• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor (RPSTW) adalah salah satu pelaksana UPTD Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, yang menangani, membina dan memberi pelayanan masalah sosial lanjut usia (Lansia).

Sejak beroperasinya RPSTW Bogor tahun 1956 sampai dengan 1997 setelah beberapa kali mengalami perubahan nama maka dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur No. 38 Tahun 1997 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja RPSTW Sosial di lingkungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, yaitu penyempurnaan dari Peraturan Daerah No. 09/Tj/78, kewenangan pengelolaan instalansi RPSTW Bogor diserahkan dari cabang Dinas Sosial Kota Bogor kepada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Terakhir berdasarkan Pergub no.113 Tahun 2009 Instalansi RPSTW Sukma Raharja Bogor berubah namanya menjadi Sub Unit Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor.

Lokasi RPSTW beralamat di Jalan Raya R. Aria Suriawinata Kota Bogor, Gang Sukma Raharja RT. 04/05 Kelurahan Paledang, Bogor Tengah. Lokasi ini cukup strategis baik untuk hubungan dengan masyarakat lingkungan sekitarnya, pusat perbelanjaan dan Pemerintah Kota Bogor sehingga penghuni panti tidak merasa diasingkan. RPSTW dikelilingi oleh perumahan penduduk dan terdapat pasar pagi yang berlokasi di alur jalan masuk ke panti.

RPSTW dengan wilayah pelayanan yang meliputi Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Depok. RPSTW Bogor terbentuk sejak tahun 1956 diatas sebidang tanah seluas 1810m2, hibah dari pemerintah Kota Bogor dan telah disertifikatkan oleh Pemerintah Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat pada tahun 1985 dengan nomor 854836. Adapun

10

bangunan terdiri atas kantor, 13 ruang untuk tempat tinggal lansia, aula, gazebo, 1 unit mushola, 1 unit poliklinik, dapur/rumah makan, kamar mandi 9 buah dan 2 unit emergency room. Pembangunan sarana dan prasarana dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.

Kapasitas lansia yang dilayani di RPSTW sebanyak 60 orang dan pada umumnya adalah lansia perempuan. Jumlah tenaga kerja yang ada di RPSTW sebanyak 19 orang yang terdiri atas 7 orang Pegawai Negeri Sipil, 3 orang pramuwerdha, 3 orang perawat, 2 orang satpam, 2 orang cleaning service dan 2 orang juru masak.

Berdasarkan struktur organisasi nya kewenangan di RPSTW Bogor berbentuk lini. Pelaksanaan sistem produksi, yaitu dari kegiatan perencanaan sampai penyajian makanan merupakan tanggung jawab pelaksana kepegawaian dibantu oleh pelaksana pengelola makanan yang diawasi oleh kepala panti, pelaksana pelayanan sosial, pelaksana bagian tata usaha dan bagian keuangan. Struktur organisasi di RPSTW Sukma Raharja Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah lansia perempuan yang berusia >60 tahun. Mengacu pada kriteria inklusi (lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun,

dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik) didapatkan jumlah contoh sebanyak 34 orang. Sebagian besar lansia (79.4%) tergolong lanjut usia

(elderly) dengan kisaran umur 60-74 tahun.

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia (32.4%) adalah lulusan sekolah dasar. Pendidikan lansia tergolong rendah karena jumlah sekolah masih terbatas, keterbatasan ekonomi serta akses menuju sekolah yang sulit dijangkau. Rendahnya pendidikan ini juga berbanding lurus dengan mata pencahariannya, dimana sebanyak 35.3% lansia bekerja sebagai buruh, asisten rumah tangga dan pengasuh anak. Lansia di RPSTW Bogor sebagian besar (35.3%) berasal dari kota Bogor dan memiliki sumber pendapatan yang sebagian besar berasal dari sosial (donatur).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Karakteristik Keterangan n %

Usia (Th) Elderly (60-74) 27 79.4

Old (75-90) 7 20.6

Pendidikan Tidak Sekolah 14 41.2

SD 11 32.4

SMP 5 14.7

SMA 3 8.8

PT 1 2.9

Pekerjaan sebelum Tidak Bekerja 11 32.4

PNS 2 5.9

Karyawan Swasta 2 5.9

Wiraswasta 7 20.6

11

Penyelenggaraan Makanan

Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor mengelola penyelenggaraan makanan sendiri tanpa menggunakan jasa katering. Penyelenggaraan dilaksanakan di dapur panti oleh tenaga pengolah. Setiap hari Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor menyediakan makanan untuk 60 orang lansia (untuk makan pagi, siang dan malam) dan 10 orang tenaga kerja di Panti (untuk makan siang). Makanan yang disajikan merupakan makanan lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur.. Makanan selingan juga terkadang diberikan, disesuaikan dengan dana yang ada. Selingan yang diberikan umumnya berupa kue atau buah. Makanan selingan umumnya diberikan di antara waktu makan siang dan makan malam.

Makanan yang di sajikan di RPSTW Bogor tidak berdasarkan diet dan jenis penyakitnya. Hal ini berbeda dengan penelitian Manasik (2011), mengenai penyelenggaraan makanan lansia di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang membedakan pengaturan makan berdasarkan jenis diet, jenis penyakit dan kelas perawatan. Frekuensi makan lansia RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor sebanyak tiga kali makanan utama dan dua kali selingan. Susunan menu makan utama terdiri atas makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah.

Sumber Daya Manusia

Tenaga Pengolah bahan makanan di RPSTW Bogor berjumlah dua orang. Jam kerja mulai pukul 04.00-17.00 WIB. Tidak ada pembagian waktu kerja, kedua tenaga pengolah ini bersama-sama dalam mengolah makanan baik makan pagi, siang dan malam. Namun untuk pembagian kerja terdapat pembagian, dimana seorang khusus memegang untuk makanan pokok dan sayur sedangkan seorang lagi bertugas untuk mengolah lauk nabati dan lauk hewani.

Aspek yang dilihat pada sumber daya penyelenggaraan makanan di panti yaitu pembagian dalam bekerja, status pendidikan tenaga pengolah serta kesesuaian jumlah tenaga pengolah (Depkes 2011). Sumber daya manusia dalam proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, sumber daya manusia di RPSTW Bogor hanya memenuhi aspek pembagian dalam bekerja. Aspek lainnya, seperti status pendidikan dan kesesuaian jumlah tenaga belum terpenuhi. Jumlah tenaga kerja di RPSTW dalam proses penyelenggaraan makanan sangat sedikit. Tenaga pengolah berjumlah dua orang. Jumlah ini masih sangat sedikit karena para pekerja harus bekerja setiap hari tanpa memiliki hari libur tersendiri. Tenaga pengolah makanan umumnya bukan lulusan dari bidang tata boga.

Tabel 4 SDM dalam proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor

No Aspek Sumber Daya Manusia Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Memperhatikan pembagian kerja dalam bekerja 1 0

2 Memperhatikan status pendidikan 0 1

3 Memperhatikan kesesuaian jumlah tenaga 0 1

Total 1 2

12

Dana Penyelenggaraan Makanan

Proses penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor dapat berjalan dengan adanya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat serta bantuan lain (donatur) yang tidak mengikat. Adapun anggaran dana untuk makan lansia sebesar Rp 30.000/orang untuk tiga kali waktu makan per hari. Hal ini sangat berbeda dengan dana penyelenggaraan makanan di Panti Werdha milik swasta seperti pada penelitian Andrini (2012) yang menyatakan bahwa dana penyelenggaraan makanan berasal dari iuran bulanan masing-masing lansia yang disesuaikan dengan wisma yang ditempati dan sumbangan donatur kepada pihak panti. Adapun rincian biaya yang dikeluarkan berkisar Rp 750.000-2.800.000 per bulan per lansia.

Perencanaan Menu

Kegiatan penyelenggaraan makanan di RPSTW Bogor diawali dengan kegiatan perencanaan menu. Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen atau pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang (PGRS 2005). Perencanaan menu di RPSTW Bogor dilakukan setiap dua bulan sekali oleh bagian pelayanan sosial dan kasir yang sebelumnya telah didiskusikan dan disetujui oleh kepala panti. Menu yang ada di RPSTW Bogor telah mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya peralatan dan jumlah tenaga kerja yang ada, ketersediaan bahan makanan dipasaran dan anggaran yang disediakan.

Perencanaan menu dapat dinilai dari berbagai aspek, seperti adanya petugas perencanaan menu, memperhatikan siklus menu, ketersediaan bahan makanan, dana yang tersedia, kebutuhan gizi konsumen, evaluasi menu serta keterlibatan ahli gizi dalam proses perencanaan menu (Depkes 2011). Penilaian perencanaan menu di RPSTW Bogor dapat terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perencanaan di RPSTW Bogor

No Perencanaan Menu Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Adakah petugas perencanaan menu 1 0

2 Memperhatikan siklus menu 0 1

3 Memperhatikan ketersediaan bahan yang ada di pasar 1 0

4 Memperhatikan dana yang tersedia 1 0

5 Memperhatikan kebutuhan gizi konsumen 0 1

6 Memperhatikan evaluasi menu 1 0

7 Melibatkan ahli gizi 0 1

Total 4 3

Nilai (%) 57.1 42.9

Tabel 5 menggambarkan bahwa perencanan menu di RPSTW Bogor masih kurang baik karena hanya memenuhi beberapa aspek perencanaan yaitu adanya petugas perencanaan, tersedianya dana dan memperhatikan ketersediaan bahan di pasar. Beberapa aspek lainnya belum terpenuhi, seperti siklus menu dan kebutuhan gizi lansia yang kurang diperhatikan. Hal ini dikarenakan tidak adanya

13

ahli gizi yang khusus membantu merencanakan menu lansia yang sesuai dengan kebutuhan gizi dan kondisi lansia. Berbeda dengan perencanaan menu di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang melibatkan ahli gizi dalam perencanaan sehingga kebutuhan gizi pasien (lansia) terpenuhi (Manasik 2011).

Siklus ialah pergantian atau perputaran. Siklus menu ialah suatu pergantian berbagai susunan menu yang direncanakan dengan matang untuk jangka waktu tertentu dan berulang setelah jangka waktu itu selesai. Siklus menu yang digunakan di RPSTW Bogor adalah siklus menu sepuluh hari dengan satu hari khusus untuk tanggal 31 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Alasan menggunakan siklus menu sepuluh hari adalah agar tidak terjadi kebosanan atau pengulangan menu. Namun terkadang siklus menu yang telah ada tidak diterapkan dengan baik, seperti halnya pada siklus menu terdapat buah dan snack namun pada saat pengamatan tidak ada buah atau snack yang disajikan. Hal ini dikarenakan dana dari Dinas terkait terlambat diberikan. RPSTW Bogor dalam menyelenggarakan makanan lebih memperhatikan dana yang tersedia dibandingkan dengan menu yang telah dibuat.

Siklus menu di RPSTW Bogor sudah baik karena sudah menggunakan siklus sepuluh hari dan satu hari khusus untuk tanggal 31 sehingga memudahkan dalam perputaran dan pengulangan menu. Hal ini berbeda dengan siklus menu yang ada di Panti Werdha Bogor milik swasta yang menerapkan siklus menu tujuh hari (Andrini 2012). Siklus menu tujuh hari akan menyulitkan dalam perputaran khususnya pada tanggal-tanggal dibulan berikutnya berbeda dengan siklus menu 10 hari ditambah satu hari khusus yang memudahkan pada pergantian bulan berikutnya, dimana di awal bulan hari pertama akan menggunakan siklus menu pertama dan hari selanjutnya akan menggunakan siklus hari berikutnya. Selain itu siklus menu tujuh hari lebih cepat dalam pengulangan menu dibandingkan dengan siklus sepuluh hari sehingga dapat menyebabkan kebosanan.

Pembelian, Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan untuk bahan makanan basah seperti sayur dan bahan pangan hewani serta nabati dilakukan setiap hari. Pembelian umumnya dilakukan di pasar tradisional, seperti : Pasar Bogor dan Pasar SukmaRaharja. Pembelian sayuran seperti jagung, wortel dan sayuran lainnya sebanyak 5 kg/hari. Pembelian pangan hewani, untuk ikan kering seperti tongkol sebanyak 60 buah/hari (20 keranjang), daging dan ayam sebanyak 5-6 kg/hari, telur 4-5 kg/hari. Pangan nabati seperti tempe sebanyak 3-4 papan/hari dan untuk tahu 10-15 bungkus/hari. Pembelian umumnya dilakukan oleh kepala dapur atau staff di RPSTW Bogor. Pembelian bahan pangan dilaksanakan pada sore atau pagi hari.

Pembelian bahan kering dilakukan setiap 1-2 bulan sekali. Umumnya bahan-bahan kering seperti beras, mie, susu, tepung diantarkan oleh rekanan yang telah ditunjuk oleh Dinas Sosial. Namun untuk dua bulan terakhir ini, terdapat perubahan dari yang awalnya menggunakan jasa rekanan, kini menggunakan sistem GU (Ganti uang). Dengan Sistem ini pembelian bahan kering dilakukan oleh pihak panti kemudian Dinas Sosial akan memberikan uang pengganti sesuai dengan jumlah dan bahan yang dibeli. Bahan kering umumnya dibelikan setiap seminggu sampai sebulan sekali. Pembelian beras untuk sebulan dilakukan empat

14

kali pembelian sebanyak ±800 kg/bulan, susu sebanyak 80 dus/bulan, mie 1dus/minggu (jika ada menu yang menggunakan mie) dan minyak goreng ±10kg/minggu. Pembelian bahan kering maupun basah dilakukan oleh juru masak atau staff di RPSTW Bogor. Penyimpanan bahan kering disimpan pada gudang penyimpanan sedangkan bahan basah langsung diolah pada hari itu namun untuk bahan yang lebih atau tidak diolah pada saat itu disimpan dalam lemari pendingin. Pembelian dan penyimpanan bahan makanan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu memperhatikan jangka waktu dan kualitas bahan makanan pada saat pembelian, penerapan sistem FIFO (First In First Out), tempat dan suhu dalam penyimpanan bahan makanan (Depkes 2011). Pembelian dan penyimpanan bahan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6 pembelian dan penyimpanan makanan di RPSTW Bogor masih kurang baik. Hal ini dikarenakan pembelian bahan lebih memperhatikan pada dana yang disediakan. Selain itu, pada penyimpanan bahan makanan, suhu dan masuk keluarmya bahan dari gudang penyimpanan kurang diperhatikan. Pencatatan pada saat barang masuk ataupun keluar dari gudang tidak dilakukan secara berkala. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan di RPSTW Bogor hanyalah pelaporan tentang keuangan.

Tabel 6 Pembelian dan penyimpanan makanan di RPSTW Bogor

No Pembelian & Penyimpanan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

Pembelian

1 Memperhatikan jangka waktu pembelian bahan

makanan 1 0

2 Memperhatikan kualitas bahan makanan 0 1

Penyimpanan

3 Memperhatikan sistem FIFO 0 1

4 Memperhatikan tempat penyimpanan makanan 1 0

5 Memperhatikan suhu penyimpanan bahan makanan 0 1

Total 2 3

Nilai (%) 40.0 60.0

Pengolahan Bahan Makanan

Kegiatan pengolahan bahan makanan menjadi tanggung jawab pelaksana juru masak yang berjumlah dua orang. Tempat pengolahan makanan juga harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah resiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya. Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat dari pembagian proses dalam pengolahan (persiapan dan pemasakan), memperhatikan standar porsi serta penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses penyelenggaraan makanan (Depkes 2011). Pengolahan bahan makanan di panti dapat dilihat pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7 bahwa sistem pengolahan makanan di RPSTW masih kurang baik. Standar porsi dalam proses pengolahan tidak ada secara tertulis. Hal ini berbeda dengan pengelolaan makanan di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor menurut penelitian Andirini (2011), yang menggunakan standar porsi dalam pengelolaan makanan baik untuk makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Standar porsi sangat penting untuk memudahkan dalam pembelian

15

bahan makanan dan pemorsian makanan. Makan pagi di RPSTW Bogor diolah pada pukul 04.30, makan siang sudah mulai diolah pada pukul 08.00 dan makan malam mulai diolah pukul 15.00. Sebelum makan pagi lansia diberikan teh manis, kopi atau susu. Khusus hari kamis setiap selesai senam pagi para lansia diberikan susu.

Tabel 7 Pengolahan bahan makanan di RPSTW Bogor

No Pengolahan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Pengolahan terbagi dalam dua tahap 1 0

2 Memperhatikan standar porsi 0 1

3 Memperhatikan pemakaian bahan tambahan pangan 0 1

Total 1 2

Nilai (%) 33.3 66.7

Distribusi Makanan

Distribusi makanan merupakan proses kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani. Kegiatan distribusi meliputi pengisian, pengepakan dan transportasi. Makanan yang telah diolah kemudian ditempatkan pada wadah untuk didistribusikan kepada lansia. Lansia di RPSTW Bogor dikategorikan menjadi dua yaitu mandiri dan tidak mandiri. Lansia mandiri (tidak pikun dan sehat fisik) akan mengambil makanannya sendiri diruang penyajian. Ketika jam waktu makan tiba, lansia akan berbaris di ruang penyajian, kemudian lansia akan mengambil nasinya sendiri dan untuk sayur, lauk hewani serta lauk nabati akan diporsikan oleh petugas (juru masak).

Makan pagi didistribusikan pukul 06.30, makan siang pukul 11.30 dan makan malam pukul 17.00. Pendistribusian untuk lansia yang tidak mandiri (pikun, mengalami gangguan fisik, sakit berat) dilakukan oleh pramuwerdha. Pramuwerdha dan juru masak memorsikan makanan menggunakan plato pastik bersekat di ruang pengolahan kemudian didistribusikan ke kamar-kamar lansia yang tidak mandiri. Namun untuk porsi tidak distandarkan. Pramuwerdha di RPSTW Bogor berjumlah tiga orang yang dibagi dalam dua shift kerja yaitu pagi dan sore. Shift pagi mulai pukul 06.00-14.00 dan shift sore mulai pukul 14.00 keatas. Hal ini berbeda dengan pendistribusian makanan di Panti Werdha milik swasta berdasarkan pada penelitian Andrini (2012), pemorsian dan pendistribusian makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor dilakukan oleh perawat dari masing-masing wisma sedangkan pendistribusian makan lansia di RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor dari dapur pusat dibawa ke masing-masing pantry

ruangan selanjutnya makanan didistribusikan sesuai dengan diet masing-masing pasien dan diberi label (Manasik 2011).

Tabel 8 menggambarkan bahwa sistem distribusi makanan di RPSTW Bogor cukup baik. Hanya saja untuk temperatur makanan kurang diperhatikan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang ada. Umumnya beberapa makanan seperti lauk untuk makan siang telah diolah pada pagi hari, sehingga ketika penyajian waktu makan siang, disajikan dalam keadaan dingin.

16

Tabel 8 Distribusi makanan di RPSTW Bogor

No Distribusi Makanan Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

1 Memperhatikan ketepatan waktu 1 0

2 Memperhatikan ketepatan jumlah 1 0

3 Memperhatikan temperatur makanan 0 1

Total 2 1

Nilai (%) 66.7 33.3

Higiene dan Sanitasi

Aspek sanitasi lingkungan di RPSTW Bogor dalam menjaga kualitas makanan sangat diperhatikan, namun hal ini tidak sejalan dengan higiene perorangan. Aspek higiene dan sanitasi dapat dinilai dari kelengkapan pakaian dan alat yang digunakan serta perilaku tenaga pengolah selama proses penyelenggaraan makanan berlangsung. Selain itu juga dapat dinilai dari ketersediaan alat penunjang kebersihan (Depkes 2011). Higiene dan sanitasi di panti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Higiene dan sanitasi di RPSTW Bogor

No Aspek Higiene dan Sanitasi Penerapan

Memenuhi Tidak Memenuhi

Higiene

1 Menggunakan penjepit makanan 0 1

2 Memakai pelindung kepala 0 1

3 Menggunakan celemek 0 1

4 Tidak merokok selama memasak 1 0

5 Tenaga pengolah bebas dari penyakit 1 0

Sanitasi

6 Halaman bersih 1 0

7 Ruang pengolahan dalam keadaan bersih 1 0

8 Tersedia tempat sampah yang cukup 1 0

Total 5 3

Nilai (%) 62.5 37.5

Tabel 9 menggambarkan bahwa higiene dan sanitasi di RPSTW Bogor hanya memenuhi aspek higiene perorangan, yaitu tidak merokok dan bebas dari penyakit. Hal ini dapat terlihat selama pengamatan tenaga pengolah tidak menggunakan pakaian memasak atau alat pelindung diri seperti celemek, cempal dan penutup kepala. Namun untuk kebersihan lingkungan di sekitar area dapur sudah terjaga. Petugas selalu membersihkan ruangan dapur setiap selesai kegiatan pengolahan makanan. Higiene perorangan harus dipenuhi agar tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang akan disajikan. Menurut Moehyi (1997), untuk penerapan higiene, karyawan perlu dilengkapi dengan pakaian kerja khusus seperti sarung tangan, alat penjepit makanan dan alat penutup kepala serta badan.

Daya Terima

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan melalui indera penglihatan, penciuman, pencicip dan juga

17

indera pendengaran. Daya terima makanan dapat dilihat dari organoleptik makanan yang disajikan. Daya terima contoh ditentukan dari tingkat kesukaan contoh terhadap jenis hidangan serta karakteristik makanan yang disajikan seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kesukaan terhadap jenis hidangan

Tingkat kesukaan Rasa Porsi

n % n %

Kurang 1 2.9 2 5.9

Cukup 18 52.9 21 61.8

Baik 15 44.1 11 32.4

Total 34 100 34 100

Berdasarkan Tabel 10, Sebagian besar lansia (52.9%) cukup menyukai rasa dan porsi makanan (61.8 %) yang disediakan di panti. Porsi yang disediakan cukup baik karena untuk nasi, lansia mengambil sendiri sedangkan untuk lauk pauk telah diporsikan oleh petugas. Kategori rasa cukup baik pada semua waktu makan. Rasa masakan telah disesuaikan dengan selera sebagian lansia. Selain itu, adanya tambahan sambal pada setiap hidangan membangkitkan selera makan pada lansia. Penilaian lansia terhadap makanan yang disediakan sangat terkait dengan penerimaan makanan yang akan berpengaruh pada kemampuan mengonsumsinya.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut Arisman (2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi mutunya. Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi makanan. Pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode penimbangan langsung dengan pengamatan. Frekuensi makanan yang disediakan panti adalah 3 kali makan utama. Konsumsi juga erat kaitannya dengan kebiasaan makan lansia, dimana sebagian lansia ada yang mengkonsumsi makanan diluar panti, mengkonsumsi suplemen, konsumsi cairan dan selingan. Berikut tabel sebaran berdasarkan kebiasaan makan.

Tabel 11 Sebaran lansia berdasarkan kebiasaan makan

Kategori n % Sarapan 34 100 Selingan 34 100 Jajan diluar 21 62 Konsumsi suplemen 26 76 Cairan <6 gls/hari 25 74 Cairan ≥6 gls/hari 9 26

Konsumsi Makanan Dalam Panti

Konsumsi makan lansia untuk sekali waktu makan terdiri atas sumber karbohidrat, pangan hewani, pangan nabati dan sayur. Jenis hidangan sumber

18

karbohidrat yang disediakan panti, meliputi nasi putih dan nasi goreng. Pangan hewani yang umumnya disediakan yaitu ikan, ayam, daging dan telur sedangkan untuk pangan nabati meliputi tahu dan tempe. Hidangan sayur yang disajikan untuk makan lansia umumnya berupa hidangan yang terdiri atas dua atau lebih macam sayur, seperti sop sayuran, sayur lodeh, capcay dan lainnya. Rata-rata konsumsi makan lansia (dalam panti) per hari sebesar 1342 kkal dan 39.8 g protein.

Konsumsi Makanan Luar Panti

Lansia selain mengkonsumsi makanan dalam panti juga mengonsumsi hidangan di luar panti. Berdasarkan hasil pengamatan sebanyak 62% lansia mengonsumsi makanan diluar panti. Sebagian besar lansia jajan di luar karena

Dokumen terkait