuan dengan

menggunakan serbuk sari segar dibandingkan dengan pembentukan buah dengan

menggunakan serbuk sari yang telah disimpan satu hingga dua tahun sebelumnya.

Dalam penelitian ini, penghematan serbuk sari dilakukan dengan menggunakan

bahan pencampur yang berbeda, yaitu talk dan serbuk sari tanaman lain. Kedua bahan

pencampur menghasilkan pesentase pembentukan buah yang tidak berbeda nyata (Tabel

4)

Tabel 4. Hasil uji t antara dua bahan pencampur yang digunakan terhadap persentase pembentukan buah tomat dan cabai rawit hibrida

Keterangan: DB1 (< 8 %); DB 2 (9- 15%); R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur); tn: tidak nyata pada uji t Perlakuan

Hasil uji t Tomat

(talk X serbuk sari cabai)

Cabai rawit (talk X serbuk sari tomat)

DB1R1 - -

DB1R2 tn tn

DB1R3 tn tn

DB1R4 tn tn

DB2R1 - -

DB2R2 tn tn

DB2R3 tn tn

(33)

Serbuk sari tomat maupun serbuk sari cabai yang digunakan merupakan serbuk

sari yang memiliki senyawa kimia yang sama karena berasal dari satu famili, yang

seharusnya membentuk buah yang lebih tinggi dibandingkan bahan pencampur talk.

Bahan pencampur talk yang dipakai merupakan bahan yang memiliki sifat yang sangat

berbeda dengan serbuk sari dalam hal warna, bau dan teksturnya yang lebih halus;

sehingga dapat menimbulkan reaksi yang berbeda dan menurunkan persentase

pembentukan buah pada tomat maupun cabai rawit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pencampur talk maupun bahan

pencampur serbuk sari tanaman lain yang telah mati dapat digunakan untuk produksi

buah dan biji tomat maupun cabai rawit hibrida. Penggunaan bahan pencampur lain

yang lebih mudah diperoleh dan lebih murah perlu diteliti pengaruhnya terhadap

perkecambahan serbuk sari.

Hasil Biji

Keberhasilan dari proses penyerbukan dapat juga dilihat dari kemampuan

tanaman dalam membentuk biji bernas (Gambar 8a dan 8b). Hasil sidik ragam

(Lampiran 5, 6, 7 dan 8) menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari dan rasio

sebuk sari : bahan pencampur masing-masing berpengaruh nyata terhadap hasil biji

tomat dan cabai rawit.

Gambar 8. Biji yang terbentuk a. Biji tomat; b. Biji cabai rawit

Pada Tabel 5 terlihat bahwa buah dengan ukuran besar (Gambar 9c)

menghasilkan biji yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dengan ukuran sedang

(Gambar 9b) dan ukuran kecil (Gambar 9a). Kusmayadi (2011) menyatakan bahwa

berdasarkan beratnya buah dapat dikelompokkan menjadi buah besar (jika beratnya

lebih dari 150 g/buah), sedang (jika beratnya 100-150 g/buah), dan kecil (jika beratnya

(34)

penyerbukan dengan bahan pencampur talk menghasilkan buah berukuran besar

dengan berat berkisar antara 56.64-95.76 g/buah, sedang berkisar antara 35.60-51.43

g/buah dan kecil berkisar antara 10.19-30.08 g/buah. Buah berukuran besar yang

dihasilkan daripenyerbukan dengan serbuk sari cabai beratnya berkisar 56.77-81.80

g/buah, sedang 31.53-50.46 g/buah dan kecil berkisar 9.71-25.30 g/buah.

Gambar 9. Variasi ukuran buah a. Kecil; b. Sedang; c. Besar

Serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur

talk (Tabel 5) menghasilkan buah berukuran besar sebesar 14.8%, sedang sebesar

68.8% dan kecil sebesar 15.4%, sementara serbuk sari dengan daya berkecambah yang

tinggi (9-15%) menghasilkan buah berukuran besar 15.4%, sedang 71.8% dan kecil

12.7%. Serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur

serbuk sari tomat menghasilkan buah berukuran besar 10.5%, sedang 71.8% dan kecil

17.7%, sementara serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) menghasilkan

buah berukuran besar 16.1%, sedang 68.5% dan kecil 15.5%. Data ini menunjukkan

bahwa penggunaan serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%)

membentuk buah besar dan sedang yang lebih banyak daripada serbuk sari dengan daya

berkecambah yang rendah (<8%), baik dengan bahan pencampur talk maupun bahan

pencampur serbuk sari cabai.

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari yang

tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk menghasilkan jumlah biji yang lebih

tinggi. Dari serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) yang dicampur talk

hasil biji pada buah ukuran besar 69 butir/buah, ukuran sedang 48 butir/buah dan

ukuran kecil 31 butir/buah. Sementara dari serbuk sari dengan daya berkecambah

rendah (<8%) diperoleh hasil biji pada buah ukuran besar 51 butir/buah, ukuran buah

sedang 32 butir/buah dan ukuran buah kecil 23 butir/buah. Penggunaan bahan

pencampur serbuk sari cabai untuk produksi benih tomat menghasilkan kecenderungan

(35)

yang sama, biji dari serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) dihasilkan

lebih banyak (buah ukuran besar 73 butir/buah, ukuran sedang 54 butir/buah dan ukuran

kecil 37 butir/buah) daripada biji dari serbuk sari dengan daya berkecambah rendah

(<8%) (buah ukuran besar 56 butir/buah, ukuran sedang 42 butir/buah dan ukuran kecil

25 butir/buah). Buah ukuran besar dengan bahan pencampur talk menghasilkan biji 60

butir/buah, ukuran sedang 40 butir/buah dan ukuran kecil 27 butir/buah. Untuk bahan

pencampur serbuk sari cabai buah ukuran besar menghasilkan biji 65 butir/buah, ukuran

sedang 48 butir /buah dan ukuran kecil 31 butir/buah. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Aloho dan Jhonson (2012) yang menyatakan bahwa buah yang besar

menghasilkan biji per buah yang lebih tinggi dibandingkan buah dengan ukuran kecil.

Tabel 5. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap jumlah buah tomat yang terbentuk dengan bahan pencampur yang berbeda

Perlakuan

Bahan pencampur: talk

DB1 (<8%) DB2 (9-15%)

Buah besar Buah sedang Buah kecil Buah besar Buah sedang Buah kecil

R1 (serbuk sari murni) 107 517 106 145 583 86

R2 (4:1) 139 562 113 93 558 80

R3 (2:1) 148 561 123 100 578 136

R4 (1:1) 81 596 150 145 528 96

Rata-rata (14.8%)118.8 (68.8%)559 (15.4%)123 (15.4%)120.8 (71.8%) 561.8 (12.7%)99.5

Bahan pencampur: serbuk sari cabai

R1 (serbuk sari murni) 119 759 186 149 440 127

R2 (4:1) 103 546 122 137 475 134

R3 (2:1) 75 625 156 118 662 156

R4 (1:1) 80 654 171 118 649 86

Rata-rata 94.3

(10.5%) 646 (71.8%) 158.8 (17.7) 130.5 (16.1%) 556.5 (68.5%) 125.8 (15.5%) Keterangan: R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni :

1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur). Angka dalam kurung menunjukkan persentase pembentukan buah.

Data Tabel 6 juga menunjukkan bahwa rasio serbuk sari: bahan pencampur

menghasilkan jumlah biji per buah yang berbeda. Semakin banyak serbuk sari yang

viabel yang digunakan pada daya berkecambah serbuk sari yang rendah (<8%), ada

kecenderungan semakin tinggi jumlah biji per buah yang dihasilkan. Penggunaan serbuk

sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%) dengan proporsi yang semakin

(36)

terbentuk. Serbuk sari daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur talk

menghasilkan biji tomat per buah yang lebih banyak pada penggunaan serbuk sari

murni (43 butir/buah) daripada rasio 4:1 (38 butir/buah), rasio 2:1 (36 butir/buah) dan

rasio 1:1 (26 butir/buah). Untuk bahan pencampur serbuk sari cabai serbuk sari murni

menghasilkan jumlah biji per buah yang lebih banyak (48 butir/buah) daripada rasio 4:1

(46 butir/buah), rasio 2:1 (40 butir/buah) dan rasio 1:1 (30 butir/buah). Serbuk sari daya

berkecambah tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk rasio 4:1 menghasilkan biji

yang lebih banyak (57 butir/buah) daripada serbuk sari murni (56 butir/buah), rasio 2:1

(46 butir/buah) dan rasio 1:1 (37 butir/buah). Untuk bahan pencampur serbuk sari cabai

serbuk sari murni menghasilkan biji per buah yang lebih banyak (62 butir/buah)

daripada rasio 4:1 (58 butir/buah), rasio 1:1 (50 butir/buah) dan rasio 2:1

(49 butir/buah).

Pada tomat (Tabel 7) terlihat bahwa serbuk sari murni dan serbuk sari yang

dicampur dengan bahan pencampur talk dengan rasio 4:1 menghasilkan biji per buah

yang lebih tinggi (50 butir/buah) daripada pencampuran serbuk sari dengan rasio 2:1

(41 butir/buah) dan rasio 1:1 (32 butir/buah). Hal yang sama juga terdapat pada serbuk

sari murni dan serbuk sari dengan bahan pencampur serbuk sari cabai dengan rasio 4:1

menghasilkan biji per buah yang lebih tinggi (54-56 butir/buah) dibandingkan

pencampuran serbuk sari dengan rasio 2:1 (45 butir/buah) dan rasio 1:1 (41 butir/buah).

Pada cabai rawit (Tabel 7), serbuk sari yang dicampur dengan bahan pencampur

serbuk sari tomat; rasio 4:1 dan rasio 2:1 menghasilkan biji yang lebih tinggi (71-72

butir/buah) dibandingkan serbuk sari murni (65 butir/buah) dan pencampuran dengan

rasio 1:1 (63 butir/buah). Berbeda halnya dengan serbuk sari yang dicampur dengan

bahan pencampur serbuk sari tomat; rasio 4:1, rasio 2:1 dan rasio 1:1 menghasilkan biji

yang sama sebanyak 69 butir/buah dan serbuk sari murni 63 butir/buah. Jumlah biji

yang dihasilkan dengan serbuk sari murni lebih sedikit, tetapi secara statistik tidak

berbeda nyata.

Penurunan hasil biji dari rasio 2:1 dan 1:1 akan menurunkan produksi benih.

Pencampuran serbuk sari dengan rasio 4:1 dapat menghemat serbuk sari sebanyak 20%.

Sejalan dengan penelitian ini, hasil biji dipengaruhi oleh jumlah serbuk sari viabel yang

menempel di permukaan putik. Oleh karena itu, semakin banyak bahan pencampur,

semakin sedikit serbuk sari yang viabel yang menempel di permukaan putik, yang

(37)
[image:37.842.68.767.118.344.2]

Tabel 6. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dengan bahan pencampur yang berbeda

Perlakuan

Bahan pencampur: talk DB1 (<8%)

Rata-rata DB2 (9-15%) Rata-rata

Buah besar Buah sedang Buah kecil Buah besar Buah sedang Buah kecil

R1 (serbuk sari murni) 57.2 44.0 26.4 42.5 79.1 48.9 39.3 55.8

R2 (4:1) 57.1 32.5 24.2 37.9 84.0 55.7 32.6 57.4

R3 (2:1) 49.0 31.7 25.8 35.5 62.6 46.7 28.1 45.8

R4 (1:1) 41.8 21.3 14.8 25.9 49.6 39.4 22.9 37.3

Rata-rata 51.3 32.4 22.8 68.8 47.7 30.7

Bahan pencampur: serbuk sari cabai

R1 (serbuk sari murni) 62.7 53.0 27.8 47.8 84.0 62.3 40.4 62.2

R2 (4:1) 66.8 46.4 25.6 46.3 77.1 55.3 41.0 57.8

R3 (2:1) 51.2 38.5 29.8 39.8 73.0 46.7 25.8 48.5

R4 (1:1) 43.3 29.7 17.1 30.0 58.3 50.9 40.3 49.9

Rata-rata 56.0 41.9 25.1 73.1 53.8 36.9

Keterangan: R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur).

(38)
[image:38.842.93.766.138.389.2]

Tabel 7. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dan cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda.

Perlakuan

Tomat Uji t

(talk X sebuksari tanaman lain*)

Bahan pencampur : talk Bahan pencampur: serbuk sari tanaman lain*

DB1 (< 8%) DB2 (9-15%) Rata-rata DB1 (< 8%) DB2 (9-15%) Rata-rata

R1 (serbuk sari murni) 42.8 56.8 49.8a 48.7 64.1 56.3a

R2 (4:1) 39.5 59.4 49.5a 47.6 60.3 53.9a tn

R3 (2:1) 36.9 46.1 41.4b 40.5 49.7 45.1b tn

R4 (1:1) 26.8 38.0 32.4c 31.3 50.6 41.0b tn

Rata-rata 36.4B 50.1A 42.1B 56.1A

Cabai rawit

R1 (serbuk sari murni) 54 77 65.4ab 56 69 62.5a

R2 (4:1) 74 69 71.6a 61 77 68.8a tn

R3 (2:1) 71 71 71.4a 69 69 68.6a tn

R4 (1:1) 56 70 63.0b 64 73 68.6a tn

Rata-rata 63.8B 71.9A 62.3B 72.0A

(39)

PT East West Seed Indonesia (komunikasi pribadi) menetapkan standar

minimum untuk jumlah biji per buah pada tanaman tomat berkisar antara 40-65 butir

per biji dan untuk cabai rawit berkisar antara 40-50 butir per buah. Oleh karena itu, hasil

penelitian ini memenuhi standar dalam produksi benih hibrida tomat dan cabai rawit.

Mutu Benih

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat daya berkecambah dan rasio

serbuk sari dengan bahan pencampurnya tidak berpengaruh terhadap mutu benih yang

dihasilkan. DB benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni maupun serbuk sari

yang dicampur dengan bahan pencampur talk berkisar antara 84-94.67%; dengan bahan

pencampur serbuk sari cabai 84.67-94%. Potensi tumbuh maksimum benih dengan

bahan pencampur talk berkisar antara 88.67-96.67%; dengan bahan pencampur serbuk

sari cabai 89.33-96%. DB benih cabai rawit yang dihasilkan dengan kedua bahan antara

97.33-100%. Potensi tumbuh benih yang dihasilkan dengan bahan pencampur talk

berkisar antara 97.33-100%; dengan bahan pencampur serbuk sari tomat 98.67-100%.

Bobot 1000 butir benih tomat yang dihasilkan dengan bahan pencampur talk 3.23 g;

dengan bahan pencampur serbuk sari cabai 3.39 g, sementara untuk benih cabai rawit

dengan bahan pencampur talk 4.29 g; dengan bahan pencampur serbuk sari tomat

4.39 g. PT East West Indonesia (komunikasi pribadi) menetapkan standar daya

berkecambah benih untuk dapat dipasarkan adalah 88%.

Daya berkecambah benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan

serbuk sari dengan pencampuran 20% talk pada tingkat daya berkecambah rendah

(<8%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia. Serbuk sari murni,

pencampuran 20%, 33.3% talk dengan daya berkecambah serbuk sari yang tinggi

(9-15%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia.

Daya berkecambah benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan

serbuk sari dengan pencampuran 20%, 33.3% serbuk sari cabai yang telah mati pada

tingkat daya berkecambah rendah (<8%) memenuhi standar PT East West Seed

Indonesia. Pencampuran 20%, 33.3% dan 50% serbuk sari cabai yang telah mati dengan

daya berkecambah serbuk sari yang tinggi (9-15%) memenuhi standar PT East West

Seed Indonesia.

Daya berkecambah benih cabai rawit yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan

(40)

berkecambah rendah (<8%) dan serbuk sari pada tingkat daya berkecambah tinggi

(9-15%)juga memenuhi standar daya berkecambah benih PT East West Seed Indonesia.

Daya berkecambah benih cabai rawit yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan serbuk

sari dengan pencampuran 20%, 33.3% dan 50% serbuk sari tomat yang telah mati pada

tingkat daya berkecambah rendah (<8%) dan serbuk sari dengan tingkat daya

berkecambah tinggi (9-15%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia. Standar

bobot 1000 butir benih PT East West Seed Indonesia untuk benih tomat adalah 2.5g dan

untuk benih cabai rawit 4.98 g. Bobot seribu butir benih tomat yang dihasilkan pada

penelitian ini jauh lebih besar yaitu 3.23 g dengan bahan pencampur talk dan 3.39 g

dengan bahan pencampur serbuk sari cabai yang telah mati dibandingkan dengan

standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sedangkan untuk bobot 1000 butir cabai

rawit menunjukkan bobot 1000 butir yang lebih rendah yaitu 4.29 g dengan bahan

pencampur talk dan 4.39 g dengan bahan pencampur serbuk sari tomat yang telah mati

dibandingkan standar yang telah ditetapkan (Tabel 8). Penelitian lanjutan diperlukan

untuk mengklarifikasi hal ini, karena adanya kemungkinan varietas cabai rawit yang

diteliti (CR 002) termasuk varietas yang berbiji kecil.

Daya berkecambah benih yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh rasio antara

serbuk sari dengan bahan pencampurnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian

Kumar (2007) yang menyatakan bahwa banyaknya serbuk sari yang diaplikasikan tidak

mempengaruhi mutu benih tomat yang dihasilkan. Kivadasannavar (2008) juga

melaporkan bahwa mutu benih cabai yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh

pencampuran serbuk sari dengan bahan pencampur yang diaplikasikan.

Secara umum, daya berkecambah benih dan potensi tumbuh maksimum benih

tomat yang dihasilkan relatif rendah, sementara pada cabai rawit daya berkecambah dan

potensi tumbuh maksimum benih tinggi. Mutu benih tomat yang lebih rendah daripada

mutu benih cabai rawit diduga disebabkan oleh proses pengolahan yang lebih lama.

Benih tomat yang telah diekstrak dari buah perlu didiamkan selama 24 jam untuk

mempermudah pembersihan lendir. Hal ini dapat menurunkan viabilitasnya. Selain itu,

proses pengeringan yang menggunakan sinar matahari tidak menjamin benih cepat

mengering karena terjadi hujan, sehingga memperpanjang proses pengolahan. Berbeda

halnya dengan cabai, ketika dipanen, diekstrak, dicuci dan langsung dijemur. Saat

proses penjemuran, hujan tidak turun, sehingga biji tersebut mengalami proses

pengeringan yang sempurna dan mencapai kadar air optimum yang dianjurkan sehingga

(41)
[image:41.842.81.756.121.445.2]

Tabel 8. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap mutu benih tomat dan cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda

Keterangan : DB1 (< 8 %); DB 2 ( 9 - 15%); R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur ); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur); *untuk tomat: serbuk sari cabai; untuk cabai rawit: serbuk sari tomat.

Perlakuan

Mutu benih

Tomat Cabai rawit

DB (%) KCT

(%/etmal) PTM (%) BKKN (g) Bobot 1000

butir (g) DB (%)

KCT

(%/etmal) PTM (%) BKKN (g)

Bobot 1000 butir (g)

Bahan pencampur :

talk

DB1R1 88.00 1.09 93.3 0.009

3.23

100 2.12 100 0.003

4.29

DB1R2 94.00 1.38 96.7 0.013 97.33 2.19 100 0.015

DB1R3 85.00 1.39 91.0 0.030 100 2.00 100 0.027

DB1R4 84.00 1.25 88.7 0.017 98.67 2.15 100 0.007

Rata-rata 87.75 1.28 92.4 0.017 98.33 2.12 100 0.007

DB2R1 94.67 1.59 96.0 0.050 97.33 2.23 100 0.020

DB2R2 88.00 1.38 94.7 0.014 97.33 2.13 100 0.022

DB2R3 93.30 1.12 96.7 0.038 97.33 2.14 100 0.007

DB2R4 85.30 1.62 89.3 0.010 97.33 2.15 100 0.015

Rata-rata 90.32 1.42 94.2 0.028 97.33 2.16 100 0.016

Bahan pencampur :

serbuk sari tanaman lain*

DB1R1 94.00 1.58 94.7 0.054

3.39

98.67 2.11 100 0.010

4.39

DB1R2 90.67 1.49 92.7 0.052 98.67 2.12 100 0.019

DB1R3 92.67 1.57 96.0 0.044 100 2.15 100 0.017

DB1R4 80.00 1.46 89.3 0.079 97.33 2.26 98.7 0.013

Rata-rata 89.34 1.52 93.3 0.058 98.67 2.16 99.7 0.015

DB2R1 84.67 1.46 93.3 0.058 100 2.23 100 0.007

DB2R2 93.33 1.42 95.3 0.053 98.67 2.07 100 0.018

DB2R3 86.67 1.43 92.0 0.048 97.33 2.22 100 0.014

DB2R4 90.00 1.65 93.3 0.056 98.67 2.12 100 0.011

(42)

Kumar (2007) melaporkan bahwa daya berkecambah benih yang

dihasilkan dengan penyerbukan dari serbuk sari satu bunga jantan untuk

menyerbuki empat bunga betina tidak berbeda dengan daya berkecambah pada

penyerbukan serbuk sari dari satu bunga jantan menyerbuki tiga, lima dan enam

bunga betina. Kivadasannavar (2008) juga melaporkan bahwa benih yang

dihasilkan dengan penyerbukan 100% serbuk sari murni menghasilkan daya

berkecambah benih yang tidak berbeda nyata dengan pencampuran 75% serbuk

sari dengan 25% bahan pencampur dan pencampuran 50% serbuk sari murni

dengan 50% bahan pencampur.

Benih yang dikecambahkan menggunakan metode UDK menghasilkan

kecambah normal dengan ukuran batang dan daun yang lebih kecil (Gambar 10a

dan 10b) dibandingkan kecambah normal yang diperoleh pada pengecambahan

menggunakan media pasir (Gambar 10c dan 10d).

Gambar 10. Kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal a. tomat; b. cabai rawit pada pengecambahan dengan metode UDK; Kecambah normal; c. tomat; d. cabai rawit pada media pengecambah pasir

Benih tomat yang dikecambahkan, membentuk kecambah normal setelah

enam hari dikecambahkan sedangkan benih cabai rawit lima hari setelah

dikecambahkan.

a

d c

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Daya berkecambah serbuk sari mempengaruhi hasil biji, tetapi tidak

mempengaruhi pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari dengan daya

berkecambah yang tinggi (9-15%) menghasilkan biji tomat yang lebih tinggi

sebanyak 53 butir/buah dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah rendah

(<8%) sebanyak 39 butir/buah. Serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi

(9-15%) menghasilkan biji cabai rawit yang lebih tinggi sebanyak 72 butir/buah

dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) sebanyak

63 butir/buah.

Rasio serbuk sari dengan bahan pencampur mempengaruhi hasil biji, tetapi

tidak berpengaruh terhadap pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari murni

dan rasio 4:1 menghasilkan biji tomat per buah yang tidak berbeda nyata. Rasio

2:1 dan 1:1 dapat menurunkan produksi biji tomat per buah. Serbuk sari murni

dan rasio 4:1, 2:1 dan 1:1 menghasilkan biji cabai rawit per buah yang tidak

berbeda nyata. Rasio 1:1 menghasilkan biji cabai rawit terendah.

Bahan pencampur yang digunakan untuk tomat yakni talk dan serbuk sari

cabai tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, hasil biji dan mutu

benih yang terbentuk. Bahan pencampur yang digunakan untuk cabai rawit yakni

talk dan serbuk sari tomat tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah,

hasil biji dan mutu benih yang terbentuk.

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan pada tanaman tomat maupun cabai

dengan pengaplikasian rasio yang lebih tinggi. Penggunaan bahan pencampur lain

yang lebih mudah diperoleh dan lebih murah perlu diteliti pengaruhnya terhadap

perkecambahan serbuk sari.

   

(44)

DAFTAR PUSTAKA 

Abdul-Baki, A.A. 1992. Determination of pollen viability in tomatoes. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(3): 473-476.

Aloho, K.P. and O.A. Jhonson. 2012. Effect of fruit size on the quality of

‘Egusi-itoo’ melon (Cucumeropsis mannii Naudin) seed. Adv. Appl. Sci. Res.

Gambar

Gambar 7. Buah hasil penyerbukan: a. Buah tomat; b. Buah cabai rawit
Tabel 2.  Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada tomat dengan bahan pencampur yang berbeda
Tabel 3. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada cabai rawit dengan bahan pencampur yang berbeda
Tabel 6. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dengan bahan pencampur yang berbeda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi Perlindungan Hukum bagi Pramuniaga yang Bekerja Shift Malam pada Indomaret 24 Jam di Kota Semarang ini mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan Hukum

Penelitian ini menganalisa biaya pembangunan Jalur Kereta Api, pendapatan dari pengangkutan penumpang dan analisa kelayakan ekonomi dengan metode Net Present Value (NPV),

Hasil penelitian terkait berjudul Efektivitas Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat Ditinjau dari Minat Belajar Siswa

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian dapat menjelaskan antara variabel independen (kepemilikan manajerial, leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan

Skripsi Berjudul : Efektivitas Penggunaan Model Mind Mapping Dalam Meningkatkan Pemahaman Materi Tajwid Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Ajibarang Tahun

Penelitian ini difokuskan pada pembuatan AMC dengan metode semi solid stir casting untuk mendapatkan sebaran partikel penguat berupa SiC yang homogen di dalam matriks

Sapi Jepang coklat memiliki kualitas daging yang lebih rendah namun memiliki angka pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Selisih total waktu yang dihasilkan sebelum dan sesudah penelitian adalah 0,5 jam, jarak untuk penelitian pertama dengan rute berdasarkan kapasitas angkut