DE
(
EPARTEM
IN
(
Capsicum
YENI
MEN AGR
FAKU
NSTITUT
m annuum
RAHEL
A24080
RONOMI
ULTAS PE
T PERTA
2013
m
L) HIBR
NAIBAH
0045
I DAN HO
ERTANIA
ANIAN BO
3
RIDA
HO
ORTIKU
AN
OGOR
YENI RAHEL NAIBAHO. Pencampuran Serbuk sari Dalam Produksi Benih Tomat (Solanum lycopersicum) dan Cabai Rawit (Capsicum annuum L) Hibrida (Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan KARYADI WANAFIAH )
Produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan penggunaan benih hibrida.
Produksi benih hibrida dilakukan dengan menyilangkan dua tetua. Materi tetua
jantan dalam bentuk sediaan serbuk sari bermanfaat dalam pengamanan plasma
nutfah dan efisiensi lahan penangkar. Efektivitas penggunaan serbuk sari menjadi
hal yang penting dalam produksi benih hibrida. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menghemat penggunaan serbuk sari adalah dengan menggunakan
bahan pencampur. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rasio
serbuk sari dengan bahan campurannya terhadap persentase pembentukan buah,
pembentukan biji serta mutu benih tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit
(Capsicum annuum L) hibrida. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan
Production Farm dan Laboratorium PT East West Seed Indonesia, Jember, Jawa Timur pada bulan Maret sampai Oktober 2012.
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan dua faktor yaitu dua taraf daya berkecambah (DB) serbuk sari DB 1 (DB
rendah < 8%), DB 2 (DB tinggi 9-15%); 4 taraf rasio yaitu R1 (serbuk sari
murni), R2 (4:1: 4/5 bagian serbuk sari murni : 1/5 bagian bahan pencampur), R3
(2:1: 2/3 bagian serbuk sari murni : 1/3 bagian bahan pencampur) dan R4 (1:1: ½
bagian serbuk sari murni : ½ bagian bahan pencampur); dengan 2 bahan
pencampur yakni talk dan serbuk sari tanaman lain (serbuk sari tomat yang telah
mati sebagai bahan pencampur untuk serbuk sari cabai; sebaliknya serbuk sari
cabai yang telah mati sebagai bahan pencampur untuk serbuk sari tomat). Serbuk
sari murni yang digunakan pada percobaan ini adalah serbuk sari yang
sebelumnya sudah disimpan didalam ruang penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari
mempengaruhi hasil biji, tetapi tidak mempengaruhi pembentukan buah dan mutu
benih. Serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%) menghasilkan
tinggi sebanyak 72 butir/buah dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah
rendah (<8%) sebanyak 63 butir/buah.
Rasio serbuk sari dengan bahan pencampur mempengaruhi hasil biji, tetapi
tidak berpengaruh terhadap pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari murni
dan rasio 4:1 menghasilkan biji tomat per buah yang tidak berbeda nyata. Rasio
2:1 dan 1:1 dapat menurunkan produksi biji tomat per buah. Serbuk sari murni
dan rasio 4:1, 2:1 dan 1:1 menghasilkan biji cabai rawit per buah yang tidak
berbeda nyata. Rasio 1:1 menghasilkan biji cabai rawit terendah.
Bahan pencampur yang digunakan untuk tomat yakni talk dan serbuk sari
cabai tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, hasil biji dan mutu
benih yang terbentuk. Bahan pencampur yang digunakan untuk cabai rawit yakni
talk dan serbuk sari tomat tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah,
(
Capsicum annuum
L) HIBRIDA
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YENI RAHEL NAIBAHO
A24080045
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PRODUKSI BENIH TOMAT (
Solanum
lycopersicum
) dan CABAI RAWIT (
Capsicum
annuum
L) HIBRIDA
Nama
: YENI RAHEL NAIBAHO
NIM
: A24080045
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc Karyadi Wanafiah, S.P. NIP.19580518 198903 2 002 NIP. 2111021340
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
dari pasangan Maniur Naibaho dengan Minar Simbolon. Menyelesaikan
pendidikan SMA di SMA N.1 Pangururan pada tahun 2008. Penulis memulai
kuliah di Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur masuk USMI dan
diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti kuliah di IPB, penulis aktif dalam kegiatan PMK
(Persekutuan Mahasiswa Kristen) dan menjadi asisten pada mata kuliah
Pendidikan Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2010/2011 dan
2011/2012. Tahun 2009 penulis mengikuti program pelatihan keahlian yang
diadakan oleh BEM KM IPB khusus untuk mahasiswa yang berada di asrama
TPB IPB. Pada tahun 2010, penulis mengikuti program Go-Field yang diadakan
oleh IPB selama satu bulan di Citeureup Bogor. Selain itu, penulis juga terlibat
dalam kepanitiaan MPD (Masa Perkenalan Departemen). Penulis juga pernah
mengikuti kegiatan sosial yang diadakan oleh GKKD (Gereja Kristen Kemah
Daud) Bogor bekerjasama dengan Uni-ex Consulting, dan mengadakan
penyuluhan pertanian selama 10 hari di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012,
menjadi panitia seminar potensi UPCC (Unlocking Potential College Conference)
tahun 2010 dan mengikuti seminar SYF (Seize Your Future 2011). Penulis
mengikuti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) pada tahun 2011. Banyak hal
yang penulis dapatkan ketika kuliah di IPB, dimulai dengan mengikuti banyak
seminar-seminar yang diadakan di kampus IPB dan menjadi bagian dari beberapa
Kristus karena setiap penyertaan dan pengertian-pengertian baru yang
diberikanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul “Pencampuran serbuk sari dalam produksi benih tomat (Solanum
lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum L) hibrida.”
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Endah Retno Palupi,
M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi, atas arahan, bimbingan, waktu dan kasih
yang diberikan mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian hingga
penulisan skripsi. Terimakasih kepada bapak Karyadi Wanafiah, SP sebagai
pembimbing di lapangan atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama proses
penelitian dan penulisan skripsi. Terimakasih kepada Ir. Endang Sjamsudin
M.Agr, Sc sebagai dosen pembimbing akdemik, atas bimbingan dan arahan yang
diberikan selama penulis menjadi mengikuti perkuliahan di IPB. Terimakasih
kepada Dr. M. Syukur, SP. M.Si sebagai dosen penguji atas saran dalam penulisan
skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada
keluarga yang luar biasa, buat Mama dan Papa atas doa, kasih sayang, perhatian
dan dukungan yang diberikan, buat abangku Marolop, adik-adikku Yanti, Anita,
Molisna dan Felixmon, terimakasih buat setiap perhatian dan kasih yang boleh
penulis rasakan. Terimakasih kepada PT East West Seed Indonesia, yang
memberikan tempat, pengetahuan-pengetahuan baru tentang pertanian, dan segala
hal yang penulis butuhkan selama penelitian berlangsung. Terimakasih kepada
bapak Supriyadi, A.Md atas setiap bantuan, bimbingan dan saran selama
pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung. Terimakasih kepada tim Farm (Pak Dodik, Pak Dudin, Pak Sopyan, Mas Anang, Om firta, Om saiful, Opa Umar,
Tante Rizky, Tante Kiky, Tante Reny, Tante Ayik, Tante Heny, Tante Holip,
Tante Sutik, Tante Halimah, Oma Inayah, Oma Nur, Oma Ika, Oma Ryna, Bu
Endang, Bu No, Bu Iyah, Mas Antok, Mas Dikin, Mas Edy, Om Ady, Om Idris)
dan tim Panti (Pak Biyanto dan keluarga, seluruh tim yang bergabung di lahan
Panti) untuk setiap pelajaran baru dan bantuannya selama penelitian berlangsung.
Terimakasih kepada mami Josh dan keluarga atas kasih dan perhatian yang
kepada komunitas YoNM (Youth of Nation Ministry), terutama buat kakak PA
(Melisa Rani Sapitri),) buat sahabat-sahabatku YoNM 45 (Dwi Endah, Leny
Tampubolon, Dita Barus, Efratia, Dumas dan Natanael Ginting) buat doa, setiap
kasih sayang, perhatian dan dukungannya sampai proses penulisan skripsi ini
selesai. Kepada teman-teman AGH 45 (terkhusus untuk Niken Khusnul, Lidya
Oktaviani, Resky Yunitia, Emilia Tri, Anita, Novita, Rani), KPS 45, asistensi
Elohay Mikarov, Asistensi Melchis’edek, kakak-kakak asisten, dan teman-teman
di Perwira 10 terimakasih atas semua dukungannya. Terimakasih buat semua
pihak yang memberikan dukungan dan bantuan selama penulis berada di IPB
yang belum penulis tuliskan, penulis bangga boleh kenal dan bekerjasama dengan
kalian semua.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam tulisan ini, oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan ini.
Bogor, Maret 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan... 2
Hipotesis... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 3
Tanaman Tomat dan Cabai Rawit... 3
Produksi Buah dan Biji... 4
Tomat ... 4
Cabai Rawit... 5
Serbuk sari dan Viabilitas Serbuk Sari... 6
BAHAN DAN METODE... 8
Waktu dan Tempat... 8
Bahan dan Alat... 8
Metode Penelitian... 8
Percobaan 1. Pengujian Daya Berkecambah Serbuk Sari... 8
Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN... 15
Kondisi Umum... 15
Percobaan 1. Penentuan Lot Serbuk sari dengan Dua Taraf DB... 16
Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih... 17
Pembentukan Buah... 17
Hasil Biji... 21
Mutu Benih... 27
KESIMPULAN DAN SARAN... 31
Kesimpulan... 31
Saran... 31
DAFTAR PUSTAKA... 32
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Hasil pengamatan daya berkecambah beberapa lot serbuk sari yang dipanen 6 Februari 2012... 16
2. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada tomat dengan bahan pencampur yang berbeda... 18
3. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada cabai rawit dengan bahan pencampur yang berbeda... 19
4. Hasil uji t antara dua bahan pencampur yang digunakan terhadap
persentase pembentukan buah tomat dan cabai rawit hibrida... 20
5. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap jumlah buah tomat yang terbentuk pada dengan bahan pencampur yang berbeda... 23
6. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat pada
setiap ukuran buah yang berbeda dengan bahan pencampur yang berbeda... 25
7. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dan
cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda... 26
8. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap mutu benih tomat dan
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Bentuk serbuk sari yang berkecambah... 9
2. Serbuk sari dengan bahan pencampurnya sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan... 11
3. Wadah untuk menyimpan serbuk sari: a. Cryovial; b. Cryovial berisi serbuk sari dalam boks plastik; c. Cryovial dalam boks... 11
4. Proses penyerbukan buatan: a. Kastrasi bunga betina; b. Penyerbukan dengan serbuk sari yang telah dicampur... 12
5. Pengujian mutu benih tomat dan cabai rawit: a. Benih ditanam dengan menggunakan metode UDK; b. Kecambah yang tumbuh dalam media; c. Kecambah dalam media pasir; d. Kecambah normal yang ditanam dalam media pasir; e. Amplop berisi kecambah normal dalam penentuan BKKN... 14 6. Persiapan penyerbukan: a. Perlengkapan penyerbukan di lapangan; b. Penyerbukan bunga tomat; c. Penyerbukan bunga cabai rawit ... 15
7. Buah hasil penyerbukan: a. Buah tomat; b. Buah cabai rawit ... 16
8. Biji yang terbentuk: a. Biji tomat; b. Biji cabai rawit... 21
9. Variasi ukuran buah: a. Kecil; b. Sedang; c. Besar... 22
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari tomat dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi pembentukan buah tomat hibrida... 37
2. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari tomat dengan bahan pencampur serbuk sari cabai terhadap persentasi pembentukan buah tomat hibrida... 37
3. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari cabai dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi pembentukan buah cabai hibrida... 37
4. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari tomat terhadap persentasi pembentukan buah cabai hibrida... 38
5. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari tomat dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi hasil biji tomat hibrida... 38
6. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari cabai terhadap persentasi hasil biji tomat hibrida... 38
7. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari cabai dengan bahan pencampur talk terhadap persentasi hasil biji cabai hibrida... 39
8. Sidik ragam regresi perlakuan daya berkecambah dan rasio serbuk
sari cabai dengan bahan pencampur serbuk sari tomat terhadap persentasi hasil biji cabai hibrida... 39
9. Kandungan bahan pencampur: talk... 40
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data impor buah tomat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya
peningkatan yang cukup tinggi masing-masing selama tahun 2007-2011 sebesar 7.672
ton, 11.015 ton, 7.556 ton, 10.325 ton, 10.639 ton, sementara untuk cabai pada kurun
waktu yang sama sebesar 12.615 ton, 15.612 ton, 17.922 ton, 20.200 ton, 28.887 ton
(BPS, 2012). Di lain pihak produktivitas kedua komoditas ini juga meningkat
masing-masing untuk tomat sebesar 12.33 ton/ha; 13.66 ton/ha; 15.27 ton/ha; 14.58 ton/ha;
16.65 ton/ha dan cabai sebesar 4.67 ton/ha; 4.47 ton/ha; 5.07 ton/ha; 4.56 ton/ha; 5.01
ton/ha (BPS, 2012). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi benih tomat dan cabai rawit adalah dengan penyediaan benih hibrida.
Benih hibrida tomat dan cabai diproduksi melalui penyerbukan buatan dengan
bantuan manusia untuk menjaga kemurniannya. Dalam produksi benih hibrida ini,
serbuk sari yang akan digunakan dikumpulkan dari tetua jantan dengan pemanenan dan
penyimpanan, agar serbuk sari tersedia sewaktu-waktu dibutuhkan. Dalam aplikasi di
lapangan, serbuk sari diserbukkan ke kepala putik dalam jumlah yang cukup banyak,
sementara jumlah serbuk sari yang tersedia terbatas. Ketersediaan serbuk sari harus
terjamin agar benih hibrida tetap dapat diproduksi. Oleh karena itu, penghematan
serbuk sari dalam penyerbukan sangat diperlukan.
Penghematan penggunaan serbuk sari dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan pencampur. Pencampuran serbuk sari telah banyak dilakukan dalam produksi
benih Annona cherimoya (Gonzales et al., 2006), Elaeis guineensis (Widiastuti dan
Palupi, 2007), Capsicum flexuosum (Garcia, 2011). Pada kelapa sawit, pencampuran
0,11 g serbuk sari + 0,89 g talk menghasilkan persentase pembentukan buah lebih tinggi
dibandingkan dengan pencampuran 0,088 g serbuk sari + 0,912 g talk (Widiastuti dan
Palupi, 2007). Pada cabai merah pencampuran 75% serbuk sari + 25% bahan
pencampur menghasilkan persentase pembentukan buah, pembentukan biji, daya
berkecambah dan bobot 100 butir yang lebih tinggi dibandingkan pencampuran 50%
serbuk sari + 50% bahan pencampur (Kivadasannavar, 2008). Challaham (1966)
melaporkan bahwa pencampuran 30% serbuk sari murni + 70% bahan pencampur pada
nyata dengan pencampuran 50% serbuk sari murni + 50% bahan pencampur dan
pencampuran 70% serbuk sari murni + 30% bahan pencampur.
Garcia (2011) menyatakan bahwa biji yang terbentuk dengan penyerbukan
buatan lebih banyak dibandingkan dengan tanpa penyerbukan. Penambahan serbuk sari
dapat meningkatkan jumlah biji yang terbentuk (Gonzales et al., 2006; Widiastuti dan Palupi, 2007; Kivadasannavar, 2008). Callaham (1966) juga melaporkan bahwa
pencampuran yang mengandung 10-20% serbuk sari murni menghasilkan biji yang
lebih sedikit dibandingkan dengan pencampuran yang mengandung 30-70% serbuk sari
murni. Penelitian terkait dengan bahan pencampur belum banyak dilakukan. Oleh
karena itu, penelitian mengenai bahan pencampur dan proporsinya terhadap serbuk sari
yang digunakan perlu dilakukan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rasio serbuk sari dengan
bahan campurannya terhadap persentase pembentukan buah, hasil biji serta mutu benih
tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum L) hibrida.
Hipotesis
1. Bahan pencampur serbuk sari tanaman lain lebih baik daripada talk dalam
pemanfaatannya untuk produksi benih.
2. Pencampuran serbuk sari menghasilkan persentase pembentukan buah, hasil biji
dan mutu benih tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai rawit (Capsicum annuum
L) hibrida yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan serbuk sari murni.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tomat dan Cabai Rawit
Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu produk hortikultura
yang berpotensi, menyehatkan dan mempunyai prospek pasar yang cukup menjanjikan.
Tomat, baik dalam bentuk segar maupun olahan, memiliki komposisi zat gizi yang
cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri atas 5-10% berat kering tanpa air dan 1
persen kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan, sekitar 50% dari berat keringnya
terdiri dari gula-gula tereduksi (terutama glukosa dan fruktosa), sisanya asam-asam
organik, mineral, pigmen, vitamin dan lipid. Kandungan gula pada tomat, sangat
dipengaruhi oleh sifat genetis tanaman (Wijayani dan Widodo, 2005).
Tanaman tomat terdiri atas akar, batang, daun, bunga dan biji. Tinggi tanaman
tomat mencapai 2-3 meter. Saat masih muda, batangnya berbentuk bulat dan teksturnya
lunak, tapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras
berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus di seluruh
permukaanya. Akar tanaman tomat berbentuk serabut yang menyebar ke segala arah.
Daun tomat yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan
lebar 15-20 cm. daun tomat tumbuh di dekat dahan atau cabang. Sementara itu, tangkai
daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7-10 cm dan ketebalannya 0.3-0.5 cm.
Tomat termasuk tanaman setahun (annual) (Kusandryani et al., 2005; Maulida dan Julkarnaen, 2010) dengan pola tumbuh determinate, indeterminate (Kusandryani et al., 2005) dan semi determinate (Warianto, 2011). Tipe determinate adalah tanaman tomat yang pertumbuhannya diakhiri dengan tumbuhnya rangkaian bunga atau buah.
Umur panennya relatif lebih pendek dan pertumbuhan batangnya cepat. Tipe
indeterminate adalah tanaman tomat yang pertumbuhannya tidak diakhiri dengan tumbuhnya bunga atau buah. Umur panennya relatif lama dan pertumbuhan batangnya
lebih lambat. Tipe semi determinate adalah tanaman tomat memiliki ciri-ciri
pertumbuhan antara determinate dengan indeterminate (Warianto, 2011).
Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam tangkai dengan
jumlah 5-10 bunga pertangkai atau tergantung dari varietasnya. Kuntum bunga terdiri
dari lima helai daun kelopak dan lima helai daun mahkota. Pada serbuk sari bunga
terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang
bunganya berumah satu. Biji tomat berbentuk pipih, berbulu dan diselimuti daging
buah. Warna bijinya ada yang putih, putih kekuningan ada juga yang kecoklatan
(Atherton dan Rudich, 1986).
Cabai merupakan salah satu famili Solanaceae penting di dunia (Navarro et al., 2006). Cabai rawit merupakan tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan
oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan
vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan
vitamin C (Piay et al., 2010). Umur berbunga cabai yang lebih cepat dapat
menyebabkan umur panen lebih cepat (Syukur et al., 2010). Tanaman cabai rawit
memiliki tinggi 50-100 cm dengan banyak percabangan pada batangnya. Daun
berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing dan pangkal menyempit, tepi rata dengan
panjang 5.0-9.5 cm, lebar 1.5-5.5 cm (Kusandryani, 1996).
Produksi Buah dan Biji
Tomat
Dalam proses pembentukan buah harus melalui penyerbukan dan pembuahan.
Penyerbukan hanya dapat terjadi apabila serbuk sari yang viabel akan jatuh ke kepala
putik yang reseptif. Serbuk sari akan berkecambah membentuk tabung sari dan
menghantarkan sperma untuk membuahi sel telur sehingga pembuahan dapat berhasil.
Untuk membentuk bunga dan pertumbuhan yang baik, tanaman tomat memerlukan
suhu 23oC pada siang hari dan 17oC pada malam hari (Daryanto dan Satifah, 1984).
Lutihfyrakhman dan Susila (2013) melaporkan bahwa suhu yang dibutuhkan tanaman
tomat agar tumbuh, berkembang dan berbuah dengan baik adalah 18.5oC dan 25oC.
Dinding pada rongga buah merupakan tempat dimana biji-biji itu tumbuh
(Atherton dan Rudich, 1986), dengan demikian makin banyak jumlah rongga buah
maka makin banyak peluang tempat untuk tumbuhnya biji. Keberhasilan proses
pembungaan dan pembuahan ditentukan oleh faktor genetis tanaman itu sendiri. Purwati
(2008) menyatakan bahwa karakteristik fenotipik tomat seperti tebal daging buah dan
ukuran buah tidak berkorelasi dengan jumlah biji. Jumlah rongga buah berkorelasi
dengan jumlah biji.
Kematangan buah tomat dapat diklasifikasikan ke dalam empat tahap (Naika et
diiris, tidak ada sari buah didalamnya, 2) Biji berwarna coklat kekuningan (matang) dan
terdapat beberapa sari buah, 3) Biji terdorong ke luar ketika dipotong. Bagian dalamnya
masih berwarna hijau, 4) Sari buah berwarna merah.
Pemanenan tomat pada tahap pertama menghasilkan tomat dengan kualitas
rendah, sedangkan pemanenan pada tahap ketiga dan keempat menghasilkan tomat
dengan kualitas yang tinggi (Naika et al., 2005). Jumlah buah tomat terus meningkat hingga umur 11 MST dan mengalami penurunan pada umur 12 MST (Wijayanti dan
Susila, 2013).
Cabai Rawit
Cabai mempunyai sifat menyerbuk sendiri dengan variasi penyerbukan silang
yang tinggi tergantung genotipe dan lingkungan. Pertumbuhan dan pembungaan cabai
rawit membutuhkan kisaran suhu udara antara 210C-270C dan suhu untuk pembuahan
antara 15.50C -210C. Daerah yang mempunyai suhu udara 160C pada malam hari dan
minimal 230C pada siang hari sangat cocok bagi pertumbuhan cabai rawit. Bila suhu
udara malam hari dibawah 160C dan siang hari diatas 320C, proses pembungaan dan
pembuahan tanaman cabai rawit akan mengalami kegagalan (Rukmana, 2002).
Cabai dipanen setelah berumur 75-85 hst. Pemanenan dilakukan pagi hari,
dengan warna buah orange sampai merah. Pemanenan cabai sebaiknya dilakukan
serentak dalam satu hamparan dan dilakukan pada kondisi buah cabai sudah tidak basah
karena embun. Cabai juga merupakan tanaman yang mempunyai kadar air yang cukup
tinggi (55-85%) pada saat panen (Piay et al., 2010).
Keberhasilan dalam proses pembungaan dan pembuahan dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan antara lain curah hujan, jumlah air , unsur hara , serangan
hama dan penyakit (Purwati, 2008) dan suhu (Snyder, 1996; Gao et al., 2010). Suhu
yang tinggi setelah penyerbukan dapat menurunkan produksi buah dan biji per buah
(Pagamas dan Nawata, 2007). Selain faktor diatas, Purwati (2008) juga melaporkan
bahwa pada tomat faktor genetis juga mempengaruhi pembungaan dan pembuahan yang
mengalami penyerbukan, dan persentase bunga yang jadi buah. Rendahnya produksi
buah dan biji Acacia menurut Sunarti (2008) disebabkan masih rendahnya jumlah
kuntum bunga yang terbentuk. Tingginya bunga mekar pada tanaman jeruk pamelo
Nurhasybi dan Sudrajad (2002) juga melaporkan bahwa pohon Acacia manginum yang memiliki pertumbuhan yang kurang baik menghasilkan biji yang sedikit.
Serbuk Sari dan Viabilitas Serbuk Sari
Serbuk sari merupakan pembawa organ jantan yang terdapat dalam bunga.
Serbuk sari bahkan mungkin menjadi steril. Shore dan Barret (1984) yang menyatakan
bahwa pada tanaman Turnera ulmifolia intensitas penyerbukan mempengaruhi
terbentuknya buah; buah gagal terbentuk dikarenakan intensitas penyerbukan yang
rendah.
Viabilitas serbuk sari merupakan kemampuan untuk berkecambah dan
membentuk tabung sari (Abdul-Baki, 1992). Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh
waktu penyimpanan. Pada kelapa sawit viabilitas serbuk sari menurun setelah disimpan
selama tiga bulan dari 92% menjadi 83% (Widiastuti dan Palupi, 2008). Viabilitas
serbuk sari buah naga juga menurun setelah disimpan setelah satu minggu, dua minggu
dan tiga minggu akan tetapi cenderung meningkat setelah disimpan selama empat
minggu (Sari et al., 2010). Rendahnya viabilitas serbuk sari juga disebabkan karena
metode penyimpanan yang kurang sesuai. Penyimpanan serbuk sari Morus alba hingga
48 minggu pada freezer (-30 oC,-20 oC) menghasilkan viabitas serbuk sari yang lebih tinggi dibandingkan dengan viabilitas serbuk sari yang disimpan pada suhu 4oC dalam
larutan organik (Khan dan Perveen, 2008). Faktor lain yang menyebabkan rendahnya
viabilitas serbuk sari adalah tingkat kemasakan serbuk sari. Makin tinggi tingkat
kemasakan serbuk sari maka persentase perkecambahan makin tinggi (Bhojwani dan
Bahtnagar, 1999). Komposisi dan konsentrasi media yang digunakan dalam uji
perkecambahan serbuk sari dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari pada berbagai
jenis tumbuhan (Wang et al., 2004; Prakash et al., 2010). Viabilitas serbuk sari pada Cucurbitaceae optimum dihasilkan dengan pengecambahan pada media dengan
konsentrasi sukrosa antara 7.5% dan 20% (Dane et al., 2004). Komposisi media yang
dibutuhkan untuk perkecambahan serbuk sari adalah air, gula, garam anorganik, dan
vitamin (Khan dan Perveen, 2008). Viabilitas serbuk sari juga dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban, perbedaan genotipe, vigor, dan fisiologi tanaman, dan umur bunga (Nyine
dan Pillay, 2007). Persentase perkecambahan serbuk sari tomat menurun dalam kondisi
lingkungan dengan suhu yang tinggi 37/27 oC (Soylu dan Comlecioglu, 2009). Selain
bawah kondisi suhu yang tinggi menjadi faktor yang sangat penting dalam
kemampuannya untuk membentuk buah. Sharafi (2011) yang menyatakan bahwa
persentase perkecambahan serbuk sari tomat menunjukkan kemampuannya dalam
membentuk buah. Persentase perkecambahan serbuk sari family Rosaceae yang
semakin tinggi menghasilkan buah hasil penyerbukan yang terbentuk juga semakin
tinggi.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2012 di lahan
percobaan Production Farm dan Laboratorium PT. East West Seed Indonesia, kantor
Jember, Jawa Timur.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah serbuk sari dari tanaman induk jantan dalam
produksi benih tomat (TO 038) dan cabai rawit (CR 002) dengan dua taraf daya
berkecambah (DB), bahan campuran yang digunakan antara lain serbuk sari tanaman
lain dan talk. Media perkecambahan serbuk sari yang digunakan untuk pengujian DB
yaitu media Ewid 1.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain pinset, mikroskop cahaya,
jarum ose, deck glass, tissue, cawan petri, box plastik, timbangan, alat penyerbukan, label, plastik, cryovial, kamera dan alat-alat pertanian di lapangan.
Metode Penelitian
Percobaan 1. Pengujian Daya Berkecambah Serbuk Sari.
Percobaan pertama dilakukan untuk mencari lot serbuk sari dengan 2 taraf daya
berkecambah (DB), yakni taraf DB1 (rendah) dan taraf DB2 (tinggi). Serbuk sari yang
digunakan adalah serbuk sari yang tersedia dalam berbagai penyimpanan. Serbuk sari
tersebut akan digunakan dalam percobaan 2. Pengujian daya berkecambah dilakukan
dengan menggunakan media Ewid 1.
Pelaksanaan percobaan
1. Serbuk sari dalam kotak cryovial (Gambar 3C) diambil dari ultra frezeer
(-80oC), didiamkan ± 15 menit pada suhu ruang.
2. Serbuk sari dalam cryovial diambil dengan menggunakan jarum ose, kemudian
diletakkan dalam deck glass. Serbuk sari tersebut dikecambahkan pada media
Ewid 1, dengan mencampurkan serbuk sari dan media pada deck glass.
telah dialasi dengan kertas lembab, dan disimpan dalam ruangan dengan suhu
± 240C selama empat jam.
3. Pengamatan dilakukan pada empat jam setelah pengecambahan menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serbuk sari yang viabel. Serbuk sari
yang viabel akan berkecambah dan membentuk tabung serbuk sari. Serbuk sari
dikategorikan viabel (tumbuh) apabila berkecambah sepanjang paling sedikit satu kali
panjang diameternya (Gambar 1). Daya berkecambah dihitung dengan menggunakan
rumus :
Daya berkecambah = %
Gambar 1. Bentuk serbuk sari yang berkecambah.
Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji dan Mutu Benih
Percobaan 2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencampuran serbuk sari
dengan bahan pencampurnya terhadap mutu benih. Percobaan ini menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan dua faktor; daya berkecambah
serbuk sari dan rasio serbuk sari.
Faktor daya berkecambah serbuk sari terdiri atas dua taraf yaitu daya
berkecambah rendah (DB1: <8%) dan daya berkecambah tinggi (DB2: 9-15%). Faktor
rasio serbuk sari terdiri atas empat taraf rasio yaitu R1 (serbuk sari murni), R2 (rasio 4:1
: 4/5 bagian serbuk sari murni dan 1/5 bagian bahan pencampur), R3 (rasio 2:1 : 2/3
bagian serbuk sari murni dan 1/3 bagian bahan pencampur), R4 (rasio 1:1 : ½ bagian
serbuk sari murni dan ½ bagian bahan pencampur). Kombinasi dua taraf tersebut
Dalam satu satuan percobaan terdapat lima tanaman contoh. Percobaan ini
menggunakan dua bahan pencampur yang digunakan secara terpisah untuk tomat
digunakan talk dan serbuk sari cabai yang telah mati ; untuk cabai rawit digunakan talk
dan serbuk sari tomat yang telah mati. Uji t dilakukan untuk mengetahui bahan
pencampur yang terbaik. Untuk satu bahan pencampur terdapat 160 tanaman contoh;
dua bahan pencampur 320 tanaman contoh. Jadi, terdapat 640 tanaman contoh untuk
dua jenis bahan tanam. Peubah yang diamati antara lain adalah jumlah buah yang
terbentuk setelah penyerbukan, hasil biji yang terbentuk dan mutu benih yakni daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, bobot seribu butir dan
BKKN (berat kering kecambah normal). Model matematika yang digunakan dalam
percobaan ini adalah :
Yijk= μ + αi + j + (α )ij + k + εijk ; (i=1,2; j=1,2,3,4; k=1,2,3,4)
Ket : Yijk = respon pengamatan pengaruh daya berkecambah-i, rasio ke-j, kelompok
ke-k)
μ = nilai tengah umum
αi = pengaruh daya berkecambah ke-i
j = pengaruh rasio ke-j
(α )ij = pengaruh interaksi daya berkecambah ke-i, rasio ke-j
k = pengaruh kelompok ke-k
εij = galat percobaan ke-i, kelompok ke-j
Pelaksanaan percobaan
a. Pencampuran serbuk sari
1. Serbuk sari yang telah diuji, dimasukkan ke dalam cawan petri dan
dipisahkan menjadi dua bagian. Bagian pertama serbuk sari yang memiliki
DB rendah (<8%) dan bagian kedua serbuk sari yang memiliki DB tinggi
(9-15%). Bahan pencampur yakni serbuk sari tanaman lain dan talk dimasukkan
ke dalam cawan petri secara terpisah.
2. Serbuk sari dan bahan pencampur ditimbang sesuai dengan rasio yang telah
ditentukan (Gambar 2).
3. Serbuk sari dan bahan pencampurnya diaduk dan dimasukkan ke dalam
diaplikasikan untuk satu kali penyerbukan sehingga terdapat 224 Cryovial
untuk satu bahan tanam; 448 Cryovial untuk dua bahan tanam
Gambar 2. Serbuk sari dengan bahan pencampurnya sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan
4. Untuk Cryovial yang berisi serbuk sari tomat, dimasukkan kedalam boks
plastik yang telah diisi dry ice untuk dibawa ke lahan percobaan PT East West Seed Indonesia desa Karang Kebun Kec. Panti (Gambar 3b),
sedangkan untuk Cryovial yang berisi serbuk sari cabai rawit dimasukkan ke dalam kotak Cryovial dan disimpan dalam freezer untuk diaplikasikan di
Screen house PT East West Seed Indonesia.
Gambar 3. Wadah untuk menyimpan serbuk sari: a. Cryovial; b. Cryovial berisi serbuk sari dalam boks plastik; c. Cryovial dalam boks
b. Penyerbukan di lahan
1. Pada tanaman tomat dilakukan kastrasi (Gambar 4a) satu hari sebelum
penyerbukan yang dilaksanakan siang hingga sore hari dengan menggunakan
pinset, sedangkan pada tanaman cabai kastrasi tidak perlu dilakukan karena
tanaman cabai yang digunakan merupakan tanaman yang telah disterilkan
terlebih dahulu. Bunga tomat yang dikastrasi adalah bunga yang masih
kuncup dan diserbuki keesokan harinya. Bunga cabai yang diserbuki adalah
bunga yang mekar.
2. Penyerbukan (Gambar 4b) dilaksanakan pagi hari dari pukul 06.50 wib
hingga 10.00 wib sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan perlengkapan penyerbukan.
R4 R3
R2 R1
Serbuk sari
1 g
Talk
1 g
Talk
0.7 g 1.3 g
Serbuk sari Serbuk sari
Talk
0.4 g
Serbuk sari 1.6 g
2 g
3. Untuk cabai rawit, tidak dilakukan kastrasi karena bahan tanaman yang
digunakan adalah steril jantan.
Gambar 4. Proses penyerbukan buatan: a. Kastrasi bunga betina; b. Penyerbukan dengan serbuk sari yang telah dicampur
Dua minggu setelah penyerbukan, buah yang telah terbentuk dihitung, baik
untuk tomat maupun cabai rawit. Peubah yang diamati adalah jumlah buah yang
terbentuk. Persentase pembentukan buah dihitung menggunakan rumus:
Pembentukan buah % Jumlah buah yang terbentukjumlah bunga yang disebuk %
c. Pemanenan buah
1. Buah yang telah siap panen (buah yang berwarna merah), dipanen dari lahan,
dan dipisahkan sesuai dengan perlakuan.
2. Buah kemudian diekstrak.
3. Pada tomat setelah diekstrak, biji dimasukkan ke dalam wadah dan
didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan lendir yang menempel pada
biji tomat. Kemudian, biji tersebut dibersihkan dengan menggunakan
deterjen, dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari langsung. Setelah
kering, biji bernas dihitung.
4. Pada cabai, setelah diekstrak biji bernas yang terbentuk dihitung, kemudian
dibersihkan dengan menggunakan deterjen dan dikeringkan di bawah sinar
matahari.
Peubah yang diamati adalah jumlah biji bernas yang terbentuk per buah.
d. Pengujian daya berkecambah benih
1. Benih ditanam dengan menggunakan metode uji di atas kertas (UDK)
(Gambar 5a).
2. Penghitungan kecambah normal dilakukan pada hari yang kesepuluh setelah
tanam. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal yang
tumbuh pada akhir pengamatan. Persentase daya berkecambah dihitung
dengan menggunakan rumus:
Daya berkecambah DB jumlah benih yang ditanam xjumlah kecambah normal %
Kriteria kecambah normal sesuai dengan ketentuan International Seed
Testing Association (ISTA) (2010) : terdapat akar primer yang panjang dan
akar sekunder, memiliki dua kotiledon, terdapat minimal dua daun primer.
e. Pengujian kecepatan tumbuh benih
1. Benih ditanam dengan metode UDK
2. Untuk tomat, kecambah normal yang terbentuk dihitung setiap hari hingga
14 hari pengamatan. Untuk cabai rawit, kecambah normal yang terbentuk
diamati setiap hari hingga 12 hari pengamatan.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal yang tumbuh
setiap hari selama pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung menggunakan
rumus:
KCT % kecambah normal pada etmal ke iwaktu pengamatan etmal ke i
f. Penentuan potensi tumbuh maksimum
Potensi tumbuh maksimum ditentukan berdasarkan persentase benih yang
tumbuh. Benih yang tumbuh adalah benih yang terimbibisi dan radikulanya
berkembang sampai menembus kulit benih. Persentase potensi tumbuh
maksimum dihitung dengan menggunakan rumus:
PTM % jumlah benih yang ditanamjumlah benih yang tumbuh %
g. Penentuan berat kering kecambah normal
Dalam menguji berat kering kecambah normal, benih ditanam dengan
menggunakan media pasir (Gambar 5c), menggunakan 25 butir benih pada
1. Kecambah normal yang terbentuk 14 hari setelah pengecambahan,
dibersihkan, kotiledon dibuang dan dimasukkan kedalam amplop
2. Kecambah yang sudah dibuang kotiledonnya dimasukkan ke dalam amplop.
Amplop sebelumnya ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot
awalnya (Ko). Amplop dimasukkan ke dalam oven pada suhu 600C selama
3x24 jam.
3. Amplop diambil dan didiamkan dalam desikator hingga dingin dan
ditimbang (K1).
Bobot kering kecambah = K1-Ko.
Gambar 5. Pengujian mutu benih tomat dan cabai rawit: a. Benih ditanam dengan metode UDK; b. Kecambah yang tumbuh dalam media; c. Kecambah dalam media pasir; d. Kecambah normal yang ditanam dalam media pasir; e. Amplop berisi kecambah normal dalam penentuan BKKN
h. Bobot 1000 butir
Sebanyak 100 butir benih diambil secara acak dengan 8 ulangan. Setiap ulangan
ditimbang bobotnya (2 desimal). Perbedaan antar ulangan tidak boleh >6%,
kemudian kedelapan ulangan dirata-ratakan.
Bobot 1000 butir =Kedelapan ulangan dirata-ratakan x 10.
Setiap data yang diperoleh diolah dengan menggunakan software SAS dan jika
dalam analisis ragam perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT
pada taraf 5%.
b
b
e
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tanaman tomat (TO 038) adalah tanaman determinate, yang berbunga pada 23
HST. Bunga yang digunakan dalam produksi benih (diserbuki) adalah bunga yang
muncul pada tahap dua. Hal ini dimaksudkan agar saat proses penyerbukan seluruh
tanaman sudah berbunga. Penyerbukan dilakukan pada pukul 06.30-10.00, akan tetapi
saat jumlah bunga banyak, penyerbukan dilaksanakan hingga pukul 12.00 WIB.
Tanaman cabai rawit (CR 002) berbunga pada 20 HST. Bunga yang digunakan
dalam produksi benih (diserbuki) adalah bunga yang muncul pada tahap dua. Hal ini
dilakukan karena bunga yang muncul pada tahap satu rontok, dan dilakukan
penanganan khusus sehingga bunga tahap dua dapat diserbuk. Penyerbukan dimulai
pada pukul 07.00-09.00 WIB, akan tetapi saat jumlah bunga banyak, penyerbukan
dilaksanakan hingga pukul 11.00 WIB.
Aplikasi penyerbukan dilapangan menggunakan perlengkapan yang dirancang
khusus untuk penyerbukan berupa selang kecil (Gambar 6). Serbuk sari dalam cryovial
dimasukkan kedalam selang, kemudian putik dibenamkan kedalam serbuk sari tersebut.
Dengan cara tersebut banyaknya serbuk sari yang menempel pada permukaan putik
sama.
Gambar 6. Persiapan penyerbukan: a. Perlengkapan penyerbukan di lapangan; b. Penyerbukan bunga tomat; c. Penyebukan cabai rawit
Penyerbukan dilakukan pada 320 tanaman tomat dan 320 tanaman cabai rawit.
Pada tomat penyerbukan dilakukan pada setiap bunga yang telah dikastrasi dua hari
sebelumnya. Rata-rata bunga yang diserbuki lima bunga per tanaman. Jumlah bunga
yang dikastrasi lebih banyak dibandingkan bunga yang diserbuki, hal ini terjadi karena
bunga yang dikastrasi dua hari sebelumnya ada yang rontok. Penyerbukan pada cabai
rawit dilakukan pada bunga yang mekar. Rata-rata bunga yang diserbuki dua bunga per
tanaman. Panen dilaksanakan ketika buah tomat berwarna merah. Panen tomat
dilakukan secara bertahap sebanyak 14 kali (Gambar 7a), sedangkan cabai rawit
(Gambar 7b) dipanen dua kali.
Gambar 7. Buah hasil penyerbukan: a. Buah tomat; b. Buah cabai rawit
Buah tomat yang dipanen, langsung diekstrak dan didiamkan selama 24 jam
kemudian dicuci dan dijemur pada panas matahari. Perlakuan ini dimaksudkan agar biji
yang dihasilkan dapat dicuci dan lendir yang menempel pada biji terbuang. Berbeda
halnya dengan cabai rawit, buah yang telah dipanen diekstrak, dicuci dan langsung
dijemur pada panas matahari.
Percobaan 1. Penentuan Lot Serbuk Sari dengan Dua Taraf DB
Serbuk sari yang digunakan pada Percobaan 1 diambil dari waktu panen yang
sama yaitu 6 Februari 2012. Dari beberapa lot yang diamati (Tabel 1) diambil lot
dengan DB <8% (rendah) dan DB 9-15% (tinggi).
Tabel 1. Hasil pengamatan daya berkecambah beberapa lot serbuk sari yang dipanen 6 Februari 2012
Sebuksari yang digunakan untuk Percobaan 2 pada tomat menggunakan lot
nomor 1200383 dan 1200393 dengan daya berkecambah rendah (<8%), dan lot nomor
1200442 dan 1200450 untuk daya berkecambah tinggi (9-15%). Untuk cabai rawit, lot
nomor 1200912 dan 1200919 digunakan sebagai serbuk sari dengan daya berkecambah
Tomat Cabai rawit
Lot Lot
Nomor U1 U2 Rata-rata Nomor U 1 U 2 Rata-rata
1200383 10.40 2.40 6.40 1200912 5.82 3.00 4.41
1200393 3.42 4.38 3.45 1200919 5.88 5.94 5.91
1200442 15.95 8.67 12.31 1200934 14.70 15.2 14.95
1200450 9.80 11.00 10.40
rendah (<8%) dan lot nomor 1200934 sebagai serbuk sari dengan daya berkecambah
tinggi (9-15%).
Percobaan 2. Pengaruh Pencampuran Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah, Hasil Biji Dan Mutu Benih.
Pembentukan Buah
Buah yang dipanen adalah buah berwarna merah. Buah tomat dipanen 41 hari
setelah penyerbukan, sedangkan cabai rawit 56 hari setelah penyerbukan. Hasil sidik
ragam (Lampiran 1, 2, 3 dan 4) menunjukkan bahwa tingkat daya berkecambah serbuk
sari dan rasio serbuk sari dengan bahan pencampur talk maupun serbuk sari dari
tanaman lain tidak berpengaruh secara nyata terhadap pembentukan buah. Serbuk sari
dengan daya berkecambah rendah maupun tinggi menghasilkan persentase
pembentukan buah yang tinggi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembentukan buah tidak dipengaruhi
oleh seberapa banyak serbuk sari yang diaplikasikan dan berapa tingkat daya
berkecambahnya baik pada tanaman tomat (Tabel 2) maupun cabai rawit (Tabel 3).
Persentase pembentukan buah tomat yang terbentuk menggunakan serbuk sari dengan
daya berkecambah rendah (<8%) dan bahan pencampur talk adalah 79.2%, dengan
bahan pencampur serbuk sari cabai sebesar 77.2%. Serbuk sari dengan daya
berkecambah tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk menghasilkan persentase
pembentukan buah sebesar 80.5%, dengan bahan pencampur serbuk sari cabai sebesar
81.1%. Persentase pembentukan buah cabai rawit yang terbentuk menggunakan serbuk
sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur talk sebesar
83.9%, dengan bahan pencampur serbuk sari tomat sebesar 81.2%. Serbuk sari dengan
daya berkecambah tinggi dengan bahan pencampur talk menghasilkan persentase
pembentukan buah cabai rawit sebesar 88.9%, dengan bahan pencampur serbuk sari
tomat sebesar 82.0%. Walaupun ada kecenderungan daya berkecambah serbuk sari
yang lebih tinggi menghasilkan persentase pembentukan buah yang lebih tinggi
daripada persentase pembentukan buah dari serbuk sari dengan daya berkecambah
rendah, akan tetapi keduanya tidak berbeda nyata secara statistik. Hasil penelitian ini,
Tabel 2. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada tomat dengan bahan pencampur yang berbeda
Rasio
Bahan pencampur: talk
DB1 (<8%) DB2 (9-15%)
∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%) ∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%)
R1 1015 858 84.5 1124 936 83.3
R2 1132 897 79.2 1033 845 81.8
R3 1082 885 81.8 1283 1033 80.5
R4 1173 836 71.3 1003 766 76.4
Rata-rata 79.2 80.5
Bahan pencampur: serbuk sari cabai
R1 1678 1274 75.9 1274 936 73.5
R2 1322 1031 78.0 1042 924 88.7
R3 1304 1039 79.7 1365 1109 81.2
R4 1374 1033 75.2 1355 1098 81.0
Rata-rata 77.2 81.1
Tabel 3. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap persentase pembentukan buah pada cabai rawit dengan bahan pencampur yang berbeda
Rasio
Bahan pencampur: talk
DB1 (<8%) DB2 (9-15%)
∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%) ∑ Bunga diserbuki ∑ Buah jadi Pembentukan buah (%)
R1 533 431 80.9 556 528 95.0
R2 368 307 83.4 357 337 94.4
R3 373 325 87.1 410 365 89.0
R4 424 358 84.4 253 195 77.1
Rata-rata 83.9 88.9
Bahan pencampur: serbuk sari tomat
R1 512 430 84.0 470 417 88.7
R2 397 290 73.0 525 464 88.4
R3 457 376 82.3 385 313 81.3
R4 483 413 85.5 403 281 69.7
Rata-rata 81.2 82.0
pencampuran serbuk sari tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, tetapi
bertentangan dengan penelitian Widiastuti dan Palupi (2007) pada kelapa sawit yang
menyatakan bahwa persentase pembentukan buah meningkat seiring dengan
penambahan serbuk sari murni. Penelitian Kivadasannavar (2008) juga menunjukkan
bahwa banyaknya serbuk sari yang diaplikasikan mempengaruhi banyaknya buah cabai
tingggi dibandingkan pencampuran 50% serbuk sari murni : 50% bahan pencampur.
Kumar et al. (2008) melaporkan bahwa persentase pembentukan buah pada
penyerbukan dari satu bunga jantan untuk menyerbuki empat bunga betina lebih tinggi
dibandingkan dengan penyerbukan oleh satu bunga jantan untuk menyerbuki enam
bunga betina pada tomat. Hal ini terkait dengan jumlah serbuk sari viabel yang tersedia
untuk penyerbukan. Semakin tinggi ketersediaan serbuk sari viabel yang tersedia
semakin tinggi pembentukan buah. Dalam penelitian ini, rasio serbuk sari dengan bahan
pencampur 1:1 diduga sudah melebihi kebutuhan serbuk sari untuk pembentukan buah
yang tinggi, sehingga rasio yang lebih tinggi tidak meningkatkan persentase
pembentukan buah. Demikian juga karena serbuk sari yang tersedia melebihi
kebutuhan, maka lot serbuk sari dengan daya berkecambah rendah tetap dapat
menghasilkan pembentukan buah yang tinggi. Kivadasannavar (2008) melaporkan
bahwa pembentukan buah cabai merah tertinggi dihasilkan pada perlakuan dengan
menggunakan serbuk sari segar dibandingkan dengan pembentukan buah dengan
menggunakan serbuk sari yang telah disimpan satu hingga dua tahun sebelumnya.
Dalam penelitian ini, penghematan serbuk sari dilakukan dengan menggunakan
bahan pencampur yang berbeda, yaitu talk dan serbuk sari tanaman lain. Kedua bahan
pencampur menghasilkan pesentase pembentukan buah yang tidak berbeda nyata (Tabel
4)
Tabel 4. Hasil uji t antara dua bahan pencampur yang digunakan terhadap persentase pembentukan buah tomat dan cabai rawit hibrida
Keterangan: DB1 (< 8 %); DB 2 (9- 15%); R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur); tn: tidak nyata pada uji t Perlakuan
Hasil uji t Tomat
(talk X serbuk sari cabai)
Cabai rawit (talk X serbuk sari tomat)
DB1R1 - -
DB1R2 tn tn
DB1R3 tn tn
DB1R4 tn tn
DB2R1 - -
DB2R2 tn tn
DB2R3 tn tn
Serbuk sari tomat maupun serbuk sari cabai yang digunakan merupakan serbuk
sari yang memiliki senyawa kimia yang sama karena berasal dari satu famili, yang
seharusnya membentuk buah yang lebih tinggi dibandingkan bahan pencampur talk.
Bahan pencampur talk yang dipakai merupakan bahan yang memiliki sifat yang sangat
berbeda dengan serbuk sari dalam hal warna, bau dan teksturnya yang lebih halus;
sehingga dapat menimbulkan reaksi yang berbeda dan menurunkan persentase
pembentukan buah pada tomat maupun cabai rawit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pencampur talk maupun bahan
pencampur serbuk sari tanaman lain yang telah mati dapat digunakan untuk produksi
buah dan biji tomat maupun cabai rawit hibrida. Penggunaan bahan pencampur lain
yang lebih mudah diperoleh dan lebih murah perlu diteliti pengaruhnya terhadap
perkecambahan serbuk sari.
Hasil Biji
Keberhasilan dari proses penyerbukan dapat juga dilihat dari kemampuan
tanaman dalam membentuk biji bernas (Gambar 8a dan 8b). Hasil sidik ragam
(Lampiran 5, 6, 7 dan 8) menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari dan rasio
sebuk sari : bahan pencampur masing-masing berpengaruh nyata terhadap hasil biji
tomat dan cabai rawit.
Gambar 8. Biji yang terbentuk a. Biji tomat; b. Biji cabai rawit
Pada Tabel 5 terlihat bahwa buah dengan ukuran besar (Gambar 9c)
menghasilkan biji yang lebih banyak dibandingkan dengan buah dengan ukuran sedang
(Gambar 9b) dan ukuran kecil (Gambar 9a). Kusmayadi (2011) menyatakan bahwa
berdasarkan beratnya buah dapat dikelompokkan menjadi buah besar (jika beratnya
lebih dari 150 g/buah), sedang (jika beratnya 100-150 g/buah), dan kecil (jika beratnya
penyerbukan dengan bahan pencampur talk menghasilkan buah berukuran besar
dengan berat berkisar antara 56.64-95.76 g/buah, sedang berkisar antara 35.60-51.43
g/buah dan kecil berkisar antara 10.19-30.08 g/buah. Buah berukuran besar yang
dihasilkan daripenyerbukan dengan serbuk sari cabai beratnya berkisar 56.77-81.80
g/buah, sedang 31.53-50.46 g/buah dan kecil berkisar 9.71-25.30 g/buah.
Gambar 9. Variasi ukuran buah a. Kecil; b. Sedang; c. Besar
Serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur
talk (Tabel 5) menghasilkan buah berukuran besar sebesar 14.8%, sedang sebesar
68.8% dan kecil sebesar 15.4%, sementara serbuk sari dengan daya berkecambah yang
tinggi (9-15%) menghasilkan buah berukuran besar 15.4%, sedang 71.8% dan kecil
12.7%. Serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur
serbuk sari tomat menghasilkan buah berukuran besar 10.5%, sedang 71.8% dan kecil
17.7%, sementara serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) menghasilkan
buah berukuran besar 16.1%, sedang 68.5% dan kecil 15.5%. Data ini menunjukkan
bahwa penggunaan serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%)
membentuk buah besar dan sedang yang lebih banyak daripada serbuk sari dengan daya
berkecambah yang rendah (<8%), baik dengan bahan pencampur talk maupun bahan
pencampur serbuk sari cabai.
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa daya berkecambah serbuk sari yang
tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk menghasilkan jumlah biji yang lebih
tinggi. Dari serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) yang dicampur talk
hasil biji pada buah ukuran besar 69 butir/buah, ukuran sedang 48 butir/buah dan
ukuran kecil 31 butir/buah. Sementara dari serbuk sari dengan daya berkecambah
rendah (<8%) diperoleh hasil biji pada buah ukuran besar 51 butir/buah, ukuran buah
sedang 32 butir/buah dan ukuran buah kecil 23 butir/buah. Penggunaan bahan
pencampur serbuk sari cabai untuk produksi benih tomat menghasilkan kecenderungan
yang sama, biji dari serbuk sari dengan daya berkecambah tinggi (9-15%) dihasilkan
lebih banyak (buah ukuran besar 73 butir/buah, ukuran sedang 54 butir/buah dan ukuran
kecil 37 butir/buah) daripada biji dari serbuk sari dengan daya berkecambah rendah
(<8%) (buah ukuran besar 56 butir/buah, ukuran sedang 42 butir/buah dan ukuran kecil
25 butir/buah). Buah ukuran besar dengan bahan pencampur talk menghasilkan biji 60
butir/buah, ukuran sedang 40 butir/buah dan ukuran kecil 27 butir/buah. Untuk bahan
pencampur serbuk sari cabai buah ukuran besar menghasilkan biji 65 butir/buah, ukuran
sedang 48 butir /buah dan ukuran kecil 31 butir/buah. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Aloho dan Jhonson (2012) yang menyatakan bahwa buah yang besar
menghasilkan biji per buah yang lebih tinggi dibandingkan buah dengan ukuran kecil.
Tabel 5. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap jumlah buah tomat yang terbentuk dengan bahan pencampur yang berbeda
Perlakuan
Bahan pencampur: talk
DB1 (<8%) DB2 (9-15%)
Buah besar Buah sedang Buah kecil Buah besar Buah sedang Buah kecil
R1 (serbuk sari murni) 107 517 106 145 583 86
R2 (4:1) 139 562 113 93 558 80
R3 (2:1) 148 561 123 100 578 136
R4 (1:1) 81 596 150 145 528 96
Rata-rata (14.8%)118.8 (68.8%)559 (15.4%)123 (15.4%)120.8 (71.8%) 561.8 (12.7%)99.5
Bahan pencampur: serbuk sari cabai
R1 (serbuk sari murni) 119 759 186 149 440 127
R2 (4:1) 103 546 122 137 475 134
R3 (2:1) 75 625 156 118 662 156
R4 (1:1) 80 654 171 118 649 86
Rata-rata 94.3
(10.5%) 646 (71.8%) 158.8 (17.7) 130.5 (16.1%) 556.5 (68.5%) 125.8 (15.5%) Keterangan: R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni :
1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur). Angka dalam kurung menunjukkan persentase pembentukan buah.
Data Tabel 6 juga menunjukkan bahwa rasio serbuk sari: bahan pencampur
menghasilkan jumlah biji per buah yang berbeda. Semakin banyak serbuk sari yang
viabel yang digunakan pada daya berkecambah serbuk sari yang rendah (<8%), ada
kecenderungan semakin tinggi jumlah biji per buah yang dihasilkan. Penggunaan serbuk
sari dengan daya berkecambah yang tinggi (9-15%) dengan proporsi yang semakin
terbentuk. Serbuk sari daya berkecambah rendah (<8%) dengan bahan pencampur talk
menghasilkan biji tomat per buah yang lebih banyak pada penggunaan serbuk sari
murni (43 butir/buah) daripada rasio 4:1 (38 butir/buah), rasio 2:1 (36 butir/buah) dan
rasio 1:1 (26 butir/buah). Untuk bahan pencampur serbuk sari cabai serbuk sari murni
menghasilkan jumlah biji per buah yang lebih banyak (48 butir/buah) daripada rasio 4:1
(46 butir/buah), rasio 2:1 (40 butir/buah) dan rasio 1:1 (30 butir/buah). Serbuk sari daya
berkecambah tinggi (9-15%) dengan bahan pencampur talk rasio 4:1 menghasilkan biji
yang lebih banyak (57 butir/buah) daripada serbuk sari murni (56 butir/buah), rasio 2:1
(46 butir/buah) dan rasio 1:1 (37 butir/buah). Untuk bahan pencampur serbuk sari cabai
serbuk sari murni menghasilkan biji per buah yang lebih banyak (62 butir/buah)
daripada rasio 4:1 (58 butir/buah), rasio 1:1 (50 butir/buah) dan rasio 2:1
(49 butir/buah).
Pada tomat (Tabel 7) terlihat bahwa serbuk sari murni dan serbuk sari yang
dicampur dengan bahan pencampur talk dengan rasio 4:1 menghasilkan biji per buah
yang lebih tinggi (50 butir/buah) daripada pencampuran serbuk sari dengan rasio 2:1
(41 butir/buah) dan rasio 1:1 (32 butir/buah). Hal yang sama juga terdapat pada serbuk
sari murni dan serbuk sari dengan bahan pencampur serbuk sari cabai dengan rasio 4:1
menghasilkan biji per buah yang lebih tinggi (54-56 butir/buah) dibandingkan
pencampuran serbuk sari dengan rasio 2:1 (45 butir/buah) dan rasio 1:1 (41 butir/buah).
Pada cabai rawit (Tabel 7), serbuk sari yang dicampur dengan bahan pencampur
serbuk sari tomat; rasio 4:1 dan rasio 2:1 menghasilkan biji yang lebih tinggi (71-72
butir/buah) dibandingkan serbuk sari murni (65 butir/buah) dan pencampuran dengan
rasio 1:1 (63 butir/buah). Berbeda halnya dengan serbuk sari yang dicampur dengan
bahan pencampur serbuk sari tomat; rasio 4:1, rasio 2:1 dan rasio 1:1 menghasilkan biji
yang sama sebanyak 69 butir/buah dan serbuk sari murni 63 butir/buah. Jumlah biji
yang dihasilkan dengan serbuk sari murni lebih sedikit, tetapi secara statistik tidak
berbeda nyata.
Penurunan hasil biji dari rasio 2:1 dan 1:1 akan menurunkan produksi benih.
Pencampuran serbuk sari dengan rasio 4:1 dapat menghemat serbuk sari sebanyak 20%.
Sejalan dengan penelitian ini, hasil biji dipengaruhi oleh jumlah serbuk sari viabel yang
menempel di permukaan putik. Oleh karena itu, semakin banyak bahan pencampur,
semakin sedikit serbuk sari yang viabel yang menempel di permukaan putik, yang
Tabel 6. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dengan bahan pencampur yang berbeda
Perlakuan
Bahan pencampur: talk DB1 (<8%)
Rata-rata DB2 (9-15%) Rata-rata
Buah besar Buah sedang Buah kecil Buah besar Buah sedang Buah kecil
R1 (serbuk sari murni) 57.2 44.0 26.4 42.5 79.1 48.9 39.3 55.8
R2 (4:1) 57.1 32.5 24.2 37.9 84.0 55.7 32.6 57.4
R3 (2:1) 49.0 31.7 25.8 35.5 62.6 46.7 28.1 45.8
R4 (1:1) 41.8 21.3 14.8 25.9 49.6 39.4 22.9 37.3
Rata-rata 51.3 32.4 22.8 68.8 47.7 30.7
Bahan pencampur: serbuk sari cabai
R1 (serbuk sari murni) 62.7 53.0 27.8 47.8 84.0 62.3 40.4 62.2
R2 (4:1) 66.8 46.4 25.6 46.3 77.1 55.3 41.0 57.8
R3 (2:1) 51.2 38.5 29.8 39.8 73.0 46.7 25.8 48.5
R4 (1:1) 43.3 29.7 17.1 30.0 58.3 50.9 40.3 49.9
Rata-rata 56.0 41.9 25.1 73.1 53.8 36.9
Keterangan: R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur).
Tabel 7. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap hasil biji tomat dan cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda.
Perlakuan
Tomat Uji t
(talk X sebuksari tanaman lain*)
Bahan pencampur : talk Bahan pencampur: serbuk sari tanaman lain*
DB1 (< 8%) DB2 (9-15%) Rata-rata DB1 (< 8%) DB2 (9-15%) Rata-rata
R1 (serbuk sari murni) 42.8 56.8 49.8a 48.7 64.1 56.3a
R2 (4:1) 39.5 59.4 49.5a 47.6 60.3 53.9a tn
R3 (2:1) 36.9 46.1 41.4b 40.5 49.7 45.1b tn
R4 (1:1) 26.8 38.0 32.4c 31.3 50.6 41.0b tn
Rata-rata 36.4B 50.1A 42.1B 56.1A
Cabai rawit
R1 (serbuk sari murni) 54 77 65.4ab 56 69 62.5a
R2 (4:1) 74 69 71.6a 61 77 68.8a tn
R3 (2:1) 71 71 71.4a 69 69 68.6a tn
R4 (1:1) 56 70 63.0b 64 73 68.6a tn
Rata-rata 63.8B 71.9A 62.3B 72.0A
PT East West Seed Indonesia (komunikasi pribadi) menetapkan standar
minimum untuk jumlah biji per buah pada tanaman tomat berkisar antara 40-65 butir
per biji dan untuk cabai rawit berkisar antara 40-50 butir per buah. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini memenuhi standar dalam produksi benih hibrida tomat dan cabai rawit.
Mutu Benih
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat daya berkecambah dan rasio
serbuk sari dengan bahan pencampurnya tidak berpengaruh terhadap mutu benih yang
dihasilkan. DB benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni maupun serbuk sari
yang dicampur dengan bahan pencampur talk berkisar antara 84-94.67%; dengan bahan
pencampur serbuk sari cabai 84.67-94%. Potensi tumbuh maksimum benih dengan
bahan pencampur talk berkisar antara 88.67-96.67%; dengan bahan pencampur serbuk
sari cabai 89.33-96%. DB benih cabai rawit yang dihasilkan dengan kedua bahan antara
97.33-100%. Potensi tumbuh benih yang dihasilkan dengan bahan pencampur talk
berkisar antara 97.33-100%; dengan bahan pencampur serbuk sari tomat 98.67-100%.
Bobot 1000 butir benih tomat yang dihasilkan dengan bahan pencampur talk 3.23 g;
dengan bahan pencampur serbuk sari cabai 3.39 g, sementara untuk benih cabai rawit
dengan bahan pencampur talk 4.29 g; dengan bahan pencampur serbuk sari tomat
4.39 g. PT East West Indonesia (komunikasi pribadi) menetapkan standar daya
berkecambah benih untuk dapat dipasarkan adalah 88%.
Daya berkecambah benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan
serbuk sari dengan pencampuran 20% talk pada tingkat daya berkecambah rendah
(<8%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia. Serbuk sari murni,
pencampuran 20%, 33.3% talk dengan daya berkecambah serbuk sari yang tinggi
(9-15%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia.
Daya berkecambah benih tomat yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan
serbuk sari dengan pencampuran 20%, 33.3% serbuk sari cabai yang telah mati pada
tingkat daya berkecambah rendah (<8%) memenuhi standar PT East West Seed
Indonesia. Pencampuran 20%, 33.3% dan 50% serbuk sari cabai yang telah mati dengan
daya berkecambah serbuk sari yang tinggi (9-15%) memenuhi standar PT East West
Seed Indonesia.
Daya berkecambah benih cabai rawit yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan
berkecambah rendah (<8%) dan serbuk sari pada tingkat daya berkecambah tinggi
(9-15%)juga memenuhi standar daya berkecambah benih PT East West Seed Indonesia.
Daya berkecambah benih cabai rawit yang dihasilkan dari serbuk sari murni dan serbuk
sari dengan pencampuran 20%, 33.3% dan 50% serbuk sari tomat yang telah mati pada
tingkat daya berkecambah rendah (<8%) dan serbuk sari dengan tingkat daya
berkecambah tinggi (9-15%) memenuhi standar PT East West Seed Indonesia. Standar
bobot 1000 butir benih PT East West Seed Indonesia untuk benih tomat adalah 2.5g dan
untuk benih cabai rawit 4.98 g. Bobot seribu butir benih tomat yang dihasilkan pada
penelitian ini jauh lebih besar yaitu 3.23 g dengan bahan pencampur talk dan 3.39 g
dengan bahan pencampur serbuk sari cabai yang telah mati dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan, sedangkan untuk bobot 1000 butir cabai
rawit menunjukkan bobot 1000 butir yang lebih rendah yaitu 4.29 g dengan bahan
pencampur talk dan 4.39 g dengan bahan pencampur serbuk sari tomat yang telah mati
dibandingkan standar yang telah ditetapkan (Tabel 8). Penelitian lanjutan diperlukan
untuk mengklarifikasi hal ini, karena adanya kemungkinan varietas cabai rawit yang
diteliti (CR 002) termasuk varietas yang berbiji kecil.
Daya berkecambah benih yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh rasio antara
serbuk sari dengan bahan pencampurnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian
Kumar (2007) yang menyatakan bahwa banyaknya serbuk sari yang diaplikasikan tidak
mempengaruhi mutu benih tomat yang dihasilkan. Kivadasannavar (2008) juga
melaporkan bahwa mutu benih cabai yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh
pencampuran serbuk sari dengan bahan pencampur yang diaplikasikan.
Secara umum, daya berkecambah benih dan potensi tumbuh maksimum benih
tomat yang dihasilkan relatif rendah, sementara pada cabai rawit daya berkecambah dan
potensi tumbuh maksimum benih tinggi. Mutu benih tomat yang lebih rendah daripada
mutu benih cabai rawit diduga disebabkan oleh proses pengolahan yang lebih lama.
Benih tomat yang telah diekstrak dari buah perlu didiamkan selama 24 jam untuk
mempermudah pembersihan lendir. Hal ini dapat menurunkan viabilitasnya. Selain itu,
proses pengeringan yang menggunakan sinar matahari tidak menjamin benih cepat
mengering karena terjadi hujan, sehingga memperpanjang proses pengolahan. Berbeda
halnya dengan cabai, ketika dipanen, diekstrak, dicuci dan langsung dijemur. Saat
proses penjemuran, hujan tidak turun, sehingga biji tersebut mengalami proses
pengeringan yang sempurna dan mencapai kadar air optimum yang dianjurkan sehingga
Tabel 8. Pengaruh DB dan rasio serbuk sari terhadap mutu benih tomat dan cabai rawit hibrida dengan bahan pencampur yang berbeda
Keterangan : DB1 (< 8 %); DB 2 ( 9 - 15%); R1 (serbuk sari murni); R2 (4/5 serbuk sari murni : 1/5 bahan pencampur ); R3 ( 2/3 serbuk sari murni : 1/3 bahan pencampur); R4 (1/2 serbuk sari murni : 1/2 bahan pencampur); *untuk tomat: serbuk sari cabai; untuk cabai rawit: serbuk sari tomat.
Perlakuan
Mutu benih
Tomat Cabai rawit
DB (%) KCT
(%/etmal) PTM (%) BKKN (g) Bobot 1000
butir (g) DB (%)
KCT
(%/etmal) PTM (%) BKKN (g)
Bobot 1000 butir (g)
Bahan pencampur :
talk
DB1R1 88.00 1.09 93.3 0.009
3.23
100 2.12 100 0.003
4.29
DB1R2 94.00 1.38 96.7 0.013 97.33 2.19 100 0.015
DB1R3 85.00 1.39 91.0 0.030 100 2.00 100 0.027
DB1R4 84.00 1.25 88.7 0.017 98.67 2.15 100 0.007
Rata-rata 87.75 1.28 92.4 0.017 98.33 2.12 100 0.007
DB2R1 94.67 1.59 96.0 0.050 97.33 2.23 100 0.020
DB2R2 88.00 1.38 94.7 0.014 97.33 2.13 100 0.022
DB2R3 93.30 1.12 96.7 0.038 97.33 2.14 100 0.007
DB2R4 85.30 1.62 89.3 0.010 97.33 2.15 100 0.015
Rata-rata 90.32 1.42 94.2 0.028 97.33 2.16 100 0.016
Bahan pencampur :
serbuk sari tanaman lain*
DB1R1 94.00 1.58 94.7 0.054
3.39
98.67 2.11 100 0.010
4.39
DB1R2 90.67 1.49 92.7 0.052 98.67 2.12 100 0.019
DB1R3 92.67 1.57 96.0 0.044 100 2.15 100 0.017
DB1R4 80.00 1.46 89.3 0.079 97.33 2.26 98.7 0.013
Rata-rata 89.34 1.52 93.3 0.058 98.67 2.16 99.7 0.015
DB2R1 84.67 1.46 93.3 0.058 100 2.23 100 0.007
DB2R2 93.33 1.42 95.3 0.053 98.67 2.07 100 0.018
DB2R3 86.67 1.43 92.0 0.048 97.33 2.22 100 0.014
DB2R4 90.00 1.65 93.3 0.056 98.67 2.12 100 0.011
Kumar (2007) melaporkan bahwa daya berkecambah benih yang
dihasilkan dengan penyerbukan dari serbuk sari satu bunga jantan untuk
menyerbuki empat bunga betina tidak berbeda dengan daya berkecambah pada
penyerbukan serbuk sari dari satu bunga jantan menyerbuki tiga, lima dan enam
bunga betina. Kivadasannavar (2008) juga melaporkan bahwa benih yang
dihasilkan dengan penyerbukan 100% serbuk sari murni menghasilkan daya
berkecambah benih yang tidak berbeda nyata dengan pencampuran 75% serbuk
sari dengan 25% bahan pencampur dan pencampuran 50% serbuk sari murni
dengan 50% bahan pencampur.
Benih yang dikecambahkan menggunakan metode UDK menghasilkan
kecambah normal dengan ukuran batang dan daun yang lebih kecil (Gambar 10a
dan 10b) dibandingkan kecambah normal yang diperoleh pada pengecambahan
menggunakan media pasir (Gambar 10c dan 10d).
Gambar 10. Kecambah normal dan abnormal. Kecambah normal a. tomat; b. cabai rawit pada pengecambahan dengan metode UDK; Kecambah normal; c. tomat; d. cabai rawit pada media pengecambah pasir
Benih tomat yang dikecambahkan, membentuk kecambah normal setelah
enam hari dikecambahkan sedangkan benih cabai rawit lima hari setelah
dikecambahkan.
a
d c
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Daya berkecambah serbuk sari mempengaruhi hasil biji, tetapi tidak
mempengaruhi pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari dengan daya
berkecambah yang tinggi (9-15%) menghasilkan biji tomat yang lebih tinggi
sebanyak 53 butir/buah dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah rendah
(<8%) sebanyak 39 butir/buah. Serbuk sari dengan daya berkecambah yang tinggi
(9-15%) menghasilkan biji cabai rawit yang lebih tinggi sebanyak 72 butir/buah
dari pada serbuk sari dengan daya berkecambah rendah (<8%) sebanyak
63 butir/buah.
Rasio serbuk sari dengan bahan pencampur mempengaruhi hasil biji, tetapi
tidak berpengaruh terhadap pembentukan buah dan mutu benih. Serbuk sari murni
dan rasio 4:1 menghasilkan biji tomat per buah yang tidak berbeda nyata. Rasio
2:1 dan 1:1 dapat menurunkan produksi biji tomat per buah. Serbuk sari murni
dan rasio 4:1, 2:1 dan 1:1 menghasilkan biji cabai rawit per buah yang tidak
berbeda nyata. Rasio 1:1 menghasilkan biji cabai rawit terendah.
Bahan pencampur yang digunakan untuk tomat yakni talk dan serbuk sari
cabai tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah, hasil biji dan mutu
benih yang terbentuk. Bahan pencampur yang digunakan untuk cabai rawit yakni
talk dan serbuk sari tomat tidak mempengaruhi persentase pembentukan buah,
hasil biji dan mutu benih yang terbentuk.
Saran
Perlu diadakan penelitian lanjutan pada tanaman tomat maupun cabai
dengan pengaplikasian rasio yang lebih tinggi. Penggunaan bahan pencampur lain
yang lebih mudah diperoleh dan lebih murah perlu diteliti pengaruhnya terhadap
perkecambahan serbuk sari.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Baki, A.A. 1992. Determination of pollen viability in tomatoes. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(3): 473-476.
Aloho, K.P. and O.A. Jhonson. 2012. Effect of fruit size on the quality of
‘Egusi-itoo’ melon (Cucumeropsis mannii Naudin) seed. Adv. Appl. Sci. Res.