PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANASTESI OLES
DENGAN ANASTESI SEMPROT DALAM MENURUNKAN
INTENSITAS NYERI PADA PUNGSI ARTERI
OLEH
IRA ALIZA SIREGAR
TESIS
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Dokter Spesialis Anak
BAGIAN IMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN ANASTESI OLES
DENGAN ANASTESI SEMPROT DALAM MENURUNKAN
INTENSITAS NYERI PADA PUNGSI ARTERI
Telah disetujui dan disyahkan
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)
Pembimbing I
Prof. Dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K)
Pembimbing II
Medan, 15 September 2007
Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)
NIP. 140 087 999
Dengan ini diterangkan :
Dr. IRA ALIZA SIREGAR
Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapat gelar Dokter
Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini
dipertahankan di depan Tim Penguji pada Selasa, 2 Oktober 2007 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji
Penguji I
Prof. Dr.H. Iskandar .Z. Lubis, SpA (K) ...
Penguji II
Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA (K) ...
Penguji III
Dr. Hakimi , SpA (K) ...
Medan, Oktober 2007
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K)
NIP. 140 052 092
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir
pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik
Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak
di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan
dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), Prof. Dr. Hj. Rafita
Ramayani, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis
ini.
2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan
periode 2000 - 2007, dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K) selaku Ketua
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H.
Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah memberikan bantuan
dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H.
Adam Malik Medan, yang telah memberi sumbangan pikiran dalam
pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,
DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan
untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
6. Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Pirngadi
Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Materna
Medan, yang telah memberi sarana bekerja selama pendidikan ini.
7. Drs. H. Akmaluddin Hasibuan sebagai orang tua yang juga telah
membimbing dan membantu terlaksananya penelitian ini serta kepada
segenap jajaran staf dan karyawan PTPN III Aek Nabara Selatan yang
telah banyak memberikan bantuan berbagai sarana kepada penulis
selama melakukan penelitian di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan.
8. Teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian ini serta
terselesaikannya penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta Muhammad Rizky dan kepada buah hati
tersayang Habibi Mufasa Alriz (Abi) yang telah sabar dan banyak berkorban
kepada saya selama menyelesaikan pendidikan ini.
Begitu juga orang tua yang sangat saya cintai Dr. H. Asrul Siregar (Alm)
dan Hj. Sri Murniari Lubis serta kedua mertua saya DR. H. Fauzi Usman, MBA
dan Hj. Mursida Fauzi, terimakasih atas doa, pengertian, dukungan dan
pengorbanan yang telah diberikan, dan saudaraku Ir. Max Alkadri Siregar, Ir. Roy
Alfeisha Siregar, Drg. Lia Alida Siregar dan Denny Indrawan Harahap, ST yang
telah banyak membantu baik moril dan materil serta saudara-saudaraku yang
tidak dapat kusebutkan satu persatu, teman-temanku, yang selalu mendoakan,
memberi dorongan, dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan ini. Tidak
terlupakan kepada dr. Oke Rina Ramayani, SpA yang sudah banyak membantu
dan mendukung terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini. Semoga budi
baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah Yang Maha
Kuasa lagi Maha Pemurah.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, September 2007
Ira Aliza Siregar
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan Pembimbing ... i
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Singkatan... x
Daftar Lambang ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Hipotesis ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Nyeri ... 5
2.2. Jaras Persepsi Nyeri ... 6
2.3. Pemeriksaan Intensitas Nyeri ... 8
2.4. Penatalaksanaan Nyeri Pada Anak ... 10
2.5. Pengendalian Nyeri Pada Pungsi Vena dan Arteri di Unit Gawat Darurat.. ... 3
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ... 16
3.2. Tempat dan Waktu... 16
3.3. Kerangka konsep ... 16
3.4. Populasi Penelittian ... 16
3.5. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ... 16
3.6. Perkiraan Besar Sampel ... 17
3.7. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 18
3.8. Bahan dan Cara Kerja... 18
3.9. Definisi Operasional ... 20
3.10. Analisa Data ... 21
3.11. Identifikasi Variable ... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 22
4.2. Pembahasan ... 25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan ... 36
2. Skor Nyeri dan Data Dasar anak... 37
3. Format Penilaian ... 38
4. Master Tabel Penelitian ... 39
RINGKASAN ... 41
SUMMARY ... 42
RIWAYAT HIDUP... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.Penilaian Klinis Nyeri... 10
Tabel 2. Karakteristik Dasar grup EMLA dan Ethyl Chloride ... 22 Tabel 3. Derajat Nyeri pada grup EMLA dan Ethyl Chloride ... 24 Tabel 4. Perbandingan Frekuensi Jantung pada EMLA dan
Ethyl Chloride sebelum dan sesudah intervensi ... 24 Tabel 5. Perbandingan Frekuensi nafas pada EMLA dan
Ethyl Chloride sebelum dan sesudah intervensi ... 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jaras Persepsi Nyeri ... 7
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 16
Gambar 3. FPS-R dan VAS... 19
Gambar 4. Skor VAS dan FPS-R grup EMLA dan Ethyl Chloride ... 23
DAFTAR SINGKATAN
CI : Confidence Interval
dkk : dan kawan-kawan
SD : Standar Deviasi
RCT : Randomized Control Trial
FPS-R : Faces Pain Scale – Revised
VAS : Visual Analog Score
CAS : Color Analogue Scale
WBFPS : Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
LET : Lidocain Epinephrine dan Tetracain
EMLA : Eutectic Mixture of Local Anesthetics
DAFTAR LAMBANG
n : Besar sampel
α : Kesalahan tipe 1
β : Kesalahan tipe 2
Z : Simpang baku normal
x1-x2 : Perbedaan klinis yang diinginkan
Aδ : serabut saraf A-delta nosiseptor
C : serabut saraf C nosiseptor
μm : mikrometer (1/10.000 meter)
s : standar deviasi
% : persen
± : lebih-kurang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam memberikan pelayanan medis sehari-hari di tempat praktek atau di
rumah sakit, tenaga medis baik dokter atau paramedis tidak terlepas dengan
keharusan untuk melakukan tindakan invasif terutama tindakan invasif minor.
Tindakan tersebut seperti pemasangan jalur vena1, imunisasi2, pengambilan
darah dan sebagainya, baik dilakukan secara intrakutan, subkutan, intramuskular,
menembus vena atau arteri, akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri.3, 4
Tipe pengalaman nyeri yang paling sering dialami adalah nyeri akut,
dimana rasa nyeri dapat menyebabkan terjadinya penurunan oksigenasi,
ketidakstabilan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial.5 Pada anak
nyeri akut dapat berasal dari trauma, luka bakar, dan tindakan pre, intra dan post
operatif, juga tindakan prosedur medis berupa tindakan invasif minor ketika
memasuki unit gawat darurat.6
Pengendalian nyeri dan kecemasan untuk anak yang memasuki unit gawat
darurat merupakan hal yang sangat penting. Dibutuhkan suatu pendekatan yang
sistematis untuk penatalaksanaan nyeri pada anak di unit gawat darurat. Lebih
dari 20 tahun belakangan ini perbaikan dalam pengobatan nyeri telah memberikan
perubahan dalam pendekatan tatalaksana nyeri untuk pasien anak.7-9
Pasien dengan nyeri menunjukkan berbagai komplikasi seperti timbulnya
kecemasan, keputusasaan, dan sebagainya. Berbagai komplikasi ini dapat
menurunkan kualitas hidup, oleh sebab itu penatalaksanaannya seharusnya
dilakukan dengan optimal dan rasional, sehingga dapat mengurangi dampak yang
merugikan baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.8,10 Pada anak
kemampuan untuk kooperatif dalam suatu prosedur medis bergantung kepada
umur, sehingga dalam menenangkan seorang anak berbeda dengan memberi
ketenangan pada orang dewasa.11 Dengan demikian klinisi bertanggung jawab
sedapat mungkin untuk menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri pada anak
yang dilayaninya, disamping akan memberikan kenyamanan dan ketenangan
kepada orang tua atau pendamping anak yang dilayani.12-14
Pemeriksaan dan pengobatan nyeri pada anak adalah komponen penting
dalam praktek pelayanan kesehatan anak sehari-hari.8,9 Klinisi berkewajiban untuk
membebaskan pasiennya dari penderitaan,12 menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri pada anak yang dilayaninya.5,15
Penatalaksanaan nyeri yang adekuat, disamping bertujuan mengurangi
kecemasan pada anak dan orang tua, juga akan meningkatkan kerelaan dan
kerjasama antara pasien dengan pemberi pelayanan sehingga dapat mengurangi
beban petugas medis dan klinisi sendiri. Hal ini dilakukan secara multidimensional
melalui pendekatan pengobatan interdisipliner, yaitu suatu gabungan
farmakologis, kognitif-perilaku, psikologis dan pengobatan fisik; yang bertujuan
melayani dengan penuh kasih sayang, efektif dan tepat waktu.12
Pendekatan farmakologis yang biasa dilakukan sebagai pencegahan nyeri
akut selama tindakan invasif minor, adalah pemberian anastesi umum, anastesi
regional, anastesi lokal infiltrasi, krim anastesi topikal, dengan atau tanpa obat
tambahan. Pemakaian obat tersebut harus mempertimbangkan efikasi dan
keamanan pada anak, keadaan klinis anak dan pengalaman dokter atau klinisi
yang menggunakan obat tersebut.16
Beberapa studi nyeri pada anak, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan
oleh anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak
adekuat.17,18 Pengalaman nyeri selalu tidak menyenangkan, dan dapat terjadi
pada pasien dengan sakit akut maupun yang sedang menjalani prosedur, salah
satunya adalah tindakan pungsi arteri ataupun vena.17,19,20 Anastesi lokal baik itu semprot maupun oles merupakan suatu pilihan dalam menurunkan rasa nyeri
sewaktu tindakan pungsi arteri di unit gawat darurat. Atas dasar inilah penelitian
dilakukan untuk membandingkan efektifitas anastesi oles dan anastesi semprot
dalam menurunkan intensitas nyeri pada anak saat dilakukan pungsi arteri.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut maka diperlukan penelitian
untuk membandingkan keefektifan anastesi oles (EMLA) dan anastesi semprot
(Ethyl Chloride) dalam menurunkan intensitas nyeri pada anak saat dilakukan
pungsi arteri.
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan adalah untuk membandingkan keefektifan anastesi oles
dan anastesi semprot dalam menurunkan intensitas nyeri pada anak pada saat
dilakukan pungsi arteri.
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan antara keefektifan anastesi
oles dan anastesi semprot dalam menurunkan intensitas nyeri pada pungsi arteri.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat digunakan sebagai salah satu cara
menurunkan intensitas nyeri dan kecemasan pada anak sewaktu tindakan pungsi
arteri di unit gawat darurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi nyeri
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan oleh karena kerusakan jaringan maupun sebab psikologis, nyeri
sebaiknya diterima sebagai keluhan yang dapat dipercaya. Nyeri dan kecemasan
dapat terjadi akibat suatu prosedur diagnostik atau terapi pada anak.20,21 Definisi
baku nyeri telah dikembangkan lebih dari 20 tahun silam oleh The International Association for the Study of Pain, yaitu perasaan dan pegalaman emosi yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kenyataan atau potensi terjadinya
kerusakan jaringan atau gambaran yang berkaitan kerusakan jaringan
tersebut.7,8,16 Nyeri mempunyai komponen sensori, emosi, kognitif dan behavior
yang saling berhubungan dengan faktor lingkungan, sosio-kultural dan tumbuh
kembang anak.12,17
Interpretasi nyeri sifatnya subjektif, dimana setiap orang akan
mengeluarkan ekspresi yang berbeda dengan yang lainnya jika berhadapan
dengan stimulus yang melukai. Pada anak, interpretasi rasa nyeri diekspresikan
melalui perubahan tingkah laku (menangis, wajah menyeringai, fleksi dan ekstensi
alat gerak) dan perubahan fisiologis (perubahan laju denyut jantung, laju
pernafasan, dan perubahan kimia darah) 16
Penatalaksanaan nyeri sering tidak dilakukan secara adekuat22 pada anak oleh karena dianggap anak tidak dapat merasakan nyeri. Suatu studi retrospektif
menyatakan bahwa hanya 28% anak-anak yang masuk ke unit gawat darurat
memperoleh analgesia yang adekuat sedangkan pada dewasa mencapai 60%.
Banyak dokter menghindari penggunaan analgesia pada anak oleh karena takut
akan efek samping ditimbulkan obat analgesia tersebut, disamping itu dianggap
nyeri tidak akan diingat oleh anak.9,23
Beberapa halangan dalam pengobatan nyeri pada anak adalah: 12,22
1. Mitos bahwa anak khususnya tidak dapat merasakan nyeri seperti pasien
dewasa.
2. Kurangnya pemeriksaan tentang keberadaan nyeri pada anak.
3. Salah pengertian tentang bagaimana menggambarkan pengalaman
subjektif rasa nyeri.
4. Kurangnya pengetahuan tentang pengobatan nyeri pada anak.
5. Adanya anggapan bahwa penanganan nyeri pada anak hanya membuang
waktu dan tenaga.
6. Adanya ketakutan terhadap efek samping obat-obatan analgesia.
2.2. Jaras persepsi nyeri
Mekanisme terjadinya persepsi nyeri pada bayi dan anak memiliki
persamaan dengan orang dewasa. Organ sensori untuk nyeri (reseptor nosiseptif)
adalah ujung saraf bebas yang dijumpai hampir di seluruh jaringan tubuh,
terutama pada lapisan permukaan kulit, periosteum, dinding arteri dan permukaan
sendi.24-26 Impuls nyeri dihantarkan ke sistem saraf pusat oleh dua sistem serabut
nosiseptif. Satu sistem serabut kecil bermielin (serabut Aδ) diameter 2-5 μm yang
menghantarkan impuls dengan kecepatan 12-30 meter/detik. Sistem serabut
kedua adalah serabut C yang tidak bermielin diameter 0,4-1,2 μm penghantar
impuls yang lambat dengan kecepatan 0.5-2 meter/detik. Kedua sistem serabut ini
(Aδ dan C) berakhir di kornu posterior (dorsal horn) medulla spinalis. Serabut Aδ
terutama berakhir pada neuron di lamina I dan V, serabut C berakhir di lamina I
dan II. Kornu Posterior ini bertindak sebagai pintu gerbang, di sini terdapat
Synaptic junction antara serabut nosiseptif perifer dengan sel-sel kornu posterior.27 Sebahagian akson dari kornu posterior ini akan berakhir di medulla
spinalis dan batang otak, sebahagian lainnya masuk ke sistem anterolateral,
termasuk traktus spinotalamikus lateral. Dan sebahagian kecil lagi naik ke
posterolateral medulla, beberapa serabut yang naik diproyeksikan ke nukleus
ventralis posterior di thalamus (nukleus khas untuk sensory relay) tempat
terjadinya persepsi nyeri.27,28 Dari sini impuls dipancarkan ke kortek serebri,25 dan
akhirnya menyebabkan aktifasi somatotopikal yang sesuai dari kortek sensori dan
sistem limbik.24 Secara skematis, jaras persepsi nyeri seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Jaras persepsi nyeri24
Respon nosiseptif perifer terhadap stimulus berbahaya dapat diatur dengan
aplikasi yang berulang-ulang. Lebih lanjut sensitifitasnya akan meningkat oleh
karena faktor-faktor jaringan dan mediator radang yang dilepaskan pada jaringan
yang terluka. Pada hewan percobaan respon terhadap stimulus berbahaya terjadi
bifasik. Fase pertama, respon terjadi singkat, nyeri tajam dan terlokalisir. Fase
kedua, respon lebih panjang, nyeri tumpul dan menyebar setelah trauma awal.
Fase kedua ini berhubungan dengan berkembangnya daerah yang hipersensitif
disekitar titik dimana stimulus berbahaya pertama diberikan. Proses dimana
neuron kornu posterior medulla spinalis menjadi lebih peka oleh karena stimulus
berbahaya disebut “wind-up” atau “sensitisasi pusat”.24
Anastesi lokal bekerja pada membran sel untuk mencegah penyebaran
impuls saraf, yaitu dengan cara menghambat saluran natrium yang bertanggung
jawab terhadap peningkatan permeabilitas membran sehingga tidak terjadi
depolarisasi. Efek anastesi ini akan meningkatkan ambang nyeri dan menurunkan
kecepatan potensial aksi disertai dengan penurunan konduksi impuls saraf.
Serabut (Aδ dan C) lebih rentan terhadap pengaruh anastesi lokal dibandingkan
serabut yang lebih besar oleh karena diblok lebih cepat dan dalam derajat yang
lebih besar, hal ini dimungkinkan oleh karena jarak internodal pada serabut
tersebut lebih pendek. 29
2.3. Pemeriksaan intensitas nyeri
Kunci keberhasilan penatalaksanaan nyeri pada anak adalah dengan
pemeriksaan nyeri yang baik. Selalu terjadi salah perkiraan (underestimate)
penilaian nyeri yang dirasakan anak oleh karena klinisi tidak optimal dalam
memeriksanya.12,22,30 Penilaian nyeri oleh klinisi berdasarkan 3 komponen yaitu; kognitif (self report), behavioral (tingkah laku), dan fisiologik.6 Komponen kognitif (self report) biasanya diukur dengan cara kuesioner, wawancara, skala deskriptif kualitatif ataupun kuantitatif, yang dibuat untuk mengetahui intensitas nyeri pada
anak. Komponen tingkah laku (behavioral) biasanya diukur dengan suatu chek list
tingkah laku yang dijumpai sewaktu anak mengalami rasa nyeri, misalnya
menangis, menyeringai, dan memberontak. Komponen behavioral ini digunakan
pada bayi atau anak yang belum bisa berkomunikasi secara verbal. Komponen
fisiologis diukur dengan cara menilai frekuensi jantung, frekuensi pernafasan,
kadar oksigen, kadar kortisol, dan kadar endorpin dalam darah.6,18
Meskipun parameter psikologis dan pengamatan orang tua dapat
membantu pemeriksaan nyeri pada anak, namun baku emasnya adalah laporan
anak sendiri (self-report) tentang apa yang sedang dirasakannya.8,31 Pada bayi hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh karena bayi tidak dapat menyampaikan
secara verbal apa yang sedang dirasakannya.32 Anak-anak usia >8 tahun
umumnya sudah dapat melaporkan sendiri intensitas, lokasi dan kualitas nyeri15
sehingga dapat menggunakan VAS (visual analog scale) baku yang selalu
digunakan pada anak yang lebih besar dan melibatkan garis 10 cm yang telah
ditentukan kedua ujungnya (“tidak sakit” dan “sangat sakit”). Antara usia 3 - 8
tahun diperiksa dengan alat yang sesuai yang sudah mengalami perkembangan,
misalnya Color Analogue Scale (CAS), Oucher Scale dan Faces Scale.6,8 Berbagai skala pengukuran nyeri telah dikembangkan dengan menggunakan
gabungan elemen-elemen fisiologis dan perilaku (behavioral), seperti yang tertera dalam tabel 1 berikut.8
Tabel 1. Penilaian Klinis Nyeri
Physiologic Behavioral Self Report Composite
Respiratory rate
Neonatal Facial Action Coding System NAPI
Toddler Preschooler Postoperative Pain Scale
Age 8+ Years
Adolescent Pediatric Pain Tool Varni-Thompson Pediatric Pain Questionnaire
(Sumber: Zempsky WT, Schechter NL. What’s New in the Management of Pain in Children)8
Skala untuk pemeriksaan nyeri pada anak sebagaimana telah disebutkan di
atas telah diteliti secara ekstensif, tetapi masih sangat sedikit diteliti untuk
menetukan validitas alat-alat tersebut pada anak dinegara berkembang. Newman,
dkk di Thailand telah meneliti validitas tiga skala nyeri yang sering digunakan yaitu
Visual Analog Scale (VAS), Wong-Baker Faces Pain Ratting Scale (WBFPS) dan
Face Pain Scale-Revised (FPS-R), pada 122 anak-anak Thailand usia 4 – 15 tahun. Ketiga alat tersebut ternyata mempunyai korelasi yang baik pada
anak-anak usia diatas 4 tahun dan validas yang cukup konvergen.33
2.4 Penatalaksanaan nyeri pada anak
Terdapat variasi yang luas dalam tatalaksana nyeri pada berbagai unit gawat
darurat dan pelayanan kesehatan profesional. Pada anak yang mengalami
prosedur invasif minor dengan anastesi yang tidak adekuat memiliki dampak yang
panjang dalam respon dan persepsi mereka terhadap nyeri. Gangguan stress
pasca trauma dapat timbul setelah pengalaman prosedur yang tidak disertai
dengan pengendalian nyeri atau sedasi yang tepat.17,34,35
Terdapat berbagai metode non farmakologi yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri, ketakutan dan kecemasan. Pendekatan yang ada
mempunyai efektivitas dan keamanan yang cukup baik. Pendekatan
non-farmakologi meliputi :20 Informasi
Informasi harus diberikan pada anak dan anggota keluarga sehingga mengerti
kondisi penyakit, prosedur yang akan dilakukan serta pengobatan yang akan
diberikan. Dengan demikian pasien juga dilibatkan dalam menentukan cara untuk
mengontrol nyeri.
Relaksasi
Tehnik relaksasi akan memberikan relaksasi otot dan mengurangi kecemasan
yang sering menyertai dan meningkatkan nyeri. Pengontrolan pernafasan dan
relaksasi otot merupakan metode yang paling sering digunakan untuk anak usia
pra-sekolah dan usia yang lebih tua.
Pengalihan
Pengalihan membantu anak dari berbagai usia untuk menghilangkan nyeri
dengan cara mengganti dengan berbagai aktivitas. Yang paling sering digunakan
antara lain : penggunaan gelembung, musik, video games, televisi, telepon,
percakapan, dan permainan.12, 34 Hipnoterapi
Hipnoterapi membantu anak untuk membayangkan pengalaman yang
menyenangkan yang pernah dialami. Peranan hipnoterapi adalah mendapatkan
perhatian, mengurangi pengalaman sensoris serta membantu anak untuk
mengkontrol perasaannya. Intervensi ini baik untuk anak usia sekolah atau lebih
tua.
Sukrosa
Pemberian sukrosa untuk mengurangi nyeri sangat baik pada neonatus,
tetapi dapat juga diberikan sampai usia 3 bulan. Sukrosa dapat menurunkan
respon terhadap stimulus yang menimbulkan nyeri seperti saat pengambilan
darah dari tumit dan injeksi pada neonatus. Pengaruh ini tampaknya paling kuat
saat baru lahir dan menurun secara bertahap selama 6 bulan pertama kehidupan.
5,19,36,37
Menciptakan suatu lingkungan yang tepat merupakan hal yang esensial
untuk mengurangi nyeri dan kecemasan pada seorang anak di unit gawat darurat,
idealnya masing masing anak ditempatkan pada satu kamar pribadi. Kamar ini
sebaiknya telah menyediakan lingkungan yang bersahabat dan menenangkan.
Dinding yang berwarna dan bergambar serta kumpulan mainan akan mengurangi
ketakutan yang ditimbulkan oleh lingkungan yang asing. Penatalaksanaan
nonfarmakologik ini yang disertai oleh adanya dukungan emosional merupakan
hal utama untuk memberikan lingkungan yang nyaman bagi anak. 7,21
Dokter anak di unit gawat darurat mempunyai peranan untuk mengurangi
kecemasan dan persepsi nyeri, mengajari anak dan staf tentang tehnik sederhana
dan mendukung keterlibatan keluarga. Mengijinkan tapi bukan mengharuskan
kehadiran keluarga saat prosedur invasif yang menimbulkan nyeri dilakukan, akan
memberi manfaat bagi anak. Meskipun tidak terdapat bukti bahwa kehadiran
keluarga mengurangi nyeri, namun kehadiran mereka mengurangi kecemasan
orang tua dan anak.7,12,21
2.5 Pengendalian nyeri pada pungsi arteri di unit gawat darurat
Pungsi vena dan arteri merupakan prosedur pemeriksaan yang sering
dikerjakan pada pasien anak di unit gawat darurat dan prosedur ini mungkin
merupakan sumber nyeri yang paling dirasakan bagi anak.Frekuensi penggunaan
obat analgesia di Amerika Serikat untuk punksi vena adalah 2 % sedangkan untuk
kanulasi intravena 10 %.38 Pungsi arteri sering dilakukan di unit gawat darurat
untuk memperoleh sampel darah arteri dalam pengukuran analisis gas darah.
Studi menunjukkan bahwa pengambilan pungsi arteri dengan menggunakan
anastesi hanya dilakukan pada bagian penyakit dalam sedangkan pada anak
tidak menggunakan anastesi yang adekuat.13
Anastesi topikal lokal pada kulit seharusnya rutin dilaksanakan sebelum
tindakan pungsi vena ataupun pungsi arteri pada anak.15 Penelitian yang
dilakukan oleh Giner J dkk tentang pengukuran tingkatan rasa nyeri yang
dilaporkan oleh pasien selama pungsi arteri dengan atau tanpa anastesi lokal dan
membandingkan hasilnya terhadap pungsi vena. Pada studi ini dijumpai dimana
pasien dengan pungsi arteri tanpa penggunaan anastesi lokal melaporkan
ternyata lebih nyeri dibandingkan pasien yang menjalani pungsi vena dengan
anastesi lokal. Juga hasil lainnya didapati dimana pasien yang mendapat anastesi
sebelum pungsi arteri, melaporkan skala nyeri yang lebih rendah dibandingkan
pasien yang menjalani pungsi vena.13
Pada prosedur pungsi vena maupun pungsi arteri penggunaan anastesi
topikal lebih sering dijumpai baik berupa anastesi oles maupun anastesi semprot.
Obat- obat anastesi oles yang dapat diberikan adalah misalnya LET (Lidokain,
Epinefrin, dan Tetrakain). LET merupakan suatu kombinasi anastesi oles dengan
vasokonstriktor, dapat dibuat oleh bagian farmasi dalam bentuk cairan atau gel,
yang sangat bagus untuk anastesi pada kulit yang luka dan berkhasiat dalam
dalam 20 – 30 menit. LET biasanya dioleskan pada luka dan ditutup dengan kasa
steril. 39
EMLA (Eutectic Mixture of Local Anesthetics) sebagai salah satu contoh anastesi topikal yang mudah dijumpai dipasaran,22,32 merupakan suatu emulsi air dalam minyak (gabungan antara Prilokain 2.5% dan Lignokain 2.5%) dan mulai
berkhasiat sesudah 30 – 60 menit. Lidokain merupakan senyawa kimia dengan
struktur C14H22N20, sedangkan Prilokain merupakan senyawa kimia dengan
struktur C13H20N20. Campuran ini akan mencair pada suhu kamar. Kemasan
EMLA adalah tube 5 gram dan 30 gram disertai dengan kertas penekan tembus
pandang yang telah disediakan didalam kemasan. Mekanisme kerja EMLA adalah
digunakan pada kulit yang intact dan ditutup dengan kertas tembus pandang
sehingga menimbulkan analgesia dengan cara pelepasan Lidokain dan Prilokain
pada lapisan epidermal dan dermal kulit. Lidokain dan Prilokain akan
menstabilisasi membran saraf dengan cara menginhibisi konduksi rangsangan
pada serabut saraf.40 EMLA digunakan pada pasien yang memerlukan prosedur
invasif minor dengan kulit yang utuh, seperti pemasangan jalur intra vena, pungsi
arteri, pungsi lumbal, drainase absces dan aspirasi sendi. EMLA biasanya
dioleskan saat pasien masuk ke unit gawat darurat dan berkhasiat penuh dalam
waktu 1 jam.39
Beberapa anastesi topikal dapat menghasilkan anastesi lebih cepat dari
EMLA. Suatu sediaan anastesi topikal liposomal lidokain 4% (ELA-MAX) dalam
bentuk krim dan gel menghasilkan anastesi dalam waktu kurang dari 30 - 60 menit
dengan harga relatif mahal dan sediaan yang masih sulit didapat.8,10,19,32 Hal ini yang menyebabkan penggunaan EMLA masih sering dipertimbangkan
penggunaannya. Tran dkk mendapati bahwa topikal ametokain 4% tidak
menurunkan nyeri yang disebabkan karena pungsi arteri,41 sedangkan Giner dkk mendapati bahwa pemberian anestesi lokal sebelum pelaksanaan pungsi arteri
dapat mengurangi skala nyeri. Hal ini sangat membantu dalam pelaksanaan
prosedur tindakan invasif minor.13
Anastesi topikal lain yang dipilih berupa semprot adalah dengan nama
dagang Vapocoolant Spray yang mempunyai onset kerja segera dapat digunakan untuk mengurangi nyeri suntikan pada anak namun tidak efektif untuk
pemasangan jalur intravena.8 Vapocoolant berupa Fluori-Methane merupakan sediaan yang tidak mudah terbakar, sediaan anastesi semprot lain yang sama
adalah Ethyl Chloride. Anstesia semprot ini menyebabkan pendinginan sementara pada permukaan kulit, dan cara penggunaannya adalah dengan menyemprotkan
secara langsung pada tempat injeksi atau dengan menggunakan kasa.39,42
Anastesi semprot ini dapat menyebabkan efek samping berupa hipopigmentasi
pada kulit dan sebaiknya digunakan pada kulit yang intact.42
Penelitian oleh Reis dan Holubkov dkk dengan membandingkan efektivitas
dari dua jenis anastesi lokal yaitu dengan penggunaan anastesi oles (EMLA) dan
anastesi semprot (Vapocoolant) dalam mengurangi nyeri pada anak sekolah saat dilakukan imunisasi dimana keduanya menunjukkan adanya pengurangan skala
nyeri yang bermakna.43 Sediaan lain seperti Midazolam semprot hidung (alternatif dari oral atau rektal) merupakan contoh sedatif yang dapat diberikan untuk
mengurangi kecemasan dari ketakutan anak di unit gawat darurat sewaktu
tindakan invasif minor.34 Pada akhirnya berbagai penelitian telah banyak
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat pelaksanaan prosedur tindakan
invasif minor. Informasi intensitas rasa nyeri yang digambarkan membantu tenaga
profesional dalam memberikan pilihan dan keberhasilan prosedur tindakan.13 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini adalah uji klinis acak (randomized controlled trial) untuk membandingkan keefektifan anastesi oles dan anastesi semprot terhadap
intensitas nyeri pada anak saat dilakukan pungsi arteri.
3.2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PTP Nusantara III Aek Nabara Selatan
Kabupaten Labuhan Batu – Sumatera Utara.
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada minggu ke-3 Maret 2005.
3.3 Kerangka konsep
ANASTESI
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
3.4 Populasi penelitian
Populasi adalah anak 10 – 15 tahun yang datang ke RS PTPN III Aek
Nabara Selatan untuk pemeriksaan kesehatan.
3.5 Sampel dan cara pemilihan sampel
3.5.1 Sampel dipilih secara acak dengan metode simple random sampling. Sampel dipisah dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang akan
menerima anastesi oles yaitu EMLA dan kelompok yang menerima
anastesi semprot yaitu Ethyl Chloride sebelum dilakukan pungsi arteri radialis.
3.5.2 Sampel penelitian adalah semua populasi terjangkau yang dilakukan
tindakan pungsi arteri radialis untuk pemeriksaan kesehatan.
3.5.3 Pemilihan sampel dan obat yang akan diberikan, dilakukan oleh
asisten peneliti dan diketahui oleh peneliti.
3.6 Perkiraan besar sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
n1 = n2 = 2 (z + zβ)s
2
(x1 - x2)
n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I
n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II
Bila ditetapkan = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
z = deviat baku normal untuk = 1,96
zβ = kekuatan uji (power) 90% = 1,24
s = standard deviasi = 2,35
x1 - x2 = Perbedaan klinis yang diinginkan = 1,8
Dengan memakai rumus diatas maka diperoleh besar sampel masing-masing
kelompok adalah 40 orang.
3.7. Kriteria inklusi dan eksklusi
3.7.1 Kriteria inklusi
1. Bersedia mengikuti penelitian
2. Mendapat persetujuan dari orang tua
3. Laki – laki
3.7.2 Kriteria eksklusi
1. Menolak untuk dilakukan pengambilan darah
3.8. Bahan dan Cara kerja
Tindakan invasif minor yang dilakukan adalah pengambilan darah dari arteri
radialis untuk pemeriksaan gas darah dan elektrolit dengan menggunakan alat
pemeriksaan i-Stat®. Untuk menentukan masing-masing kelompok perlakuan,
yaitu sampel yang akan mendapatkan EMLA atau Ethyl Chloride, dipilih secara acak dalam amplop tertutup yang telah diberi kode didalamnya. Setiap sampel
diberikan EMLA atau Ethyl Chloride sebelum pengambilan darah (pungsi arteri
radialis). Waktu dihitung dengan stop watch, dimana EMLA krim dioleskan
sewaktu diruang tunggu sesuai dengan petunjuk pabrik: 2,5 gr dioleskan pada
daerah injeksi dengan olesan tebal, kemudian ditutup dengan kertas penekan
yang tembus pandang yang telah disediakan dalam kemasan dan dibiarkan
selama 30 menit, seterusnya dibersihkan dengan alkohol. Selanjutnya dilakukan
pungsi arteri oleh dokter berpengalaman.
Ethyl Chloride merupakan anastesi lokal berupa semprot, dimana kapas yang telah disemprotkan dengan Ethyl Chloride dilekatkan kekulit sesaat sebelum dilakukan pungsi arteri, dengan menggunakan forcep untuk menghindari terkena jari asisten, kapas tersebut dilekatkan dengan kuat pada daerah pungsi selama 15
detik, setelah cairan dibiarkan menguap selama 1-2 detik, kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohol dan dilakukan pungsi arteri.
Pengambilan darah dilakukan dari arteri radialis sinistra menggunakan
Dispossible syring Terumo®1 ml oleh asisten peneliti sebanyak 0.5 ml. Frekuensi
jantung dan pernafasan dihitung menggunakan stop watch. Selesai dilakukan
pengambilan darah, tiap sampel diberikan Faces Pain Scale - Revised (FPS-R)
dan Visual analoque scale (VAS) untuk menunjukkan gambar wajah yang sesuai dengan gambaran nyeri yang baru dialami anak.Gambar 3 menunjukkan kedua
skala nyeri yang digunakan pada penelitian ini.
FACES PAIN SCALE - REVISED
VISUAL ANALOGUE SCALE
10
8
6
4
2
0
Gambar 3. FPS-R dan VAS 33
Data dasar anak (jenis kelamin, umur dan berat badan) dan frekuensi
denyut jantung serta frekuensi pernafasan dicatat 2 menit sebelum pengambilan
darah dan saat pengambilan darah dilakukan.
3.9. Definisi operasional
3.9.1 EMLA merupakan anastesi lokal berbentuk oles yang digunakan
dalam penelitian.
3.9.2 Ethyl Chloride merupakan anastesi lokal berupa semprot yang
digunakan dalam penelitian.
3.9.3 Intensitas nyeri: derajat nyeri yang timbul oleh karena adanya
ancaman/kerusakan jaringan akibat tindakan invasif yang diukur
dengan alat skala nyeri Faces Pain Scale – Revised (FPS-R) dan
Visual Analogue scale (VAS)
3.9.4 Faces Pain Scale - Revised (FPS-R) adalah suatu alat skala nyeri adaptasi Faces Pain Scale - Bieri (1990) dengan skor yang lebih luas yaitu 0 – 10, digunakan pada anak dan remaja (usia 4-16 tahun).33,44 3.9.5 Visual Analogue scale (VAS): suatu alat ukur yang merupakan garis
horizontal dengan panjang 100 mm untuk mengukur karekteristik
atau sikap mencakup serangkaian nilai dan tidak mudah diukur
secara langsung.45
3.9.6 Tindakan invasif minor: tindakan merusak sebagian kecil jaringan
untuk tujuan terapi atau diagnostik, seperti pungsi arteri atau vena
yang bertujuan pengambilan darah untuk diagnostik atau
memasukkan bahan obat untuk untuk terapi; suntikan intra dermal,
subkutan atau intramuscular.
3.10. Analisa data
3.10.1 Analisis rerata skor FPS-R dan VAS dimana hasil skor yang dinilai
oleh 5 orang penilai berprofesi dokter.
3.10.2 Analisis perbedaan derajat intensitas nyeri antara kedua alat
FPS-R dan VAS.
3.10.3 Untuk mengetahui perbedaan rerata skor intensitas nyeri anatara
EMLA krim dan Ethyl Chloride digunakan uji t independent. 3.10.4 Analisis data menggunakan software SPSS versi 13.0.
3.11. Identifikasi variabel
3.11.1 Variabel bebas (independen)
3.11.1.1 Anastesi oles : EMLA
3.11.1.2 Anastesi semprot : Ethyl Chloride
3.11.2 Variabel terikat (dependen)
3.11.2.1 Skor nyeri FPS-R
3.11.2.2 Skor nyeri VAS
3.11.2.3 Frekuensi jantung
3.11.2.4 Frekuensi nafas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Selama periode penelitian terdapat 80 anak yang turut serta dalam
penelitian yang dilakukan di wilayah PTPN III Aek Nabara Selatan pada bulan
Januari sampai dengan April 2005. Sampel dibagi ke dalam 2 kelompok yang
masing-masing berjumlah 40 anak, yaitu kelompok anastesi oles dan kelompok
anastesi semprot yang akan diberi sebelum dilakukan pungsi arteri radialis dan
tidak ada anak yang dikeluarkan dari penelitian. Secara statistik tidak ada
perbedaan karakteristik yang bermakna pada kedua kelompok baik pada jenis
kelamin, umur dan berat sebagaimana tertera pada tabel 2 (P>0.05).
Tabel 2. Karakteristik dasar grup EMLA dan Ethyl Chlorida
EMLA (n=40) Semprot (n=40)
Mean SD Mean SD p
Umur 13,99 1,18 13,99 1,00 0,99
Berat badan 39,94 6,42 38,57 9,24 0,44
HR 97,28 9,3 98,35 10,81 0,63
RR 22,28 4,71 21,15 3,04 0,20
Tabel 2. menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna karakteristik antara grup
EMLA dan Ethyl Chloride, dalam hal usia, berat badan, frekuensi jantung,
frekuensi pernafasan.
40
Gambar 4. Skor VAS dan FPS-R grup EMLA dan Ethyl Chloride
Berdasarkan gambar 4. nilai rata-rata VAS pada kedua grup (EMLA dan Ethyl Chloride) tidak berbeda bermakna (2,85 dan 2,45; p>0,05). Dengan menggunakan FPS-R nilai rata-rata kedua grup (EMLA dan Ethyl Chloride) dan juga tidak berbeda bermakna (1,80 dan 1,90; p>0,05).
Tabel 3. Derajat nyeri pada grup EMLA dan Ethyl Chloride
EMLA (n=40) Semprot (n=40)
Mean SD Mean SD p
VAS 2,85 2,52 2,45 1,88 0,40
FPS-R 1,80 1,62 1,90 1,63 0,78
Berdasarkan tabel 3 tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada perbandingan
efektifitas anastesi oles dan semprot, dalam mengurangi intensitas nyeri pada
pungsi arteri.
Tabel 4. Perbandingan frekuensi jantung pada EMLA dan Ethyl Chloride
sebelum dan sesudah intervensi
HR sebelum HR sesudah
Mean SD Mean SD p
EMLA krim 97,28 9,30 99,85 11,11 0,021
Ethyl Chloride 98,35 10,81 99,98 10,95 0,001
Berdasarkan tabel 4 dijumpai perbedaan bermakna pada denyut jantung setelah
intervensi dibandingkan dengan sebelum intervensi.
Tabel 5. Perbandingan frekuensi nafas pada EMLA dan Ethyl Chloride
sebelum dan sesudah intervensi
RR sebelum RR sesudah
Mean SD Mean SD p
EMLA krim 22,28 4,71 22,75 4,76 0,14
Ethyl Chloride 21,15 3,04 21,50 2,96 0,06
Berdasarkan tabel 5 tidak dijumpai perbedaan bermakna pada frekuensi nafas
sebelum dan setelah intervensi pada kedua grup.
4.2. Pembahasan
Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian anastesi oles (EMLA) dan
anastesi semprot (Ethyl Cloride) dapat mengurangi rasa nyeri sewaktu tindakan invasif di unit gawat darurat, terutama tindakan pungsi arteri. Sesuai dengan
penelitian Giner J dkk, bahwa pemberian anastesi lokal (Mepivakain
Hydrochloride tanpa Epinefrin) terlebih dahulu sebelum pelaksanaan pungsi arteri
dapat mengurangi rasa nyeri yang nyata, hal ini sangat membantu dalam
pelaksanaaan prosedur invasif minor.13 Beberapa studi mengindikasikan
pemberian anastesi lokal terlebih dahulu sebelum pelaksanaan tindakan invasif
minor.10,13,14,19,41,43,46,47
Penggunaan anastesi oles untuk mengurangi nyeri juga telah diteliti oleh
Arrowsmith dkk, dimana didapatkan penggunaan anastesi oles (EMLA dan
Ametop gel) pada pungsi vena dapat menurunkan rasa nyeri. Ametop gel lebih
efektif dan bermakna dalam menurunkan skor nyeri dibandingkan EMLA krim.46
Pada penelitian kami digunakan anastesi oles berupa EMLA oleh karena
keefektifannya dan kemudahan ketersediaannya di apotik. Hanya saja EMLA
membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar (30 - 60 menit) setelah digunakan,
baru dapat dilakukan tindakan invasif minor, dibandingkan Ametop gel hanya 20 hingga 30 menit.47
EMLA juga mempunyai penetrasi yang jelek pada kulit yang intak, oleh karena itu biasa dilakukan dengan “occlusive dressing” bila EMLA akan digunakan lebih lama maka biasanya ditutup ± 60 menit sebelum prosedur dilakukan.19
Penggunaan anastesi oles dan anastesi semprot sama efektifnya dalam
mengurangi rasa nyeri sewaktu tindakan pungsi arteri, hal ini ditandai dengan nilai
rata- rata VAS dan FPS-R tidak berbeda bermakna antara grup EMLA krim dan
Ethyl Chloride. Penelitian ini didukung oleh penelitian lain43 tentang penggunaan anastesi oles dan semprot pada anak –anak usia sekolah dasar sewaktu
melakukan imunisasi, menemukan bahwa anastesi oles sama efektifnya dengan
anastesi semprot dalam menurunkan nyeri pada anak.
Nyeri atau rasa tidak nyaman terkadang sulit untuk dikatakan, sehingga
dibutuhkan suatu informasi yang dapat disampaikan kepada dokter yang dapat
menggambarkan rasa nyeri sebagai suatu cara untuk memberi petunjuk
penyamaan persepsi pada status kesehatan.48-50 Pengalaman subjektif yang
terjadi pada nyeri menyebabkan pelaporan sendiri oleh individu (self report) merupakan standard utama penilaian nyeri. Kami menggunakan skala nyeri VAS (Visual Analog Scale) dan FPS-R (Faces Pain Scale–Revised) untuk menilai nyeri. Penelitian di Thailand dengan rentang umur anak yang luas 4-15 tahun
menemukan bahwa anak lebih sulit dalam menggunakan VAS dibandingkan
FPS-R oleh karena anak lebih sulit menggambarkan nyeri berdasarkan suatu gradasi
angka dibandingkan apabila melihat gambar,33 namun keduanya valid digunakan
pada anak di unit gawat darurat.20,22 Pada penelitian kami dimana rentang umur yang lebih sempit dan karakteristik dasar yang sama, pemakaian VAS dan FPS-R
tidak menimbulkan masalah yang berarti.
Penelitian yang dilakukan oleh Lord AB dkk tentang pemakaian VAS untuk
mendeteksi nyeri pada pasien di unit gawat darurat menemukan masih tidak
adekuatnya penanggulangan nyeri di unit gawat darurat, namun VAS masih dapat
digunakan untuk penilaian nyeri pasien di unit gawat darurat.51 Penelitian kami
mendukung penggunaan VAS untuk penilaian nyeri pada anak di unit gawat
darurat yang menjalani prosedur pemeriksaan invasif minor.
Salah satu usaha untuk meminimalisasi nyeri dan kecemasan pada anak
sewaktu dilakukan tindakan pungsi arteri di unit gawat darurat adalah
menciptakan ruangan yang nyaman, bersahabat misalnya dengan memakai
dinding penuh warna, adanya gambar - gambar yang menyenangkan bagi anak
dan kumpulan permainan yang dapat mengurangi ketakutan pada anak. Tindakan
ini dilakukan dengan maksud meminimalisasi nyeri (mengurangi ketegangan dan
kecemasan anak) hal ini terlihat bahwa pada penelitian ini dimana denyut jantung
anak meningkat bermakna pada denyut jantung setelah intervensi dibandingkan
dengan sebelum intervensi. Penelitian oleh Sinha M dkk, tentang evaluasi metode
nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri dan kecemasan sewaktu anak di unit
gawat darurat menemukan bahwa penggunaan tehnik nonfarmakologik diatas
walaupun tidak ada perbedaaan skor nyeri antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi namun dapat menurunkan kecemasan pada anak dan juga
meningkatkan peran serta orang tua selama anak dirawat di unit gawat darurat.52 Tran dkk membandingkan penggunaan ametokain dan placebo sebelum
dan sesudah pungsi arteri, dengan hasil tidak dijumpainya perbedaan bermakna
denyut jantung sebelum, selama atau setelah punksi arteri antara grup placebo
dengan grup ametokain.41 Pada pemakaian grup anastesi sebelum pungsi arteri
tidak berhubungan langsung dengan grup anastesi sesudah pungsi arteri, namun
penilaian peningkatan denyut jantung berkaitan secara langsung pada saat akan
dilakukan tindakan pungsi arteri sebelum pemberian anastesi. Hal ini
menunjukkan reaksi yang wajar pada anak berupa kecemasan dan rasa takut
sewaktu tindakan pungsi arteri.
Pada penelitian ini kami tidak menjumpai efek samping yang serius pada
kedua kelompok. Beberapa efek yang sering dikeluhkan seperti perasaan “tingling
dan numbness”, maupun kemerahan pada tempat olesan/semprot juga tidak dijumpai. Hal ini juga didukung penelitian oleh Eichenfield dkk dengan hasil yang
sama.19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah kedua bentuk jenis
anastesi lokal yaitu anastesi oles dan anastesi semprot bermanfaat dalam
menurunkan intensitas nyeri sewaktu tindakan pungsi arteri pada anak. Hasil
daripada penilaian skala nyeri pada penelitian ini didapatkan bahwa skor nilai
FPS-R dan VAS tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Pada
pemakaian kedua kelompok anastesi dijumpai peningkatan denyut jantung yang
bermakna pada saat akan dilakukan tindakan pungsi arteri sebelum pemberian
anastesi. Hal ini menunjukkan reaksi yang wajar pada anak berupa kecemasan
dan rasa takut sewaktu tindakan pungsi arteri akan dilakukan.
Kami menyadari segala kekurangan dalam penelitian ini yaitu:
1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, disamping jumlahnya sangat
minimal juga berasal dari komunitas yang homogen, yaitu anak-anak yang
berasal dari satu komunitas dimana semua orang tua mereka adalah
pekerja kebun.
2. Skala nyeri sewaktu kegagalan tindakan pungsi arteri tidak dinilai pada
penelitian ini.
3. Kemungkinan masih ada unsur subjektif dalam memberikan intervensi pada
penelitian ini baik dipihak petugas (seperti ketelitian pemeriksaan
perubahan fisiologis: frekuensi jantung dan pernafasan yang dilakukan
secara manual) maupun dari individu sampel sendiri (subjektifitas terhadap
rasa nyeri)
Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang cukup besar serta
metodologi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lawson RA, Smart NG, Gudgeon AC, Morton NS. Evaluatin of an amethocaine
gel preparation for percutaneus analgesia before venous canulation in children.
Br.J.Anaesth 1995;75:282-5.
2. O’Brien L, Taddio A, Ipp M, Goldbach M, Koren G. Topical 4% Amethocaine
gel reduces the pain of subcutaneous Measles-Mumps-Rubella vaccination.
Pediatrics 2004;114:e720-4.
3. Carceles Md, Alonso JM, Garcia-Munoz M, Najera MD, Castano I, dkk.
Amethocaine-Lidocaine cream, a new topical formulation for preventing
venopuncture-induced pain in children. Reg Anesth Pain Med 2002;27:289-95.
4. Dawson D, Hogg K. Topical analgesia for pain reduction in arterial puncture.
Emerg Med J 2005;22:273-4.
5. Carbajal R, Chauvet X, Couderc S, Olivier-Martin M. Randomised trial of
analgesic effects of sucrose, glucose, and pacifiers in term neonates. BMJ
1999; 319:1393-7.
6. Desparmet - Sheridan JF. Pediatric pain. Dalam: Raj PP, penyunting. Pain
medicine a comprehensive review. Edisi ke-2. Texas: Mosby, 2003. h.351-8.
7. Zempsky WT, Cravero JP. Relief of pain and anxiety in pediatric patient in
emergency medical systems. Pediatrics 2004;114:1348-56.
8. Zempsky WT, Schechter NL. What’s New in the Management of Pain in
Children. Pediatrics in Review. 2003; 24:337-48.
9. Petrack EM, Christoper NC, Kriwinsky J. Pain management in the emergency
department: patterns of analgesic utilization. Pediatrics 1997;99:711-4
10. Kleiber C, Sorenson M, Whiteside K, Gronstal BA, Tannous R. Topical
anesthetics for intravenous insertion in children : a randomized equivalency
study. Pediatrics 2002;110:758-61
11. Committee on Drugs. Guidelines for monitoring and management of pediatric
patients during and after sedation for diagnostic and therapeutic procedures:
Addendum. Pediatrics 2002;110:836-8
12. American Academy Of Pediatrics, American Pain Society. The Assessment
and Management of Acute Pain in Infants, Children, and Adolescents.
Pediatrics 2001;108:793-7.
13. Giner J, Casan P, Belda J. Pain during arterial puncture. Chest
1996;110:1443-45.
14. Olday SJ. Radial artery cannulation: topical amethocaine gel versus lidocain
infiltration. British Journal of Anaesthesia 2002;88:580-2
15. Morton NS. Prevention and control of pain in children. Br J Anaesth. 1999; 83:118-29.
16. American Academy Of Pediatrics, Canadian Paediatric Society. Prevention
and Management of Pain and Stress in the Neonate. Pediatrics 2000;105:454-61.
17. Weisman SJ, Bernstein B, Schechter NL. Consequences of inadequate
analgesia during painful procedures in children. Arch Pediatr Adolesc Med
1998;152:147-9
18. McGrath PA. Children-Not simply “little adult”. Dalam: Merskey H, Loeser JD,
Dubner R, penyunting. The path of pain 1975-2005. Seatle: IASP press, 2005.
h.433-46.
19. Eichenfield LF, Funk A, Fallon-Friedlander S, Cunningham BB. A clinical study
to evaluate the efficacy of ELA-Max (4% liposomal lidocaine) as compared with
eutectic mixture of local anesthetics cream for pain reduction of venipuncture in
children. Pediatrics 2002;109:1093-9
20. Meliala L. Patofisiologi nyeri. Dalam: Meliala KL, Suryamiharja A, Purba JS,
Sadeli HA, penyunting, Nyeri Neyropatik. Patofisiologi dan Penatalaksanaan.
Kelompok Studi Nyeri, PERDOSSI. 2001,h.1-21.
21. Bursch B, Zeltzer LK. Pediatric pain management. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson H B; Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi
ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004 h.358-66
22. Kelly AM. A process approach to improving pain management in the
emergency department: development and evaluation. J Accid Emerg Med
2000;17:185-7
23. Joseph MH, Brill J, Zeltzer LK. Pediatric pain relief in trauma. Pediatrics in
Review 1999;20:75-83
24. Gottschalk A, Smith DS. New Concepts in Acute Pain Therapy: Preemptive
Analgesia. Am Fam Phys 2001; 63:1979-84.
25. Ganong WF. Review of medical physiology. Edisi ke-21. McGraw-Hill Co. New
York, 2003; h:139-49.
26. Mathew PJ, Mathew. Assessment and management of pain in infant.
PostgradMed J. 2003; 79:438-48.
27. Matthews EA, Dickenson AH. Pain patophysiology. Dalam: Dolin SJ, Patfield
NL, penyunting. Pain medicine manual. Edisi ke-2. London: Butterworth
Heinemann, 2004. h.11-19.
28. Heavner JE, Wiillis WD. Pain pathways: Anatomy and Physiology. Dalam: Raj
PP, penyunting. Pain Medicine a comprehensive review. Edisi ke-2. Texas:
Mosby, 2003. h. 10-15
29. Watson CPN. Topical agents for neuropathic pain: A systematic review.
Dalam: Merskey H, Loeser JD, Dubner R, penyunting. The path of pain
1975-2005. Seatle: IASP press, 1975-2005. h. 483-501.
30. Drendell AL, Brousseau DC, Gorelick MH. Pain assessment for pediatrics
patient in the emergency department. Pediatrics 2006; 117:1511-18.
31. Bulloch B, Tenenbein M. Assessment of Clinically Significant Changes in Acute
Pain in Children. Acad Emerg Med 2002; 9:199–202.
32. Howard RF. Developmental factors and acute pain in children. Dalam: Flor H,
Justin DM, Baron R, dkk, penyunting. Seatle: ISSP Press, 2005. h. 283-90.
33. Newman CJ, Lolekha R, Limkittikul K, Luangxay K, Chotpitayasunondh T,
Chanthavanich P. A comparison of pain scales in Thai children. Arch Dis Child
2005; 90:269-70.
34. Ljungman G, Kreuger A, Andreasson S, Gordh T, Sorensen S. Midazolam
nasal spray reduces procedural anxiety in children.Pediatrics;2000:105:73-78
35. Larsson BA, Tannfeldt G, Lacercrantz H, Olsson GL. Venipuncture is more
affective and less painfull than heel lancing for blood tests in neonates.
Pediatrics 1998;101 ; 882-6
36. Gradin M, Eriksson M, Holmqvist G, Holstein A, Schollin J. Pain reduction at
venipuncture in newborn: Oral glucose compared with local anaesthetic cream.
Pediatrics;2002:110:1053-57
37. Lewindon PJ, Harkness L, Lewindon N. Randomized controlled trial of sucrose
by mouth for the relief infant crying after immunization. Arch Dis
Child1998;78:453-6
38. Acharya AB, Bustani PC, Phillips JD, Taub NA, Beattie RM. Randomised
controlled trial of eutectic mixture of local anaesthetics cream for venepuncture
in healthy preterm infants. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed
1998;78:F138-F142
39. Darwis D. Tatalaksana nyeri di unit gawat darurat anak. Dalam: Gunardi H,
Oswari H, Handriastuti RS, Kurniati N, penyunting. Pain management in
children. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IIlmu Kesehatan Anak LI.
Jakarta, November 2006, h.19-22.
40. EMLA Instruction of application. Diunduh dari:
www.astrazeneca_us.com/pi/EMLA.pdf
41. Tran NQ, Pretto JJ, Worsnop CJ. A randomized controlled trial of the
effectiveness of topical amethocaine in reducing pain during arterial puncture.
Chest;2002:122:1357-1360
42. Pharmacy and therapeutics committee. Medication Guidelines Procedural Pain
Management in Neonates through Adolescents. Diunduh dari:
www.bmc.org/pediatrics/special/PainFree/MedGuidelines.pdf
43. Reis EC, Holubkov R. Vapocoolant spray is equally effective as EMLA cream
in reducing immunization pain in school eged children. Pediatrics;1997:100:1-6
44. von Baeyer CL. The Faces Pain Scale-Revised (English & French). Pediatric
Pain Sourcebook. University of Saskatchewan, Canada. May 5, 2001
45. Crichton N. Information point : Visual Analogue Scale (VAS). J Clin Nurs,
2001;10:706
46. Arrowsmith J, Campbell C. A comparison of local anaesthetics for
venepuncture. Arch Dis Child 2000;82:309-310
47. Bishai R, Taddio A, Bar-Oz B, Freedman MH, Koren G. Relative efficacy of
amethocaine gel and lidocaine-priolocaine cream for port-a-cath puncture in
children. Pediatrics 1999;104:1-3
48. Ponomarev VP, Yaroshevskii APG, Dukhanin AS, Anisimova VA. Mechanisms
Underlying Combined Action of Clonidine and Local Anesthetics. Bulletin of
Experimental Biology and Medicine 2003; 136:53-55.
49. Jain A, Rutter N, Ratnayaka M. Topical amethocaine gel for pain relief of heel
prick blood sampling: a randomized double blind controlled trial. Arch Dis Child
Fetal Neonatal 2001; 84:56-59.
50. Kelly AM. The minimum clinically significant difference in visual analogue scale
pain scores does not differ with severity of pain. Emerg Med J 2001;
18:205-207.
51. Lord BA, Parsell B. Measurement of pain in the prehospital setting using a
visual analogue scale. Prehosp Disast Med 2003; 18(4):353-8.
52. Sinha M, Christopher NC, Fenn R, Reeves L. Evaluation of nonpharmacologic
methods of pain and anxiety management for laceration repair in the pediatric
emergency department. Pediatrics. 2006; 117:1162-8.
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :………
Umur :………
Pekerjaan :………
Alamat :...……….
Adalah orangtua (ayah/ibu/wali) dari:
Nama :………
Kelamin :………
Murid SD :………
Kelas :………
Alamat :………
Saya selaku orangtua (ayah/ibu/wali), setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul: PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ANASTESI OLES DAN ANASTESI SEMPROT
DALAM MENGURANGI INTENSITAS NYERI PADA PUNGSI ARTERI, dan
setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi,
dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengizinkan dengan suka rela ANAK
SAYA menjadi subjek penelitian tersebut; dengan catatan sewaktu-waktu bisa
mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.
Lampiran 2
SKOR NYERI “FACES PAIN SCALE – REVISED (FPS-R) DAN VISUAL
ANALOGUE SCALE
FACES PAIN SCALE - REVISED
VISUAL ANALOGUE SCALE
10
8
6
4
2
0
DATA DASAR ANAK
Nomor sample : ……….
Nama : ………
Jenis kelamin : L / P
Tanggal lahir / Umur:………...… / ………
Berat badan : ……….Kg
Suku bangsa : ………
Lampiran 3. FORMAT PENILAIAN
Berat badan, umur, jenis kelamin, frekuensi jantung dan pernafasan sebelum dan saat tindakan
Umur Sebelum Tindakan Saat tindakan No Sampel Tgl.
Lahir Tahun Bulan
JK Berat
49 Dian Pratama L 17/02/90 15 thn 2 bln 42,9 2 100 100 18 20 3 2
Kode kasus 1: anastesi oles
Kode Kasus 2: anastesi semprot
RINGKASAN
Pada pelaksanaan prosedur diagnostik maupun terapeutik, nyeri dan stress pada
pasien anak sebaiknya dikurangi bahkan dihilangkan, dengan menggunakan
metode yang tersedia dalam mengurangi intensitas nyeri. Tujuan.
Membandingkan keefektifan anestesi oles dan semprot dalam menurunkan
intensitas nyeri pada pungsi arteri. Metode. Penelitian ini bersifat uji klinis acak
dilakukan di RS PTPN III Aek Nabara Selatan, Sumatera Utara, Indonesia. Anak
laki-laki yang berusia 10 - 15 tahun yang memenuhi syarat dan mendapat izin
orang tua untuk pemeriksaan kesehatan dilakukan pungsi arteri. Delapan puluh
anak laki-laki diacak untuk masuk ke dalam salah satu dari kedua grup terapi: 1)
grup anastesi oles (EMLA); 2) grup anastesi semprot (Ethyl Chloride). Anak diberikan skala penilaian intensitas nyeri. Skala penilaian intensitas nyeri
menggunakan Faces Pain Scale-Revised (FPS-R) dan Visual Analog Scale
(VAS). Variabel lain yang dinilai adalah frekuensi jantung dan pernafasan. Hasil.
Nilai rata-rata VAS pada kedua grup (EMLA dan Ethyl Chloride) tidak berbeda bermakna (2,85 dan 2,45; p>0,05). Nilai rata-rata FPS-R kedua grup (EMLA dan
Ethyl Chloride) tidak berbeda bermakna (1,80 dan 1,90; p>0,05). Frekuensi jantung setelah intervensi berbeda bermakna dengan sebelum intervensi pada
kedua kelompok (p= 0.021 dan 0.001), Tidak dijumpai perbedaan frekuensi
pernafasan antara sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. (p=
0.14 dan 0.06). Kesimpulan. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna pada
perbandingan manfaat anastesi oles dan semprot, dalam mengurangi intensitas
nyeri pada pungsi arteri.
SUMMARY
Whether as a component product of diagnostic or therapeutic procedure, pain
should be relieved and stress should be decreased for pediatric patients. Every
opportunity should be taken to use available methods of pain control. Objective.
To compare the effectiveness of cream and spray anesthetic methods in reducing
pain intensity during arterial puncture. Method. This randomized controlled trial
was conducted at PTP Nusantara III Aek Nabara Selatan Hospital, Labuhan Batu
Distric, Sumatera Utara, Indonesia. Eighty boys aged 10 to 15 years requiring
arterial puncture as part of general check up. Enrolled boys were randomized to
one of two treatment groups: 1) cream anesthetics (EMLA) group; 2) spray
anesthetics (Ethyl Chloride) group. The investigator recorded (by edited
videotape) cry duration. The assessment of pain using Faces Pain Scale-Revised
(FPS-R) and Visual Analog Scale (VAS) were completed by the child and the
investigator. Result. The mean VAS in EMLA group is higher than Ethyl Chloride
group (2,85 and 2,45; p>0,05), meanwhile the mean FPS-R in EMLA group is
lower than Ethyl Chloride group (1,80 and 1,90; p>0,05). There is a significant
difference between heart rate before and after intervention on two groups (p=
0.021 and 0.001). There isn’t a significant difference between respiratory rate
before and after intervention on two groups (p= 0.14 and 0.06). Conclusion.There
isn’t significant differences in comparing the effectiveness of cream and spray
anesthesia in reducing pain intensity during arterial puncture.
lxi
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Ira Aliza Siregar
Tanggal lahir : 18 Juli 1977
Tempat lahir : Pematang Siantar
Alamat : Jl. Babura Lama no: 17, Medan 20153
Nama suami : Muhammad Rizky
Nama anak : Habibi Mufasa Alriz
Pendidikan
1. Sekolah Dasar :SD Negeri Binjai Kota, tamat tahun 1989
2. Sekolah Menengah Pertama:SMP Negeri 1 Medan, tamat tahun 1992
3. Sekolah Menengah Atas :SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1995
4. Fakultas Kedokteran :Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2002
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK.USU : 01 – 30 Juni 2003
2. Pendidkan Tahap I / Yunior : 01 Juli 2003 s/d 30 Juni 2004
3. Pendidikan Tahap II / Madya : 01 Juli 2004 s/d 30 juni 2005
4. Pendidikan Tahap III / Senior : 01 Juli 2005 s/d 30 Juni 2006