• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Hasil

Selama periode penelitian terdapat 80 anak yang turut serta dalam penelitian yang dilakukan di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan pada bulan Januari sampai dengan April 2005. Sampel dibagi ke dalam 2 kelompok yang masing-masing berjumlah 40 anak, yaitu kelompok anastesi oles dan kelompok anastesi semprot yang akan diberi sebelum dilakukan pungsi arteri radialis dan tidak ada anak yang dikeluarkan dari penelitian. Secara statistik tidak ada perbedaan karakteristik yang bermakna pada kedua kelompok baik pada jenis kelamin, umur dan berat sebagaimana tertera pada tabel 2 (P>0.05).

Tabel 2. Karakteristik dasar grup EMLA dan Ethyl Chlorida

EMLA (n=40) Semprot (n=40) Mean SD Mean SD p Umur 13,99 1,18 13,99 1,00 0,99 Berat badan 39,94 6,42 38,57 9,24 0,44 HR 97,28 9,3 98,35 10,81 0,63 RR 22,28 4,71 21,15 3,04 0,20

Tabel 2. menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna karakteristik antara grup

EMLA dan Ethyl Chloride, dalam hal usia, berat badan, frekuensi jantung,

frekuensi pernafasan.

40 40 N = Semprot Emla 12 10 8 6 4 2 0 -2 56 5 4 51 V A S F P S R 40 40 N = Semprot Emla 10 8 6 4 2 0 -2 7 25 16

Gambar 4. Skor VAS dan FPS-R grup EMLA dan Ethyl Chloride

Berdasarkan gambar 4. nilai rata-rata VAS pada kedua grup (EMLA dan Ethyl Chloride) tidak berbeda bermakna (2,85 dan 2,45; p>0,05). Dengan menggunakan FPS-R nilai rata-rata kedua grup (EMLA dan Ethyl Chloride) dan juga tidak berbeda bermakna (1,80 dan 1,90; p>0,05).

Tabel 3. Derajat nyeri pada grup EMLA dan Ethyl Chloride

EMLA (n=40) Semprot (n=40)

Mean SD Mean SD p

VAS 2,85 2,52 2,45 1,88 0,40

FPS-R 1,80 1,62 1,90 1,63 0,78

Berdasarkan tabel 3 tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada perbandingan efektifitas anastesi oles dan semprot, dalam mengurangi intensitas nyeri pada pungsi arteri.

Tabel 4. Perbandingan frekuensi jantung pada EMLA dan Ethyl Chloride sebelum dan sesudah intervensi

HR sebelum HR sesudah

Mean SD Mean SD p

EMLA krim 97,28 9,30 99,85 11,11 0,021

Ethyl Chloride 98,35 10,81 99,98 10,95 0,001

Berdasarkan tabel 4 dijumpai perbedaan bermakna pada denyut jantung setelah intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi.

Tabel 5. Perbandingan frekuensi nafas pada EMLA dan Ethyl Chloride sebelum dan sesudah intervensi

RR sebelum RR sesudah

Mean SD Mean SD p

EMLA krim 22,28 4,71 22,75 4,76 0,14

Ethyl Chloride 21,15 3,04 21,50 2,96 0,06

Berdasarkan tabel 5 tidak dijumpai perbedaan bermakna pada frekuensi nafas sebelum dan setelah intervensi pada kedua grup.

4.2. Pembahasan

Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian anastesi oles (EMLA) dan anastesi semprot (Ethyl Cloride) dapat mengurangi rasa nyeri sewaktu tindakan invasif di unit gawat darurat, terutama tindakan pungsi arteri. Sesuai dengan penelitian Giner J dkk, bahwa pemberian anastesi lokal (Mepivakain Hydrochloride tanpa Epinefrin) terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pungsi arteri dapat mengurangi rasa nyeri yang nyata, hal ini sangat membantu dalam

pelaksanaaan prosedur invasif minor.13 Beberapa studi mengindikasikan

pemberian anastesi lokal terlebih dahulu sebelum pelaksanaan tindakan invasif minor.10,13,14,19,41,43,46,47

Penggunaan anastesi oles untuk mengurangi nyeri juga telah diteliti oleh Arrowsmith dkk, dimana didapatkan penggunaan anastesi oles (EMLA dan

Ametop gel) pada pungsi vena dapat menurunkan rasa nyeri. Ametop gel lebih

efektif dan bermakna dalam menurunkan skor nyeri dibandingkan EMLA krim.46

Pada penelitian kami digunakan anastesi oles berupa EMLA oleh karena keefektifannya dan kemudahan ketersediaannya di apotik. Hanya saja EMLA membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar (30 - 60 menit) setelah digunakan, baru dapat dilakukan tindakan invasif minor, dibandingkan Ametop gel hanya 20 hingga 30 menit.47

EMLA juga mempunyai penetrasi yang jelek pada kulit yang intak, oleh karena itu biasa dilakukan dengan “occlusive dressing” bila EMLA akan digunakan lebih lama maka biasanya ditutup ± 60 menit sebelum prosedur dilakukan.19

Penggunaan anastesi oles dan anastesi semprot sama efektifnya dalam mengurangi rasa nyeri sewaktu tindakan pungsi arteri, hal ini ditandai dengan nilai

rata- rata VAS dan FPS-R tidak berbeda bermakna antara grup EMLA krim dan

Ethyl Chloride. Penelitian ini didukung oleh penelitian lain43 tentang penggunaan anastesi oles dan semprot pada anak –anak usia sekolah dasar sewaktu melakukan imunisasi, menemukan bahwa anastesi oles sama efektifnya dengan anastesi semprot dalam menurunkan nyeri pada anak.

Nyeri atau rasa tidak nyaman terkadang sulit untuk dikatakan, sehingga dibutuhkan suatu informasi yang dapat disampaikan kepada dokter yang dapat menggambarkan rasa nyeri sebagai suatu cara untuk memberi petunjuk

penyamaan persepsi pada status kesehatan.48-50 Pengalaman subjektif yang

terjadi pada nyeri menyebabkan pelaporan sendiri oleh individu (self report) merupakan standard utama penilaian nyeri. Kami menggunakan skala nyeri VAS (Visual Analog Scale) dan FPS-R (Faces Pain Scale–Revised) untuk menilai nyeri. Penelitian di Thailand dengan rentang umur anak yang luas 4-15 tahun menemukan bahwa anak lebih sulit dalam menggunakan VAS dibandingkan FPS-R oleh karena anak lebih sulit menggambarkan nyeri berdasarkan suatu gradasi angka dibandingkan apabila melihat gambar,33 namun keduanya valid digunakan pada anak di unit gawat darurat.20,22 Pada penelitian kami dimana rentang umur yang lebih sempit dan karakteristik dasar yang sama, pemakaian VAS dan FPS-R tidak menimbulkan masalah yang berarti.

Penelitian yang dilakukan oleh Lord AB dkk tentang pemakaian VAS untuk mendeteksi nyeri pada pasien di unit gawat darurat menemukan masih tidak adekuatnya penanggulangan nyeri di unit gawat darurat, namun VAS masih dapat digunakan untuk penilaian nyeri pasien di unit gawat darurat.51 Penelitian kami mendukung penggunaan VAS untuk penilaian nyeri pada anak di unit gawat darurat yang menjalani prosedur pemeriksaan invasif minor.

Salah satu usaha untuk meminimalisasi nyeri dan kecemasan pada anak sewaktu dilakukan tindakan pungsi arteri di unit gawat darurat adalah menciptakan ruangan yang nyaman, bersahabat misalnya dengan memakai dinding penuh warna, adanya gambar - gambar yang menyenangkan bagi anak dan kumpulan permainan yang dapat mengurangi ketakutan pada anak. Tindakan ini dilakukan dengan maksud meminimalisasi nyeri (mengurangi ketegangan dan kecemasan anak) hal ini terlihat bahwa pada penelitian ini dimana denyut jantung anak meningkat bermakna pada denyut jantung setelah intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi. Penelitian oleh Sinha M dkk, tentang evaluasi metode nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri dan kecemasan sewaktu anak di unit gawat darurat menemukan bahwa penggunaan tehnik nonfarmakologik diatas walaupun tidak ada perbedaaan skor nyeri antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi namun dapat menurunkan kecemasan pada anak dan juga meningkatkan peran serta orang tua selama anak dirawat di unit gawat darurat.52

Tran dkk membandingkan penggunaan ametokain dan placebo sebelum dan sesudah pungsi arteri, dengan hasil tidak dijumpainya perbedaan bermakna denyut jantung sebelum, selama atau setelah punksi arteri antara grup placebo dengan grup ametokain.41 Pada pemakaian grup anastesi sebelum pungsi arteri tidak berhubungan langsung dengan grup anastesi sesudah pungsi arteri, namun penilaian peningkatan denyut jantung berkaitan secara langsung pada saat akan dilakukan tindakan pungsi arteri sebelum pemberian anastesi. Hal ini menunjukkan reaksi yang wajar pada anak berupa kecemasan dan rasa takut sewaktu tindakan pungsi arteri.

Pada penelitian ini kami tidak menjumpai efek samping yang serius pada kedua kelompok. Beberapa efek yang sering dikeluhkan seperti perasaan “tingling

dan numbness”, maupun kemerahan pada tempat olesan/semprot juga tidak dijumpai. Hal ini juga didukung penelitian oleh Eichenfield dkk dengan hasil yang sama.19

BAB V

Dokumen terkait