Lampiran 1. Data kerapatan papan semen
Kalsium klorida (CaCl2
Kerapatan
Lampiran 2. Data kadar air papan semen
Kalsium klorida (CaCl2) Kode Berat awal
(g)
Berat kering tanur (g)
Kalsium klorida (CaCl2)
Lampiran 4. Data pengembangan tebal setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam
Kode
Kalsium klorida (CaCl2
Pengembangan
Kalsium klorida (CaCl2
Pengembangan
Kode Modulus elastisitas
Kuat pegang sekrup
) (kg)
Lampiran 6. Data kehilangan berat papan semen
3. Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis menunjukkan bahwa kualitas papan
semen dengan penambahan katalis lebih baik daripada tanpa katalis.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai papan semen ini dengan
menggunakan uji Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui tingkat
kekuatan ikatan antara bahan baku fiber berlignoselulosa dengan semen.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Cara uji kadar selulosa dalam pulp. SNI 14-0444-2009. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2009. Kajian terhadap semen sebagai calon
barang kena cukai dalam rangka ekstensifikasi obyek BKC. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Jakarta.
Djalal, M. 1984. Peranan kerapatan kayu dan kerapatan lembaran dalam usaha perbaikan sifat-sifat mekanik dan stabilitas dimensi papan partikel dari beberapa jenis kayu dan campurannya. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Ellayawan, S, A., dan H. Wibowo. 2008. Modulus elastisitas dan mudulus pecah papan partikel sekam padi. Jurnal Teknologi Technoscientia. ISSN:1979-8415. Vol 1. No. 1.
Fernandez, E.C., and P.T. Vanessa. 1996. The use and processing of rice straw in the manufacture of cement-bonded fiberboard. Department of Forest Products and Paper Science, Colege of Forestry and Natural Resources. University of the Philippines. Los Banos.
Fithriani, D., Nugroho, T., dan Basmal, J. 2006. Pengaruh waktu pengempaan terhadap karakteristik papan partikel dari limbah padat pengolahan
Gracilaria sp. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan Vol. 1 No. 2. Jakarta.
[ISO] International Organisation for Standardisation. 1995.
Determination of grammage. Retrieved 2009-07-18.
[JIS] Japanese Industrial Standards. 1993. JIS A 5414. Cements boards. Japan.
Kawai, Hidenori, Nekota and Takeshi. 1990. Wood cement board and a manufacturing method thereof. USA.
Kumoro, C. 2008. Papan semen partikel. Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Litbang Pertahanan Indonesia. 2007. Pemanfaatan serat rami untuk pembuatan selulosa. STT No. 2289 Volume 10 Nomor 18 Tahun 2007. Balitbang Dephan. Jakarta.
Lubis, M. J., Risnasari, I. Nuryawan, A., dan Febrianto, F. 2006. Kualitas papan komposit dari limbah batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan polyethylene (PE) daur ulang. Jurnal Teknik Industri Pertanian Vol. 19(1), 16-20. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Martawijaya, A. 1996. Keawetan kayu dan faktor yang mempengaruhinya. Petunjuk Teknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.
Maskar. 2010. Sifat papan semen.[15 Oktober
2009].
Nopianto, E. 2009. Pengetahuan bahan agroindustri. http://eckonopianto.
blogspot.com.html. [15 Oktober 2009].
Nuriyatin, N., A. Enggar, S. Novi, dan Saprinurdin. 2003. Ketahanan lima jenis kayu berdasarkan posisi pohon terhadap serangan rayap. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 5(2): 77-82.
Petra Christian University Library. 2003. Jurnal Klinker–Chapter 2. Petra Christian University. Surabaya.
Subiyanto, B., Sudijo. S., Gopar. M., dan Munawar, S. S. 1996. Pemanfaatan limbah tandan kosong dari industri pengolahan kelapa sawit untuk papan partikel dengan perekat penol formaldehida. UPT Balai Litbang Biomaterial – LIPI (Research and Development Unit for Biomaterials – LIPI). Bogor.
Sukartana, P., R. Rushelia & I.M. Sulastiningsih. 2000. Resistance of wood-and bamboo-cement boards to subterranean termite Coptotermes gestroi Wasmann. (Isoptera: Rhinotermitidae). Wood-cement composites in the Asia-Pacific Region. ACIAR Proceedings No. 107: 62-65. Canberra.
Sulastiningsih, I.M. dan P. Sutigno. 2008. Standardisasi mutu kayu untuk bahan papan semen. Pusat Penelitian dan pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
[TIS] Transport Information Services. 2007. Types of corrugated paper. Transport Information Services. Germany.
Triyanto, H. S. 1991. Karton gelombang dan kotak karton gelombang (Sifat–sifat dan spesifikasinya). Makalah Seminar Kotak Karton Gelombang : 9 Juli 1991. Hyatt Regency. Surabaya.
Willy, D dan Yahya, M. 2001. Kardus sebagai bahan baku furniture murah. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
LAMPIRAN
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan
Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 sampai September 2009.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin kempa dingin,
ember, oven, mesin mixer repulping, timbangan elektrik, plat besi berukuran 30
cm x 30 cm x 1 cm, mesin Instron untuk uji sifat mekanis, saringan ukuran 40
mesh, kamera digital, kalkulator, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah fiber kertas kardus, semen, katalis kalsium klorida (CaCl2), alumnunium
foil, dan air.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Kertas kardus bekas direndam dalam air selama beberapa hari sampai
kertas menjadi lunak, kemudian disobek-sobek menjadi lembaran-lembaran kecil.
Selanjutnya sobekan kertas dimasukkan ke dalam wadah mixer repulping dan
dicampur air dengan perbandingan kertas : air = 4 : 10. Campuran bahan
dihancurkan dalam mixer repulping selama +2 jam sampai menjadi bubur kertas.
Bubur kertas kardus dijemur dan dikeringkan sampai kadar air kesetimbangan
(kering udara) yaitu 10-18%. Proses persiapan bahan baku dapat dilihat dengan
jelas pada Gambar 5.
Gambar 5. Bagan alir proses persiapan bahan baku
Pengadonan
Papan semen dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan spilasi 10%
dan kerapatan 1 gr/cm3. Pembuatan papan semen ini dilakukan menggunakan
sistem pengempaan dingin dengan tekanan rata-rata yang digunakan 50-75 kg/cm2
selama 15 menit. Papan semen dibuat dengan variasi perbandingan fiber : semen :
2% kalsium klorida (CaCl2
Adapun proporsi yang dibuat untuk papan semen dengan variasi semen :
fiber : air yang digunakan, masing-masing adalah sebagai berikut:
) untuk mempercepat proses pengeringan papan
semen.
Tabel 5. Proporsi bahan baku pembuatan papan semen
Perbandingan
1. Proporsi bahan baku untuk perbandingan 1 :2,5 : 1,25
Berat semen yang digunakan:
1
Berat fiber yang digunakan:
1
Berat air yang digunakan:
1
Berat bahan baku fiber di atas belum merupakan berat bahan baku
sebenarnya yang akan digunakan. Berat bahan baku di atas adalah berat sebelum
memperhitungkan pengaruhnya terhadap kandungan kadar air sampel. Untuk
menentukan berat fiber sebenarnya, maka terlebih dahulu sampel bahan baku
ditentukan kadar airnya dengan pengovenan pada suhu 103+2 oC selama 1 jam.
Adapun perhitungan berat bahan baku sebenarnya yang digunakan dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
BB =
Untuk mempercepat proses pengeringan dalam pembuatan papan semen,
dilakukan penambahan katalis kalsium klorida (CaCl2
2% x 208,42 g = 4,17 g
) sebanyak 2% dari berat
semen ke dalam adonan. Maka berat katalis yang digunakan adalah :
2. Proporsi bahan baku untuk perbandingan 1,75 : 1,75 :1,25
Berat semen yang digunakan sama dengan berat fiber, yaitu:
1
Berat air yang digunakan:
1
Sedangkan berat katalis yang digunakan adalah:
2% x 364,74 g = 7,29 g
3. Proporsi bahan baku untuk perbandingan 2,5 : 1 : 1,25
Berat semen yang digunakan:
Berat fiber yang digunakan:
Berat air yang digunakan:
1
Berat katalis yang digunakan adalah:
2 % x 521,05 g = 10,42 g
Pembentukan Lembaran
Pembentukan lembaran dilakukan dengan pengorientasian secara manual
dan dilakukan pengempaan selama 15 menit tanpa suhu kempa. Adonan bahan
baku dimasukkan ke dalam pencetak lembaran contoh uji dengan ukuran 30 cm x
30 cm x 1 cm. Kemudian plat pencetak lembaran diikat dengan baut dan mur
sampai mencapai ketebalan 1 cm.
Pengkondisian (Conditioning)
Papan semen yang telah dibentuk menjadi lembaran pada plat pencetak
lembaran, kemudian dikondisikan selama 2-3 hari hingga papan semen kering dan
bersifat kaku. Selanjutnya, papan semen tersebut dikeluarkan dari plat pencetak
dan dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 50 oC sampai kekerasan
papan semen merata. Papan semen yang telah dioven, dibiarkan selam ± 2 minggu
dengan tujuan agar kadar airnya seragam dan papan semen memiliki kekerasan
pada temperatur 20±2 oC dan kelembaban (65 + 5)%.
Pengujian Kualitas
Ukuran contoh uji sifat fisis, mekanis dan ketahanan papan semen
terhadap serangan rayap ditampilkan pada Gambar 6 berikut ini:
Gambar 6. Pola pemotongan contoh uji papan semen
Keterangan :
A = contoh uji untuk kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm x 1 cm)
B = contoh uji untuk daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm x 1
cm)
C = contoh uji untuk uji ketahanan terhadap serangan rayap (5 cm x 5 cm x 1
cm)
D = contoh uji untuk kuat pegang sekrup (10 cm x 10 cm x 1 cm)
E = contoh uji untuk keteguhan rekat, MOE dan MOR (20 cm x 5 cm x 1 cm)
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar
pengujian JIS A 5414-1993. Hasil pengujian tersebut dikoreksi pada
masing-masing contoh uji dan dicocokkan dengan standar pengujian tersebut. Parameter
kualitas papan yang diuji adalah: sifat fisis yang meliputi kerapatan, kadar air, E
A
D
B C
30 cm
30 cm 10 cm
10 cm
5 cm
pengembangan tebal, dan daya serap air serta dilakukan juga uji ketahanan
terhadap serangan rayap untuk mengetahui persentase kehilangan berat papan
semen. Sedangkan untuk sifat mekanis adalah: kuat pegang sekrup, keteguhan
rekat, modulus patah (MOR), dan modulus elastisitas (MOE). Berikut adalah
standar pengujian JIS A 5414-1993:
Tabel 6. Standar pengujian JIS A 5414 1993
No. Macam Pengujian Besaran JIS A 5414 1993
1 Kerapatan (densitas) gr/cm3 minimal 1,0
2 Kuat lentur:
- Tegak lurus dengan orientasi serat - Searah dengan orientasi serat
kg/cm2
- Densitas asap
- Nilai kalori kkal/kg
semi combustibel
- -
Pengujian Sifat Fisis
Kerapatan
Kerapatan papan semen merupakan suatu ukuran yang menyatakan bobot
papan semen per satuan luas. Kerapatan erat hubungannya dengan kekuatan,
makin tinggi kerapatan makin tinggi pula kekuatan papan. Semakin tinggi
kerapatan lembaran papan akan menyebabkan semakin luas pula kontak antar
partikel dengan perekatnya, sehingga akan dihasilkan kekuatan papan yang lebih
tinggi pula. Kerapatan dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh
Keterangan:
ρ = kerapatan (g/cm³)
B = berat contoh uji kering udara (g) V = volume contoh uji kering udara (cm³)
Kadar Air
Papan semen mengandung air hidrat, air gel, air kapiler dan air
permukaan. Air hidrat merupakan air yang terikat pada senyawa hidrat, air gel
ialah air yang mengisi pori-pori semen, air kapiler merupakan air yang mengisi
pori-pori kapiler yang tersebar di seluruh pasta dan air permukaan adalah air yang
terdapat dipermukaan pasta semen.
Penetapan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat
awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada
suhu 103±2 ºC. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm. Kadar Air papan
dihitung dengan rumus:
Keterangan:
KA = kadar air (%)
B0 = berat awal contoh uji (g)
B1 = berat kering oven contoh uji (g)
Pengembangan Tebal
Air yang mengisi pori-pori semen dan pori-pori kapiler yang tersebar di
Pengembangan tebal berhubungan erat dengan ikatan semen dengan bahan baku,
semakin baik ikatannya, semakin kecil pengembangan tebalnya.
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum
dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Contoh uji
berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Pengembangan tebal dihitung dengan rumus:
Keterangan:
TS = pengembangan tebal (%)
T1 = tebal contoh uji sebelum perendaman (g)
T2 = tebal contoh uji setelah perendaman (g)
Daya Serap Air
Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat contoh uji
sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan 24 jam. Contoh
uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Daya serap air tersebut dihitung dengan
Uji Ketahanan Terhadap Serangan Rayap
Uji ketahanan terhadap serangan rayap papan semen dilakukan untuk
mengetahui sifat ketahanan papan terhadap serangan rayap dan organisme perusak
lainnya. Ukuran contoh uji yang digunakan pada uji kubur ini adalah 5 cm x 5 cm
x 1 cm. Lokasi uji kubur adalah hutan tri darma pada tempat yang diketahui
terdapat sarang rayapnya. Sebelum dilakukan penguburan di lapangan contoh uji
terlebih dahulu dioven selama 24 jam pada suhu 103+2 oC kemudian ditimbang
berat kering oven contoh uji tersebut. Selanjutnya, contoh uji dikubur di lapangan
dengan jarak antara contoh uji adalah 0,5–1 m. Contoh uji dikubur di sekitar
sarang rayap selama 50 hari. Setelah itu, contoh uji diangkat, dibersihkan serta
dioven kembali pada suhu 103+2 o
C selama 24 jam dan ditimbang kembali
beratnya. Contoh uji dihitung persen kehilangan beratnya dengan rumus:
Keterangan :
BKO1
BKO
= berat kering oven sebelum penguburan (g)
2 = berat kering oven sesudah penguburan (g)
Pengujian Sifat Mekanis
Modulus Patah (MOR)
Pengujian MOR dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Contoh
Gambar 7. Cara pembebanan pengujian MOR
Modulus patah (MOR) adalah sifat mekanis papan yang menunjukkan
kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian
pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah.
Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
Modulus Elastisitas (MOE)
Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan
menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting
jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
MOE = modulus elastisitas (kg/cm2
ΔP = beban sebelum proporsi (kg)
)
L = jarak sangga (15 cm)
ΔY = lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm)
b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
Kuat Pegang Sekrup
Pengujian kuat pegang sekrup dilakukan pada sisi permukaan panel seperti
pada Gambar 8. Contoh uji berukuran 10 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai kuat pegang
sekrup dinyatakaan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.
Gambar 8. Posisi sekrup pada pengujian kuat pegang sekrup
Keteguhan Rekat Internal
Pengujian keteguhan rekat internal dilakukan pada panel contoh uji yang
berukuran 10 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian keteguhan rekat internal merupakan
pengujian yang dilakukan untuk menetukan ikatan internal pada papan semen
(cement board). Pengujiannya dapat dilakukan seperti pada Gambar 9 berikut:
Y bh
PL MOE
∆ ∆
= 3
3
Sumber:
Gambar 9. Pengujian keteguhan rekat internal instron.com
Berdasarkan Gambar 9, skema pengujian adalah beban tarikan
diaplikasikan secara vertikal pada kedua bagian permukaan papan. Pengukuran
beban maksimum dilakukan pada saat sampel uji mengalami kerusakan. Pada
pengujian ini kecepatan beban tarikan sekitar 20 mm/menit. Selanjutnya data-data
pengukuran dimasukkan ke dalam rumus berikut:
Keterangan:
P = beban tarikan maksimum pada saat sampel rusak (N) b = lebar sampel (mm)
L = panjang sampel (mm)
bL P Rekat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Layak atau tidaknya papan semen dipergunakan sebagai bahan konstruksi
bangunan dapat dilihat dari hasil pengujian sifat fisis, mekanis, dan ketahanannya
terhadap serangan rayap (biodeteriorasi) yang kemudian disesuaikan dengan
standar JIS A 5414-1993. Hasil pengujian sifat fisis, mekanis, dan ketahanannya
terhadap serangan rayap disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rekapitulasi nilai pengujian sifat fisis, mekanis dan ketahanan papan semen terhadap serangan rayap (biodeteriorasi)
Karakteristik kualitas
Besaran JIS A
5414-1993
Tanpa katalis (kontrol) Dengan katalis kalsium klorida Komposisi S : F : W Komposisi S : F : W
* = nilai yang memenuhi standar JIS A 5414-1993 S = semen
Sifat Fisis Papan Semen
Kerapatan
Kerapatan merupakan salah satu sifat fisis yang menunjukkan
perbandingan antara massa benda terhadap volumenya atau dengan kata lain
menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan semen berbeda pada setiap variasi
komposisi bahan (semen : fiber : air), baik tanpa menggunakan katalis maupun
dengan penambahan katalis.
Nilai rata-rata kerapatan yang diperoleh untuk papan semen tanpa katalis
dan dengan menggunakan katalis masing-masing berkisar antara 0,92 g/cm3-1,67
g/cm3 dan 0,83 g/cm3-1,29 g/cm3. Kerapatan tertinggi papan semen terdapat pada
perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25) untuk papan semen tanpa katalis dengan nilai 1,67
g/cm3 dan juga kerapatan tertinggi papan semen terdapat pada perlakuan A (1 :
2,5 : 1,25) untuk papan semen dengan katalis dengan nilai 1,29 g/cm3, sedangkan
kerapatan papan semen terendah terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25) untuk
papan semen tanpa katalis dengan nilai 0,92 g/cm3 dan untuk papan semen
terendah dengan katalis terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25) juga dengan
nilai 0,83 g/cm3. Perbedaan nilai rata-rata kerapatan papan semen pada
masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Perbedaan nilai kerapatan pada berbagai variasi komposisi S : F : W 1,67
JIS A 5414-1993
A B C
A = 1 : 2,5 : 1,25 B = 1,75 : 1,75 : 1,25 C = 2,5 : 1 : 1,25
Gambar 10 menunjukkan nilai kerapatan papan semen bervariasi pada tiap
perlakuan baik dengan katalis maupun tanpa katalis. Hal ini menandakan bahwa
tinggi rendahnya kerapatan papan semen tergantung pada komposisi semen dan
fiber yang digunakan. Semakin tinggi komposisi fiber maka semakin tinggi pula
nilai kerapatan dan sebaliknya. Semen yang berfungsi sebagai perekat, dalam hal
ini akan menyebabkan terjadinya ikatan yang kuat antar fiber atau aksi bersikunci
antara fiber dan semen sehingga meningkatkan kerapatan papan semen.
Berdasarkan standar JIS A 5414-1993, papan semen dengan penambahan
katalis dan tanpa katalis tidak semuanya dinyatakan lulus syarat uji dengan nilai
kerapatan yang disyaratkan minimal 1 g/cm3. Kerapatan merupakan salah satu
sifat fisis penting yang menunjukkan kualitas papan semen. Semakin tinggi
kerapatan, biasanya semakin tinggi pula kekuatan papan semen.
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisis dari bahan struktural yang
menunjukkan besarnya kandungan air di dalam bahan yang dinyatakan dalam
persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air papan semen
tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis, masing-masing berkisar antara
15,21%-20,71% dan 15,10%-20,40%.
Kadar air tertinggi terdapat pada papan semen dengan perlakuan A (1 : 2,5
: 1,25) yaitu 20,71% untuk papan semen tanpa katalis dan 20,40% untuk papan
semen menggunakan katalis. Sedangkan kadar air terendah terdapat pada papan
semen dengan perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25) dengan nilai masing-masing yaitu
katalis. Pada perlakuan B (1,75 : 1,75 : 1,25) rata-rata kadar air yang diperoleh
untuk papan semen tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis masing-masing
adalah 16,17% dan 16,02%. Perbedaan rata-rata kadar air papan semen dapat
dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Perbedaan nilai kadar air pada berbagai variasi komposisi S : F : W
Gambar 11 menunjukkan kadar air tertinggi terletak pada perlakuan A (1 :
2,5 : 1,25). Hal ini disebabkan oleh variasi komposisi bahan yang digunakan
dalam pembuatan papan semen. Pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25), komposisi fiber
yang digunakan lebih tinggi dibanding dengan perlakuan B (1,75 : 1,75 : 1,25)
dan C (2,5 : 1 : 1,25). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak fiber yang
digunakan maka akan semakin tinggi pula kadar air papan semen dan sebaliknya.
Di samping itu, tinggi rendahnya kadar air papan semen pada penelitian ini juga
disebabkan oleh sifat higroskopis kardus (fiber) yang mudah untuk menyerap air,
sehingga kadar air cenderung akan lebih tinggi pada komposisi fiber yang tinggi
pula.
JIS A 5414-1993
A B C
A = 1 : 2,5 : 1,25 B = 1,75 : 1,75 : 1,25 C = 2,5 : 1 : 1,25
Menurut Willy dan Yahya (2001), kelemahan kardus diantaranya adalah
kertas sebagai bahan dasarnya tidak tahan terhadap air dan kelembaban
(hidrofilik), baik yang disebabkan oleh zat cair atau kelembaban udara. Dalam
keadaan kadar air tinggi, kardus sangat mudah terjadi perubahan permukaan atau
kekuatan struktur gelombang dan yang paling parah terbukanya rekatan antar
lapisan.
Kadar air papan semen tanpa menggunakan katalis diketahui lebih tinggi
daripada papan semen dengan penambahan katalis (Gambar 11). Hal ini
menunjukkan bahwa katalis kalsium klorida (CaCl2
Berdasarkan standar JIS A 5414-1993, nilai kadar air papan semen yang
diperoleh pada masing-masing perlakuan seluruhnya tidak lulus syarat uji, yang
mensyaratkan kadar air maksimal yaitu 8%. Hasil ini berbanding terbalik dengan
penelitian Djalal (1984), tentang sifat fisik dan mekanik papan pulp semen dari
bahan lignoselulosa yang menunjukkan bahwa kadar air yang dihasilkan papan
pulp semen yang dibuat dari kertas karton maupun bambu telah memenuhi standar
yaitu lebih kecil dari 10%.
) dalam hal ini sangat
berperan untuk menurunkan kadar air papan semen. Pemberian katalis pada papan
semen bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan dan pengerasan papan
semen sehingga dapat meningkatkan kualitasnya. Katalis yang ditambahkan pada
papan semen diduga menyebar ke seluruh pori-pori atau rongga yang biasanya
ditempati air dan menurunkan air yang dikandung papan semen baik itu air yang
terdapat pada permukaan, air yang berada dalam rongga atau pori dan tempat
Daya Serap Air
Daya serap air merupakan kemampuan papan untuk menyerap air dalam
jangka waktu tertentu. Pengujian daya serap air dilakukan setelah contoh uji
direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Hasil pengujian daya serap
air pada papan semen menunjukkan bahwa nilai daya serap air pada kedua kondisi
tersebut berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa nilai daya serap air
papan semen setelah perendaman selama 2 jam untuk papan semen tanpa katalis
maupun dengan menggunakan katalis masing-masing berkisar 9,95%-56,78% dan
5,30%-22,31%, sedangkan daya serap air papan semen setelah perendaman
selama 24 jam masing-masing berkisar 12,05%-58,45% dan 7,83%-24,44%. Nilai
daya serap air papan semen tertinggi setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam
terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25) sedangkan terendah terdapat pada
perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa papan semen
berbahan dasar limbah kardus bersifat higroskopis, sehingga mudah untuk
menyerap air. Semakin tinggi komposisi fiber maka akan semakin tinggi pula
daya serap air papan semen tersebut.
Penelitian Djalal (1984), menunjukkan bahwa papan pulp semen yang
terbuat dari kertas karton semuanya tidak memenuhi standard. Hal tersebut
berhubungan dengan jenis serat yang digunakan. Serat kertas koran diduga
memberikan penyerapan air yang lebih tinggi daripada kertas kardus.
Nilai daya serap air papan semen setelah perendaman selama 2 jam dan 24
dengan papan semen dengan menggunakan katalis pada setiap variasi komposisi
semen : fiber : air. Hal ini disebabkan papan semen pada perlakuan kontrol proses
pengeringannya berjalan lambat sehingga menyebabkan ikatan antar fiber dan
semen tidak maksimal. Perbedaan nilai hasil uji fisis daya serap air papan semen
setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 12 dan
13.
Gambar 12. Perbedaan nilai daya serap air setelah perendaman selama 2 jam
Gambar 13. Perbedaan nilai daya serap air setelah perendaman selama 24 jam 56,78
JIS A 5414-1993
A B C Daya serap air
JIS A 5414-1993
A B C
A = 1 : 2,5 : 1,25 B = 1,75 : 1,75 : 1,25 C = 2,5 : 1 : 1,25
Daya serap air
Gambar 12 dan 13 menunjukkan bahwa, papan semen dengan
menggunakan katalis cenderung memiliki daya serap air lebih rendah
dibandingkan papan semen tanpa katalis. Hal ini disebabkan katalis yang
ditambahkan pada papan semen diduga dapat meningkatkan ikatan antara semen
dan fiber dalam proses pembuatannya. Katalis juga cenderung akan mempercepat
terjadinya proses pengerasan dan pengeringan pada papan semen. Di samping itu,
penambahan katalis diduga mempercepat reaksi hidratasi semen, fiber dan air
sehingga meningkatkan ikatan yang kuat pada ruang atau rongga-rongga kosong
yang terdapat pada papan semen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai daya serap air tertinggi setelah
perendaman selama 2 jam dan 24 jam terdapat pada masing-masing perlakuan A
(1 : 2,5 : 1,25), sedangkan nilai daya serap air terendah terdapat pada
masing-masing perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25). Sama halnya dengan kadar air, nilai daya
serap air juga berhubungan dengan komposisi semen dan fiber yang digunakan.
Semakin banyak kandungan semen maka semakin rendah daya serap air dan
sebaliknya.
Kandungan semen yang tinggi juga akan menyebabkan lapisan semen
pada permukaan papan semakin tebal sehingga lebih sulit untuk ditembus air dan
dapat mengurangi intensitas serapan air pada papan semen. Menurut Fernandes
dan Vanessa (1996), kandungan semen yang tinggi akan menyebabkan
pengembangan kristal-kristal semen dari partikel semen selama proses hidrasi
sehingga mempenetrasi permukaan serat dan menembus ruang-ruang kosong yang
semen maka akan semakin kuat ikatan antar kristal semen dan fiber, sehingga
akan menghasilkan produk komposit semen dan fiber yang kuat.
Berdasarkan standar JIS A 5414-1993, nilai daya serap air papan semen
selama 2 jam dan 24 jam pada masing-masing perlakuan tidak seluruhnya lulus
syarat uji JIS A 5414-1993, yang mensyaratkan daya serap air maksimal 50%.
Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal papan semen merupakan sifat fisis untuk mengukur
kemampuan papan menjaga stabilitas dimensinya selama perendaman dalam air
pada selang waktu 2 jam dan 24 jam. Semakin tinggi nilai pengembangan tebal
maka semakin rendah kestabilan dimensinya, demikian pula sebaliknya.
Pengukuran pengembangan tebal papan semen dilakukan setelah perendaman
dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam.
Hasil pengujian pengembangan tebal papan semen menunjukkan bahwa
nilai pengembangan tebal pada selang waktu 2 jam dan 24 jam berbeda. Nilai
pengembangan tebal papan semen tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis
setelah perendaman selama 2 jam masing-masing berkisar antara 1,04%-4,67%
dan 0,54%-2,66%, sedangkan setelah perendaman selama 24 jam masing-masing
berkisar antara 2,39%-5,07% dan 2,10%-3,24%. Nilai pengembangan tebal
tertinggi pada selang waktu 2 jam dan 24 jam terdapat pada masing-masing papan
semen dengan perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25), sedangkan terendah terdapat pada
masing-masing perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25).
Nilai pengembangan tebal papan semen tanpa katalis lebih tinggi
bahwa tingkat kestabilan dimensi papan semen dengan katalis lebih baik daripada
tanpa menggunakan katalis.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pengembangan
tebal tertinggi terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25), sedangkan terendah
terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25). Semakin tinggi komposisi fiber maka
semakin tinggi pula pengembangan tebal yang terjadi dan sebaliknya. Sifat
higroskopis kardus menyebabkan tingginya pengembangan tebal yang terjadi pada
papan semen, terutama pada papan semen dengan komposisi fiber yang lebih
banyak. Perbedaan nilai rata-rata pengembangan tebal papan semen setelah
perendaman selama 2 jam dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Gambar 14. Perbedaan nilai pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam
4,67
JIS A 5414-1993
A B C
JIS A 5414-1993
A B C
Pengembangan tebal
Gambar 15. Perbedaan nilai pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam Pengembangan tebal yang terjadi berkaitan dengan sifat ketidakstabilan
dimensi papan semen. Semakin besar pegembangan tebal, maka papan yang
dihasilkan mempunyai tingkat kestabilan yang rendah. Pengembangan tebal yang
terjadi pada papan semen juga erat kaitannya dengan daya ikat antara fiber dengan
semen yang berfungsi sebagai perekat. Ikatan yang kuat antara semen dan fiber
akan menghambat terjadinya pengembangan tebal pada papan semen.
Pengembangan tebal pada papan semen erat kaitannya dengan ikatan
antara semen dan serat kardus. Ikatan antara semen dan kardus yang kuat akan
menyempitkan rongga-rongga atau pori-pori pada papan semen sehingga
kemungkinan air untuk masuk ke dalam rongga tersebut semakin kecil. Menurut
Sulastiningsih et al. (1998), pengembangan tebal berhubungan erat dengan ikatan
semen dengan bahan baku, semakin baik ikatannya maka semakin kecil
pengembangan tebalnya.
Pengembangan tebal yang terjadi pada papan semen dipengaruhi oleh
bahan dasar yang berasal dari serta limbah kardus. Bahan berlignoselulosa
pembentuk papan semen ini tersusun atas serat-serat kayu sebagai bahan
penyusun kardus yang sangat mudah menyerap air dan mengalami perubahan
dimensi. Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin
tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat
Berdasarkan standar JIS A 5414-1993, nilai pengembangan tebal rata-rata
papan semen seluruh contoh uji dinyatakan tidak memenuhi standar dengan
ketentuan nilai maksimal 0,25%.
Sifat Mekanis Papan Semen
Modulus Lentur
Modulus lentur (MOE) merupakan ukuran ketahanan papan semen
menahan beban sebelum patah (sampai batas proporsi). Semakin tinggi nilai
keteguhan lentur, maka semakin elastis papan tersebut. Sifat ini erat hubungannya
dengan kemampuan papan semen untuk dijadikan bahan konstruksi bangunan.
Hasil pengujian MOE dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Perbedaan nilai MOE pada variasi komposisi S : F : W
Gambar 16 menunjukkan bahwa nilai MOE tertinggi papan semen tanpa
katalis maupun dengan menggunakan katalis terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 :
1,25), dengan nilai masing-masing yaitu 196,95 kg/cm2 dan 568,33 kg/cm2
131,73 JIS A 5414-1993
A B C
A = 1 : 2,5 : 1,25 B = 1,75 : 1,75 : 1,25 C = 2,5 : 1 : 1,25
MOE ≥ 94
sedangkan nilai MOE terendah papan semen tanpa katalis terdapat pada perlakuan
A (1 : 2,5 : 1,25) yaitu 131,73 kg/cm2 dan untuk papan semen dengan katalis
terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25) juga yaitu 468,48 kg/cm2
Nilai MOE papan semen dengan menggunakan katalis diketahui lebih
tinggi daripada tanpa menggunakan katalis. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
papan semen dengan menggunakan katalis lebih baik dibanding tanpa
menggunakan katalis, karena sifat ini sangat penting untuk bahan yang akan
digunakan untuk keperluan konstruksi. Berdasarkan standar JIS A 5414-1993,
nilai rata-rata MOE yang diperoleh pada masing-masing perlakuan dinyatakan
seluruhnya memenuhi standard JIS A 5414-1993 mensyaratkan nilai MOE
minimal sebesar 94 kg/cm
.
2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi rendahnya nilai MOE terletak
pada komposisi fiber dan semen yang digunakan. Gambar 16 menunjukkan bahwa
perlakuan dengan komposisi semen lebih banyak memiliki nilai MOE yang lebih
tinggi dan sebaliknya. Komposisi semen yang lebih tinggi cenderung akan
meningkatkan ikatan antar fiber dengan semen pada saat pengempaan sehingga
meningkatkan kekuatan lentur papan dalam menahan tekanan atau beban.
Menurut Ellyawan dan Wibowo (2008), pengaruh rasio pemadatan yang
bertambah besar meningkatkan kekakuan atau elastisitas terhadap beban
lengkung, hal ini disebabkan kepadatan semakin meningkat dan jumlah rongga
berkurang sehingga meningkatkan kekuatan material. .
Modulus patah (MOR) papan semen merupakan sifat mekanis yang
menunjukkan kekuatan material dalam menahan beban yang bekerja terhadapnya.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa rata-rata nilai MOR untuk papan
semen tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis masing-masing berkisar
34,74 kg/cm2-52,98 kg/cm2 dan 57,00 kg/cm2-63,24 kg/cm2. Perbandingan nilai
uji MOR dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Perbandingan nilai MOR pada variasi komposisi S : F : W
Gambar 17 menunjukkan bahwa nilai MOR terbesar papan semen tanpa
katalis dan dengan menggunakan katalis terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25)
dengan nilai masing-masing sebesar 52,98 kg/cm2 dan 63,24 kg/cm2 , sedangkan
MOR terkecil terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25) dengan nilai
masing-masing sebesar 34,74 kg/cm2 dan 57,00 kg/cm2
34,74
. Berdasarkan standar JIS A
5414-1993, nilai keteguhan patah papan semen dengan menggunakan katalis seluruhnya
memenuhi standar. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai keteguhan patah JIS A 5414-1993
A B C
A = 1 : 2,5 : 1,25 B = 1,75 : 1,75 : 1,25 C = 2,5 : 1 : 1,25
MOR ≥ 57
papan semen tanpa menggunakan katalis seluruhnya tidak memenuhi syarat JIS A
5414-1993 mensyaratkan nilai minimum MOR sebesar 57 kg/cm2
Tinggi rendahnya nilai MOR pada papan semen berhubungan dengan
komposisi bahan yang digunakan. Semakin tinggi komposisi semen maka
semakin tinggi nilai MOR yang diperoleh dan sebaliknya. Kandungan semen yang
tinggi akan meningkatkan ikatan rekat antar bahan penyusun papan semen
sehingga kekuatan papan semen dalam menahan beban/tekanan semakin tinggi.
Hasil penelitian Fernandez dan Vanessa (1996), tentang ikatan antar semen dan
papan dari perlakuan limbah air dan kertas daur ulang menunjukkan bahwa
semakin tinggi komposisi semen pada papan maka semakin besar gaya yang
diperlukan papan semen sebelum patah.
.
Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)
Keteguhan rekat internal (Internal bond) merupakan salah satu sifat
mekanis dari papan semen yang menunjukkan besarnya nilai daya rekat dan
ikatan antar bahan penyusun yang dipadukan untuk membentuk papan semen.
Hasil penenlitian menunjukkan bahwa nilai internal bond terbesar papan semen
tanpa katalis maupun dengan katalis masing-masing adalah 1,06 kg/cm2 dan 1,88
kg/cm2, sedangkan yang terkecil adalah 0,67 kg/cm2 dan 1,11 kg/cm2. Nilai
keteguhan rekat papan semen tanpa katalis diketahui lebih redah dibanding
dengan papan semen menggunakan katalis. Hal ini menunjukkan bahwa daya
rekat dan ikatan antar bahan penyusun papan semen dengan menggunakan katalis
Katalis yang digunakan dalam pembuatan papan semen ini berfungsi
untuk mempercepat proses pengeringan. Katalis ini juga diduga dapat
meningkatkan keteguhan rekat papan semen. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Subiyanto et al. (1987) pada penelitiannya terhadap papan wol semen yang
menyatakan bahwa kekuatan rekat internal (internal bond) antara kayu dan semen
tergantung pada jenis kayu, perlakuan terhadap kayu dan bahan tambahan
(katalisator) dalam campuran antara kayu dan semen. Perbedaan hasil pengujian
keteguhan rekat papan semen dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Perbandingan nilai rata-rata keteguhan rekat internal (internal bond) papan semen
Gambar 18 menunjukkan bahwa keteguhan rekat internal (internal bond)
papan semen terbesar terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25) sedangkan
terendah terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25). Hal ini menunjukkan bahwa
tinggi rendahnya keteguhan rekat internal papan semen tergantung pada variasi
digunakan maka keteguhan rekatnya semakin baik dan sebaliknya. Pada standar
JIS A 5414-1993, keteguhan rekat papan semen tidak dipersyaratkan.
Kuat Pegang Sekrup
Kuat pegang sekrup merupakan sifat mekanis papan semen yang
menunjukkan kekuatan menahan sekrup akibat adanya gaya tarik pada sekrup dari
luar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kuat pegang sekrup
papan semen tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis masing-masing
berkisar antara 31,10 kg-32,18 kg dan 32,54 kg–47,70 kg. Nilai kuat pegang
sekrup tertinggi terdapat pada papan semen dengan perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25)
sedangkan nilai terendah terdapat pada papan semen perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat pegang sekrup juga tergantung
pada variasi komposisi semen dan fiber. Semakin tinggi komposisi semen maka
nilai kuat pegang sekrup yang diperoleh semakin tinggi dan sebaliknya. Kuat
pegang sekrup merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi papan semen yang akan dijadikan sebagai bahan konstruksi
bangunan.
Fernandez dan Vanessa (1996) menyatakan bahwa faktor lain yang harus
dipertimbangkan ketika mengevaluasi kesesuaian produk panel untuk konstruksi
bangunan adalah kemampuannya untuk menahan paku, terutama ketika menahan
beban. Perbedaan hasil pengujian kuat pegang sekrup pada masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 19. Pada standar JIS A 5414-1993, kuat
pegang sekrup papan semen yang diuji tidak dipersyaratkan.
Gambar 19. Nilai rata-rata kuat pegang sekrup pada variasi komposisi S : F : W Sifat Ketahanan Terhadap Serangan Rayap (Biodeteriorasi)
Uji kubur papan semen bertujuan untuk mengetahui ketahanan papan
semen terhadap serangan rayap dan mikroorganisme lain. Hasil uji kubur
didasarkan pada kehilangan berat papan semen pada saat di lapangan. Hasil
kehilangan berat papan semen dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Nilai rata-rata kehilangan berat pada variasi komposisi S : F : W
Gambar 20 menunjukkan nilai rata-rata kehilangan berat papan semen
tanpa katalis dan dengan menggunakan katalis masing-masing berkisar antara
kehilangan berat terbesar terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25) yaitu 3,36%
dan 2,68% sedangkan kehilangan berat terkecil terdapat pada perlakuan C (2,5 : 1
: 1,25) yaitu 1,14% dan 0,23%.
Berdasarkan klasifikasi tingkat ketahanan Sornnuwat et al (1995) dalam
Nuriyatin et al (2003), papan semen dengan menggunakan katalis pada
masing-masing perlakuan diklasifikasikan dalam tingkat tahan sampai sangat tahan
terhadap serangan rayap (biodeteriorasi), sedangkan papan semen tanpa
menggunakan katalis diklasifikasikan pada tingkat tahan terhadap serangan rayap.
Papan semen dengan menggunakan katalis pada perlakuan C (2,5 : 1 : 1,25)
digolongkan pada tingkat sangat tahan sedangkan pada perlakuan A (1 : 2,5 :
1,25) dan B (1,75 : 1,75 : 1,25) diklasifikasikan dalam tingkatan tahan terhadap
serangan rayap atau mikroorganisme lain. Klasifikasi ketahanan papan semen
terhadap serangan rayap disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata kehilangan berat papan semen
Komposisi bahan (S : F : W)
Rata-rata kehilangan
berat (%) Tingkat ketahanan
*
Non
katalis Katalis
Non
katalis Katalis
1 : 2,5 : 1,25 3,36 2,68 Tahan Tahan
1,75 : 1,75 : 1,25 1,77 1,17 Tahan Tahan
2,5 : 1 : 1,25 1,14 0,23 Tahan Sangat tahan
Keterangan: * = Klasifikasi tingkat ketahanan Sornnuwat et al. (1995) dalam Nuriyatin et al. (2003)
Berdasarkan klasifikasi SNI 01-7207-2006, nilai penurunan berat papan
semen dapat diklasifikasikan sangat tahan pada semua contoh uji sehingga
termasuk kelas awet 1. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut bahwa papan semen
memiliki kekuatan yang baik. Klasifikasi ketahanan papan semen terhadap
Tabel 9. Klasifikasi ketahanan papan semen terhadap serangan rayap berdasarkan SNI 01-7207-2006
Komposisi bahan (S : F : W)
Rata-rata
kehilangan berat(%) Tingkat ketahanan
Non
katalis Katalis
Non
katalis Katalis
1 : 2,5 : 1,25 3,36 2,68 Sangat tahan Sangat tahan
1,75 : 1,75 : 1,25 1,77 1,17 Sangat tahan Sangat tahan
2,5 : 1 : 1,25 1,14 0,23 Sangat tahan Sangat tahan
Hasil uji kubur menunjukkan bahwa papan semen mempunyai sifat
ketahanan yang tinggi terhadap serangan rayap atau mikroorganisme lain. Hal ini
disebabkan karena rayap tidak suka dengan semen yang sifatnya keras. Sukartana
et al. (2000) menyatakan bahwa papan semen lebih tahan terhadap serangan rayap
tanah dibanding bahan baku kayunya.
Kehilangan berat terbesar terdapat pada perlakuan A (1 : 2,5 : 1,25), hal
ini disebabkan pada perlakuan ini komposisi penyusunnya lebih banyak limbah
kardus. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi kardus maka
kehilangan berat semakin besar. Diduga kehilangan berat yang terjadi di lapangan
tidak hanya disebabkan oleh serangan rayap maupun organisme lain, tetapi
disebabkan oleh faktor lingkungan. Pada standar JIS A 5414-1993, uji kubur
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai pengujian sifat fisis dan mekanis papan semen tidak seluruhnya
memenuhi standar JIS A 5414-1993. Sifat fisis dan mekanis papan semen
yang memenuhi standar JIS A 5414-1993 adalah kerapatan (perlakuan A dan
perlakuan B baik tanpa katalis maupun dengan katalis), daya serap air baik
setelah 2 jam maupun setelah 24 jam (kecuali perlakuan A tanpa
menggunakan katalis), MOE dan MOR pada seluruh perlakuan dengan
menggunakan katalis. Sedangkan yang tidak memenuhi standar adalah
kerapatan pada perlakuan C baik tanpa katalis maupun dengan katalis, kadar
air, pengembangan tebal baik setelah 2 jam maupun setelah 24 jam dan MOR
pada seluruh perlakuan tanpa menggunakan katalis.
2. Papan semen yang memiliki kualitas terbaik berdasarkan hasil uji fisis,
mekanis dan sifat ketahanan terhadap serangan rayap adalah papan semen
dengan perbandingan semen : fiber : air = 1,75 : 1,75 : 1,25, sedangkan yang
TINJAUAN PUSTAKA
Selulosa
Pengertian Selulosa
Selulosa adal, dan
merupakan
dari sepuluh ribu β (1→4) yang terkait dengan
polimer rantai lurus, tidak melingkar serta tidak bercabang, bersifat sedikit kaku,
merupakan molekul yang dapat diperluas menjadi molekul-molekul lain yang
lebih jamak, serta memiliki sifat yang berbeda dengan pati (Gambar 1). Kelompok
hidroksil ganda pada residu glukosa berasal dari satu rantai
dengan molekul oksigen yang sama atau pada rantai cabang, saling berikatan erat
membentuk mikrofibril denga
penting dalam dinding sel, karena mikrofibril berikatan menjadi matriks
karbohidrat dan bekerjasama untuk meningkatkan sifat kekakuan sel tumbuhan.
Gambar 1. Rantai selulosa
Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu.
Bahan tersebut utamanya terdapat pada tanaman kertas, namun demikian pada
dasarnya selulosa terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim,
tersebut terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan
jamur. Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu adalah dalam industri
kertas dan produk turunan kertas lainnya. Industri lain yang banyak menggunakan
bahan baku ini adalah industri pertekstilan yang dikenal sebagai serat rayon.
Indonesia memiliki sumberdaya hasil hutan maupun hasil pertanian sebagai
potensi bahan selulosa yang sangat kaya. Potensi selulosa alam yang melimpah ini
merupakan cadangan bahan baku bagi kepentingan pembangunan baik untuk
keperluan kesejahteraan maupun untuk kepentingan pertahanan negara (Litbang
Pertahanan Indonesia, 2007).
Pembagian Selulosa
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa
natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:
1. Selulosa α (alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600–1500.
Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian
selulosa.
2. Selulosa β (betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dan dapat mengendap
bila dinetralkan.
3. Selulosa µ (gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi DP nya
kurang dari 15. Selain itu ada yang disebut hemiselulosa (polisakarida yang
bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan manova, galaktosa,
bebas dan sari dan lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan
hemiselulosa) (SNI 14–0444–2009).
Penggunaan Selulosa
Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah berupa serat kayu
dalam industri kertas dan produk kertas dan karton. Pengunaan lainnya adalah
sebagai serat tekstil yang bersaing dengan serat sintetis. Untuk aplikasi lebih luas,
selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa produk, antara lain mikrokristalin
selulosa, karboksimetil selulosa, metil selulosa dan hidroksipropil metil selulosa.
Produk-produk tersebut dimanfaatkan antara lain sebagai bahan antigumpal,
emulsifier, stabilizer, dispersing agent, pengental, dan sebagai gelling agent
(Nopianto, 2009).
Untuk keperluan industri, selulosa yang berasal dari bubur kayu dan kapas
dipergunakan untuk memproduksi kardus dan kertas. Pada tingkat yang lebih
kecil bahan ini dipergunakan sebagai bahan untuk memproduksi produk derivatif
seperti selofan dan rayon. Selain itu, selulosa ini juga dapat dikonversi menjadi
biofuel seperti cellulosic ethanol sebagai alternatif sumber bahan bakar.
Kertas Kardus
Pengertian dan Karakteristik Kertas Kardus
Kertas kardus sebagai sebuah bahan dasar kemasan memiliki daur hidup
yang sangat singkat, dihargai hanya selama proses distribusi produk dari produsen
sangat rasional dan potensial dalam satu rekayasa desain, ia memenuhi kriteria
untuk digunakan sebagai bahan baku utama (Willy dan Yahya, 2001).
Gambar 2. Kertas kardus
Bahan dasar utama kertas kardus berasal dari limbah industri pemotongan
kayu (sisa-sisa potongan, serutan, dan serbuk gergaji). Karena sifatnya merupakan
bahan-bahan organik membuat kardus mudah untuk diolah kembali atau di daur
ulang beberapa kali, baik untuk bahan pembuatan kardus baru atau papan daur
ulang MDF (multi-density fibre board). Bahan bakunya sangat berlimpah dan
didukung dengan sifatnya yang ramah lingkungan, serta memiliki siklus
perputaran (closing loop) tersendiri yang membuatnya menjadi bahan yang ramah
lingkungan (biodegradable) sehingga kardus menjadi satu material yang sangat
ekonomis (Willy dan Yahya, 2001).
Kertas kardus umumnya lebih tebal (biasanya di atas 0, 25mm) daripada
pembuata
mudah dipotong dan dibentuk, ringan, serta kuat untuk dijadika
Corrugated paper (kertas kardus) dibedakan atas beberapa jenis
berdasarkan jumlah lapisannya, antara lain: single face corrugated paper terdiri
dari kertas bergelombang dengan satu lapisan, single wall (double face)
corrugated paper terdiri dari kertas bergelombang dengan dua lapisan, double
wall corrugated paper terdiri dari dua kertas bergelombang dengan empat lapisan
serta memiliki satu lapisan tengah, dan tri-wall corrugated paper terdiri dari tiga
kertas bergelombang dengan enam lapisan serta memiliki dua lapisan tengah (TIS,
2010).
Karakteristik kertas didasarkan pada berat atau ketebalannya. Berdasarkan
berat maka kertas dapat dinyatakan dalam berat (1b)/3000 ft2 atau yang disebut
juga dengan rim. Di USA banyaknya rim standar untuk kertas kemasan adalah
500 lembar dengan ukuran 24 x 36 inchi (61 x 91, 5 cm). Di Eropa, Jepang dan
negara–negara lainnya ukuran yang lebih umum adalah grammage (gr/m2).
Gramatur untuk kemasan berkisar antara 30 gr/m2 – 150 gr/m2 , sedangkan untuk
kertas kardus (corrugated paper) berkisar antara 117 gr/m2 – 300 gr/m2 (Triyanto,
1991).
Katalis Kalsium Klorida (CaCl2
Kalsium klorida (CaCl )
2) merupakan garam yang memiliki
secara langsung dari batu kapur, tetapi jumlah besarnya diproduksi dari
Kalsium klorida dapat digunakan sebagai sumber kalsium
terdisosiasi:
3 CaCl 2 + 2 K 3 PO 4 (aq) 2 + 2 K 3 PO
4 (aq)
CaCl2 cair dapat
CaCl 2 (l) → Ca (s) + Cl 2 (gas) CaCl 2 (l) → Ca (s) + Cl 2
Kalsium klorida pada dasarnya memiliki warna putih ataupun abu-abu
keputih-putihan, berbau, bersifat eksotermik (dapat larut dalam air), kepadatannya
2,15 gr/cm
(gas).
3
, titik didihnya lebih dari 1600 o
Kalsium klorida merupakan bahan yang mudah menyerap air dari
sekitarnya (hidroskopis), biasanya dapat digunakan untuk mengeringkan udara
dan gas lainnya. Proses hidroskopis ini melibatkan konversi kalsium klorida
menjadi air garam baik karena menyerap uap air atau air dari gas yang perlu
dikeringkan. Penggunaan lain dari kalsium klorida ini adalah sebagai senyawa
pencair es. Dimasa sekarang ini penggunaan kalsium klorida berbentuk bola kecil
putih yang diameternya hanya beberapa milimeter dan biasanya disebut prills
(butiran seperti garam yang biasanya digunakan untuk mencairkan es). Hal ini C dan pH-nya adalah 8 hingga 9.
Selain itu, kalsium klorida memiliki sifat mudah menguap baik dalam keadaan
padat maupun cair (likuid). Hal inilah yang pada umumnya yang menjadi ciri khas
disebabkan karena penggunaan kalsium klorida yang berlebihan dapat berbahaya
terhadap tanah dan tanaman.
Sumber: en
Gambar 3. Kalsium klorida .wikipedia.org
Semen
Pengertian Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk (bulk), tanpa
memandang proses pembuatannya yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang
mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa silika oksida (SiO2), alumunium
oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian
untuk membentuk clinker (bahan semen setangah jadi), yang kemudian
dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil
Semen secara umum adalah material-material yang bersifat adhesif dan
memiliki kemampuan untuk mengikat fragmen-fragmen atau partikel-partikel
secara bersamaan sehingga menjadi suatu benda padat yang menyatu. Fungsi
semen adalah mengikat butir–butir agregat hingga berbentuk suatu massa padat
dan mengisi rongga–rongga udara di antara butir–butir agregat (Petra Christian
University Library, 2003).
Pembagian Semen
Jenis-jenis semen adalah:
1. Semen abu (portland cement) adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan,
dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang
diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa
digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan
persentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu tipe I-V.
2. Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu
dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler
atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone
murni.
3. Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang
digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat
maupun di lepas pantai.
4. Mixed and fly ash cements adalah campuran semen abu dengan pozzolan
buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari
besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini
digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih
keras (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2009).
Semakin baik mutu semen maka semakin cepat mengeras jika dicampur
dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3
Angka hidrolitas ini berkisar antara > 1/1,5 (lemah) hingga < 1/2 (keras
sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga
secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara > 1/1,9
hingga < 1/2,15 (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 2009).
) : (% CaO + % MgO)
Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen dapat dibedakan:
1. Proses basah yaitu semua bahan baku yang ada dicampur dengan air,
dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan
bakar berupa minyak bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan
karena masalah keterbatasan energi.
2. Proses kering yaitu menggunakan teknik penggilingan dan blending kemudian
dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap
pengelolaan yaitu:
a. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan
roller meal.
b. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan
c. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker: bahan
setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
d. Proses pendinginan terak.
e. Proses penggilingan akhir, meliputi proses clinker dan gypsum digiling
dengan cement mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran
dengan suhu mencapai 900 0C sehingga menghasilkan residu (sisa) yang tak larut,
sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi,
kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas (Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, 2009).
Semen Portland
Semen portland menurut SII.0013-1981 dalam Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (2009), adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan clinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang
bersifat hidraulis, bersama bahan tambahan yang biasanya digunakan adalah
gipsum. Clinker merupakan bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk
pembuatan semen.
Material anorganik utama yang digunakan dalam produksi semen adalah
senyawa-senyawa kalsium. Kalsium merupakan mineral yang sangat banyak
terdapat pada lapisan kerak bumi, ditambahkan dengan material-material lain
menghasilkan semen. Kalsium hidroksida menghasilkan mortar dan kapur,
kalsium sulfat menghasilkan plaster, dan kalsium silikat menghasilkan semen
Semen portland dihasilkan dengan cara menghaluskan portland clinker
yang banyak mengandung silikat kalsium yang dilakukan dengan jalan pemberian
panas pada material-material dasar sehingga terbentuk clinker yang mengandung
sebagian besar silika dan kalsium dengan sedikit alumina dan oksida besi (Petra
Christian University Library, 2003).
Komposisi Kimia Semen Portland
Komposisi kimia dari semen Portland dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Komposisi kimia semen portland
Oksida Singkatan Kandungan di dalam semen (%)
Batas bawah Batas atas
CaO C 60 67
Si02 S 17 25
Al203 A 3 8
Fe203 F 0,5 6
MgO M 0,2 4
Na20 N 0,5 1,3
Ti02 T 0,1 0,4
P205 P 0,1 0,2
S03 S 1 3
Sumber: Petra Christian University Library, 2003.
Komposisi Utama Semen Portland
Komposisi utama semen portland terutama seperti oksida kapur (CaO),
oksida silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3
1. Tri kalsium silikat (C
) dan oksida besi (FeO), akan
membentuk senyawa-senyawa sebagai berikut:
3S) yang bersifat hampir sama dengan sifat semen, yaitu
akan mengeras. C3
2. Di kalsium silikat (C
S menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan
panas hidrasi kurang lebih 58 cal/gram setelah 3 hari.
2S), pada penambahan air segera terjadi reaksi,
menyebabkan pasta mengeras dan menimbulkan panas 12 cal/gram setelah 3
hari. Pasta yang mengeras, perkembangan kekuatannya stabil dan lambat pada
beberapa minggu, kemudian mencapai kekuatan tekan akhir hampir sama
dengan C3
3. Tri kalsium aluminat (C
S.
3
4. Tetra kalsium alumino ferrite (C
A), dengan air bereaksi menimbulkan panas hidrasi
yang tinggi yaitu 212 cal/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi
pada satu sampai dua hari, tetapi sangat rendah.
4AF), dengan air bereaksi dengan cepat dan
pasta terbentuk dalam beberapa menit, menimbulkan panas hidrasi 69
cal/gram. Warna abu-abu pada semen disebabkan oleh C4AF (Petra Christian
University Library, 2003).
Jenis - Jenis Semen Portland
Ada lima jenis Semen Portland yang diproduksi di seluruh dunia, yaitu:
1. Semen portland jenis I
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain. Semen
portland jenis ini biasa disebut semen portland biasa (ordinary portland
2. Semen portland jenis II
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap
sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen jenis II dipergunakan untuk pembetonan
di tepi pantai, di laut dan di tempat dengan kadar garam tanah sedang.
3. Semen portland jenis III
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi
pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen portland jenis III ini
dipergunakan untuk pembetonan yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi,
antara lain untuk membuat jembatan, pondasi dan lain-lain.
4. Semen Portland jenis IV
Semen portland jenis IV dipakai untuk bangunan di tepi laut, untuk pembetonan
yang besar dan luas seperti dam dan irigasi.
5. Semen portland jenis V
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi
terhadap sulfat. Semen jenis ini dipergunakan untuk pembetonan di tepi pantai
dan di lokasi dengan kandungan garam sulfat tinggi (Petra Christian University
Library, 2003).
Papan Semen
Papan semen (cement board) menyerupai papan partikel yaitu hasil
pengempaan campuran potongan kayu kecil dengan perekat. Perekat yang dipakai
dalam papan semen adalah semen, sedangkan dalam papan partikel adalah perekat
organik seperti urea formaldehida. Tidak semua jenis kayu sesuai untuk papan
Pengujiannya dilakukan berdasarkan uji hidratasi, yaitu mengukur suhu
maksimum yang terjadi pada saat reaksi antara semen kayu dan air.
Sumber:
Gambar 4. Papan semen tilebackerboard.com
Papan semen berdasarkan asal muasal bahan bakunya dibedakan atas
papan semen yang bahan bakunya berasal langsung dari kayu baik dalam bentuk
partikel ataupun serat dan papan semen yang bahan bakunya berasal dari bahan
baku daur ulang atau limbah. Berdasarkan bentuk bahan bakunya dibedakan atas
papan semen dari partikel-partikel kayu, papan semen dari serat kayu dan papan
semen dari fiber-fiber daur ulang hasil hutan kayu (Kumoro, 2008).
Pada dasarnya mutu dari papan semen dibedakan atas mutu baik, mutu
sedang, dan mutu jelek. Papan semen mutu baik adalah papan semen yang
memiliki nilai pengujian sifat fisis dan mekanis seluruhnya memenuhi standar
pengujian papan semen yang ada. Papan semen mutu sedang adalah papan semen
yang memiliki nilai pengujian sifat fisis dan mekanis hampir seluruhnya
memenuhi standar pengujian papan semen yang ada. Sedangkan papan semen
mekanis seluruhnya tidak memenuhi standar pengujian papan semen yang ada
sehingga tidak cocok untuk dijadikan sebuah produk (Kumoro, 2008).
Proses pembuatan papan semen dimulai dengan persiapan bahan. Limbah
fiber yang telah berukuran kecil disaring dengan ayakan dan diambil fiber yang
lolos saringan saring ukuran 1 cm x 1 cm dan tertahan 0,5 cm x 0,5 cm kemudian
dikeringanginkan hingga kadar air kesetimbangan. Penimbangan berat semen,
berat fiber dan katalis sebanyak 2% dari berat semen yang dibutuhkan. Bahan
baku yang telah di timbang beratnya kemudian dilakukan pencampuran fiber kayu
dengan semen dan diaduk dengan merata. Katalis yang telah dilarutkan dalam air
dimasukkan ke dalam campuran sambil terus diaduk sampai seluruh bahan
tercampur merata. Hasil pencampuran fiber dan bahan-bahan lainnya kemudian
dimasukkan dalam cetakan berukuran 25 cm x 25 cm x 10 cm dan campuran
diratakan secara manual sehingga memenuhi ruangan cetakan dan tersebar merata.
Selanjutnya dilakukan pengempaan pendahuluan berupa penekanan secara manual
dan kemudian dilakukan pengepresan dengan menutup bagian atas mat dengan
plat penutup dan diberi tekanan sebesar 6 ton selama 3 menit. Selanjutnya
dilakukan pengkleman selam 24 jam. Hari selanjutnya cetakan di buka dan
dikeringkan selama 24 hari sampai mencapai kadar air kurang dari 15%.
Pemotongan dan pengujian menggunakan standar yang telah ditentukan dengan
menguji sifat fisis yang meliputi kadar air, kerapatan, absorbsi air, pengembangan
tebal dan sifat mekanis meliputi, pengurangan tebal akibat tekanan 3 kg/cm3 dan
lengkung statis (MOE dan MOR) (Kumoro, 2008).
Menurut Primananda (2007) dalam Maskar (2010), suhu hidratasi adalah
konsekuensi dari proses hidratasi ialah pengerasan dan terbentuknya fase baru,
yaitu hidrat. Perubahan dasar dari sifat fisika dan kimia ini merupakan dasar
penggunaan akhir dari sifat-sifat semen yaitu kekuatan awal, perkembangan
kekuatan, perubahan volume, perkembangan panas, dan ketahanan kimia.
Menurut Taylor (1979) dalam Maskar (2010), pengerasan semen dapat
terhambat oleh adanya zat ekstraktif yang ditunjukkan dengan terhambatnya
pencapaian suhu maksimum dari suhu reaksinya. Tingkat penghambatan
pengerasan semen yang disebabkan oleh adanya bahan berlignoselulosa,
merupakan perbedaan waktu atau suhu hidratasi, campuran semen dengan bahan
berlignoselulosa dibandingkan dengan waktu atau suhu hidratasi semen.
Suhu hidratasi merupakan suhu maksimum yang dihasilkan pada saat
semen dan air bereaksi. Pada dasarnya suhu hidratasi dapat diperoleh dengan cara
pengujian dan pencatatan suhu yang dihasilkan pada saat pencampuran bahan
berlignoselulosa, semen dan air sedang berlangsung dalam proses pembuatan
papan semen. Menurut Kamil (1970) dalam Maskar (2010), ada 3 kategori yang
menggambarkan baik tidaknya pengikatan antara bahan berlignoselulosa dengan
perekat semen, yaitu bila suhu maksimum di atas 41 oC maka bahan tersebut
dikatakan baik, antara 36–41 oC adalah sedang dan di bawah 36 o
Penentuan kelayakan papan semen sebagai bahan konstruksi bangunan
meliputi beberapa kriteria pengujian. Kualitas papan semen yang dihasilkan dapat
dilihat dari hasil pengujian sifat fisis, mekanis dan ketahanannya terhadap
serangan rayap (biodeteriorasi). Standar uji sifat fisis dan mekanis papan semen C tidak baik,
karena zat ekstraktif pada bahan baku papan semen akan menghambat pencapaian
berdasarkan JIS A 5414-1993 disajikan pada tabel 2 sedangkan kriteria ketahanan
papan semen terhadap serangan rayap disajikan pada tabel 3 dan klasifikasi
penurunan berat papan semen terhadap serangan rayap disajikan pada tabel 4.
Tabel 2. Standar uji papan semen menurut JIS A 5414-1993
No Macam pengujian Satuan Standart JIS A 5414-1993
1 Kuat lentur (MOE) Kuat patah (MOR) Penyerapan air
- Densitas asap
- Nilai kalori
Tabel 3. Kriteria ketahanan papan semen terhadap serangan rayap
No Kehilangan berat (%) Kelas ketahanan* 1
Keterangan: * = klasifikasi tingkat ketahanan Sornnuwat et al. (1995) dalam Nuriyatin et al. (2003)
Tabel 4. Klasifikasi penurunan berat papan semen terhadap serangan rayap berdasarkan SNI 01-7207-2006
Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52-7,50
III Sedang 7,50-10,96
IV Buruk 10,96-18,95
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi berakibat pada tingginya
kebutuhan akan sarana perumahan. Pengembangan kawasan-kawasan perumahan
lebih lanjut akan memacu meningkatnya kebutuhan bahan bangunan.
Bahan-bahan tersebut harus disediakan dalam jumlah besar dari alam maupun buatan.
Salah satu cara untuk mengatasi permintaan kebutuhan bahan bangunan tersebut
adalah dengan cara meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal yang berada
di lingkungan kita.
Pemberdayaan sumberdaya lokal dapat berupa pemanfaatan sampah
maupun limbah. Pemanfaatan sampah maupun limbah disamping dapat
mengurangi pencemaran lingkungan juga dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti bahan bangunan yang sudah ada. Salah satu sampah atau limbah yang
dapat dimanfaatkan dengan baik adalah limbah kertas kardus.
Papan semen umumnya mempergunakan kayu atau bahan berlignoselulosa
lainnya dan semen sebagai bahan utama. Bahan–bahan seperti selumbar kayu
(flakes), wol kayu (excelsior), pulp kayu dan sejenisnya merupakan bahan–bahan
yang dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan papan semen. Namun
demikian, sumberdaya kayu pada masa sekarang ini menunjukkan penurunan
yang signifikan, dan dengan menghemat sumberdaya kayu diharapakan dapat
melestarikan lingkungan (Kawai et al, 1990).
Oleh karena itu, untuk menghemat sumberdaya kayu maka berkembanglah
penggunaan bahan baku kayu berupa potongan-potongan kayu yang dipergunakan